Pastor Jeremiah Zhang | 1 Raja-Raja 11 | 

1 Raja-Raja memakai seluruh pasal untuk menggambarkan kehidupan Salomo. Hari ini kita akan melihat pada 1 Raja-Raja 11. Pasal 11 mencatat tentang keadaan spiritual Salomo di usia tuanya. Mari kita membaca di 1 Raja-Raja 11:4. Ayat ini menyimpulkan keadaan spiritual Salomo pada waktu dia sudah tua.

1 Raja-Raja 11:4 Sebab pada waktu Salomo sudah tua, isteri-isterinya itu mencondongkan hatinya kepada allah-allah lain, sehingga ia tidak dengan sepenuh hati berpaut kepada TUHAN, Allahnya, seperti Daud, ayahnya.

Di sini kita dapat melihat suatu perubahan yang besar dalam kehidupan Salomo. Perubahan ini di luar dugaan kita. Membaca ayat ini membuat kita bertanya: Mengapa seorang yang begitu mengasihi Allah dan begitu bijaksana akan meninggalkan Allah dan mengikuti allah-allah yang lain? Apa yang menyebabkan perubahan ini? Jika Salomo yang dipilih dan dikasihi oleh Allah akan berpaling untuk mengikuti allah-allah yang lain, maka kebanyakan orang Kristen seperti kita tidak akan dapat menghindari pengakhiran yang begitu tragis. Jadi, inilah permasalahan yang akan kita lihat. Karena hal ini berkaitan dengan hidup atau matinya spiritulitas kita. Kita harus mendekati persoalan ini dengan kerendahan hati dan dengan hati yang takut dan gentar.

Salomo tidak lagi sepenuh hati berpaut pada Allah

Ayat 4 berkata bahwa “ia tidak lagi dengan sepenuh hati berpaut pada TUHAN, Allahnya.” Menurut nats asli dalam bahasa Ibrani, ayat ini dapat dengan tepat diterjemahkan sebagai “hati Salomo tidak lagi tunggal pada Allah”. Kata kunci di sini adalah “hatinya tidak tunggal/tidak sepenuh hati”. Kita harus memahami bahwa Salomo tidak menyangkal Allah. Dia tidak berubah dan mempercayai allah-allah yang lain. Masalahnya adalah hatinya tidak sepenuhnya berpaut pada Allah. Masalah Salomo tidaklah begitu terlihat. Banyak orang Kristen yang secara tiba-tiba meninggalkan gereja, tidak lagi mempercayai Allah. Salomo tidak seperti itu. Salomo masih mempercayai Allah, menyembah Allah, memberikan korban persembahan pada Allah, tapi hatinya tidak lagi sepenuhnya atau tidak lagi terfokus penuh pada Allah.

Apa artinya “hatinya tidak sepenuhnya berpaut pada Allah/tidak tunggal pada Allah”? Yesus di Mat. 6:24 memakai satu contoh untuk membantu kita memahami pentingnya untuk sepenuh hati dalam berhubungan dengan Allah. Yesus berkata, “Tak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.” “Hati yang tidak sepenuhnya berpaut atau terfokus pada Allah” berarti “satu hati tapi dua pikiran”. Jadi Salomo yang hatinya tidak sepenuh berpaut pada Allah tidak berarti bahwa dia tidak lagi mengasihi Allah. Artinya adalah kasihnya pada Allah telah menurun ke tingkat mungkin, 60% dari sebelumnya. Karena hatinya telah dipikat oleh hal-hal yang lain. Dengan kata lain, dia telah kehilangan kasih mula-mulanya pada Allah.

Saat Salomo masih muda, dia sangat terfokus pada Allah. Dia mengasihi Allah dengan segenap akal budi dan hati. Dia tunduk sepenuhnya pada Allah. Sekalipun dia berhadapan dengan segala kemuiaan dan kekayaan tapi hatinya tidak berpaling pada makanan, minuman dan kenikmatan yang ditawarkan oleh dunia. Hatinya sangat terpusat dan tunggal tertuju pada Allah. Tapi waktu dia sudah tua, hatinya tidak lagi tunggal dan setia pada Allah. Mengapa? Ayat 4 memberitahu kita bahwa isteri-isterinya telah mencondongkan hatinya pada allah-allah lain. Seberapa serius situasi ini? Mari kita lihat di ayat 1-3:

1 Raja-Raja 11:1-3 Adapun raja Salomo mencintai banyak perempuan asing. Di samping anak Firaun ia mencintai perempuan-perempuan Moab, Amon, Edom, Sidon dan Het, padahal tentang bangsa-bangsa itu TUHAN telah berfirman kepada orang Israel: “Janganlah kamu bergaul dengan mereka dan mereka pun janganlah bergaul dengan kamu, sebab sesungguhnya mereka akan mencondongkan hatimu kepada allah-allah mereka.” Hati Salomo telah terpaut kepada mereka dengan cinta. Ia mempunyai tujuh ratus isteri dari kaum bangsawan dan tiga ratus gundik; isteri-isterinya itu menarik hatinya dari TUHAN.

Itulah kelemahan fatal Salomo, nafsunya untuk perempuan. Untuk memenuhi keinginannya, dia menikahi 1,00 perempuan. Suatu pencapaian yang tak tertandingi. Salomo menjadi raja selama 40 tahun. Itu berarti, rata-rata dia menikahi 25 perempuan setiap tahun – atau 2 setiap bulan. Saya yakin, perempuan-perempuan ini masuk ke istana di kemudian hari saat Salomo sudah lebih tua karena Alkitab memberikan komentar yang positif tentang Salomo di waktu mudanya. Jika asumsi ini benar, berarti nafsunya terhadap wanita menjadi semakin parah saat dia semakin tua.

Ayat 1-2 dua kali menyebut bahwa Salomo mencintai perempuan-perempuan asing. Hati Salomo sangat tertarik pada perempuan-perempuan asing yang cantik itu. Nafsunya untuk perempuan telah begitu menyita hatinya, dia tidak lagi dapat sepenuhnya mengikuti Allah. Perhatikan kata “mencondongkan”. Kata ini muncul 3 kali di ayat-ayat 1-4. Kita dapat melihat bahwa akibat dari hati yang tidak berpusat pada Allah, adalah kita akan dengan mudah terpedaya. Jika hati kita tidak sepenuh berpaut pada Allah, maka kita akan berusaha untuk berkompromi – kita akan mengasihi Allah dan, pada waktu yang bersamaan mengasihi dunia. Banyak orang Kristen yang berpikir bahwa mereka dapat menjaga keseimbangan di antara dunia dan Allah, tapi akhirnya mereka jatuh ke dalam penipuan diri sendiri. Seperti yang telah saya katakan, Salomo tidak menyangkal Allah, dia tidak menolak Allah. Dia berpikir bahwa dia masih mengasihi Allah, itulah penipuan diri sendiri yang paling besar. Dia berpikir bahwa dia tahu bagaimana mengimbangi keduanya dan tidak akan terperdaya. Sebenarnya setiap kali kita mau berkompromi, kita sudah jatuh ke dalam penipuan diri sendiri.

Selain itu, Salomo juga mempunyai satu lagi akar permasalahan. Dia meremehkan peringatan yang diberikan oleh hukum Taurat. Itulah yang disebutkan di ayat 2. Hukum Taurat melarang raja israel untuk menikahi banyak isteri dan juga perempuan-perempuan asing. Tapi Salomo tidak mengacuhkan peringatan ini. Kemungkinan Salomo sudah begitu percaya diri karena hikmat yang dimilikinya, dia merasa tidak perlu lagi menepati perintah-perintah yang ada di hukum Taurat. Tentu saja, semua ini adalah faktor-faktor yang eksternal yang menyumbang pada kemunduran rohani Salomo. Seperti yang pernah saya katakan, hanya ada satu hal yang paling penting, yaitu mengasihi Allah dengan gigih dan dengan sepenuh hati dan akal budi. Jika Anda mengasihi Allah, hal-hal eksternal tidak akan mengubah, dan tidak akan dapat mempengaruhi Anda. Namun jika Anda kehilangan fokus dan juga hati yang tulus ikhlas terhadap Allah, segala sesuatu akan menjadi batu sandungan, termasuk hal-hal yang bersifat spiritual. Saat Salomo masih muda, dia sangat mengasihi Allah dengan segenap hati dan akal budinya. Itulah alasannya mengapa putri Firaun sama sekali tidak dapat mempengaruhinya. Besar kemungkinan Salomo bahkan dapat membawa putri Firaun pada Allah. Dengan cara yang sama, Daud juga mempunyai istri orang asing dan banyak istri-istri and gundik-gundik yang lain. Tapi semua hal-hal yang eksternal itu tidak menggangu kesetiaan hatinya pada Allah.

Mengapa Alah tidak menghentikan Salomo dari menikahi putri Firaun pada awalnya? Alkitab tidak memberikan alasan yang jelas mengapa Salomo menikahi putri Firaun. I Raja-Raja 3:3 memberitahu kita bahwa saat Salomo menjadi Raja, dia “mengasihi Yahweh”, menepati perintah-perintah bapanya, Daud.” Tapi 1 Raja-Raja 11:1-13 memberitahu kita bahwa Salomo pada akhirnya meninggalkan Allah karena dia mengasihi perempuan-perempuan asing. Allah tidak menghentikan kita dari melakukan sesuatu, namun ini tidak berarti bahwa dia menyetujui. Allah mengizinkan Salomo menikahi putri Firaun tidak berarti bahwa Salomo boleh menikahi lebih banyak perempuan asing. Allah mengizinkan kita untuk melakukan sesuatu besar kemungkinan karena alasan yang khusus. Tapi kita jangan terlalu percaya diri dan mengandalkan kepintaran kita dengan tidak mengacuhkan peringatan dari Alkitab. Salomo adalah orang yang bijaksana. Apakah Salomo menganggap dirinya sangat bijaksana sampai dia tidak lagi menjunjung tinggi perintah Allah? Alkitab tidak memberitahu kita hal ini dengan jelas tapi hal ini sangatlah mungkin.

Mari kiat membuat satu kesimpulan awal. Kita melihat bahwa Salomo tidak menyangkal Allah. Masalahnya adalah hatinya tidak tulus ikhlas terfokus pada Allah. Hal ini adalah karena dia mengira dia bisa mengasihi Allah dan pada waktu yang bersamaan mengasihi perempuan-perempuan asing itu. Pemikiran ini membuatnya jatuh ke dalam penipuan diri sendiri. Saya yakin, saat Salomo sudah tua, dia bahkan tidak tahu bahwa hatinya telah meninggalkan Allah. Inilah hal yang paling mengerikan tentang penipuan diri sendiri.

Seorang yang mempunyai karunia tidak selalunya spiritual   

Di PA yang lalu kita melihat bahwa Allah mengenal hati Salomo. Dia juga menubuatkan perkembangannya di waktu yang akan datang. Jadi kali kedua Allah menampakkan diri di hadapan Salomo adalah untuk meneguhkan janji-janiNya dan juga untuk mengingatkannya untuk tidak menyembah allah-allah lain. Bukan saja Allah memperingatkan Salomo untuk tidak mengikuti allah-allah lain, Dia juga memperingatkan bahwa jika Salomo meremehkan peringatan Allah, Allah akan melenyapkan orang Israel dari atas tanah yang telah diberikan kepada mereka. Dan sekalipun bait Allah ada di Yerusalem, Allah tidak akan merawatnya. Dia akan melenyapkan kedua-duanya. Ini merupakan sautu peringatan yang sangat serius.

Adalah jelas bahwa peringatan yang begitu berat dari Allah ada kaitan dengan masalah yang Allah lihat di dalam hati Salomo. Kemunduran spiritual merupakan suatu proses. Allah melihat bahwa ada masalah di dalam hati Salomo, karena itu Dia menyampaikan peringatan yang sedemikian keras. Perubahan hati Salomo tidak terjadi dalam satu hari. Perubahan ini berlangsung lewat suatu periode waktu. Perubahan bermula dari hati dan pada akhirnya terlihat di dalam perbuatan. Di pasal 11, masalahnya sudah parah. Jadi kita punya alasan untuk menyakini bahwa kemunduran spiritual Saomo kemungkinan bermula di pasal 9.

Pasal 10 sebenarnya menggambarkan kemewahan kehidupan Salomo. Lalu di awal pasal 11, dikatakan bahwa Salomo meninggalkan Allah. Perubahan yang terjadi dalam hati Salomo itu berlangsung secara pelahan-lahan. Awal pasal 10 bukan sedang menekankan tentang kemuliaan Salomo (karena pasal 4 sudah menyebut tentang hal itu). Pasal 10 sedang menekankan bagi kita awal dari kemunduran spiritual Salomo. Berhadapan dengan kekuasaan, pencapaian, pujian, kekayaan, kenikmatan dan perempuan-perempuan cantik, Salomo mulai tidak berwaspada, dia kehilangan kerendahan hati dan tidak lagi berhati-hati.

Masalahanya adalah Allah telah memberikan kepadanya hikmat yang luar biasa. Dia memiliki hikmat di dalam setiap aspek, termasuk hikmat spiritual. Dari amsal yang ditulis oleh Salomo, kita bisa melihat bahwa dia mempunyai hikmat spiritual. Mengapa seorang yang memiliki hikmat spiritual bisa jatuh ke dalam keadaan di mana dia menipu dirinya sendiri. Apakah orang yang sudah menipu dirinya sendiri masih seorang yang bijaksana? Bagaimana kita harus memandang pada karunia hikmat ini?

Apa yang terjadi pada Salomo membantu kita untuk memahami suatu kebenaran spiritual yang penting: memiliki karunia bukan bukti untuk kerohanian. Banyak orang Kristen yang tidak memahami prinsip ini. Mereka mengira bahwa dengan memiliki karunia spiritual, contohnya, berbahasa roh, kemampuan untuk menyembuh dan mengusir setan dll, maka hal-hal itu adalah bukti bahwa seorang itu spiritual. Ini merupakan pemahaman yang salah. Karunia merupakan alat atau sarana yang diberikan oleh Allah untuk kita melayani Gereja. Apakah kita bisa dengan baik mengelola karunia itu bergantung pada apakah kita memakainya sesuai dengan kehendak Allah. Jika kita takut pada Allah, tunduk pada pimpinannya, maka karunia yang Allah berikan pada kita akan dapat memuliakan Allah dan mendatangkan kebaikan bagi orang. Jika kita tidak tunduk pada Allah, maka kita hanya akan memakai karunia yang Allah berikan pada kita itu untuk memuliakan diri kita sendiri.

Allah membeirkan hikmat kepada Salomo untuk membantunya membedakan apa yang benar dan apa yang salah. Hal ini supaya dia dapat memerintah umat Allah dengan kebenaran dan keadilan. Tapi saat hati Raja Salomo menyimpang dari Allah, tidak lagi hidup sesuai dengan kehendak Allah, hikmatnya tidak akan berkurang. Ayat 10.24 berkata bahwa setiap raja di bumi akan mencari Salomo untuk mendengarkan hikmat yang telah Allah taruh di dalam hatinya. Kemungkinan karena ini Salomo jatuh ke dalam penipuan diri sendiri. Saat dia sudah tua, dia masih lebih bijaksana dari orang lain. Tapi dia tidak lagi memakai hikmatnya untuk memuliakan Allah dan memberkati umat Allah. Dia menyibukkan dirinya untuk berpesta pora dan bersenang-senang. Segala sesuatu yang dia lakukan melawan kehendak Allah. Dia telah menjadi orang yang melakukan kejahatan. Mari kita baca 11:6:

1 Raja-Raja 11:6 dan Salomo melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, dan ia tidak dengan sepenuh hati mengikuti TUHAN, seperti Daud, ayahnya

“Salomo melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, dan tidak dengan sepenuh hati mengikuti TUHAN” – Inilah komentar yang Alkitab berikan tentang Salomo. Seorang yang penuh dengan hikmat spiritual tapi berubah menjadi seorang yang melakukan kejahatan. Hal ini sulit untuk kita mengerti dan mengingatkan kita pada Matius 7.21-23, di mana Yesus memberikan pada kita suatu peringatan: Masuk ke dalam kerajaan Allah tidak bergantung pada karunia spiritual kita, tapi pada apakah kita tetap melakukan kehendak Allah. Di Matius 7.21-23, Yesus menyebut orang yang memberitakan firman, mengusir setan dan melakukan banyak mukjizat sebagai pelaku kejahatan, karena mereka tidak melakukan kehendak Allah. Inilah persis masalah Salomo saat dia sudah tua. Dia tidak memakai hikmat yang Allah berikan kepadanya untuk melakukan kehendak Allah. Dia menjadi seorang yang melakukan kejahatan. Salomo tidak punya alasan untuk menyalahkan orang lain. Allah telah memberikan kepadanya hikmat untuk membedakan apa yang jahat dan apa yang baik. Dia dapat memahami kehendak Allah. Jadi memiliki karunia spiritual tidak berarti bahwa seorang itu spiritual. Kita harus selalu mengingat teladan Salomo ini.

Kehidupan spiritual bisa menjadi semakin baik atau mundur   

Saya kira, kita sangat prihatin dengan satu pertanyaan: apakah Salomo diselamatkan atau tidak pada akhirnya? Tentang pokok ini, Alkitab tidak memberi kita jawaban yang jelas. 1 Raja-Raja 11:1-10 memberikan pada kita catatan yang sangat rinci tentang semua kejahatan yang telah Salomo lakukan. Terdapat beberapa aspek pada kejahatan yang dilakukan oleh Salomo:

  1. Ayat 4 berkata bahwa dia telah mengikuti ilah-ilah lain.
  2. Ayat 6 berkata bahwa dia melakukan kejahatan di mata TUHAN
  3. Ayat 7 berkata bahwa dia mendirikan bukit pengorbanan (berseberangan dengan Bait Suci) bagi ilah orang Moab, di sebelah timur Yerusalem
  4. Ayat 9 berkata bahwa hatinya telah menyimpang dari TUHAN.
  5. Ayat 10 berkata bahwa dia tidak lagi berpegang pada yang diperintahkan TUHAN.

Pasal 11 dari 1 Raja-Raja memberikan komentar yang sangat negatif tentang Salomo. Semua kejahatan yang Salomo lakukan waktu dia sudah tua menunjukkan bahwa dia telah memberontak melawan apa yang sudah ditetapkan oleh Allah. Kejahatan yang dilakukan oleh Salomo melampaui apa yang telah dilakukan oleh Raja Saulus. Apakah Saulus diselamatkan atau tidak bergantung pada apakah dia bertobat sebelum kematiannya. Jika dia tidak bertobat pada akhirnya, apakah dia akan tetap diselamatkan? Jika Anda berpegang pada ajaran sekali selamat tetap selamat buat selama-lamanya, maka Anda akan sulit menerima bahwa dia tidak akan diselamatkan. Jika kita bersikeras bahwa Salomo adalah orang pilihan Allah, dan tidak akan binasa, maka kita juga harus menyimpulkan bahwa: orang Kristen yang melakukan kejahatan, tidak berpegang pada perintah-perintah Allah dan menyembah berhala akan tetap diselamatkan, sekalipun mereka tidak bertobat.

Kesimpulan ini sangat sulit untuk dibayangkan. Tapi banyak orang Kristen yang berpikir dengan cara ini. Mereka tidak tunduk pada Allah, mereka melakukan kejahatan di mata Allah dan mereka masih berpegang pada pemikiran keliru bahwa mereka itu orang-orang pilihan, jadi tidak mungkin akan binasa. Setelah melihat teladan Salomo, kita harusnya jangan terlalu percaya diri, kita harus memeriksa kembali hubungan dengan Allah. Mari kita membaca 1 Korintus 10:11-12:

1 Korintus 10:11-12 Semuanya ini telah menimpa mereka sebagai contoh dan dituliskan untuk menjadi peringatan bagi kita yang hidup pada waktu, di mana zaman akhir telah tiba. Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!

Rasul Paulus memperingatkan kita untuk belajar dari sejarah bangsa Israel agar kita memiliki sikap yang rendah hati dan takut akan Tuhan. Alkitab telah mencatat semuanya ini untuk mengingatkan kita agar tidak menjadi terlalu percaya diri dan tidak mengira bahwa kita lebih baik dari bangsa Israel (termasuk Salomo). Orang Kristen yang tidak berwaspada dan mengira bahwa mereka teguh berdiri akan jatuh dengan sangat cepat. Salomo karena hikmatnya menjadi terlalu percaya diri. Dia tidak lagi mengindahkan peringatan-peringatan dari Allah, dan karena itu dia jatuh ke dalam jerat dosa. Kiranya kita tidak menjadi seperti Salomo yang mengira bahwa dia akan teguh berdiri tapi pada akhirnya jatuh ke dalam pencobaan dan penipuan diri sendiri. Kehidupan spiritual kita harusnya tidak begitu, kita tidak harusnya bermula dengan kemakmuran spiritual tapi berakhir dengan kemunduran. Pada akhirnya, Salomo menyakiti dirinya sendiri dan juga umat Allah. Mari kita membaca ayat yang terakhir sebagai peringatan kita. Ibrani 3:12-14:

Ibrani 3:12-14 Waspadalah, hai saudara-saudara, supaya di antara kamu jangan terdapat seorang yang hatinya jahat dan yang tidak percaya oleh karena ia murtad dari Allah yang hidup. Tetapi nasihatilah seorang akan yang lain setiap hari, selama masih dapat dikatakan “hari ini”, supaya jangan ada di antara kamu yang menjadi tegar hatinya karena tipu daya dosa.

Penulis kitab Ibrani menyeru pada orang-orang Kristen untuk berhati-hati, supaya mereka tidak tergoda oleh dosa dan mengeraskan hati dan murtad dari Allah. Penulis kitab ini memahami satu prinsip spiritual yang sangat penting: kehidupan spiritual itu seperti suatu pergerakan ke hulu, Anda entah akan bertambah maju atau akan mulai mundur. Kita tidak boleh hilang kewaspadaan, karena dosa itu sangat mengerikan. Jika orang yang paling bijaksana di dunia ini – Salomo tidak dapat mengalahkan godaan untuk berbuat dosa, bagaimana dengan kita? Jika kita mengira bahwa kita dapat berdiri teguh dan tidak perlu bergantung pada Allah, lalu bagaimana mungkin kita masih akan diselamatkan?

Salomo adalah orang yang paing bijaksana di dunia ini. Tapi pada akhirnya, dia terpedaya oleh dosa dan meninggalkan Allah yang kekal yang telah memilih dia pada awalnya. Alkitab memberitahu kita bahwa hati Salomo dicondongkan oleh istri-istrinya untuk mengikuti ilah-ilah lain. Semua permasalahan bermula dari hal-hal yang kecil dan sepele. Salomo menikahi perempuan dari Mesir, hal ini pada awalnya sepertinya tidak mempengaruhi kasihnya pada Allah. Jadi dia menikahi lagi dengan perempuan asing yang lain, dan menikahi lagi istri yang ketiga, yang keempat dan seterusnya….Dia berulang kali tidak menganggap peringatan-peringatan yang Allah berikan, dia terus saja mengikuti keinginannya dan secara pelahan-lahan, hatinya mulai mengeras. Hikmatnya tidak lagi dapat menyelamatkan dia. Karena dia mengira bahwa sebagai orang yang paling bijaksana di dunia ini, dia tidak akan diperdaya oleh dosa. Saya yakin, pada akhirnya dia masih mengira bahwa dia tidak meninggalkan Allah. Dosa adalah sesuatu yang sangat sangat mengerikan. Sedikit kepercayaan diri, kesombongan, keserakahan akan membuat kita semua jatuh ke dalam pencobaan. Jika kita tidak langsung bertobat, hati kita akan menjadi semakin keras. Dan pada akhirnya, kita akan menjadi seperti Salomo – meninggalkan Allah yang kekal.

Jalan menuju hidup yang kekal adalah jalan yang sempit. Jalannya penuh dengan ancaman bahaya. Kita sama sekali tidak boleh lengah. Karena itu, kitab Ibrani menyeru pada kita untuk berpegang teguh pada apa yang kita yakini, mengasihi Allah dengan segenap akal budi dan hati kita. Kita harus takut pada Allah dan mendengarkan firman yang diajarkan oleh satu-satu anakNya, Yesus Kristus. Inilah jaminan yang sejati akan keselamatan kita.

Di PA yang akan datang, kita akan melanjutkan untuk melihat di pasal 11. Setelah Salomo meninggalkan Allah, bagaimanakah Allah menanganinya? Apakah konsekuensi terhadap bangsa Israel saat Salomo berbuat dosa? Kita akan melihat pada persoalan ini nanti.

Berikan Komentar Anda: