Pastor Jeremiah Zhang | 1 Raja-Raja 19 |

Sebelumnya kita melihat 1 Raja-raja pasal 18, nabi Elia menantang nabi-nabi Baal di Gunung Horeb. Setiap orang Kristen pasti sangat kenal dengan kejadian ini. Setiap kali saya membaca 1 Raja-raja pasal 18, saya berharap kita ingat akan perkataan Elia: “Jika Yahweh adalah Allah, ikutlah Dia. Jika Baal adalah Allah, ikutlah dia.” Jangan, jangan pernah menjadi orang Kristen yang ragu dan bercabang hati. Orang Kristen yang demikian adalah “Ahab”. Ia dibenci oleh Allah. Jika kita ingin menjadi orang Kristen, pendirian kita haruslah jelas. Kita harus menjadikan Yahweh satu-satunya Allah kita dan mengikut Dia dengan sepenuh hati.

Hal ini jugalah yang menjadi masalah yang dikuatirkan oleh Yesus. Ia berkata di Mat 6:24, “Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.” Orang-orang Kristen memiliki kecenderungan yang sama dengan bangsa Israel, yakni bercabang hati terhadap Allah. Dengan percaya pada Allah dan Mamon (Mamon adalah Baal masa kini). Masalahnya adalah Anda tidak dapat mengikuti dua tuan di saat yang bersamaan.

Yesus menggunakan perumpamaan dari “dua tuan” ini untuk menolong kita memahami ajaran yang sama: Jika Yahweh adalah Allah, ikutlah Yahweh. Jika Mamon adalah Allah, ikutlah Mamon. Kita harus ingat akan perkataan Yesus. Jangan pernah berpikir kalau kita pandai dan kemudian melakukan kesalahan yang sama, sama seperti Ahab dan bangsa Israel. Kiranya kita semua menjadi orang-orang Kristen dengan pendirian yang tegas, mengikut Yahweh dengan segenap hati.    

Secara kasat mata, insiden di Gunung Horeb terlihat seperti sebuah kebangunan rohani bagi bangsa Israel. Tetapi yang disebut sebagai “kebangunan” ini tidak bertahan lama. Karena masalah bangsa Israel yang menyembah berhala telah terlalu jauh berakar dalam. Bersamaan dengan fakta kalau raja Israel, Ahab tidak memberikan teladan yang baik, kita dapat membayangkan untuk menghilangkan kebiasaan menyembah berhala dari bangsa Israel sangatlah sulit. Sama seperti apa yang Elia utarakan, masalah dari bangsa Israel adalah bercabang hati terhadap Allah. Bagaimana mungkin bangsa Israel dengan sikap yang demikian dapat mengalami kebangunan rohani? Mari kita lihat 1 Raja-raja 19:1-2:

1 Raja-Raja 19:1-2 Ketika Ahab memberitahukan kepada Izebel segala yang dilakukan Elia dan perihal Elia membunuh semua nabi itu dengan pedang, maka Izebel menyuruh seorang suruhan mengatakan kepada Elia:”Beginilah kiranya para allah menghukum aku, bahkan lebih lagi dari pada itu, jika besok kira- kira pada waktu ini aku tidak membuat nyawamu sama seperti nyawa salah seorang dari mereka itu.”

Setelah Ahab menyaksikan mukjizat-mukjizat yang dilakukan oleh Elia di Gunung Horeb, ia pergi untuk memberitahukan ratu Izebel. Setelah Izebel mengetahui bahwa Elia telah membunuh nabi-nabi Baal, ia menjadi sangat marah. Ia mengirimkan suruhan untuk memberitahukan Elia bahwa ia akan mengambil nyawanya. Saya telah mengatakan sebelumnya kalau kelemahan Ahab adalah ia tidak tegas, ia membiarkan istrinya memerintahnya. Saya percaya Ahab tidak akan dan tidak berani untuk memerintahkan pembunuhan nabi Yahweh. Ia tidak seperti Izebel, namun ia tidak memiliki pendirian yang tegas. Izebel menganggap Baal sebagai allah, sehingga ia mengikut Baal dengan sepenuh hatinya. Ia membenci Yahweh, itu sebabnya ia tidak dapat berdamai dengan nabi Yahweh.

Ahab adalah seseorang yang bercabang hati. Ia percaya Yahweh adalah Allah namun ia juga ragu untuk melepaskan Baal. Sehingga ia menjadi bimbang dan ragu-ragu. Ketika ratu memerintahkan untuk membunuh Elia, Ahab tidak mencegahnya. Ia antara setuju dengan apa yang dikatakan ratu atau tidak memiliki kuasa untuk mencegah keputusan Izebel. Tidak masalah apa alasannya, masalah kerohanian Ahab tidak tersembuhkan. Mukjizat di Gunung Horeb tidak membawa berkat bagi Ahab dan bangsa Israel, tetapi hal itu menjadi sebuah kutukan. Kita akan melihat tentang hal ini nanti. Mari lanjutkan untuk membaca ayat 3-4:

1 Raja-Raja 19:3-4 Maka takutlah ia, lalu bangkit dan pergi menyelamatkan nyawanya; dan setelah sampai ke Bersyeba, yang termasuk wilayah Yehuda, ia meninggalkan bujangnya di sana. Tetapi ia sendiri masuk ke padang gurun sehari perjalanan jauhnya, lalu duduk di bawah sebuah pohon arar. Kemudian ia ingin mati, katanya:”Cukuplah itu! Sekarang, ya TUHAN, ambillah nyawaku, sebab aku ini tidak lebih baik dari pada nenek moyangku.”

Apa yang dilakukan Elia ketika ia mendengar kabar tersebut? Ia segera melarikan diri ke Yehuda sampai ke kota yang paling selatan yaitu Bersyeba. Ia meninggalkan bujangnya disana dan melanjutkan untuk masuk ke padang gurun. Mengapa Elia sangat takut kepada Izebel? Jika ia dapat bersandar kepada Allah untuk mengalahkan beberapa ratus nabi palsu, harusnya hanya satu Izebel tidak berarti apa-apa baginya! Mengapa ia tidak bersandar kepada Allah untuk menumpaskan Izebel?

Sebenarnya Elia pergi menyelamatkan nyawanya bukan karena ia takut akan kematian. Karena ayat 4 memberitahukan kita kalau Elia memohon kepada Allah untuk mengambil nyawanya. Jadi kita dapat melihat kalau Elia bukannya takut mati karena seseorang yang takut mati tidak akan memohon untuk mati. Dan Elia bukanlah seseorang yang takut mati kalau tidak Allah tidak akan menggunakannya dengan hebat. Elia melarikan diri dari Israel karena ia sudah sangat depresi dan patah semangat. Ia sangatlah kecewa dengan respon dari Ahab dan bangsa Israel.

Jadi, kita dapat melihat bahwa bahkan hamba Allah yang besar pun ada kalanya menjadi kecewa. Jangan berpikir kalau hamba Allah akan selalu menyelesaikan hal-hal dengan lancar dan tidak pernah menghadapi kesulitan apapun. Elia sangatlah setia kepada Allah dan ia juga melayani Israel dengan segenap hati dan pikirannya. Tetapi reaksi bangsa Israel terhadap Allah masih tetap bercabang hati, tidak dingin dan tidak panas. Kemudian Izebel memerintahkan untuk membunuh Elia tetapi Ahab, raja Israel tidak menghentikannya. Jadi prospek apa yang dimilik oleh Israel? Tidak hanya itu, kesabaran Allah juga terlihat seperti tiada akhirnya, apakah itu berarti Allah mengizinkan bangsa Israel berbalik untuk mengikut Baal? Semakin Elia memikirkannya, semakin patah semangatlah ia. Ia merasa ia telah menyia-nyiakan hidupnya, segala yang telah dilakukannya sia-sia. Jadi ia berdoa kepada Allah untuk mengambil nyawanya.

Jika Anda seorang hamba Allah yang setia, Anda dapat mengalami apa yang Elia rasakan. Seringkali ketika Anda melakukan pekerjaan Allah dengan segenap hati dan pikiran Anda, tetapi kemudian Anda tidak melihat adanya hasil. Orang lain tidak menghargai apa yang telah Anda lakukan. Dan Allah juga sepertinya tidak memberkati apa yang telah Anda lakukan. Anda tidak dapat menghindar dari berpikir apa arti dari semua hal yang telah Anda lakukan. Mungkin akan lebih baik untuk melupakan pekerjaan Allah dan bekerja di dunia. Elia tidak mengerti apa yang Allah sedang kerjakan dan ia tidak lagi memiliki kekuatan untuk melanjutkan apa yang sedang ia lakukan, sehingga ia pergi untuk mati di padang gurun. Bagaimana respon Allah terhadapnya? Mari kita baca ayat 5-7:

1 Raja-Raja 19:5-7 Sesudah itu ia berbaring dan tidur di bawah pohon arar itu. Tetapi tiba- tiba seorang malaikat menyentuh dia serta berkata kepadanya:”Bangunlah, makanlah!” Ketika ia melihat sekitarnya, maka pada sebelah kepalanya ada roti bakar, dan sebuah kendi berisi air. Lalu ia makan dan minum, kemudian berbaring pula. Tetapi malaikat TUHAN datang untuk kedua kalinya dan menyentuh dia serta berkata:”Bangunlah, makanlah! Sebab kalau tidak, perjalananmu nanti terlalu jauh bagimu.”

Setelah berdoa, Elia yang secara fisik dan mental telah kelelahan tertidur di bawah sebuah pohon di padang gurun. Allah tidak menegur Elia karena telah melarikan menurut kehendaknya sendiri. Pertama-tama Allah kuatir tentang kebutuhan-kebutuhan Elia. Ia mengirimkan suruhan untuk menyediakan air dan roti bakar untuk Elia. Malaikat membangunkan Elia, ia makan dan minum, kemudian ia tertidur kembali. Kita dapat membayangkan bagaimana depresinya hati Elia.

Setelah beberapa lama, malaikat Allah datang untuk membangunkan Elia untuk kedua kalinya. Kali ini, suruhan Allah secara khusus menginstruksikannya, “Bangun, makanlah! Sebab kalau tidak, perjalananmu nanti terlalu jauh bagimu.” Kalimat “perjalananmu nanti terlalu jauh bagimu” memiliki dua arti. Hal itu dapat berarti perjalanan ke Gunung Horeb sangatlah panjang. Atau hal itu dapat berarti kalau jalan untuk melayani belumlah berakhir bagi Elia, Allah tidak mengijinkannya untuk mati. Karena telah disebutkan kalau Elia telah meminta kepada Allah untuk mati, maka kalimat ini jelas merupakan jawaban yang Allah berikan padanya.

Elia adalah hamba Allah. Hidupnya adalah milik Allah. Ia tidak dapat meminta untuk mati atas dasar keinginannya sendiri. Apa yang telah dilakukan Elia di Gunung Karmel terlihat seperti sia-sia tetapi Allah memiliki rencana-Nya sendiri. Tanggung jawab dari hamba Allah adalah untuk melakukan sesuai dengan rencana Allah, ia seharusnya tidak pernah meninggalkan posisinya ataupun mencari kematiannya sendiri. Kita melanjutkan untuk membaca ayat 8-10:               

1 Raja-Raja 19:8-10 Maka bangunlah ia, lalu makan dan minum, dan oleh kekuatan makanan itu ia berjalan empat puluh hari empat puluh malam lamanya sampai ke gunung Allah, yakni gunung Horeb. Di sana masuklah ia ke dalam sebuah gua dan bermalam di situ. Maka firman TUHAN datang kepadanya, demikian:”Apakah kerjamu di sini, hai Elia?” Jawabnya:”Aku bekerja segiat- giatnya bagi TUHAN, Allah semesta alam, karena orang Israel meninggalkan perjanjian- Mu, meruntuhkan mezbah- mezbah- Mu dan membunuh nabi- nabi- Mu dengan pedang; hanya aku seorang dirilah yang masih hidup dan mereka ingin mencabut nyawaku.”

Setelah mendengar perkataan Allah, Elia bangun, makan dan minum. Kemudian ia berjalan 40 hari dan malam sampai ia tiba di Gunung Horeb. Gunung Horeb adalah Gunung Sinai. Musa bertemu dengan Allah dan menerima sepuluh perintah Allah di gunung ini. Sehingga Alkitab juga menyebut Gunung Horeb gunungnya Allah. Mengapa Elia pergi ke gunung Allah? Kemungkinan ia ingin memberitahukan Allah akan kesedihannya. Karena di ayat 10, ia mengeluh kepada Allah tentang ketidak-setiaan bangsa Israel.                 

Di Rom 11:2, Elia mengadukan bangsa Israel di hadapan Allah. Nabi Israel yang satu ini yang telah sangat berapi-api dalam membawa bangsa Israel kembali kepada Allah sangatlah kecewa sampai pada tahap dimana ia mengadukan bangsa Israel di hadapan Allah. Elia mengadukan 4 hal akan bangsa Israel:

1.    Melupakan perjanjian dengan Allah

2.    Meruntuhkan mezbah Allah

3.    Membunuh nabi-nabi Allah

4.    Ingin membunuh Elia

Elia sangat kecewa sampai pada tahap dimana ia tidak lagi memohon untuk bangsa Israel, tetapi ia berbalik mengadukan mereka. Elia membawa pengaduan-pengaduan tersebut sama dengan meminta Allah untuk menghakimi bangsa Israel. Bagaimana Allah meresponnya? Mari kita lihat ayat 11-14:

1 Raja-Raja 19:11-14 Lalu firman- Nya:”Keluarlah dan berdiri di atas gunung itu di hadapan TUHAN!” Maka TUHAN lalu! Angin besar dan kuat, yang membelah gunung- gunung dan memecahkan bukit- bukit batu, mendahului TUHAN. Tetapi tidak ada TUHAN dalam angin itu. Dan sesudah angin itu datanglah gempa. Tetapi tidak ada TUHAN dalam gempa itu. Dan sesudah gempa itu datanglah api. Tetapi tidak ada TUHAN dalam api itu. Dan sesudah api itu datanglah bunyi angin sepoi- sepoi basa. Segera sesudah Elia mendengarnya, ia menyelubungi mukanya dengan jubahnya, lalu pergi ke luar dan berdiri di pintu gua itu. Maka datanglah suara kepadanya yang berbunyi:”Apakah kerjamu di sini, hai Elia?” Jawabnya:”Aku bekerja segiat- giatnya bagi TUHAN, Allah semesta alam, karena orang Israel meninggalkan perjanjian- Mu, meruntuhkan mezbah- mezbah- Mu dan membunuh nabi- nabi- Mu dengan pedang; hanya aku seorang dirilah yang masih hidup, dan mereka ingin mencabut nyawaku.”

Allah memerintahkan Elia untuk keluar dari gua dan berdiri di atas gunung. Kemudian datanglah angin besar dan kuat, yang membelah gunung-gunung dan memecahkan bukit-bukit batu. Setelah angin, datanglah gempa dan api. Tetapi Allah tidak memanifestasikan Dirinya. Akhirnya, Allah berbicara kepada Elia dalam sebuah suara yang sangat lembut dan tenang. Isi dari apa yang dikatakan Allah adalah sama dengan sebelumnya: “Apa kerjamu disini, hai Elia?”

Apa yang Allah ingin katakan kepada Elia melalui angin besar dan kuat, gempa dan api? Hal ini adalah untuk menunjukkan kekuatan dan temperamen Allah. Meskipun Allah sangat perkasa, Ia memilih untuk berbicara kepada Elia dalam suara yang lembut dan tenang. Hal itu berarti bahwa Allah dapat berbicara kepada Elia melalui banyak cara yang berbeda-beda. Tetapi Ia memilih untuk menggunakan suara yang lembut dan tenang untuk berbicara padanya. Perhatikan pada apa yang Elia katakan kepada Allah. Bahwa ia telah bekerja segiat-giatnya bagi TUHAN, Allah semesta alam. Tetapi bangsa Israel tetap memberontak, apakah Allah terlalu lunak dengan mereka? Angin besar dan kuat, gempa dan api memperlihatkan kekuatan penghakiman dari Allah. Tetapi Ia tidak melakukannya dengan cara demikian, Ia memilih sebuah suara yang lembut dan tenang untuk berbicara kepada kita.

Ketika Allah menggunakan suara yang lembut dan tenang untuk berbicara dengan Elia, “Elia, apa kerjamu disini?” Pertanyaan ini adalah untuk mengingatkan Elia kalau misinya belumlah selesai dan mengapa ia meninggalkan bangsa Israel dan datang untuk mati di padang gurun? Elia mengulangi pengaduan sebelumnya akan Israel. Elia telah sangat kecewa dengan bangsa Israel, ia tidak meminta pengampunan bagi bangsa Israel dan ia ingin Allah untuk memperlihatkan keadilan-Nya. Bagaimana Allah meresponnya? Kita melanjutkan untuk membaca ayat 15-17:

1 Raja-Raja 19:15-17 Firman TUHAN kepadanya:”Pergilah, kembalilah ke jalanmu, melalui padang gurun ke Damsyik, dan setelah engkau sampai, engkau harus mengurapi Hazael menjadi raja atas Aram. Juga Yehu, cucu Nimsi, haruslah kauurapi menjadi raja atas Israel, dan Elisa bin Safat, dari Abel- Mehola, harus kauurapi menjadi nabi menggantikan engkau. Maka siapa yang terluput dari pedang Hazael akan dibunuh oleh Yehu; dan siapa yang terluput dari pedang Yehu akan dibunuh oleh Elisa.

Karena Elia tidak memohon bagi Israel, Allah hanya dapat memperberat hukuman-Nya bagi Israel sesuai keinginan Elia. Allah memerintahkan Elia untuk melakukan 3 hal:

1.    Pergi ke Damsyik untuk mengurapi Hazael menjadi raja atas Aram

2.    Mengurapi Yehu, cucu Nimsi menjadi raja atas Israel

3.    Mengurapi Elisa bin Safat dari Abel-Mehola sebagai nabi

Apa artinya mengurapi Hazael menjadi raja atas Aram? Hal ini untuk memperparah disiplin Allah terhadap Israel. Karena bangsa Israel menolak nabi yang mengabarkan kepada mereka pesan damai, maka Allah menggunakan raja Aram, Hazael untuk mengganggu mereka dan membuat hari-hari mereka tanpa damai. Orang seperti apakah Hazael? Kita lihat 2 Raja-raja 8:11-12:  

2 Raja-Raja 8:11-12 Elisa menatap dengan lama ke depan, lalu menangislah abdi Allah itu. Hazael berkata:”Mengapa tuanku menangis?” Jawab Elisa:”Sebab aku tahu bagaimana malapetaka yang akan kaulakukan kepada orang Israel:kotanya yang berkubu akan kaucampakkan ke dalam api, terunanya akan kaubunuh dengan pedang, bayinya akan kauremukkan dan perempuannya yang mengandung akan kaubelah.”

“Hamba Allah” ini adalah murid dari Elia – yaitu Elisa, penerusnya Elia. Allah ingin Elia untuk mengurapi Hazael menjadi raja atas Aram, hal itu tidak berarti Hazael akan langsung menjadi raja. Allah hanya sedang memberitahukan rencana-Nya ke depannya kepada Elia. Setelah Elia mengurapi Hazael, Hazael harus menunggu untuk beberapa tahun sebelum ia dapat naik takhta.

Elisa kembali membuktikan nubuatan Elia – bahwa Hazael akan menjadi raja atas Aram. Elisa sangatlah kecewa dengan hal ini karena ia tahu kalau Hazael adalah seorang yang sangat kejam. Ia pada satu hari akan melukai bangsa Israel dengan sangat parah. Allah ingin menggunakan Elia untuk memberikan satu kesempatan kepada bangsa Israel untuk kembali tetapi mereka tidak mau (mereka hanya kelihatannya seperti kembali). Maka Allah memutuskan untuk menggunakan musuh yang sangat kejam untuk memperlakukan mereka dengan buruk.

Bangsa Israel tidak hanya harus menghadapi musuh dari luar, Allah juga mengangkat seorang raja baru untuk memerintah mereka. Ia adalah Yehu, cucu Nimsi yang diurapi oleh Elia. Yehu adalah orang militer. Ia adalah komandan dari pasukan Ahab. Membunuh dan menumpahkan darah tidaklah asing baginya. Ketika bangsa Israel berada di bawah pemerintahan Yehu, tidak ada hari-hari yang damai. Allah akan menggunakan Yehu untuk menghakimi Izebel dan seluruh keluarga Ahab. Allah juga akan menggunakan Yehu untuk menumpas semua nabi-nabi Baal. Sederhananya, Allah menggunakan Hazael untuk memberi pelajaran kepada Israel dan menggunakan Yehu untuk menghakimi seluruh keluarga Ahab, terutamanya Izebel.

Allah juga memilih Elisa untuk menjadi penerus dari Elia. Elisa akan menggunakan perkataan Allah untuk menghakimi Israel (referensi: Wah 2:16). Allah menggunakan tiga metode di saat yang bersamaan untuk berurusan dengan Israel. Ini adalah hukuman setimpal bagi Ahab dan Israel yang menolak Allah dan nabi-Nya. Kita lihat di 1 Raja-raja 19:18:

1 Raja-Raja 19:18 Tetapi Aku akan meninggalkan tujuh ribu orang di Israel, yakni semua orang yang tidak sujud menyembah Baal dan yang mulutnya tidak mencium dia.”

Elia mengeluh kepada Allah, mengatakan kalau bangsa Israel telah membunuh semua nabi-nabi Allah dan ialah satu-satunya yang tertinggal. Sebenarnya apakah hal itu berarti Allah tidak melindungi nabi-nabi-Nya? Mengapa Allah mengizinkan orang jahat untuk membunuh semua nabi-Nya? Ayat 18 adalah jawaban Allah kepada Elia: Allah menyelamatkan 7000 hamba yang setia bagi-Nya di Israel. Jawaban ini tidak disangka oleh Elia. Elia merasa ia berjuang sendirian. Dan pertarungan ini kalah di setiap sisinya, tanpa adanya sebuah kesempatan untuk menang. Jawaban Allah tentunya membuatnya terkejut. Siapa 7000 orang itu? Dimana mereka? Jelas Elisa adalah salah satu dari mereka. Allah menginginkan Elisa untuk membangkitkan lebih banyak nabi untuk berjuang bagi Allah.

Pikiran manusia sangatlah jauh dari kehendak Allah. Elia diserang dari berbagai sisi, tidak ada seorangpun yang datang untuk membantunya dan tidak ada seorangpun yang berjuang berdampingan dalam pertarungan ini dengannya. Ia telah berpikir bahwa ialah satu-satunya nabi yang tersisa untuk berjuang dalam pertarungan bagi Yahweh. Sehingga ia menjadi sangat putus asa, bahkan sampai ke titik ia ingin mati. Tetapi kehendak Allah selalu lebih tinggi dari kehendak kita, jauh lebih tinggi dari yang dapat kita bayangkan. Tanggung jawab seorang manusia yang melayani Allah adalah untuk bekerja sesuai dengan kehendak Allah, bukan melihat pada manusia, bukan melihat pada keadaan, juga bukan melihat pada efektifitas dari pekerjaan itu. Ketika kita dengan setia melakukan kehendak Allah, Ia pasti akan memenuhi rencana-Nya melalui kita. Jadi, jangan biarkan apa yang ada di hadapan kita mempengaruhi hati kita. Tidak masalah tepat pada waktunya ataupun tidak tepat pada waktunya, kita harus mengikuti kehendak Allah dengan sepenuh hati, dan melakukan pekerjaan yang Ia tugaskan pada kita.

Siapa 7000 orang-orang Yahweh yang setia ini? Alkitab tidak memberitahu kita. Setelah pasal 18 dari 1 Raja-raja, banyak nabi dan murid dari nabi-nabi yang bermunculan. Mengapa tiba-tiba begitu banyak orang yang mengikuti Yahweh bermunculan? Darimana mereka datang? Apakah mereka hasil buah dari Elia? Kemungkinan kesetiaan Elia terhadap Allah membakar mereka. Dan mungkin di Gunung Karmel, api Allah membakar hati mereka dan mereka mengarahkan hati mereka untuk menyembah dan hanya melayani Yahweh.

Pekerjaan Allah selalu melebihi apa yang kita pikirkan dan apa yang kita doakan. Kita mungkin saja menabur dan membajak diam-diam dan kita tidak dapat melihat hasil apapun di hadapan kita. Tetapi hanya ketika kita rela untuk bertahan sampai akhir, kita akan dapat melihat hasil pekerjaan Allah. Elia dengan segera dapat melihat hasil dari pekerjaannya, Allah membangkitkan baginya seorang murid – yaitu Elisa. Sejak saat itu, ia tidak lagi perlu berjuang sendirian.

 

Berikan Komentar Anda: