Pastor Jeremiah Zhang | 1 Raja-Raja 16:30-17:24 |
Di waktu yang lalu, kita membicarakan tentang raja Israel, Ahab. Alkitab memiliki banyak catatan mengenai Ahab. Pasal 16-22 dari 1 Raja-raja dan keseluruhan pasal 18 dari 2 Tawarikh semuanya adalah catatan mengenai Ahab. Kita dapat melihat kalau Ahab adalah seorang yang sangat penting, dan kita harus memperhatikan kehidupannya. Penilaian yang Alkitab berikan pada Ahab tidak bisa lebih buruk lagi. 1 Raja-raja 16:30 dan 33 mengatakan kalau Ahab melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, lebih jahat dari semua raja sebelumnya — dua kali lebih jahat. Hal itu berarti, Ahab adalah sebuah contoh negatif yang dapat menjadi pelajaran bagi kita, mengingatkan kita untuk tidak melakukan apa yang ia telah lakukan.
Ketika Ahab bertakhta, hal perebutan takhta dan mendapatkan kekuasaan dengan paksa di kerajaan utara telah berakhir. Apa yang dihadapi bangsa Israel bukan lagi kekacauan politik melainkan krisis spiritual. Karena kebanyakan orang Israel telah melupakan Allah dan berpaling untuk menyembah allah orang Kanaan. Alkitab memberitahu kita alasan mengapa orang Israel waktu itu sangat rusak adalah karena Ahab mengajak mereka untuk menyembah allah orang Kanaan. Ia bahkan membangun kuil dan mezbah bagi allah orang Kanaan, Baal. Saya sering mengatakan kalau kualitas dari rakyat merefleksikan kualitas dari para pemimpin negeri itu. Mirip halnya dengan hal bagaimana kualitas dari para pemimpin gereja, itulah kualitas dari jemaat di dalam gereja. Karena para murid tidak lebih tinggi dari gurunya. Kita lihat 1 Raja-raja 16:30-33 :
1 Raja-raja 16:30-33 Ahab bin Omri melakukan apa yang jahat di mata TUHAN lebih dari pada semua orang yang mendahuluinya. Seakan- akan belum cukup ia hidup dalam dosa- dosa Yerobeam bin Nebat, maka ia mengambil pula Izebel, anak Etbaal, raja orang Sidon, menjadi isterinya, sehingga ia pergi beribadah kepada Baal dan sujud menyembah kepadanya. Kemudian ia membuat mezbah untuk Baal itu di kuil Baal yang didirikannya di Samaria. Sesudah itu Ahab membuat patung Asyera, dan Ahab melanjutkan bertindak demikian, sehingga ia menimbulkan sakit hati TUHAN, Allah Israel, lebih dari semua raja- raja Israel yang mendahuluinya.
Prospek kerohanian dari kerajaan utara, Israel bertambah buruk setelah Yerobeam bertakhta sebagai raja. Ketika tiba saatnya Ahab memerintah, situasinya sudah diluar kendali. Kerajaan utara telah sampai pada satu titik dimana tidak ada jalan untuk kembali lagi. Hanya tinggal 130 tahun dari kehancuran. Disini kita dapat melihat sebuah prinsip kerohanian yang sangat penting: dosa hanya dapat bertambah buruk, tidak ada ruang untuk kompromi. Yerobeam meremehkan peringatan dari Allah, dosa kemudian mengontrol dirinya dengan sangat kuat dan membuatnya bertambah dan bertambah jahat. Situasi kerohanian bangsa Israel juga bertambah buruk. Setelah beberapa generasi, Ahab tidak hanya mengikuti jejak Yerobeam untuk berbuat jahat, tetapi lebih malah buruk lagi karena jenis kejahatan yang tidak dilakukan dan tidak berani dilakukan Yerobeam, telah dilakukan oleh Ahab. Ia bahkan secara terang-terangan membangun kuil dan mezbah dan mengajak rakyatnya untuk menyembah allah orang Kanaan. Kita dapat melihat bahwa jika kita melupakan hukum Allah, mempertahankan dosa, dosa akan setahap demi setahap menelan kita.
Meski kejahatan yang dilakukan Ahab telah melampaui batas, Allah tetap ingin memberikannya kesempatan untuk bertobat. Sebelum menjatuhkan hukuman baginya, Allah berusaha untuk menggunakan berbagai macam cara untuk memperingatkan dan mendisplinkan dirinya, tetapi hal itu tidaklah berhasil. Cara pertama yang Allah gunakan adalah dengan mendatangkan kemarau. Ia menggunakan kemarau untuk mendisiplinkan Ahab dan bangsa Israel dan berharap mereka akan kembali. Mari kita lihat 1 Raja-raja 17:1:
1 Raja-raja 17:1 Lalu berkatalah Elia, orang Tisbe, dari Tisbe- Gilead, kepada Ahab:”Demi Tuhan yang hidup, Allah Israel, yang kulayani, sesungguhnya tidak akan ada embun atau hujan pada tahun- tahun ini, kecuali kalau kukatakan.”
Di waktu yang lalu, kita melihat bahwa meskipun Elia adalah nabi Allah, ia adalah musuh Israel di mata Ahab. Karena setiap kali Elia muncul, ia mengatakan kata-kata yang tidak enak didengar kepada Ahab. Jadi, Ahab sangatlah marah dengan nabi Allah ini. 1 Raja-raja 17:1 merupakan sebuah contoh yang sangat baik: Elia mengumumkan kepada Ahab kalau Israel akan mengalami kemarau. Kemarau itu akan bertahan selama beberapa tahun sampai Ahab meminta kepada nabi Elia untuk berdoa kepada Allah maka barulah Allah akan mengirimkan hujan.
Disini saya ingin menambahkan sesuatu. Bahwa nabi Elia tidak mengatakan hal ini menurut kehendaknya. Semua yang dikatakan dan dilakukannya adalah menurut kehendak Allah. Anda harus melihat bahwa kalimat “Datanglah firman TUHAN kepadanya” seringkali muncul. Semua yang dikatakan dan dilakukan oleh nabi Elia adalah menurut kehendak Allah. Kita harus menaruh perhatian akan hal ini.
Setelah mendengar perkataan Elia, Ahab tentu sangatlah marah. Bagaimana mungkin seorang raja dari sebuah kerajaan dihina dengan cara demikian? Jadi, setelah nabi Elia membuat Ahab tersinggung, ia takut hidupnya tidak terselamatkan lagi. Tetapi Allah memiliki cara-Nya sendiri untuk melindungi hamba-Nya, mari kita lanjutkan untuk melihat ayat 2-6:
1 Raja-raja 17:2-6 Kemudian datanglah firman TUHAN kepadanya: “Pergilah dari sini, berjalanlah ke timur dan bersembunyilah di tepi sungai Kerit di sebelah timur sungai Yordan. Engkau dapat minum dari sungai itu, dan burung- burung gagak telah Kuperintahkan untuk memberi makan engkau di sana.” Lalu ia pergi dan ia melakukan seperti firman TUHAN; ia pergi dan diam di tepi sungai Kerit di sebelah timur sungai Yordan. Pada waktu pagi dan petang burung- burung gagak membawa roti dan daging kepadanya, dan ia minum dari sungai itu.
Perhatikan ayat 2 yang mengatakan “datanglah firman TUHAN kepadanya” dan kemudian ayat 5 mengatakan kalau “Elia melakukan seperti firman TUHAN”. Inilah karakteristik dari seorang nabi. Apapun yang ia katakan, ia lakukan bukan menurut kehendaknya sendiri. Ia berserah sepenuhnya pada kehendak dan pimpinan Allah.
Allah menggunakan sebuah cara yang khusus untuk melindungi Elia. Allah ingin Elia bersembunyi di tepi sungai Kerit di sebelah timur sungai Yordan agar Ahab tidak dapat menemukannya. Allah juga berjanji padanya kalau Ia akan mengirimkan burung-burung gagak untuk membawakan makanan baginya tepat waktu. Mengapa Allah menggunakan cara yang aneh untuk memenuhi kebutuhan Elia? Jika Anda mengerti situasi dari nabi Elia pada saat itu, Anda tidak akan menemukan hal ini aneh. Nabi Allah di kerajaan utara, Israel, terutama pada generasi Ahab tidaklah dihormati oleh rakyat. Dari gaya bicara dan sikap Ahab berbicara kepada Elia, tidaklah sulit untuk melihat hal ini. Kita lihat 1 Raja-raja 18:13:
1 Raja-raja 18:13 Tidakkah diberitahukan kepada tuanku apa yang telah kulakukan pada waktu Izebel membunuh nabi- nabi TUHAN, bagaimana aku menyembunyikan seratus orang nabi- nabi TUHAN dalam gua, lima puluh lima puluh sekelompok dan mengurus makanan dan minuman mereka?
Itulah yang dikatakan Obaja yang adalah kepala istana kepada Elia. Ketika Ahab menjadi raja, Izebel menggunakan kekuasaan Ahab untuk mengejar para nabi Allah dan berusaha untuk membunuh mereka semua. Ahab membiarkan Izebel menggunakan caranya sendiri dan membiarkannya melakukan apapun yang ia inginkan. Sebagai hasilnya, ia tidak menganggap sama sekali para nabi Allah dan bahkan ingin untuk membunuh mereka. Meskipun hal itu bukanlah ide dari Ahab, ia pasti akan dituntut pertanggungjawaban atas dosa tersebut karena ia tidak menghentikan ataupun melarang Izebel. Malah sebaliknya, ia membantu Izebel menjadi semakin congkak.
Menghadapi perlawanan yang demikian besar, Elia tetap berani untuk menyampaikan perkataan Allah. Ia sungguh layak untuk disebut sebagai nabi TUHAN. Tidak heran Allah memakainya dengan luar biasa. Perkataan Elia tentunya membuat Ahab sangat marah. Setelah Izebel mengetahui akan hal itu, Elia pasti akan mati. Sehingga setelah menemui Ahab, Elia harus bergegas melarikan diri. Pertanyaannya adalah apakah seluruh bangsa Israel telah melupakan Allah. Mereka tidak menghormati nabi TUHAN, tidak ada tempat bagi Elia untuk bersembunyi. Sehingga Allah harus menginstruksikan dimana Elia harus bersembunyi. Dan, di saat yang sama, Allah juga mengatur burung-burung gagak untuk membawakan makanan baginya. Kita dapat melihat kalau Allah sangatlah teliti dalam menjaga orang-orang yang setia pada-Nya. Kita melanjutkan untuk melihat 1 Raja-raja 17:7-9:
1 Raja-Raja 17:7-9 Tetapi sesudah beberapa waktu, sungai itu menjadi kering, sebab hujan tiada turun di negeri itu. Maka datanglah firman TUHAN kepada Elia: “Bersiaplah, pergi ke Sarfat yang termasuk wilayah Sidon, dan diamlah di sana. Ketahuilah, Aku telah memerintahkan seorang janda untuk memberi engkau makan.”
Kemarau di kerajaan utara semakin bertambah buruk. Air dari tepi sungai Kerit juga telah mengering. Firman TUHAN kembali datang kepada Elia, memerintahkannya untuk pergi ke Sarfat di Sidon. Allah akan mengatur seorang janda untuk memberinya makan. Perhatikan pada fakta kalau setiap keputusan dari Elia adalah menurut kehendak Allah, bukan kehendaknya sendiri. Kita lanjutkan untuk membaca ayat 10-14:
1 Raja-Raja 17:10-14 Sesudah itu ia bersiap, lalu pergi ke Sarfat. Setelah ia sampai ke pintu gerbang kota itu, tampaklah di sana seorang janda sedang mengumpulkan kayu api. Ia berseru kepada perempuan itu, katanya:”Cobalah ambil bagiku sedikit air dalam kendi, supaya aku minum.” Ketika perempuan itu pergi mengambilnya, ia berseru lagi:”Cobalah ambil juga bagiku sepotong roti.” Perempuan itu menjawab:”Demi TUHAN, Allahmu, yang hidup, sesungguhnya tidak ada roti padaku sedikitpun, kecuali segenggam tepung dalam tempayan dan sedikit minyak dalam buli- buli. Dan sekarang aku sedang mengumpulkan dua tiga potong kayu api, kemudian aku mau pulang dan mengolahnya bagiku dan bagi anakku, dan setelah kami memakannya, maka kami akan mati.” Tetapi Elia berkata kepadanya:”Janganlah takut, pulanglah, buatlah seperti yang kaukatakan, tetapi buatlah lebih dahulu bagiku sepotong roti bundar kecil dari padanya, dan bawalah kepadaku, kemudian barulah kaubuat bagimu dan bagi anakmu. Sebab beginilah firman TUHAN, Allah Israel:Tepung dalam tempayan itu tidak akan habis dan minyak dalam buli- buli itupun tidak akan berkurang sampai pada waktu TUHAN memberi hujan ke atas muka bumi.”
Mengikuti perintah Allah, Elia pergi ke Sarfat di Sidon. Disana ia bertemu dengan seorang janda yang adalah orang Sidon. Ia adalah seorang fasik menurut Alkitab. Jangan lupa kalau Izebel adalah putri dari Raja Sidon. Banyak orang Kristen yang menganggap kalau Izebel mempengaruhi Ahab dengan buruk dan juga bangsa Israel karena ia seorang fasik. Kita dapat melihat dengan mudah kalau “orang fasik” menjadi sama dengan “orang jahat”. Sebenarnya Allah menganggap seseorang itu baik atau jahat berdasarkan pada fakta-fakta. Banyak orang fasik yang sungguh-sungguh tidak takut akan Allah, Izebel merupakan satu contoh yang sangat jelas. Tetapi diantara orang fasik, tetap ada orang-orang yang takut akan Allah. Kornelius di dalam kitab Kisah Para Rasul adalah sebuah contohnya.
Di Lukas 4:24-27, apa yang dikatakan oleh Yesus mengingatkan kita untuk tidak berpikir terlalu tinggi akan diri kita sendiri. Ada sebagian yang konon disebut sebagai “orang fasik” atau “kaum tidak percaya”, mereka menghormati Allah lebih daripada kaum percaya. Elia tidak disambut di tempatnya sendiri, ia tidak diterima di tempat asalnya. Tetapi ketika ia tiba di Sidon, ia diterima oleh seorang janda. Betapa buruknya situasi kerohanian bangsa Israel saat itu!
Perhatikan sikap dari janda itu terhadap Elia. Ia tahu Elia adalah nabi Yahweh sesaat setelah melihatnya karena nabi Israel berpakaian dengan cara yang berbeda dan istimewa, seperti halnya Yohanes Pembaptis. Ketika Elia meminta air padanya, ia menjawab ya. Ketika Elia meminta roti padanya, ia menjawab demikian: “Demi TUHAN, Allahmu, yang hidup…”. Ia tidak memanggil Yahweh Allah-Nya, itu berarti, ia tidak menerima Yahweh sebagai Allah-nya. Tetapi luar biasanya adalah ia menghormati dan menerima nabi Allah. Meskipun bangsa Israel adalah kaum pilihan Allah, tetapi mereka menolak nabi Allah.
Kemarau itu tidak hanya memberikan dampak kepada bangsa Israel, tetapi juga bagi bangsa-bangsa disekitarnya, termasuk Sidon. Sidon terletak di barat laut Israel. Ia adalah sebuah kota di pinggir laut. Janda tersebut pasti juga terkena dampak dari bencana kemarau itu, di rumahnya tidak tersisa sedikitpun makanan. Hanya ada sedikit tepung dan minyak, yang hanya cukup untuk menyediakan makanan untuk sekali baginya dan anaknya. Kemudian datang seorang tamu yang meminta roti. Kalau Anda adalah janda itu, apa yang akan Anda perbuat? Akankah Anda berbagi sedikit makanan itu dengannya? Hal ini sungguh merupakan sebuah ujian iman.
Elia mengerti kesusahannya, sehingga ia menyuruhnya dalam nama Allah: “Sebab beginilah firman TUHAN, Allah Israel:Tepung dalam tempayan itu tidak akan habis dan minyak dalam buli- buli itupun tidak akan berkurang sampai pada waktu TUHAN memberi hujan ke atas muka bumi.” Elia memintanya untuk tidak kuatir dan tetap membuatkannya roti. Jika ia menghormati nabi Yahweh, Yahweh pasti akan menjaga seluruh keluarganya. Jika Anda adalah janda tersebut, akankah Anda percaya pada perkataan sang nabi? Jika setelah Elia menghabiskan rotinya, Allah tidak menyediakan tepung dan minyak, maka bukankah ia dan anaknya telah ditipu? Lebih jauh lagi, mereka sedang mengalami bencana kelaparan. Tidak ada makanan dimana-mana, bukankah mereka akan lebih cepat mati? Mari kita lihat respon janda ini di ayat 15-16:
1 Raja-Raja 17:15-16 Lalu pergilah perempuan itu dan berbuat seperti yang dikatakan Elia; maka perempuan itu dan dia serta anak perempuan itu mendapat makan beberapa waktu lamanya. Tepung dalam tempayan itu tidak habis dan minyak dalam buli- buli itu tidak berkurang seperti firman TUHAN yang diucapkan- Nya dengan perantaraan Elia.
Setelah janda itu mendengar perkataan Elia, ia melakukan seperti yang diperintahkan kepadanya. Dengan berbuat demikian, jelas ia memiliki iman pada Allah Israel. Sama seperti firman TUHAN datang kepada Elia, dan Elia melakukannya. Allah juga melakukan sama seperti yang dikatakan oleh Elia, tidak membiarkan tepung dalam tempayan habis dan minyak dalam buli-buli berkurang. Mereka bergantung pada mukjizat-mukjizat ini untuk melewati bencana kemarau.
Janda ini sangatlah spesial. Bangsa Israel menolak nabi Allah, mereka tidak mau mendengarkan dan percaya pada nabi Elia. Tetapi “orang fasik” ini – seorang janda yang tidak diketahui namanya memiliki iman yang demikian besar dalam menerima seorang nabi Allah. Dan ia juga mendengarkan dan percaya pada perkataannya yang diucapkan atas nama Allah. Iman janda ini sangat luar biasa. Terutama karena ia menghormati dan menerima nabi Allah, Allah juga memperlakukannya dengan kemurahan dan memberkatinya.
Dilihat dari permukaan, janda ini yang menyediakan makanan bagi Elia. Tetapi sebenarnya Allah yang menyediakannya. Jika Allah tidak mengirim Elia kepada janda ini, ia dan anaknya tentunya sudah mati kelaparan. Tetapi Allah penuh dengan belas kasihan, Ia tahu siapa yang takut akan-Nya. Sehingga Allah mengirim Elia untuk menolongnya dan di saat bersamaan, memberitahunya kalau Allah Israel adalah satu-satunya Allah yang benar. Kita dapat melihat kalau Allah bukan hanya Allah Israel, tetapi juga Allah dari semua umat manusia. Kita lanjutkan untuk melihat pada pasal 17:17-18:
1 Raja-Raja 17:17-18 Sesudah itu anak dari perempuan pemilik rumah itu jatuh sakit dan sakitnya itu sangat keras sampai tidak ada nafasnya lagi. Kata perempuan itu kepada Elia:”Apakah maksudmu datang ke mari, ya abdi Allah? Singgahkah engkau kepadaku untuk mengingatkan kesalahanku dan untuk menyebabkan anakku mati?”
Tidak lama setelah itu, Allah memberikan ujian iman lainnya kepada janda ini. Anaknya tiba-tiba sakit keras dan kemudian mati. Perhatikan respon dari janda ini, ia tidak mengutuk Allah ataupun mengeluh kepada Elia. Sebaliknya ia menyadari kalau dirinya adalah seorang berdosa. Ia tahu Elia adalah seorang hamba Allah, dan Allah berada bersama-samanya. Ia berpikir kalau kedatangan Elia membuat Allah mengingat akan dosanya, sehingga ia dihukum. Tentunya, kehendak Allah bukanlah untuk menghukumnya, tetapi untuk membawanya selangkah lebih maju untuk lebih mengenal Allah. Kita lihat ayat 19-24:
1 Raja-Raja 17:19-24 Kata Elia kepadanya:”Berikanlah anakmu itu kepadaku.” Elia mengambilnya dari pangkuan perempuan itu dan membawanya naik ke kamarnya di atas, dan membaringkan anak itu di tempat tidurnya. Sesudah itu ia berseru kepada TUHAN, katanya:”Ya TUHAN, Allahku! Apakah Engkau menimpakan kemalangan ini atas janda ini juga, yang menerima aku sebagai penumpang, dengan membunuh anaknya?” Lalu ia mengunjurkan badannya di atas anak itu tiga kali, dan berseru kepada TUHAN, katanya:”Ya TUHAN, Allahku! Pulangkanlah kiranya nyawa anak ini ke dalam tubuhnya.” TUHAN mendengarkan permintaan Elia itu, dan nyawa anak itu pulang ke dalam tubuhnya, sehingga ia hidup kembali. Elia mengambil anak itu; ia membawanya turun dari kamar atas ke dalam rumah dan memberikannya kepada ibunya. Kata Elia:”Ini anakmu, ia sudah hidup!” Kemudian kata perempuan itu kepada Elia:”Sekarang aku tahu, bahwa engkau abdi Allah dan firman TUHAN yang kauucapkan itu adalah benar.”
Setelah Elia mengetahui hal itu, ia mengambil anak janda itu dan membaringkannya di tempat tidurnya. Kemudian ia berseru kepada Allah dengan sungguh-sungguh. Allah mendengarkan doa Elia dan anak itu hidup kembali. Perhatikan ayat 24, janda itu berkata,“Sekarang aku tahu, bahwa engkau abdi Allah dan firman TUHAN yang kauucapkan itu adalah benar.” Dari saat janda itu percaya kepada Allah, ia benar-benar masuk ke dalam pengenalan akan Allah. Ingat ayat 12, ia memanggil Yahweh Allah Elia. Ia menghormati Allah dan juga percaya kepada Allah tetapi pada saat itu, Allah masih bukanlah Allah-nya. Kemudian ia memanggil nama Yahweh secara langsung, hubungannya dengan Allah telah berpindah dari percaya akan Allah kepada mengenal Allah.
Janda Sarfat di Sidon ini adalah sebuah contoh yang sangat spesial. Di saat seluruh Israel melupakan Allah dan berpaling untuk menyembah allah lain, Allah malah dihormati oleh orang fasik. Kaum pilihan Allah menganiaya nabi Allah, tetapi janda yang tidak diketahui namanya ini menghormati dan menerima Elia. Bangsa Israel tidak mendengarkan perkataan Elia, tetapi janda ini percaya dan berserah pada perkataan Elia. Bangsa Israel menolak Allah yang menyelamatkan mereka, tetapi janda ini mengakui Yahweh sebagai Allah-nya. Bangsa Israel kelaparan dalam bencana kelaparan ini, tetapi janda ini dijaga dan disediakan kebutuhannya oleh Allah. Kontras yang sangat luar biasa!
Di Lukas pasal 4, Yesus menggunakan contoh ini untuk menegur pemberontakan dan ketidakpercayaan dari bangsa Israel. Kita lihat Lukas 4:23-26:
Lukas 4:23-26 Maka berkatalah Ia kepada mereka:”Tentu kamu akan mengatakan pepatah ini kepada- Ku:Hai tabib, sembuhkanlah diri- Mu sendiri. Perbuatlah di sini juga, di tempat asal- Mu ini, segala yang kami dengar yang telah terjadi di Kapernaum!” Dan kata- Nya lagi:”Aku berkata kepadamu, sesungguhnya tidak ada nabi yang dihargai di tempat asalnya. Dan Aku berkata kepadamu, dan kata- Ku ini benar:Pada zaman Elia terdapat banyak perempuan janda di Israel ketika langit tertutup selama tiga tahun dan enam bulan dan ketika bahaya kelaparan yang hebat menimpa seluruh negeri. Tetapi Elia diutus bukan kepada salah seorang dari mereka, melainkan kepada seorang perempuan janda di Sarfat, di tanah Sidon.
Yesus, sebagai seorang nabi Allah, datang ke kampung halamannya untuk memberitakan Injil, tetapi bangsa Israel tidak menerimanya. Prospek kerohanian mereka sama seperti bangsa Israel di tahun-tahun pemerintahan Ahab itu, lebih buruk daripada orang-orang yang tidak percaya. Yesus, di ayat 25 menggunakan contoh dari janda ini untuk mengingatkan bangsa Israel untuk tidak melakukan kesalahan yang sama lagi. Karena menolak nabi Allah sama dengan menolak Allah.
Contoh janda Sarfat ini mengingatkan kita karena kaum pilihan Allah memberontak dan tidak percaya, Allah hanya dapat mengirimkan nabi-Nya kepada orang fasik. Sama yang terjadi di Perjanjian Baru, orang Yahudi tidak mau mendengarkan perkataan Allah. Allah hanya dapat mengirimkan rasul-rasul-Nya kepada bangsa-bangsa bukan Yahudi. Kita harus berhati-hati saat melihat contoh ini. Jangan karena kita telah menjadi seorang percaya untuk waktu yang lama dan kita berujung dengan meremehkan kemurahan dan anugerah Allah, dan memandang ringan Allah dan anak satu-satu-Nya, Yesus Kristus dan berpaling untuk menyembah allah lain. Jika kita menolak Allah, seperti bangsa Israel menolak Allah, maka Allah juga akan menolak kita.