Pastor Jeremiah C | Yakobus 1:16-18 |

Sebelum ini, fokus kita adalah pada Yak 1:13-15 dan saya telah menjelaskan perbedaan antara ‘temptation [pencobaan, godaan]’ dan ‘trial [pencobaan, aniaya]’. Saya harap Anda sudah mengerti bahwa di dalam bahasa sumber (Yunani), kata ‘temptation [pencobaan]’ dan kata ‘test [ujian]’ mempunyai makna yang sama, yaitu ‘ujian’ atau ‘pencobaan’. Kita juga telah melihat bahwa setan tidak bisa mencobai anak-anak Allah tanpa memperoleh ijin dari Allah. Jadi, di saat kita menghadapi ujian iman, kita tidak perlu membuang waktu memeriksa apakah hal yang sedang kita hadapi ini berasal dari Allah atau dari setan. Secara sederhana, pencobaan yang Anda hadapi setiap hari itu adalah ujian iman. Allah ingin agar Anda berkemenangan dan memperoleh berkat sedangkan setan ingin agar Anda gagal dan binasa. Inilah perbedaan nyata dari ‘ujian’ dan ‘pencobaan’. Kita harus mentaati Allah agar bisa berkemenangan di saat menghadapi berbagai ujian.

Janganlah menipu diri sendiri karena keinginan kita

Hari ini kita akan memusatkan perhatian pada Yak 1:16-18. Rasul Yakobus berkata, “Saudara-saudara yang kukasihi, janganlah sesat!” Mengapa secara tiba-tiba dia berkata, “Jangan sesat”? Kalimat ini, di dalam bahasa aslinya seharusnya diterjemahkan dengan, “Janganlah tertipu (janganlah menipu dirimu sendiri), saudara-saudara yang kukasihi.” Ini bukan menunjuk kepada orang yang kadang kala salah menilai atau keliru menghakimi sesuatu persoalan karena kecerobohan. Tetapi di sini, yang dimaksudkan adalah permasalahan yang muncul di dalam kehidupan Kristen yang menyebabkan hatinya menjauh dari Allah dan hidup dalam keadaan menipu diri sendiri. Mengapa saya berkata seperti itu? Karena ayat-ayat sebelumnya, yaitu ayat 14-15, berbicara tentang pencobaan dari keinginan. Keinginan kita akan menipu diri kita sampai kita menjauh dari jalan Allah dan membuat kita jatuh dalam dosa. Jika kita gagal bertobat di dalam keadaan itu, maka kita akan berakhir di dalam maut! Inilah nasehat dan keprihatinan rasul Yakobus pada jemaat. Karena keprihatinan itu, dia berkata, “Janganlah tertipu, saudara-saudara yang kukasihi.”

Ujian iman sangatlah penting. Sukses atau keberhasilan kita akan menunjukkan tingkat kehidupan rohani kita. Saat kita tidak mampu bertahan menghadapi ujian dan kita berbuat dosa, hal ini menunjukkan bahwa kita telah tertipu oleh keinginan kita. Jika kita tidak bertobat pada saat itu, maka kita akan berakhir di dalam maut! Jadi kita harus berhati-hati dan harus menguji sikap hati dan tingkat kerohanian kita jika kita sering kali tidak memiliki kuasa untuk mengatasi pencobaan itu. Janganlah berpegang pada kebebalan dan kata-kata buaian beberapa penginjil yang memberitahu Anda, “Manusia itu lemah. Sudah wajar kalau kita tidak kuat menghadapi pencobaan. Allah itu murah hati. Legakanlah hatimu. Kamu akan baik-baik saja.” Akan tetapi Yakobus tidak berkata, “Jangan khawatir, saudara-saudaraku yang kukasihi.” Yang dia katakan adalah, “Janganlah tertipu/menipu diri sendiri.” 

Paulus mengatakan hal yang sama kepada jemaat di Korintus. Mari kita berpaling kepada 1 Korintus 6:9-10. Paulus mengatakan hal ini kepada orang-orang yang percaya kepada Tuhan, “…orang-orang yang tidak adil (termasuk mereka yang percaya juga) tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah…” Banyak orang Kristen yang berpikir bahwa mereka diselamatkan karena mereka telah percaya sehingga cara hidup mereka menjadi tidak penting lagi. Mereka percaya bahwa mereka masih bisa menjalani hidup ini di dalam keserakahan, percabulan, memfitnah dan mencuri. Inilah persoalan yang sedang dibahas oleh Paulus dan Yakobus: jemaat bisa masuk di dalam tipu daya tanpa pernah mengetahuinya. Apakah Anda menyimpan pemikiran yang sama di dalam hati Anda? Percaya kepada Tuhan, berbuat kejahatan semaunya, dan Anda tetap masuk ke dalam surga?

Allah menguji iman kita melalui berbagai cara dan sarana. Sekalipun kita gagal, kegagalan itu memperbolehkan kita untuk melihat kelemahan dan persoalan kita supaya kita bisa bertobat dan memohon kasih karunia-Nya di saat itu. Oleh karena itu, saudara-saudaraku, jika kita gagal di saat menghadapi ujian/pencobaan, kita tidak boleh menggerutu kepada Allah dan manusia, kita tidak boleh meragukan realitas Allah, dan terlebih lagi, kita tidak boleh menghibur diri sendiri, menipu diri sendiri dan juga orang lain, dengan berkata, “Sudah wajar kalau manusia itu gagal.” Kita harus meniru Petrus yang tidak membawa dirinya pada kebinasaan di saat dia gagal di dalam ujian imannya. Malahan, dia bertobat di hadapan Tuhan, dan belakangan menjadi hamba yang setia sampai mati.

Lawanlah penipuan dengan kebenaran firman

Setan sangat ahli dalam menipu dan mengarahkan keinginan kita. Jika kita tidak ingin ditipu olehnya, kita harus belajar menempatkan Firman Allah sebagai yang utama di dalam hidup kita. Biarlah Firman Allah memperbarui pikiran kita. Sebagai contoh, jika Anda mengalami hal yang tidak menyenangkan dan Anda merasa akan kehilangan kesabaran, hasrat Anda akan mendorong Anda untuk marah. Di saat itu, Anda perlu ingat apa yang Firman Tuhan ajarkan untuk kita lakukan di dalam keadaan seperti itu. Matius 5 mengajarkan kita untuk tidak menjadi marah karena kemarahan akan membuat kita lepas kendali, dan akan mengganggu hubungan kita dengan Tuhan. Jika Anda mengutamakan hasrat Anda, maka Anda akan berbuat dosa, menyakiti hati Allah, dan jatuh ke dalam tipu daya setan. Jika kita mengutamakan kehendak Allah, kita akan berkemenangan di dalam ujian ini.

Saya menyajikan contoh dari seorang saudara yang melakukan percabulan di dalam pesan yang sebelumnya. Ada banyak kasus serupa di tengah jemaat dan banyak yang tersembunyi. Bahkan ketika beberapa dosa terungkap, gembala sidang tidak menangani perbuatan dosa tersebut menurut prinsip yang alkitabiah. Sangatlah wajar bagi saudara dan saudari yang berusia muda untuk saling menyukai. Akan tetapi pencobaan datang ketika pikiran yang lain mulai merayap masuk. Selanjutnya, kita harus memilih lagi, apakah akan mengutamakan nafsu berahi kita, atau mengutamakan perintah Allah. Alkitab memberitahu kita di 1 Kor. 7.1,  “Adalah baik bagi laki-laki, kalau ia tidak menyentuh wanita (not to touch a woman, tidak menyentuh perempuan bukannya tidak kawin seperti yang diterjemahkan secara keliru oleh LAI).”

Ini berarti harus ada jarak tertentu antara laki-laki dengan perempuan untuk menghindari perangkap nafsu berahi kita. Di sisi lain, jika Anda mengutamakan nafsu Anda, maka Anda akan mencari kesempatan untuk bisa mendekati orang tersebut. Anda akan jatuh ke dalam dosa sama seperti yang telah terjadi pada saudara tadi. Jika kita tidak segera bertobat setelah jatuh ke dalam dosa, tipu daya tersebut akan menjadi semakin parah. Kita mungkin akan meninggalkan Allah karena hati nurani kita tidak terasa damai lagi, atau kita akan menghibur diri dengan berkata, “Allah itu maha pengasih dan pemurah, Dia akan mengampuni saya.” Dan selanjutnya, kita akan membenamkan diri semakin jauh, dan tanpa takut lagi, di dalam dosa.

Keyakinan akan Kebaikan Allah, senjata ampuh mengalahkan Iblis

Rasul Yakobus mengingatkan kita di dalam ayat 17-18 bahwa Allah itu maha baik. Mengapa secara tiba-tiba dia berbicara tentang kepribadian Allah, khususnya kebaikan Allah? Rasul Yakobus mengingatkan kita bahwa Allah itu maha baik. Segala sesuatu yang berkaitan dengan Dia selalu baik: kepribadian-Nya, perbuatan-Nya, semua yang Dia berikan kepada kita. Allah juga tidak sekadar baik, kebaikan-Nya tidak pernah berubah. Sebaliknya, kebaikan manusia itu selalu berubah mengikuti perasaan dan keadaan. Kebaikan Allah tidak seperti itu. Yang paling menarik, kita sering merasa bahwa berbagai musibah, ketidakadilan, penderitaan, yang terjadi karena alam maupun oleh manusia di dunia ini, adalah karena Allah tidak tahu bagaimana cara mengatur semuanya. Semua yang dikerjakan oleh Allah terlihat sangat berantakan, lalu di mana kita bisa melihat kebaikan Allah? Bagaimana mungkin Dia menjadi Allah yang maha baik? Kita merasa bahwa tuduhan kita kepada Allah itu masuk akal.

Allah kita sangat lemah lembut dan rendah hati. Dia tidak pernah membela diri-Nya. Dia terus menangani kita menurut kebaikan-Nya. Seperti yang dikatakan di dalam Matius 5, Allah memberikan hujan dan matahari kepada orang benar, dan kepada yang tidak benar. Dia memberikan hujan dan matahari kepada orang yang tidak benar karena Dia bermurah hati kepada mereka, Dia ingin agar mereka juga menikmati kebaikan-Nya. Semua perbuatan baik-Nya, ironis sekali, justru kita jadikan alasan untuk menyalahkan Dia – karena Dia bermurah hati kepada mereka yang berbuat kejahatan.

Namun kita tidak pernah menyadari bahwa kita inilah pelaku kejahatannya. Jika kita teliti dengan cermat semua yang telah Allah ciptakan, kita akan dapati bahwa semua yang Dia kerjakan itu baik. Jika manusia tidak takut akan Allah, maka dia tidak akan mampu menghargai ciptaan-Nya, apalagi memuji-Nya. Karena keserakahan manusia yang tak pernah terpuaskan, alam dan seluruh lingkungan hidup telah dirusak sampai tak terpulihkan lagi. Para ilmuwan juga telah menyadari bahwa banyak bencana alam yang terjadi itu sebenarnya adalah akibat kerusakan lingkungan oleh ulah manusia. Itulah sebabnya mengapa sekarang ini banyak negara yang menyerukan perlindungan yang lebih luas lagi pada lingkungan hidup. Siapakah yang layak kita salahkan atas semua persoalan di dunia ini? Apakah itu kesalahan Allah? Atau, apakah manusia sedang menuai buah-buah dosa yang telah ditaburkannya. Seperti yang dikatakan di dalam Kej 3, bumi tidak akan memberikan hasilnya lagi kepada Adam dan Hawa karena mereka telah berbuat dosa. Semua fenomena itu adalah suara yang dikeluarkan oleh ciptaan Allah dalam menentang dosa manusia dan keserakahannya yang tak terpuaskan itu.

Apakah Anda masih berkata bahwa Anda tidak bisa melihat kebaikan Allah? Mengapa Yesus harus disalibkan? Apakah Yesus harus menanggung dosa-dosa kita? Penyaliban Yesus di kayu salib adalah wujud nyata dari kebaikan Allah. Yakobus 1:18 memberitahu kita bahwa Allah telah melahirkan kita lewat firman kebenaran: Dia memberikan hidup yang baru kepada setiap orang yang bertobat dan percaya kepada-Nya. Kita bisa mengalami kebaikan Allah secara pribadi sekarang ini juga. Kiranya setiap orang yang telah mengalami kebaikan Allah juga menampilkan kebaikan Allah itu kepada dunia.

Mengapa Yakobus berbicara kepada kita tentang kebaikan Allah di sini? Jelaslah, hal itu pasti berkaitan dengan ujian iman. Pernahkah Anda berpikir mengapa kita menyerah kepada keinginan kita, dan bukannya menurut pada kehendak Allah ketika kita menghadapi ujian? Mengapa kita lebih memilih kenikmatan sesaat dari dosa dibandingkan mentaati kehendak Allah? Jawabannya sangat jelas. Karena kita tidak percaya bahwa Allah itu sempurna di dalam kesetiaan dan kebaikan-Nya. Mentalitas kita seperti mentalitas Hawa. Seringkali, kita mengira bahwa Allah tidak memberi kita yang terbaik, bahwa Dia senang mencelakai orang, bahwa Dia senang melihat kita menderita.

Mengapa banyak orang Kristen yang memilih untuk menikahi orang non-Kristen? Tidakkah mereka tahu bahwa orang yang percaya dan orang yang tidak percaya itu tidak bisa bergabung dalam satu kuk? Seharusnya mereka tahu. Lalu mengapa mereka masih mengambil orang yang tidak percaya sebagai pasangan hidup? Karena mereka tidak percaya bahwa Allah akan merancang yang terbaik bagi mereka di dalam hal pernikahan. Mereka khawatir bahwa Allah akan memaksa mereka untuk membujang selamanya, atau bahwa Allah akan memaksa mereka menikahi orang yang tidak mereka sukai. Jika kita mempercayai Tuhan dengan mentalitas semacam ini, tentu saja iman kita tidak akan bertahan menghadapi setiap ujian karena kita tidak menyerahkan hidup kita sepenuhnya kepada Allah, kita belum mempercayai Dia sepenuhnya, kita masih mengendalikan hidup kita dan membuat keputusan menurut hasrat kita sendiri. Seperti yang dikatakan di dalam Yak 1:6-8, orang yang mendua hati tidak akan menerima apa-apa dari Allah. Artinya, orang semacam ini tidak akan mengalami kebaikan Allah.

Tadi, pada bagian awal, saya menunjukkan kepada Anda bahwa makna yang benar dari ayat 16 ,”Janganlah sesat” adalah “Jangan tertipu”. Di saat kita tertipu, atau terbius angan-angan, secara alami kita akan melihat persoalan secara keliru. Pertanyaannya adalah: hal apa yang telah menipu kita sehingga kita menjadi salah melihat persoalan? Apakah hal itu berasal dari luar diri kita? Tidak, penipu itu adalah nafsu-nafsu di dalam hati kita. Mengapa kita tertipu oleh hasrat kita sendiri? Karena kita tidak mengenal kebaikan Allah sehingga tidak bersandar sepenuhnya kepada Dia.

Sarana apakah yang dipakai oleh setan untuk mencobai Hawa? Dia membuat Hawa meragukan kebaikan Allah. Setan berkata kepada Hawa, “Allah tidak akan memberikan yang baik kepadamu. Sebaiknya kamu meraih kesempatan untuk mengejar apa yang kau mau.” Demikianlah, setan memakai jenis pemikiran seperti ini untuk membuat kita meragukan kebaikan Allah ketika kita berhadapan dengan ujian iman. Dia ingin membuai kita sehingga kita mengabaikan kebaikan Allah kepada kita, sehingga kita memilih untuk menyerah kepada hasrat kita. Rasul Yakobus mengingatkan kita di dalam ayat 18 bahwa Allah telah melahirkan kita lewat firman kebenaran. Firman kebenaran ini bisa dirujuk sebagai firman Tuhan dan Yesus sendiri karena Dia adalah Firman Allah. Melalui penyaliban-Nya di kayu salib, kita memperoleh hidup dan kita mendapat kesempatan istimewa untuk menjadi anak-anak Allah. Ini adalah pengalaman pribadi setiap orang Kristen. Karena kita telah mengalami kebaikan Allah, mengapa kita tidak sepenuhnya bersandar kepada Dia? Mengapa masih mendua hati?

Yakobus mengingatkan kita di dalam ayat 16-18 bahwa semua yang berasal dari Allah adalah yang terbaik dan yang paling sempurna. Kepribadian Allah itu sempurna dalam kebaikan-Nya. Oleh karena itu, semua yang berasal dari Dia adalah yang paling baik dan sempurna. Di samping itu, kepribadian Allah di dalam hal kebaikan-Nya itu tidak pernah berubah. Allah itu baik, sejak dulu, sekarang dan selama-lamanya. Jika ujian iman itu merupakan kehendak Allah, maka setiap pencobaan itu akan menghasilkan hal-hal yang baik bagi anak-anak-Nya. Mari kita percaya kepada Dia dengan segenap hati dan pikiran kita supaya kebaikan-Nya memenuhi diri kita!

Mari kita rangkum secara sinkgat. Hari ini, kita telah mempelajari Yak 1:16-18. Yakobus berbicara tentang kepribadian Allah di dalam bagian bacaan ini:

  1. Kepribadian Allah itu sempurna di dalam hal kebaikan-Nya
  2. Justru karena Allah itu baik, maka semua yang Dia kerjakan, entah dalam bentuk ciptaan, apa yang Dia berikan kepada kita, atau rencana-Nya buat kita – semua itu adalah yang paling baik dan paling sempurna.
  3. Di samping itu, kebaikan Allah tidak pernah berubah. Itu sebabnya mengapa dikatakan di dalam Yak 1:13 bahwa Allah tidak bisa dicobai oleh si jahat karena kebaikan-Nya tidak pernah berubah.
  4. Mengapa Yakobus mengingatkan kita pada kepribadian Allah di tengah pembahasan tentang ujian iman? Renungkanlah – jika segala kepribadian Allah itu baik, dan ujian iman itu bisa datang kepada kita hanya melalui persetujuan dari Allah, maka kita bisa katakan bahwa itu semua baik.

Yang terakhir, mari kita baca Mazmur 139:23-24. Mengapa si pemazmur ini sangat senang Allah menyelidiki hatinya dan menuntun dia? Jawabannya ada di dalam ayat 17-18. Karena si pemazmur sadar bahwa rencana Allah buat dia selalu berharga. Kiranya kita bisa menjadi sama dengan si pemazmur yang selalu tunduk dan berserah sepenuhnya kepada tuntunan Allah, dan karena itu ia semakin mengalami kebaikan Allah. Kiranya firman Tuhan menjadi kekuatan di dalam hati Anda, supaya Anda bisa teguh bertahan di dalam kasih karunia-Nya saat menghadapi segala ujian.

Berikan Komentar Anda: