Pastor Jeremiah Zhang | 1 Raja-Raja 16:29-34 |

Hari ini kita akan membahas tentang raja Ahab. Ia adalah raja Israel yang ke-8. Tanah utara, Israel tidak pernah memiliki seorang raja yang baik. Sampai saat itu, semua rajanya adalah lebih jahat dari yang sebelumnya. Tidak terkecuali Ahab. Dosa yang dilakukannya jauh lebih jahat dibandingkan dengan raja-raja sebelumnya. Pertama-tama mari kita lihat pada sebuah bagian dari Alkitab, 1 Raja-raja 16:29-33: 

1 Raja-raja 16:29-33 Ahab, anak Omri, menjadi raja atas Israel dalam tahun ketiga puluh delapan zaman Asa, raja Yehuda. Dan Ahab bin Omri memerintah dua puluh dua tahun lamanya atas Israel di Samaria. Ahab bin Omri melakukan apa yang jahat di mata TUHAN lebih dari pada semua orang yang mendahuluinya. Seakan- akan belum cukup ia hidup dalam dosa- dosa Yerobeam bin Nebat, maka ia mengambil pula Izebel, anak Etbaal, raja orang Sidon, menjadi isterinya, sehingga ia pergi beribadah kepada Baal dan sujud menyembah kepadanya. Kemudian ia membuat mezbah untuk Baal itu di kuil Baal yang didirikannya di Samaria. Sesudah itu Ahab membuat patung Asyera, dan Ahab melanjutkan bertindak demikian, sehingga ia menimbulkan sakit hati TUHAN, Allah Israel, lebih dari semua raja- raja Israel yang mendahuluinya.

Sebelumnya, kita telah melihat bahwa setelah Omri diangkat menjadi raja Israel, semua hal yang dilakukannya lebih jahat dari raja-raja sebelumnya. Jadi komentar yang diberikan 1 Raja-raja 16:25 terhadap Omri adalah: ‘Omri melakukan apa yang jahat di mata TUHAN dan ia melakukan kejahatan lebih dari pada segala orang yang mendahuluinya’, sungguh satu penilaian yang menakutkan.

Namun apa yang patut mendapat perhatian adalah komentar yang Alkitab berikan kepada dirinya dan ayahnya, Omri tidaklah berbeda – ‘Ahab bin Omri melakukan apa yang jahat di mata TUHAN lebih dari pada semua orang yang mendahuluinya.’ Komentar ini diulangi dua kali di ayat 30 dan 33. Alkitab mengatakan apa yang diperbuat Ahab lebih buruk dari yang diperbuat oleh raja-raja sebelumnya. Hal itu berarti, jika Omri lebih buruk dari semua raja sebelumnya, maka Ahab juga lebih buruk dari ayahnya, Omri. Dapatkah anda bayangkan raja seperti apa Ahab itu?

Kejahatan semacam apa yang telah dilakukan oleh Ahab yang membuat Alkitab memberikannya sebuah penilaian yang demikian buruk? Alkitab mencatat tiga hal:

1)   Ia hidup dalam dosa- dosa Yerobeam.

2)   Ia mengambil Izebel, anak Etbaal, raja orang Sidon, menjadi isterinya, sehingga ia pergi beribadah kepada Baal dan sujud menyembah kepadanya.

3)   Ia membuat patung Asyera, membangun altar dan kuil untuk Baal dan mengajak orang-orang untuk menyembah kepada Baal dan dewa-dewa orang Kanaan.

Alkitab menegur Yerobeam karena membuat Israel jatuh ke dalam dosa penyembahan berhala. Tetapi Yerobeam tidak secara terang-terangan mengajak orang lain untuk meninggalkan Allah, ia hanya menggunakan seekor lembu emas untuk menggantikan Yahweh. Di dalam hatinya, lembu emas tersebut merupakan Allah Israel. Karena keegoisannya, Yerobeam menggunakan caranya sendiri untuk memimpin rakyatnya untuk menyembah dan melayani Allah. Karena ia tidak menyembah Allah sesuai dengan kehendak Allah, hasilnya adalah menyesatkan orang Israel dan membuat mereka jatuh ke dalam dosa penyembahan berhala.

Tetapi Ahab tidak hanya menyembah Baal, ia juga mengajak orang-orang untuk menyembah dan melayani dewa-dewa orang Kanaan. Hatinya telah meninggalkan Allah. Allahnya adalah Baal, bukan Yahweh. Yerobeam memulai membawa orang Isreal ke dalam penyembahan berhala dan Ahab membuat masalahnya menjadi bertambah buruk. Ahab membuat orang Israel mulai menyangkal dan meninggalkan Allah bapa leluhur mereka secara terang-terangan. Ketika Ahab menjadi raja, apa situasi kerohanian dari tanah utara, Israel? Kita lihat ayat 34:

1 Raja-raja 16:34 Pada zamannya itu Hiel, orang Betel, membangun kembali Yerikho. Dengan membayarkan nyawa Abiram, anaknya yang sulung, ia meletakkan dasar kota itu, dan dengan membayarkan nyawa Segub, anaknya yang bungsu, ia memasang pintu gerbangnya, sesuai dengan firman TUHAN yang diucapkan- Nya dengan perantaraan Yosua bin Nun.

Apa yang ingin dikatakan ayat ini kepada kita? Saya percaya kita semua kenal akan cerita Yosua menyerang Yerikho. Setelah Yosua telah memimpin orang Israel untuk menaklukkan Yerikho, mereka membunuh dengan mata pedang segala sesuatu yang di dalam kota itu, baik laki- laki maupun perempuan, baik tua maupun muda, sampai kepada lembu, domba dan keledai sesuai dengan perintah dari Allah. Karena Yerikho adalah sebuah kota yang melakukan kejahatan. Setelah itu, Yosua meminta orang Israel untuk bersumpah, ‘Terkutuklah di hadapan TUHAN orang yang bangkit untuk membangun kembali kota Yerikho ini; dengan membayarkan nyawa anaknya yang sulung ia akan meletakkan dasar kota itu dan dengan membayarkan nyawa anaknya yang bungsu ia akan memasang pintu gerbangnya.‘ (Yosua 6:26)

Tujuan Yosua adalah untuk menggunakan reruntuhan Yerikho untuk mengingatkan orang Israel untuk tidak mengikuti perbuatan dosa dari orang Kanaan. Karena Allah membenci kejahatan mereka. Jadi menurut sumpah ini, siapapun yang membangun kota Yerikho, ia akan dikutuk oleh Allah. Kutuk ini sangat spesifik: putra sulung akan mati jika dasar kota diletakkan, dan yang bungsu akan mati di saat pemasangan pintu gerbang. Orang-orang Israel sebelum Ahab takut akan kutukan Allah, sehingga tidak seorangpun berani untuk membangun kota Yerikho.

Tetapi ketika Ahab menjadi raja, Hiel orang Betel mengabaikan sumpah yang dibuat oleh bapa leluhurnya, ia berangkat untuk membangun kembali kota Yerikho. Orang ini pastinya memiliki uang dan kekuasaan sehingga ia bisa memiliki kapasitas untuk membangun kembali kota Yerikho. Keputusannya merefleksikan kalau orang Israel pada saat itu telah sepenuhnya kehilangan rasa takut terhadap Allah. Mereka memandang rendah sumpah yang dibuat oleh bapa leluhur mereka dalam nama Allah, mereka juga tidak menganggap kutukan Allah sebagai sesuatu yang penting. Ketika Hiel meletakkan dasar kota, putra sulungnya, Abiram mati dalam sebuah insiden. Insiden ini jelas membuat Hiel berpikir tentang sumpah yang dibuat bapa leluhurnya dan kutukan Allah. Tetapi ia tetap mengabaikan peringatan Allah dan berpegang sangat keras pada jalannya sendiri. Sebagai hasilnya, ketika ia memasang pintu gerbangnya, putra bungsunya, Segub juga mati dalam insiden yang lain.

Insiden ini memperlihatkan kepada kita prospek rohani dari orang Israel di masa itu. Mereka tidak takut akan Allah, menganggap ringan sumpah yang dibuat oleh bapa leluhur mereka di hadapan Allah. Mereka melakukan apapun yang mereka sukai dan sama sekali tidak mempunyai rasa takut. Sikap bangsa Israel terhadap Allah merefleksikan sikap dari raja Israel terhadap Allah. Raja tidak takut akan Allah, bagaimana mungkin rakyatnya takut akan Allah? Ketika Ahab menjadi raja, Israel masih belum binasa; kehancuran Israel terjadi sekitar 130 tahun setelah itu. Jika raja Israel tidak kembali pada waktunya, ditakutkan kalau Israel tidak dapat dirubah lagi. Prospek rohani dari Israel sangat amat muram.

Kesalahan terbesar yang dilakukan Ahab dalam hidupnya adalah menikahi Izebel, anak Etbaal, raja orang Sidon. Izebel memiliki banyak pengaruh terhadap Ahab. Ia terus-menerus mempengaruhi dan mengontrol Ahab dan membuat Ahab berulang kali menyakiti Allah. Hal ini seperti seorang yang jahat yang tidak memikirkan cara untuk merubah dirinya, dan dengan sengaja bergaul dengan orang jahat lainnya. Hal itu membuat masalahnya menjadi bertambah serius dan pada akhirnya ia dihancurkan oleh dirinya sendiri. Sudah tentu, hal itu tidak berarti kalau Ahab tidak perlu bertanggung jawab atas perbuatan jahatnya. Dalam banyak keputusan, ia memang sudah tentu dipengaruhi oleh Izebel, tetapi Ahab juga harus bertanggung jawab atas banyak keputusan salah yang dibuatnya sendiri. Ia tidak berserah kepada Allah, tidak mendengarkan perkataan Allah. Ia tidak bersedia diikat oleh hukum-hukum Allah, kemudian ia pada akhirnya dikontrol dan dipengaruhi oleh si jahat. Untuk dapat mengatasi dosa, kita harus membiarkan firman Allah mengikat hati kita.

Alkitab mengatakan kalau Ahab adalah seorang yang jahat. Hal ini tidak berarti ia seperti iblis yang sangat kejam dan jahat yang senang untuk membunuh dan menumpahkan darah. Ia sesungguhnya adalah seorang yang sangat tidak tegas dan ragu-ragu. Mungkin karena hal inilah, ia seringkali dipengaruhi oleh Izebel. Mari kita lihat pada satu contoh di 1 Raja-raja 21:1-4:

1 Raja-raja 21:1-4 Sesudah itu terjadilah hal yang berikut. Nabot, orang Yizreel, mempunyai kebun anggur di Yizreel, di samping istana Ahab, raja Samaria. Berkatalah Ahab kepada Nabot:”Berikanlah kepadaku kebun anggurmu itu, supaya kujadikan kebun sayur, sebab letaknya dekat rumahku. Aku akan memberikan kepadamu kebun anggur yang lebih baik dari pada itu sebagai gantinya, atau jikalau engkau lebih suka, aku akan membayar harganya kepadamu dengan uang.” Jawab Nabot kepada Ahab:”Kiranya TUHAN menghindarkan aku dari pada memberikan milik pusaka nenek moyangku kepadamu!” Lalu masuklah Ahab ke dalam istananya dengan kesal hati dan gusar karena perkataan yang dikatakan Nabot, orang Yizreel itu, kepadanya:”Tidak akan kuberikan kepadamu milik pusaka nenek moyangku.” Maka berbaringlah ia di tempat tidurnya dan menelungkupkan mukanya dan tidak mau makan.

Contoh ini membantu kita untuk mengerti karakter dari Ahab. Disini dikatakan kalau Ahab memilih kebun anggur Nabot. Kemudian ia ingin membuat perjanjian dengannya dan ingin meminta Nabot untuk menjual kepadanya kebun anggurnya. Tetapi Nabot menolaknya. Perhatikan pada fakta kalau Ahab tidak menggunakan kekuasaannya sebagai seorang raja untuk meminta pihak seberang untuk menyerahkan kebun anggurnya. Ia hanya ingin untuk membuat perjanjian dengannya. Setelah ia ditolak, Ahab juga tidak menggunakan paksaan untuk mendapatkan kebun anggur Nabot. Ia hanya kembali ke istananya dengan muka muram dan tidak senang hati.

Jadi kita dapat melihat kalau ia bukanlah seorang yang sangat kejam dan jahat yang dengan leluasa mengambil barang milik orang lain. Meskipun ia tidak senang, ia masih menghormati keputusan Nabot. Ada satu poin yang layak diperhatikan. Nabot adalah seorang Israel yang takut akan Tuhan, suatu hal yang sangat jarang pada masa itu. Ia tidak ingin untuk menyenangkan hati Ahab dengan menyerahkan kebun anggurnya, hanya karena ia adalah raja Israel yang ingin memiliki kebun anggurnya. Ia mengingatkan raja Israel kalau hal itu bertentangan dengan hukum Allah. Oleh karena takut akan Allah membuatnya tidak dapat memenuhi kehendak raja.       

Bilangan 36:7 mengatakan bahwa setiap orang Israel haruslah masing- masing memegang milik pusaka suku nenek moyangnya. Oleh karena keserakahannya, Ahab ingin untuk mendapatkan milik pusaka dari orang lain. Hal itu jelas bertentangan dengan hukum Allah. Jawaban Nabot secara tidak langsung menegur Ahab. Seorang raja Israel yang tidak takut akan Allah dan tidak menjalankan perintah Allah. Sebenarnya Ahab telah lama melupakan hukum Allah. Tetapi perkataan Nabot masih membuatnya merasa tidak bisa menahan diri. Ia hanya bisa kembali ke istananya dengan muka muram dan tidak senang hati. 

Ayat 4 mengatakan kalau Ahab “bermuka muram dan tidak senang hati”. Dalam teks aslinya dalam bahasa Ibrani, frase ini mengandung 2 kata yaitu ” muram” dan ” marah”. Dari kejadian ini, kita dapat melihat kalau Ahab adalah seorang yang sangat pemurung. Perkataan Nabot membuatnya merasa sangat malu tetapi ia juga tidak ingin menerima kebenaran. Itulah sebabnya ia menjadi muram dan marah dengan Nabot. Masalah dari Ahab bukanlah karena ia membunuh ataupun ia melakukan kejahatan. Bukan karena ia mengambil barang milik orang lain. Masalahnya adalah ia tidak bersedia untuk mendengarkan kebenaran. Inilah masalah utamanya. Ia juga memiliki masalah lain. Yaitu bahwa ia terlalu bertenggang rasa terhadap istrinya, Izebel dan membiarkannya melakukan sesuai caranya sendiri.

1 Raja-raja 21:5-13 memberitahu kita bahwa setelah ratu Izebel mengetahui alasan mengapa Ahab bermuram hati dan tidak senang, ia merencanakan sebuah konspirasi untuk membunuh Nabot yang akan membuat Ahab mendapatkan kebun anggurnya. Izebel menulis sebuah surat atas nama Ahab, memerintahkan para tetua dan bangsawan yang hidup di kota yang sama dengan Nabot untuk mencari seseorang untuk memfitnah Nabot telah menghujat Allah. Kemudian mereka melempari ia dengan batu hingga mati. Hal yang sangat menyedihkan adalah tidak satupun dari para tetua dan bangsawan itu yang takut akan Allah. Mereka semua takut untuk menyakiti hati Izebel. Untuk menyelamatkan diri mereka sendiri, mereka melakukan hal yang melawan hati nurani mereka sendiri dan mengambil bagian dalam konspirasi Izebel. Dengan cara demikian, seorang yang takut akan Allah malah dibunuh. Kaum Israel awalnya adalah kaum pilihan Allah. Tetapi mereka telah terpuruk dalam keadaan yang sangat menyedihkan.

Kita sangat kenal dengan konspirasi Izebel. Hari ini kita masih melihat banyak konspirasi demikian yang terjadi. Sebagian orang Kristen akan menggunakan nama Allah untuk memfitnah orang-orang yang tidak mereka sukai. Mereka akan menggunakan cara-cara berbeda untuk menarik orang-orang untuk mendukung mereka sehingga mereka dapat menindas orang-orang yang tidak mereka sukai itu. Metode demikian tidaklah berbeda dengan apa yang dilakukan Izebel. Itu adalah cara lain dari membunuh. Kitab Wahyu mengingatkan kita kalau kita harus berjaga-jaga terhadap Izebel di dalam gereja. Kita tidak seharusnya mengikuti konspirasi dari orang-orang demikian apa lagi mengambil bagian dari dosa mereka.

Melihat akan bagian ini, kita tahu kalau orang yang memegang kekuasaan adalah Izebel, bukan Ahab. Walaupun Ahab tamak dan mengingini kebun anggur Nabot, ia tetap tidak berani untuk mengambil barang milik orang lain dan melanggar hukum. Tetapi Izebel bukanlah seorang wanita yang baik, ia membujuk Ahab untuk menggunakan kekuasaannya untuk mencapai tujuan-tujuan pribadinya. Mungkin inilah cara Izebel mencintai Ahab. Sudah tentu, Ahab tidak dapat melepaskan tanggung jawabnya. Walaupun kematian Nabot tidak direncanakan olehnya, sebagai raja Israel dan tuan atas rumahnya, ia tidak memerintah kerajaannya sesuai dengan hukum Allah. Ia membiarkan istrinya melakukan caranya sendiri dan melanggar hukum dan melakukan apapun yang ia ingini. Jadi pada akhirnya, ia yang harus bertanggung jawab atas darah Nabot.              

Jadi, kita dapat menyimpulkan apa yang telah kita perhatikan. Ahab memiliki dua masalah. Pertama, ia tidak suka mendengar akan kebenaran. Kedua, ia membiarkan istrinya, Izebel untuk melakukan caranya sendiri dan melakukan apapun yang ia ingini. Sebagai konsekuensinya, sang istri menjadi tuan atas rumahnya dan raja atas kerajaannya. Hal ini dikarenakan Ahab tidak takut dan berserah kepada Allah, sehingga ia tidak memiliki kemampuan untuk mengatur dan memimpin istrinya sendiri. Pada akhirnya, ia dipengaruhi oleh istrinya, melupakan Allah yang kekal dan beralih untuk menyembah dan melayani ilah orang Kanaan.

Alkitab mendeskripsikan dosa yang telah dilakukan Ahab dua kali lipat lebih jahat dari yang diperbuat raja-raja sebelumnya. Saya berharap kalau kita tidak menggambarkan Ahab sebagai seorang yang jahat seperti iblis yang melakukan segala bentuk kejahatan. Jika anda mengerti lebih banyak akan karakter-karakternya, anda akan menemukan karakter-karakternya yang sangat santai. Ia tidak tegas dan ragu-ragu dan sangat mudah murung. Jika anda mempunyai sebuah kesempatan untuk mengenalnya, anda akan berpikir kalau ia adalah seorang yang baik.

Orang jahat yang disebutkan Alkitab adalah seorang yang tidak melakukan kehendak Allah. Banyak orang Kristen yang karakternya juga seperti Ahab, tanpa melakukan hal-hal buruk yang kentara. Tetapi mereka tidak berurusan dengan orang-orang ataupun hal-hal sesuai dengan kehendak Allah. Banyak orang berpikir mereka adalah orang baik. Karena mereka tidak pernah melakukan hal jahat apapun yang terang-terangan jahat. Tetapi di mata Allah, orang-orang Kristen demikian adalah pelaku-pelaku kejahatan.

Insiden Nabot ini sebenarnya merefleksikan situasi rohani dari tanah utara, Israel pada masa itu. Israel, tidak peduli para bangsawannya ataupun orang miskin, dari atas sampai ke bawah, mereka semua tidak takut akan Allah, mereka merendahkan hukum Allah. Ahab pun demikian, para bangsawan dan tetua di kota juga demikian. Pada akhirnya, Ahab mendapatkan kebun anggur Nabot tetapi ia membangkikan murka Allah atas dirinya. Kita melanjutkan untuk melihat pada ayat-ayat 15-19:                   

1 Raja-raja 21:15-19 Segera sesudah Izebel mendengar, bahwa Nabot sudah dilempari sampai mati, berkatalah Izebel kepada Ahab:”Bangunlah, ambillah kebun anggur Nabot, orang Yizreel itu, menjadi milikmu, karena Nabot yang menolak memberikannya kepadamu dengan bayaran uang, sudah tidak hidup lagi; ia sudah mati.” Segera sesudah Ahab mendengar, bahwa Nabot sudah mati, ia bangun dan pergi ke kebun anggur Nabot, orang Yizreel itu, untuk mengambil kebun itu menjadi miliknya. Tetapi datanglah firman TUHAN kepada Elia, orang Tisbe itu, bunyinya: “Bangunlah, pergilah menemui Ahab, raja Israel yang di Samaria. Ia telah pergi ke kebun anggur Nabot untuk mengambil kebun itu menjadi miliknya. Katakanlah kepadanya, demikian:Beginilah firman TUHAN:Engkau telah membunuh serta merampas juga! Katakan pula kepadanya:Beginilah firman TUHAN:Di tempat anjing telah menjilat darah Nabot, di situ jugalah anjing akan menjilat darahmu.”

Ahab seperti anak kecil di hadapan Izebel, membiarkan isterinya untuk memerintah di dalam istananya. Ketika Ahab datang ke kebun anggur dengan gembira, Allah juga mengirim nabinya, Elia untuk menunggunya. Allah menggunakan nabi Elia untuk menegurnya. Elia menyampaikan bahwa dengan cara ia telah memperlakukan Nabot, Allah juga akan memperlakukannya dengan cara yang sama. Dikarenakan insiden Nabot, Allah telah memutuskan untuk menghakimi Ahab dan seluruh keluarganya.  

Ketika kita berbicara tentang Ahab, kita juga harus membicarakan tentang nabi Elia. Ahab, dalam keseluruhan hidupnya, tidak dapat dipisahkan dari dua orang. Satu adalah Izebel, yang satunya lagi adalah nabi Elia. Atas dasar belas kasihan, Allah mengirim Elia untuk menolong Ahab memerintah tanah Israel. Hal yang menyedihkan adalah Ahab tidak mendengarkan perkataan nabi Elia. Ia juga tidak menghormatinya dan sebaliknya ia senang untuk mendengarkan perkataan Izebel. Bagaimana Ahab memperlakukan Elia? Kita lihat di ayat 20:

1 Raja-raja 21:20 Kata Ahab kepada Elia:”Sekarang engkau mendapat aku, hai musuhku?” Jawabnya:”Memang sekarang aku mendapat engkau, karena engkau sudah memperbudak diri dengan melakukan apa yang jahat di mata TUHAN.

Ahab memanggil Elia sebagai “musuh”. Ia benar-benar tidak tahu bagaimana untuk membedakan kawan dari lawan. Mengapa ia sangat karut? Akar permasalahannya adalah karena ia tidak suka mendengarkan akan kebenaran. Karena tiap kali ia bertemu dengan nabi Elia, Allah akan menegurnya melalui Elia. Jika anda melanjutkan untuk membaca ayat 21-24, anda akan tahu kalau perkataan nabi Elia sangatlah keras. Ahab tahu kalau Elia adalah nabi Allah, tetapi ia benar-benar tidak dapat menerima perkataan nabi Elia. Sehingga ia tidak ingin menemui Elia dan menganggapnya sebagai musuhnya. Masalah Ahab menjadi semakin parah justru karena ia menolak kebenaran dan ia senang untuk mendengarkan perkataan yang menyanjung dan menyenangkan.

Setelah mendengar teguran dari nabi Elia, apa reaksi dari Ahab? Kita lihat di ayat 27:

1 Raja-raja 21:27 Segera sesudah Ahab mendengar perkataan itu, ia mengoyakkan pakaiannya, mengenakan kain kabung pada tubuhnya dan berpuasa. Bahkan ia tidur dengan memakai kain kabung, dan berjalan dengan langkah lamban.

Mungkin kali ini Ahab menyadari kalau kematian Nabot adalah sesuatu yang sangat serius. Hati nuraninya tidak damai dan bersamaan dengan teguran serius dari nabi Elia, ia merasa sangat amat takut. Dan reaksi Ahab sangat berbeda kali ini, ia mengoyakkan pakaiannya, berpuasa, mengenakan kain kabung, merendahkan dirinya di hadapan Allah dan memohon akan belas kasihan Allah. Bagaimana Allah memperlakukannya? Kita lihat di ayat 28-29:

1 Raja-raja 21:28-29 Lalu datanglah firman TUHAN kepada Elia, orang Tisbe itu: “Sudahkah kaulihat, bahwa Ahab merendahkan diri di hadapan- Ku? Oleh karena ia telah merendahkan diri di hadapan- Ku, maka Aku tidak akan mendatangkan malapetaka dalam zamannya; barulah dalam zaman anaknya Aku akan mendatangkan malapetaka atas keluarganya.”

Disebabkan oleh insiden Nabot, Allah telah mencapai puncak kesabaran-Nya dengan Ahab. Allah telah memutuskan untuk menghakimi Ahab. Keputusan ini tidak dapat dirubah lagi. Meskipun demikian, ketika Ahab merendahkan dirinya di hadapan Allah, Allah juga mengampuni dan berbelas kasih dengan menunda penghakiman-Nya. Allah menunda penghakiman-Nya bukan untuk Ahab (karena Ia tahu kalau pertobatan Ahab hanyalah sementara), hal itu adalah untuk memberikan keturunan Ahab sebuah kesempatan. Jika mereka sadar akan peringatan dari nabi, merendahkan diri mereka dan takut akan Allah, Allah mungkin akan memberikan mereka kesempatan.

Contoh ini juga mengingatkan kita untuk menjadi orang-orang yang mencintai kebenaran dan bertobat seketika itu juga saat kita tahu bahwa kita telah berbuat sesuatu yang salah. Jika kita telah berbuat dosa dan membiarkannya berlarut-larut, tidak bersedia untuk bertobat, kemudian satu hari, kita akan kehilangan kesempatan akan pengampunan.

Hari ini kita telah melihat akan perangai dan tingkah laku Ahab. Berikutnya kita akan melihat akan kehidupan Ahab secara menyeluruh dan juga tentang hubungannya dengan nabi Elia.

 

Berikan Komentar Anda: