Pastor Jeremiah C | Yakobus 1:22-27 |
Hari ini, kita akan membahas Yak 1:26-27 bersama-sama. Sebelum kita memulai, mari kita coba menangkap poin yang terdapat di dalam Yak 1:19-27. Tidaklah sulit bagi kita untuk melihat bahwa rasul Yakobus selalu menekankan makna penting dari mendengarkan dan melakukan Firman Allah di dalam bagian bacaan ini. Poin ini, sebenarnya dibahas sampai ke bagian akhir pasal 2. Banyak orang mengira bahwa Yakobus terlalu berlebihan dalam menekankan hal ‘melakukan Firman Allah’ – pemahaman semacam ini tidak sepenuhnya benar. Sebenarnya, keprihatinan utama dari Yakobus adalah bagaimana agar kita dapat menerima Firman Allah. Di dalam Yak 1:21, Yakobus dengan segenap upaya mengingatkan kita untuk memperhatikan hal menerima firman ini, firman yang memiliki kuasa untuk menyelamatkan jiwa kita. Yakobus tahu persis tentang kuasa dan arti penting Firman Allah. Jadi dia menasehati kita untuk menerima Firman Allah dengan sikap hati yang benar.
Rasul Petrus juga mengingatkan orang-orang percaya akan hal ini di 1 Pet 2:1-2. Perhatikan apa yang disampaikan oleh rasul Petrus:
1) Kita harus menyingkirkan dulu segala dosa di dalam hati kita;
2) Kita harus terus merindukan Firman Allah seperti bayi yang merindukan air susu;
3) Selanjutnya, kita akan bisa terus bertumbuh secara rohani dan beroleh keselamatan.
Oleh karena itu, dapat dilihat bahwa para rasul di masa awal sangat menekankan pentingnya Firman Allah. Firman Allah itulah yang membuat kita bertumbuh secara rohani menuju keselamatan. Jangan pernah beranggapan bahwa hal percaya kepada Yesus itu adalah perkara sekali untuk selama-lamanya. Ini sama sekali bukan ajaran Alkitab. Peringatan yang diberikan kepada kita adalah agar kita terus menerima Firman Allah dan bertumbuh menuju keselamatan setelah mengalami kelahiran kembali itu, hal ini ada di dalam surat Yakobus yang sedang kita pelajari, dan juga di dalam 1 Petrus itu. Untuk tujuan ini, Yakobus dengan segenap hati menasehati kita untuk menyikapi Firman Allah dengan serius.
Saya menghabiskan banyak waktu saat membahas tentang arti penting dari tindakan mendengarkan Firman Allah pada kesempatan yang lalu. Kata, ‘mendengarkan Firman Allah’ tampaknya sederhana. Pada kenyataannya, ini bukanlah istilah yang sederhana. Bagaimana caranya kita mendengarkan Firman Allah agar memperoleh manfaat darinya? Dari dua kesempatan sebelum ini, dalam pembahasan kita akan isi surat Yakobus, kita melihat bahwa jika kita ingin mengalami kuasa keselamatan dari Firman Allah, kita harus singkirkan dulu dosa di dalam hati kita, dan menerima Firman Allah itu dengan hati yang lemah lembut, yaitu hati yang dapat diajar. Bukan saja kita harus cepat mendengar, dan meneliti Firman Allah, kita juga perlu untuk tetap mendengarkannya. Hanya dengan memenuhi persyaratan itu baru kita dapat mendengarkan Firman Allah. Di samping itu, kita juga perlu mempraktekkan apa yang sudah kita dengar.
Saya harap Anda dapat menangkap apa yang sedang ditekankan oleh Yakobus. Jangan pernah berpikir bahwa poin utama Yakobus adalah pelaksanaan firman. Yang dia utamakan adalah bagaimana agar Firman Allah memberi dampak di dalam hidup kita. Jadi kita dapat melihat bahwa Yakobus sedang menyatakan: pendengar yang sejati adalah pelaku firman itu. Orang yang bukan pelaku firman bukanlah pendengar yang sejati karena Firman Allah tidak dapat menghasilkan buah keselamatan di dalam hidupnya.
Sampai saat ini, kita sebenarnya masih belum memulai pembahasan tentang arti dari melakukan firman. Ini karena pertama-tama kita harus belajar untuk mendengarkan Firman Allah sebelum kita dapat berbicara tentang hal mempraktekkannya. Yakobus 1:19 menyuruh kita untuk cepat dalam mendengar Firman Allah dan di ayat 25 dia menyuruh kita untuk meneliti hukum Allah, suatu cara yang sangat praktis di dalam mengajarkan kita bagaimana supaya bisa cepat mendengar Firman Allah. Rasul Yakobus bukan saja menekankan bahwa kita harus meneliti Firman Tuhan, tetapi kita juga harus terus melakukannya. Jadi, kita harus belajar untuk cepat mendengar, mengamat-amati, dan meneliti Firman Allah. Kita hanya bisa mempraktekkan Firman Allah dengan benar jika kita terlebih dahulu belajar bagaimana mendengarkannya.
Dua cara mempraktekkan firman
Mari sama-sama kita baca Yak 1:26-27. Sebelum masuk ke dalam kedua ayat itu, rasul Yakobus terus menerus berbicara tentang hal melakukan firman. Apakah arti melakukan firman itu? Apakah hal yang termasuk dalam melakukan firman itu? Apakah melakukan firman berarti kita bertindak secara harfiah sesuai dengan firman yang ada di dalam Alkitab? Yakobus memberitahu kita bahwa ada dua cara untuk melakukan firman.
Mari kita lihat lagi Yak 1:26. Ada dua macam ibadah yang disebutkan di sini: yang satu adalah ibadah yang benar, sedangkan yang satunya lagi adalah apa yang disebut oleh Yakobus sebagai, ‘sia-sia’ (Yakobus memberitahu kita bahwa dari sudut pandang Tuhan semua perbuatan baik yang hanya di luarnya saja adalah sia-sia). Apakah ibadah yang sia-sia mengacu pada mereka yang mendengarkan namun tidak melakukan firman? Sebagai contoh, ibadah orang-orang Farisi jelas termasuk ke dalam jenis ibadah yang sia-sia. Apakah ini berarti bahwa mereka hanya mendengar tanpa melakukan firman? Jelas tidak. Sebaliknya, mereka sangat giat mentaati hukum Taurat. Karena orang-orang Farisi yang taat kepada hukum Taurat itu dipandang sebagai orang yang ibadahnya sia-sia, maka muncul pertanyaan: Anda mungkin sangat bersemangat mentaati Firman Tuhan, namun bagaimana Anda dapat memastikan bahwa semangat Anda di dalam melakukan firman itu berbeda dengan orang-orang Farisi?
Apakah yang dimaksudkan oleh rasul Yakobus saat dia berbicara tentang hal melakukan firman? Tidakkah dia sedang berbicara tentang mempraktekkan Firman Allah? Memang tidak dapat disangkal bahwa mempraktekkan apa yang sudah didengar itu termasuk dalam hal melakukan Firman Allah. Yak 1:27 dan juga Yak 2:15-16 menegaskan hal ini kepada kita. Akan tetapi, rasul Yakobus mengacu pada pokok yang jauh lebih luas daripada ini di saat dia sedang berbicara tentang hal melakukan firman itu. Pengertiannya tentang melakukan firman adalah:
1) perubahan di dalam manusia batiniah kita oleh Firman Allah,
2) tindakan lahiriah menaati Firman Allah.
Di sini, secara khusus saya menekankan pada perubahan di dalam manusia batiniah kita karena itulah penekanan dari pasal 1 dan 2 dari surat Yakobus ini. Rasul Yakobus sangat rindu pada pertumbuhan rohani orang-orang kudus, bagaimana supaya mereka bisa menjadi sempurna, dan bagaimana supaya mereka bisa menjadi dewasa secara rohani. Mungkin Anda merasa tidak enak mendengar kata ‘sempurna’ karena Anda mungkin memandang bahwa menekankan hal kesempurnaan itu menunjukkan keangkuhan dan kesombongan kita. Anda mungkin puas dengan kehidupan rohani yang suam-suam kuku, akan tetapi ini bukan apa yang dikehendaki oleh rasul Yakobus. Di dalam Yakobus pasal 1, dia menggunakan kata ‘sempurna’ sebanyak empat kali. Dia ingin kita mengerti bahwa ujian iman itu dalam rangka membuat kita menjadi sempurna (ayat 3-4). Dia berkata bahwa semua yang Allah berikan itu sempurna (ayat 17). Di dalam ayat 27, dia berbicara tentang hukum Allah yang sempurna, yang bisa menyempurnakan kita.
Janganlah mengamalkan ibadah yang sia-sia
Di balik semua itu, Yakobus ingin memberitahu kita tentang rahasia pertumbuhan – bagaimana kita dapat maju menuju kesempurnaan rohani. [Rahasianya adalah] melalui ujian iman, mentaati Firman Allah, dan bergantung kepada anugerah-anugerah-Nya. Rasul Yakobus sangat memperhatikan pertumbuhan orang-orang kudus, dan bagaimana supaya mereka menjadi sempurna. Sebenarnya, ini bukanlah hal yang berasal dari pemikirannya sendiri, ini adalah perintah dari Yesus sendiri di dalam Matius 5:48 – “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di surga adalah sempurna.” Dan tujuan dari menjadi pendengar sekaligus pelaku firman adalah untuk menjadi sempurna seperti Tuhan.
Oleh karena itu, saya harap Anda dapat memahami dengan jelas bahwa makna yang ditekankan oleh Yakobus lewat istilah ‘melakukan firman’ itu bukan sekadar ketaatan lahiriah kepada hukum Taurat, tetapi yang lebih penting lagi adalah perubahan di dalam batin. Tidak perlu membayangkan terlalu jauh untuk bisa melihat seperti apa orang yang memiliki semangat lahiriah di dalam mentaati Firman Allah tanpa mengalami perubahan di dalam batinnya, kita akan menjadi orang yang ibadahnya sia-sia, seperti yang digambarkan di dalam ayat 26 itu.
Malahan, hal yang lebih mudah adalah menaati firman secara lahiriah. Pelaksanaan firman secara lahiriah saja dapat memberi kita banyak kelegaan psikologis karena kita bisa menipu diri sendiri dengan berkata, “Kami berjalan di dalam kehendak Tuhan. Sekalipun kami tidak cukup baik, setidaknya kami juga tidak begitu jahat karena kami sedang melakukan kehendak Tuhan.” Bagaimanapun juga, jika kita ingin bertindak menurut petunjuk rasul Yakobus, yaitu untuk terlebih dahulu mengalami perubahan menyeluruh di dalam hati, maka kita harus mati terhadap kedagingan kita. Hanya dengan begitu baru kita benar-benar dapat mengerti dan menjalani hidup menurut kehendak Allah. Di dalam memilih satu di antara keduanya (yaitu memilih di antara ketaatan lahiriah atau mengalami perubahan total di tingkat hati), kebanyakan orang Kristen memilih ketaatan lahiriah pada Firman Tuhan.
Janganlah membohongi diri sendiri
Oleh karena itu, jika dibandingkan, mendengarkan firman tanpa melakukannya itu bukanlah hal yang paling buruk karena orang itu tidak memiliki kebiasaan beribadah dan tidak bisa membohongi orang lain. Yang paling berbahaya adalah mereka yang mendengar firman dan mentaatinya secara lahiriah, karena mereka dapat dengan mudah membohongi orang lain dan diri mereka sendiri dengan ibadah lahiriah mereka itu.
Pernah ada satu peristiwa yang meninggalkan kesan yang mendalam di hati saya. Suatu hari, anak seorang diaken di gereja yang pada saat itu berusia 15 tahun, datang kepada saya dan berkata bahwa ayahnya sering melecehkan ibunya lewat kata-kata maupun secara fisik. Keadaan ini sudah berlangsung sangat lama. Dia merasa sangat tersiksa dan tidak tahu bagaimana cara menghadapi hal semacam ini. Ayahnya adalah seorang diaken di gereja dan sangat bersemangat dalam mengikuti berbagai pelayanan. Ayahnya itu juga sangat dihormati oleh para saudara seiman. Mengapa dia bisa berubah menjadi orang yang berbeda saat di rumahnya? Dia itu domba atau serigala? Mengapa dia sampai jatuh ke dalam persoalan semacam ini, yaitu menipu diri sendiri? Mungkinkan karena dia terpedaya oleh semangat lahiriahnya sehingga dia tidak bisa melihat watak aslinya sendiri? Inilah peringatan yang disampaikan Yak 1:26 kepada kita. Saya tidak mau tertipu oleh ibadah lahiriah saya karena itu semua sia-sia.
Rasul Yakobus menyebutkan tentang lidah di ayat 26. Anda akan melihat bahwa dia memakai lidah sebagai ukuran tingkatan rohani seseorang (Anda bisa melihat di Yak 3:2 sebagai rujukan akan poin ini). Adalah keliru jika Anda mengira bahwa menjalankan firman itu berarti kita harus bersemangat menolong orang dan mempedulikan mereka. Itu semua hanya kegiatan lahiriah. Yang dipersoalkan oleh rasul Yakobus adalah kerohanian kita dan apakah kita telah mengalami kelahiran kembali. Yesus pernah berkata bahwa ucapan kita mengungkapkan isi hati kita. Lidah mencerminkan kualitas hidup kita. Omongan macam apakah yang biasanya terlontar dari mulut Anda? Saya akan membahas perincian mengenai lidah ini pada pasal yang ketiga.
Jadi, melakukan firman itu termasuk menerima dan mengijinkan firman itu mengubah hati kita. Ini juga hal yang disampaikan oleh ayat 27 – agar kita menjaga supaya kita sendiri tidak dicemarkan oleh dunia: nilai-nilai yang kita pegang tidak dipengaruhi atau dikendalikan oleh nilai-nilai dunia. Sebaliknya, cara hidup kita dikendalikan oleh nilai-nilai Allah. Setelah itu, barulah perilaku, kata-kata dan setiap tindakan kita, juga hubungan dengan orang lain, bisa menuruti kehendak Allah. Barulah setelah itu kita bisa disebut sebagai pendengar dan pelaku firman. Kita harus pahami poin ini dengan jelas untuk bisa mengerti isi pasal 2. Kata ‘perbuatan (works)’ yang dibicarakan oleh rasul Yakobus ini tidak mengacu pada perkara ketaatan lahiriah terhadap hukum Taurat. Tindakan lahiriah tidak selalu merupakan bukti atas ibadah yang sejati. Jika tindakan lahiriah itu memang bukti ibadah yang sejati, itu berarti banyak penganut agama lain juga dapat diselamatkan tanpa perlu percaya kepada Yesus, bukankah begitu?
Orang yang berbuat baik tidak semestinya hidup berkenan di mata Allah
Banyak penganut agama lain yang sangat bersemangat melakukan perbuatan baik. Banyak orang yang tidak mengenal Allah dan tidak mengasihi Dia, namun mereka sangat giat berbuat baik. Mereka berbuat baik demi ajaran agama mereka, cita-cita atau pun demi kaum mereka. Sekalipun mereka sangat giat berbuat baik, namun hidup mereka jauh dari pemerintahan Allah. Sebaliknya, jika seseorang telah benar-benar menerima Firman Allah dengan kelembutan hati, dan mengijinkan Allah mengambil alih kendali hidupnya, maka dia akan mengalami perubahan yang radikal dan buah-buah perbuatan baik akan benar-benar muncul darinya.
Saya ingat betapa saya sangat serius mempelajari Alkitab sebelum saya benar-benar mempercayai Tuhan. Saya suka pada ajaran yang terdapat di dalam Alkitab dan sangat mengagumi hidup yang kudus dan benar yang digambarkannya. Secara lahiriah, saya terlihat mampu mengikuti pengajaran Tuhan di dalam Khotbah di Bukit itu. Sebagai contoh, memperlakukan orang dengan jujur: saya merasa seperti harus membayar harga tinggi setiap kali saya memilih untuk bersikap jujur terhadap orang lain. Dan saya sangat geram jika merasa diperalat oleh orang lain. Secara lahiriah, saya berbicara jujur, akan tetapi di dalam hati ini saya tidak merasa bahagia. Yesus juga menyuruh kita untuk tidak larut dalam berahi di dalam hati, jadi saya buang semua majalah dan film porno dari rumah saya. Akan tetapi saya mendapati bahwa saya tidak bisa lepas dari pikiran penuh berahi di benak saya. Pada saat itu, ada banyak pergumulan di dalam hati saya. Saya merasa bahwa hati dan perbuatan saya tidak sejalan. Di sisi luar, saya terlihat sangat religius, namun di bagian dalamnya, saya tidak berbahagia dan tidak ikhlas – saya sering harus bergumul keras jika masuk ke bagian perbuatan.
Belakangan, saya menyadari perbedaan di antara keduanya di saat saya benar-benar mengalami perubahan dari Tuhan. Setelah Tuhan mengubah saya, saya mampu mengampuni mereka yang telah menyinggung hati saya dengan penuh bahagia dan keikhlasan, dan saya tidak merasa geram di saat dimanfaatkan oleh orang lain. Di permukaannya, saya melakukan hal yang sama dengan yang selama ini saya kerjakan, yaitu sebelum saya mengenal Tuhan. Akan tetapi, saya tahu ada perbedaan besar di antara keduanya.
Rangkuman
Saya akan sampaikan rangkuman singkat di sini. Kita telah melihat perbedaan tajam antara dua macam ibadah di dalam Yak 1:26-27: yang satu adalah ibadah lahiriah; yang satunya lagi adalah ibadah yang rohaniah. Rasul Yakobus ingin agar kita mengerti bahwa pelaku firman yang sejati adalah orang yang:
1) dikendalikan dan diubah dari dalam oleh Allah;
2) menjalankan ajaran Tuhan di dalam kehidupan sehari-harinya.
Inilah definisi Yakobus tentang ‘melakukan firman’. Anda harus camkan bahwa tindakan lahiriah tanpa perubahan di bagian dalam adalah ibadah yang sia-sia di mata Allah. Di sisi lain, orang yang telah mengalami perubahan dari Allah akan menjalani Firman Allah di dalam kehidupannya secara alami. Kita akan melihat poin ini dengan lebih jelas di dalam pasal 2.
Para pembaca yang saya kasihi, ingin menjadi orang Kristen macam apakah Anda?