Pastor Jeremiah Zhang | 1 Raja-Raja 20 |

Di waktu yang lalu, kita mempelajari pasal 19 dari 1 Raja-raja. Pasal 19 membicarakan tentang Elia yang naik ke Gunung Sinai/Horeb. Ia mengadukan bangsa Israel di hadapan Allah karena mereka menjauh dari perjanjian yang telah mereka buat dengan Allah, meruntuhkan mezbah Allah dan membunuh nabi-nabi Allah. Allah memberitahukan Elia kalau Ia tidak melupakan bangsa Israel. Tetapi, karena Ahab dan bangsa Israel tidak tunduk pada perkataan Elia, Allah memberatkan disiplin-Nya terhadap bangsa Israel. Allah ingin Elia untuk melakukan tiga hal:

  1. Pergi ke Damsyik untuk mengurapi Hazael menjadi raja atas Aram
  2. Mengurapi Yehu, cucu Nimsi menjadi raja atas Israel
  3. Mengurapi Elisa bin Safat dari Abel-Mehola sebagai nabi

Mengurapi Hazael menjadi raja atas Aram berarti bangsa Aram akan banyak bertempur dengan bangsa Israel karena Allah ingin menggunakan bangsa Aram untuk mengganggu bangsa Israel. Mengurapi Yehu menjadi raja atas Israel berarti kalau dinasti Ahab akan segera berakhir. Allah telah memutuskan untuk menghakimi seluruh keluarga Ahab. Akan ada kekacauan didalam perbatasan-perbatasan Israel. Mengurapi Elisa sebagai nabi berarti Allah akan terus membangkitkan nabi-nabi untuk menghakimi Israel.

Ketika kita sampai di pasal 20 dari 1 Raja-raja, kita akan melihat banyak perubahan. Perubahan pertama adalah akan ada pertempuran-pertempuran. Perubahan kedua adalah akan bermunculan nabi-nabi. Ayat 1-20 mencatat tentang Benhadad, raja Aram yang membawa sejumlah besar pasukan untuk menyerang Israel. Mereka jauh-jauh datang ke kota Samaria. Ayat berikutnya 26-30, Benhadad, raja Aram kembali membawa pasukan yang banyak untuk menyerang Israel. Kita dapat melihat bahwa hubungan antara Israel dan Aram makin memburuk. Pertempuran-pertempuran diantara kedua bangsa ini semakin memuncak. Oleh sebab Ahab dan bangsa Israel tidak menghargai kedamaian yang Allah berikan kepada mereka dan membalas rasa syukur dengan  permusuhan, maka Allah menggunakan bangsa Aram untuk mendisiplinkan dan menghukum mereka. Sejak saat itu, di dalam dan di luar wilayah Israel, tidak ada damai tetapi sebaliknya ada pertarungan yang menggunakan pedang, penumpahan darah dan kekacauan sebagai hasil dari pertempuran-pertempuran itu.

Selain mencatat tentang dua pertempuran diantara bangsa Israel dan bangsa Aram, pasal 20 juga mencatat kemunculan dari beberapa nabi. Darimana nabi-nabi ini muncul? Alkitab tidak memberitahu kepada kita dan juga tidak menyebutkan nama-nama mereka. Jelas mereka termasuk ke dalam “7000 orang yang lututnya tidak menyembah kepada Baal dan mulutnya tidak mencium Baal.” Mereka semua adalah buah yang dihasilkan oleh Elia tanpa dia menyadarinya. Kemungkinan kesetiaan Elia terhadap Allah mendorong mereka. Atau mungkin api Allah di Gunung Horeb membakar hati mereka, kemudian mereka memutuskan untuk menyembah dan melayani hanya Yahweh. Allah menggunakan nabi-nabi ini supaya Elia tahu bahwa “meskipun pohon ara tidak mekar, juga tidak ada buah di tanaman anggur; hasil dari zaitun akan gagal”, tetapi Allah tetap bekerja sesuai dengan rencana dan waktu-Nya.

Kemunculan dari nabi-nabi ini membuktikan kesabaran Allah terhadap Ahab dan Israel. Meskipun mereka telah berulang kali memberontak terhadap Allah, Allah masih enggan untuk menyerahkan mereka ke dalam tangan bangsa Aram. Allah masih menggunakan metode-metode lain untuk menunjukkan belas asih kepada mereka, menolong dan menyelamatkan mereka dari ancaman bangsa Aram. Tetapi Ahab dan bangsa Israel sama sekali tidak memiliki hati untuk ingat dan merasa bersyukur dan berusaha untuk membalas kebaikan Allah, mereka malah tetap sama seperti sebelumnya. Mereka tidak mengindahkan peringatan dari nabi-nabi dan terus berbuat dosa melawan Allah.

Hari ini kita akan berbicara terutama mengenai pasal 20. Dari pasal 20:1-4 kita dapat melihat kalau Benhadad, raja Aram membawa sejumlah besar pasukan untuk menyerang Israel. Mereka datang tepat di kota Samaria. Raja Aram tahu bahwa Israel telah menderita kemarau selama 3 tahun dan daya tahan bangsa itu berada di titik yang sangat lemah, sehingga ia ingin untuk menjarah rumah yang terbakar dan menduduki Samaria. Raja Aram bergantung pada pasukannya yang sangat kuat, ia membuat banyak permintaan dalam perbincangan damai. Ia meminta emas dan perak Israel dan istri-istri Ahab yang paling cantik, selir-selirnya dan anak-anak perempuannya. Ahab tahu kalau ia tidak dapat melawan raja Aram, jadi ia setuju pada semua permintaan dari raja Aram untuk dapat bertahan hidup.

Tetapi ketika raja Aram menyadari bahwa Ahab dengan begitu menyerah pada permintaannya, ia ingin untuk mendapatkan lebih. Ia meminta untuk memeriksa istana Ahab dan mengambil wanita-wanita, perak dan emas sesukanya. Ahab menyadari permintaannya ini sudah melewati batas. Untuk menghindari pertempuran yang akan menumpahkan darah, ia dengan rasa terpaksa menerima permintaan yang pertama; tetapi permintaan yang kedua sudah kelewatan batas. Bagaimanapun juga, Ahab adalah seorang raja dari sebuah bangsa, ia tidak dapat dihina secara terbuka dengan cara demikian. Jadi, Ahab berdiskusi dengan para tetua di negerinya untuk sebuah tindakan balasan.    

Kesombongan dari raja Aram membawa kemarahan publik, Ahab dan para tetua memutuskan untuk tidak setuju dengan permintaan dari raja Aram. Maka, raja Aram memutuskan untuk menggunakan kekuatan untuk menindas Israel. Sebelum pertempuran, Allah mengirimkan seorang nabi untuk bertemu Ahab, kita lihat di ayat 13:         

1 Raja-Raja 20:13 Tetapi tiba-tiba tampillah seorang nabi kepada Ahab, raja Israel, serta berkata:”Beginilah firman TUHAN:Sudahkah kaulihat semua orang yang sangat ramai itu? Bahwasanya pada hari ini Aku akan menyerahkan mereka ke dalam tanganmu, supaya engkau tahu, bahwa Akulah TUHAN.”

Meskipun Ahab dan bangsa Israel telah berulang kali memberontak terhadap Allah, Allah masih tetap rela untuk berbelas kasih kepada mereka dan menyelamatkan mereka dari tangan bangsa Aram. Allah menggunakan nabi yang tidak diketahui namanya untuk menguatkan Ahab, mengatakan kalau Allah pasti akan menyerahkan bangsa Aram kedalam tangan Ahab. Perhatikan pada perkataan dari nabi ini, Allah melakukan hal itu hanya untuk membuat Ahab menyadari bahwa Yahweh adalah Allah Israel. Jadi Ahab masih belum pasti siapa Allah Israel. Setelah mendengarkan perkataan dari sang nabi, apa reaksi Ahab? Kita lanjutkan untuk melihat pada ayat 14-15:

1 Raja-Raja 20:14-15 Lalu bertanyalah Ahab: “Dengan bantuan siapa?” Jawabnya:”Beginilah firman TUHAN:Dengan bantuan orang-orang muda pengiring kepala-kepala daerah.” Tanyanya pula:”Siapakah yang akan memulai perang?” Jawabnya:”Engkau!” Kemudian ia menghitung jumlah orang- orang muda pengiring kepala-kepala daerah itu. Ada dua ratus tiga puluh dua orang banyaknya dan sesudah mereka itu ia menghitung jumlah seluruh rakyat, yakni segenap orang Israel. Ada tujuh ribu orang banyaknya.

Di masa kesusahan, reaksi dari Ahab jauh melampaui imajinasi kita. Ia rela untuk mendengarkan pada perkataan nabi (mungkin disebabkan karena tidak ada pilihan lain). Nabi ini menjanjikan Ahab kalau Allah akan memberikan bangsa Aram ke dalam tangannya. Tetapi ada dua kondisi:

  1. Hanya dapat menggunakan sebuah kelompok kecil orang-orang – yaitu 232 orang untuk melawan raja Aram karena hanya ada 232 orang-orang muda pengiring kepala-kepala daerah.
  2. Ahab harus memulai pertempuran ini secara pribadi.

Dua kondisi ini diatur untuk menguji iman Ahab karena jumlah dari pasukan bangsa Aram jauh melampaui pasukan Israel. Di ayat 10 Benhadad menyombongkan diri di hadapan Ahab jikalau ada cukup debu yang tersisa di Samaria untuk segenggam bagi tiap anggota pasukan Aram, biar Allah yang menghukumnya dengan luar biasa. Hal itu berarti, jumlah pasukan Aram sangatlah banyak sampai-sampai tidak terhitung. Jika setiap dari mereka menggenggam sekepal debu, Samaria akan musnah seketika. Meminta Ahab untuk memimpin 232 orang-orang muda untuk melawan pasukan Aram, sebenarnya merupakan hal yang mustahil – hal itu sama dengan mengirim Ahab pada kematiannya. Meskipun masih ada 7000 pasukan di belakang Ahab, mustahil untuk melawan pasukan Aram hanya dengan 7000 pasukan ini.

Ahab tahu kalau pasukan Israel dan Aram memiliki perbedaan yang besar dalam hal kekuatan tempur, maka ia telah mempertimbangkan untuk menerima kondisi menyerah yang diatur oleh raja Aram. Tetapi karena raja Aram menggertaknya dengan keterlaluan, Ahab hanya dapat percaya pada perkataan sang nabi dan membiarkan sekelompok kecil orang muda untuk melawan pasukan Aram. Penundukan Ahab kepada perkataan sang nabi tidaklah mudah karena dengan berbuat demikian berarti bahwa Ahab sedang mendatangkan kematian pada dirinya sendiri. Hal ini akan membahayakan hidupnya sendiri. Apa hasilnya? Kita lanjutkan untuk melihat pada ayat 16-21:

1 Raja-Raja 20:16-21 Lalu mereka maju menyerang pada waktu tengah hari, sementara Benhadad minum- minum sampai mabuk di pondoknya, bersama dengan ketiga puluh dua raja yang membantunya. Ketika orang- orang muda pengiring kepala-kepala daerah itu maju menyerang lebih dahulu, maka Benhadad menyuruh orang menyelidiknya, dan mereka memberitahukan kepadanya, demikian:”Ada orang- orang maju menyerang dari Samaria.” Lalu katanya:”Entah mereka datang dengan maksud damai, entah dengan maksud perang, tangkaplah mereka hidup- hidup!” Sementara itu keluarlah mereka itu dari dalam kota, yakni orang- orang muda pengiring kepala-kepala daerah dan juga tentara yang mengikuti mereka. Lalu mereka masing- masing membunuh lawan yang dihadapinya, sehingga orang Aram itu melarikan diri dan dikejar oleh orang Israel. Tetapi Benhadad, raja Aram dapat meluputkan diri dengan naik kuda, beserta sejumlah orang berkuda. Juga raja Israel maju, lalu memusnahkan kuda dan kereta itu dan mendatangkan kekalahan yang besar kepada orang Aram.

Ayat 16 memberitahu kita kalau Benhadad dibantu oleh 32 raja-raja lain. Kita dapat membayangkan seberapa besarnya jumlah pasukan Aram. Benhadad bergantung pada kekuatan pasukannya, ia tentu saja sama sekali tidak menganggap beberapa ratus orang muda ini. Ia bahkan memerintahkan bawahannya untuk menangkap mereka hidup-hidup. Tetapi orang-orang muda ini sangatlah berani, mereka membunuh semua orang Aram yang datang untuk melawan mereka. Mereka berada di garis depan, memimpin 7000 pasukan yang lain untuk menyerang tepat ke benteng Benhadad.

Benhadad terlalu percaya diri. Ia mabuk-mabukan sebelum pertempuran. Hasilnya adalah ia dikalahkan secara telak oleh sekelompok kecil orang Israel. Bangsa Israel mendapat kemenangan telak, Benhadad dan pasukan Aram hanya dapat lari. Kita lihat ayat 22:

1 Raja-Raja 20:22 Lalu tampillah nabi itu kepada raja Israel dan berkata kepadanya:”Baiklah, kuatkanlah hatimu, pertimbangkan dan pikirkanlah apa yang harus kauperbuat, sebab pada pergantian tahun raja Aram akan maju menyerang engkau.”

Setelah Ahab mengalahkan orang Aram, sang nabi kembali datang untuk bertemu dengan Ahab, mengingatkannya untuk menguatkan dirinya dan untuk memberi perhatian pada pertahanan. Karena di waktu yang sama di tahun depannya, raja Aram akan datang kembali untuk berperang melawannya. Karena Ahab mendengarkan dan berserah pada sang nabi, ia mengalami keselamatan dari Allah. Kemenangan dari pertempuran itu jelas datang karena pertolongan dari Allah. Kita tidak boleh menganggap remeh pertolongan dari Allah dalam mendapatkan kemenangan. Kita seharusnya selalu waspada dan bersiap diri. Jadi, sang nabi mengingatkan Ahab untuk tidak terlalu terbawa suasana gembira dan harus menguatkan Israel. Ia harus dengan hati-hati memperhatikan karena Aram akan menjadi penyebab penderitaan Israel untuk waktu yang lama.

Arti dari “memperhatikan” adalah “waspada” atau “harus tahu” di dalam bahasa aslinya. Kata ini juga muncul di ayat 13 dan 28. Dan arti dari kata di dua tempat ini adalah sama, mengingatkan Ahab dan bangsa Israel untuk ” waspada” atau “tahu” bahwa Yahweh adalah Allah. Bagaimana Ahab “memperhatikan” akan orang Aram? Yaitu dengan mengetahui kalau hanya Yahweh-lah Allah Israel. Pertahanan ini bukan hanya sekadar sebuah pertahanan militer. Hal yang terpenting adalah kewaspadaan secara rohani, mengetahui bahwa Yahweh adalah Allah dan bergantung hanya kepada-Nya.

Dengan memahami akan hal ini, kita dapat kemudian mengerti bagaimana sang nabi menginginkan Ahab untuk menguatkan dirinya. Yaitu dengan sungguh bergantung pada Allah Israel, tidak lagi bercabang hati dan ragu. Allah mengizinkan orang Aram untuk menjadi pembuat masalah bagi Israel karena Ia ingin untuk menggunakan orang Aram untuk mengajarkan kepada Ahab dan bangsa Israel kalau hanya Yahweh lah Allah yang benar. Bangsa Israel tidak perlu untuk bergantung kepada Baal ataupun Asyera. Mereka bukanlah Allah yang benar. Mereka tidak dapat menyelamatkan bangsa Israel dari tangan orang Aram. Hal ini sama seperti menjadi orang Kristen, kita harus menghadapi banyak, banyak kesulitan. Allah akan menggunakan kesulitan-kesulitan ini untuk membantu kita untuk mengenal-Nya lebih jauh, dan bergantung pada-Nya. Jika kita menyembah Allah dengan sepenuh hati, bergantung pada-Nya, tidak ada kesulitan apapun yang dapat menghentikan kita. Kita lanjutkan untuk melihat ayat 23-26:

1 Raja-Raja 20:23-26 Pegawai-pegawai raja Aram berkata kepadanya:”Allah mereka ialah allah gunung; itulah sebabnya mereka lebih kuat dari pada kita. Tetapi apabila kita berperang melawan mereka di tanah rata, pastilah kita lebih kuat dari pada mereka. Bertindaklah begini:Pecatlah raja- raja itu masing- masing dari kedudukannya, dan angkatlah bupati- bupati menggantikan mereka. Lalu kerahkanlah tentara sebanyak tentara yang telah gugur dari pihakmu itu, demikian pula kuda dan kereta sebanyak yang dahulu. Marilah kita berperang melawan mereka di tanah rata, pastilah kita lebih kuat dari pada mereka.” Raja mendengarkan usul mereka, dan bertindak demikian. Dalam tahun yang berikutnya Benhadad memeriksa barisan orang Aram, lalu ia maju ke Afek untuk berperang melawan orang Israel.

Bangsa Aram sadar kalau bangsa Israel dapat mendapatkan sebuah kemenangan yang mengejutkan di dalam pertempuran karena pertolongan dari Allah Israel. Mereka berpikir kalau Allah Israel tidaklah maha-perkasa. Kekuatannya hanya terbatas pada area pegunungan. Jika meninggalkan area pegunungan, Ia tidak dapat berbuat apa-apa. Jadi, mereka kembali merekrut pasukan, merencanakan untuk sebuah pertempuran final dan menentukan dengan Israel di dataran Afek. Kita lihat di ayat 27-28:

1 Raja-Raja 20:27-28 Orang Israelpun memeriksa barisannya dan setelah dibekali mereka berangkat menghadapi orang Aram. Orang Israel berkemah di hadapan mereka seperti dua kawanan kambing, sedang orang Aram telah datang membanjiri negeri itu. Maka tampillah abdi Allah dan berkata kepada raja Israel:”Beginilah firman TUHAN:Oleh karena orang Aram itu telah berkata:TUHAN ialah allah gunung dan bukan allah dataran, maka Aku akan menyerahkan seluruh tentara yang besar itu ke dalam tanganmu, supaya kamu tahu, bahwa Akulah TUHAN.”

Mengetahui kalau pasukan Aram datang kembali untuk menduduki Israel, bangsa Israel tidak ingin untuk menunjukkan kelemahan mereka. Lalu mereka menghitung jumlah pasukan dan keluar untuk melawan pasukan Aram. Tetapi perbedaan dalam kapasitas militer diantara kedua bangsa ini terlalu besar. Alkitab mendeskripsikan pasukan Israel seperti dua kawanan kecil kambing sementara pasukan Aram memenuhi kawasan pedesaan. Pasukan Aram benar-benar berada di posisi menguntungkan di dalam pertempuran ini. Pasukan Israel sudah pasti akan kalah. Tetapi di waktu kritis ini, Allah kembali mengirimkan nabi-Nya untuk menemui Ahab, menguatkannya dengan mengatakan kalau Allah akan memberikan bangsa Aram ke dalam tangan bangsa Israel. Sang nabi juga mengingatkan Ahab bahwa Allah melakukan itu agar bangsa Israel tahu kalau Yahweh adalah Allah Israel.

Ayat 29-30 memberitahukan kita kalau Allah benar-benar menolong bangsa Israel. Kedua pasukan mulai untuk saling menyerang, bangsa Israel membunuh 100,000 pasukan berjalan Aram dalam satu hari. Bangsa Aram kalah telak sampai mereka lari ke kota Afek. Tembok kota runtuh dalam kekacauan dan jatuh menimpa pasukan dan membunuh 27,000 orang. Raja Aram juga lari bersama dengan kerumunan orang banyak ke Afek, bersembunyi di dalam sebuah ruangan. Bangsa Israel terus melawan dan mendapatkan kemenangan mereka. Raja Aram tahu kalau ia tidak memiliki jalan untuk menyelamatkan diri maka ia harus berdiskusi dengan bawahannya untuk tindakan balasan. Kita lihat di ayat 31:

1 Raja-Raja 20:31 Lalu berkatalah pegawai-pegawainya kepadanya:”Ketahuilah, kami telah mendengar, bahwa raja- raja kaum Israel itu adalah raja-raja pemurah. Marilah kita menaruh kain kabung pada pinggang kita dan tali pada kepala kita, dan dengan demikian keluar menghadap raja Israel; barangkali ia akan menyelamatkan nyawamu.”

Ketika raja Aram dan bawahannya tidak memiliki jalan keluar, mereka hanya dapat memilih untuk menyerah kepada raja Israel. Perhatikan pada kesan yang ditinggalkan oleh raja Israel di negeri-negeri lain – mereka semua adalah raja-raja yang berbelas kasih. Komentar yang bangsa Aram berikan kepada raja-raja Israel sangatlah jauh dari apa yang tertulis di Alkitab. Kerajaan utara Israel tidak pernah memiliki raja yang baik. Mereka semua melakukan hal yang jahat di mata Allah. Alkitab menyebut mereka orang-orang jahat tetapi hal itu tidak berarti kalau mereka semua adalah orang yang benar-benar kejam. Kemungkinan mereka semua sangat bersahabat, sangat murah hati dan mudah untuk diajak bergaul. Jadi kuncinya bukanlah bagaimana manusia melihat kita, tetapi bagaimana Allah melihat kita. Karena hanya Allah tahu apa yang ada di dalam kita.

Bangsa Aram berpikir kalau semua raja Israel berbelas kasih, terutamanya Ahab. Tetapi apakah faktanya demikian? Kita lanjut untuk melihat ayat 32-34:

1 Raja-Raja 20:32-34 Lalu mereka melilitkan kain kabung pada pinggang mereka dan tali pada kepala mereka, kemudian mereka pergi menghadap raja Israel sambil berkata:”Hambamu Benhadad berkata:Kiranya tuanku membiarkan aku hidup.” Jawabnya:”Masih hidupkah dia? Dia saudaraku.” Orang- orang itu menganggap hal itu sebagai tanda yang baik, maka segeralah mereka berpegang pada perkataannya itu, lalu berkata:”Memang saudaramu Benhadad!” Sesudah itu berkatalah Ahab:”Pergilah, ambil dia!” Jadi keluarlah Benhadad mendapatkan dia, lalu diajak naik ke atas kereta. Kata Benhadad kepadanya:”Kota-kota yang telah diambil bapaku dari pihak bapamu akan kukembalikan; engkau boleh juga membuat pasar bagimu di Damsyik, seperti yang dibuat bapaku di Samaria.” “Dan aku sendiri,” kata Ahab, “akan membiarkan engkau pergi dengan perjanjian.” Lalu ia mengadakan perjanjian dengan dia dan membiarkannya pergi.

Maka, Benhadad mengirimkan orang untuk menemui Ahab dan memohon kepada Ahab untuk dirinya. Ahab tahu kalau Benhadad masih hidup dan rela untuk menyerah, ia sangatlah bahagia dan memanggilnya saudaranya. Ahab dengan segera meminta Benhadad untuk menemuinya. Ketika Benhadad menemui Ahab, Ahab tidak memperlakukannya sebagai seorang tahanan, malah sebaliknya, ia mengundangnya ke atas kereta kuda dan membuatnya terlihat seperti saudaranya di hadapan semua orang. 

Melihat hal ini, kita tidak hanya ingin untuk memuji Ahab karena ia benar-benar menghidupi akan ajaran “mengasihi musuhnya”. Jangan lupa kalau Benhadad telah menghina Ahab di hadapan semua rakyatnya. Ia ingin Ahab untuk memberikannya istrinya, selirnya dan anak-anak perempuannya. Tidak seorangpun yang dapat menerima penghinaan yang demikian. Meski tidak membalas dendam, namun tidak ada orang yang akan dapat menyebut musuhnya sebagai saudaranya. Tetapi sikap Ahab terhadap Benhadad membuat orang sangat terperangah. Kita dapat melihat kalau bawahan Benhadad sangat mengerti akan karakter Ahab. Ia adalah raja yang sangat “berbelas kasih” – jika dilihat dari standar moral manusia.

Tentunya, Ahab mungkin ingin untuk menggunakan metode “belas kasihan” untuk membujuk Benhadad sehingga mereka dapat mengubah hubungan permusuhan mereka untuk menjadi teman. Metode ini jelas berhasil, Benhadad menginisiasikan saran untuk mengembalikan semua kota yang telah direbut oleh ayahnya dari Israel. Dan ia juga menginisiasikan untuk membangun sebuah hubungan diplomatik dengan Ahab, mengizinkan bangsa Israel untuk berdagang secara bebas di Damsyik. Ahab sangat puas dengan kondisi yang diberikan Benhadad dalam perbincangan damai. Sehingga ia mengadakan perjanjian dengan Benhadad, membangun sebuah hubungan diplomatik. Tidak masalah apa alasannya, sikap bersahabat Ahab benar-benar meningkatkan hubungan diantara kedua kerajaan, meskipun hal itu tidak bertahan lama.

Dari sudut pandang manusia, apa yang dilakukan Ahab sangatlah luar biasa dan bijaksana. Saya takut kalau banyak orang Kristen jauh dari mampu untuk melakukan tindakan “mengasihi musuhnya” ini. Tetapi masalahnya adalah bagaimana Allah melihat akan semua hal yang ia lakukan? Sebagai seorang Kristen, kita harus belajar untuk melihat hal-hal dari sudut pandang Allah. Hal-hal yang manusia anggap baik, belum tentu baik bagi Allah. Dengan tidak melihat hal-hal dari sudut pandang Allah, kita akan dengan mudah menggunakan nilai manusia untuk menggantikan kehendak Allah. Karena itu, Alkitab memanggil kita untuk diubahkan dengan pembaharuan pikiran kita setiap harinya. Hanya dengan cara demikian, kita akan mampu melihat hal-hal dari sudut pandang Allah.

Ketika saya mengatakannya dengan cara demikian, pastinya kamu dapat menebak kalau Allah tidak senang dengan apa yang telah dilakukan oleh Ahab. Ahab ingin untuk mengampuni Benhadad, tidak mengingat akan dendam-dendam masa lalu dan menganggapnya sebagai saudaranya, apa yang salah dengan berbuat demikian? Bukankah Alkitab mengajarkan orang-orang untuk mengasihi musuhnya, menerima mereka? Apakah yang salah dengan yang dilakukan Ahab? Kita akan mendiskusikan hal itu di kesempatan lain.

 

Berikan Komentar Anda: