Pastor Jeremiah Zhang | 1 Raja-Raja 20:35-43 |

Di waktu yang lalu, kita telah mempelajari 1 Raja-raja 20:1-34. Kita telah melihat bagaimana bangsa Aram dua kali menyerang Israel tetapi tiap kali Allah mengirimkan seorang nabi untuk menolong Israel mengalahkan pasukan Aram yang dalam jumlah besar. Di pertempuran kedua, rakyat Israel mengepung raja Aram dan bawahannya. Benhadad, Raja Aram tahu bahwa ia tidak dapat lari kemana-mana, sehingga ia mengirimkan orang sebagai ganti dirinya untuk menemui Ahab untuk memohon padanya. Mengetahui kalau Benhadad masih hidup dan mau menyerah, Ahab sangatlah senang. Ia segera mengirimkan pesuruh untuk mengundang Benhadad datang untuk menemuinya. Ketika Benhadad datang untuk menemui Ahab, Ahab tidak memperlakukannya seperti seorang tawanan. Malah sebaliknya, ia mengundangnya ke atas kereta kuda dan memperlakukannya layaknya saudaranya.

Apa yang dilakukan Ahab tidak hanya membuat orang-orang mengaguminya. Ia benar-benar menghidupi pengajaran tentang “mengasihi musuhmu”. Jangan lupa kalau Benhadad telah memaksa Ahab untuk memberikan kepadanya istrinya, selirnya dan anak-anak perempuannya. Permintaan yang demikian merupakan sebuah penghinaan terang-terangan bagi Ahab dan bangsa Israel. Bagi orang lain, sekalipun tidak membalas dendam, tapi tidak mungkin akan dapat menyebut Benhadad saudaranya. Tetapi sikap Ahab terhadap Benhadad benar-benar membuat kita kagum. Jadi disini kita dapat melihat bawahan Benhadad mengerti dengan sangat baik karakter dari Ahab, ia adalah raja yang sungguh-sungguh “berbelas kasih”.

Tentunya, Ahab mungkin ingin untuk menggunakan metode dari “belas kasih” untuk mengubah Benhadad sehingga dapat mengubah hubungan bermusuhan mereka menjadi teman. Metode ini jelas berhasil, Benhadad menginisiasikan saran untuk mengembalikan semua kota yang telah direbut oleh ayahnya dari tangan Israel. Benhadad juga menginisiasikan untuk membangun sebuah hubungan diplomatik dengan Ahab, membuka Damsyik sehingga rakyat Israel dapat berdagang dengan bebas disana. Ahab sangat puas dengan kondisi yang diinisiasikan Benhadad untuk perbincangan damai. Tidak masalah apa alasannya, sikap bersahabat Ahab benar-benar memperbaiki hubungan diantara kedua bangsa, meskipun hal itu tidak berlangsung lama.

Dari sudut pandang manusia, apa yang dilakukan Ahab sangatlah luar biasa. Bahkan orang Kristen jauh dari mampu untuk melakukan tindakan “mengasihi musuhnya” ini. Tetapi masalahnya adalah bagaimana Allah melihat akan semua hal yang telah ia lakukan? Sebagai seorang Kristen, kita harus belajar untuk melihat hal-hal dari sudut pandang Allah. Karena hal-hal yang manusia anggap baik, belum tentu baik bagi Allah. Dengan tidak melihat hal-hal dari sudut pandang Allah, kita akan dengan mudah menggunakan nilai manusia untuk menggantikan kehendak Allah. Karena itu, Alkitab memanggil kita untuk berubah dan diperbaharui setiap harinya. Hanya dengan cara demikian, kita akan mampu melihat hal-hal dari sudut pandang Allah.

Hari ini kita akan belajar untuk melihat hal-hal dari sudut pandang Allah dan menggunakan nilai Allah untuk membedakan apa yang benar dan apa yang salah. Mari kita lihat pada 1 Raja-raja 20:35-36:

1 Raja-Raja 20:35-36 Seorang dari rombongan nabi berkata kepada temannya atas perintah TUHAN:”Pukullah aku!” Tetapi orang itu menolak memukulnya. Lalu ia berkata kepadanya:”Oleh sebab engkau tidak mendengarkan suara TUHAN, ketahuilah, apabila engkau pergi dari padaku, seekor singa akan menerkam engkau.” Dan ketika orang itu pergi dari padanya, maka seekor singa bertemu dengan dia, lalu menerkam dia.

Disini disebutkan tentang seorang murid dari nabi. Alkitab tidak menyebutkan murid siapa dia. Kemungkinan gurunya adalah Elia. Murid-murid dari seorang nabi juga adalah nabi. Ia mengikuti gurunya untuk belajar menjadi seorang nabi. Disini disebutkan tentang pendampingnya yang merupakan temannya yang juga adalah seorang nabi.

Nabi yang pertama meminta temannya untuk memukulnya tetapi temannya tidak mau. Kemudian nabi yang pertama bernubuat dalam nama Allah kalau orng yang tidak mau memukulnya itu akan diterkam oleh seekor singa. Setelah itu, ia benar-benar diterkam oleh seekor singa. Insiden ini sangat membingungkan bagi kita. Allah adalah kasih, mengapa Allah meminta manusia untuk melakukan hal demikian? Teman nabi itu tidak tega untuk memukul saudaranya, hal itu dapat dimaklumi (itu membuktikan ia memiliki kasih), mengapa Allah mengizinkan singa untuk menerkamnya?

Jika anda adalah teman dari nabi itu, apakah anda akan menuruti perkataannya? Akankah anda memukulnya? Kita memiliki konsep bahwa semua orang-orang Kristen adalah orang yang Baik dan yang “berbelas kasihan”. Bagaimana mereka bisa memukul seseorang tanpa alasan apapun? Jadi kita dapat melihat jika ujian yang sama diberikan pada kita, respon kita akan sama seperti teman dari nabi itu, yang berarti kita semua bisa saja termasuk orang yang akan diterkam oleh seekor singa.

Anda mungkin akan berkata kalau hal ini adalah kehendak Allah, maka ia seharusnya memukul temannya sesuai dengan perkataan nabi itu. Pertanyaannya adalah: bagaimana untuk membedakan yang mana kehendak Allah? Apakah kamu benar-benar berpikir kalau Allah yang penyayang itu akan meminta kita untuk memukul saudara kita sendiri? Teman dari nabi itu tidak bersedia memukulnya karena baginya tidak peduli apa yang dikatakan Allah, ia tidak akan memukul saudaranya sendiri tanpa alasan apapun. Jika saudaranya itu benar-benar ingin seseorang untuk memukulnya, maka ia harus mencari orang lain. Ia benar-benar tidak mau melakukannya karena baginya orang Kristen seharusnya adalah orang yang bersifat “penyayang”.

Mengapa Allah memberikan ujian yang sangat sulit bagi teman nabi itu? Sebenarnya ujian ini sangatlah perlu. Karena tidak masalah apakah seorang nabi atau seorang Kristen, kita seharusnya tidak memikirkan akan kehendak manusia, kita harus bekerja sesuai dengan kehendak Allah. Ada dua kemungkinan mengapa teman nabi itu gagal:

  1. Ia tidak dapat mendengarkan perkataan Allah, sehingga ia tidak bekerja sesuai dengan kehendak Allah.
  2. Ia tahu kalau hal itu adalah kehendak Allah tetapi ia masih menurut kehendaknya sendiri, hatinya tidak tega untuk memukul saudaranya sendiri.

Jika seorang nabi tidak dapat mendengar suara Allah, maka ia bukanlah seorang nabi. Ia hanya dapat menjadi seorang nabi pada nama dan akhirnya ia akan menjadi seorang nabi yang menipu diri sendiri dan orang lain. Jika seorang nabi mendengar suara Allah tetapi ia tidak melakukannya, maka ia menjadi seorang nabi palsu yang hanya memikirkan akan kehendak manusia. Akhirnya ia hanya akan menyakiti dirinya sendiri dan orang lain. Jadi tidak masalah apa kemungkinannya, nabi yang demikian tidaklah setia. Ia hanya akan menyesatkan umat Allah. Alasan situasi kerohanian Israel menurun adalah karena adanya terlalu banyak nabi palsu di negeri itu. Jadi Allah harus menggunakan cara yang sangat keras untuk menyadarkan murid-murid nabi lainnya. Mereka harus setia dan waspada supaya tidak melakukan kesalahan yang sama.   

Saya pikir teman nabi itu tahu kalau hal itu adalah kehendak Allah. Tetapi hatinya tidak tega untuk memukul saudaranya sendiri, sehingga ia harus menolak perintah Allah. Hal ini juga adalah masalah dari Ahab. Ia tahu kalau Allah tidak suka kepada raja Aram karena ia sombong dan suka membual dan menghina Israel. Tetapi ia tidak memperlakukan raja Aram sesuai dengan kehendak Allah. Dan ia melakukan sebaliknya, memperlakukannya dengan “belas kasihan” sesuai keinginannya sendiri. Ia bahkan memanggilnya saudara dan mengadakan perjanjian dengannya. Dengan berbuat demikian, Ahab tidak hanya melepaskan seorang musuh yang kuat, tetapi juga mengajak bangsa Israel untuk bergaul dengan bangsa Aram. Situasi kerohanian bangsa Israel menjadi semakin buruk, mereka telah mengikuti tren orang Kanaan. Kemudian bersamaan dengan pengaruh dari orang Aram, konsekuensinya jauh lebih parah dari yang dapat kita bayangkan.    

Ahab melepaskan Benhadad atas keinginannya sendiri. Hal ini sama seperti Saul yang menolak perintah dari Samuel, ia tidak membunuh raja Amalek. Mereka berdua meremehkan perintah Allah dan mengganti kehendak Allah dengan pemikiran manusia. Ahab membuat kesalahan yang sangat besar dalam kejadian ini. Tetapi karena pengertian rohaninya sangat lemah, nabi itu harus menggunakan cara yang tidak biasa untuk membantunya mengerti. Kita lanjutkan melihat pada ayat 37-40:

1 Raja-Raja 20:37-40 Kemudian nabi itu bertemu dengan orang lain, lalu ia berkata:”Pukullah aku!” Orang itu memukul dan melukai dia. Sesudah itu nabi itu pergi dan berdiri menantikan raja di jalan, sambil menyamar dengan membubuh kain pembalut pada matanya. Pada waktu raja lewat, ia mengadukan halnya kepada raja, katanya:”Ketika hambamu ini maju ke tengah pertempuran, tiba- tiba ada seorang meninggalkan barisan dan membawa seorang kepadaku sambil berkata:Jagalah orang ini, jika ia hilang dengan cara bagaimanapun juga, maka nyawamu adalah ganti nyawanya, atau engkau harus membayar setalenta perak. Ketika hambamu ini repot sana sini, orang itu menghilang.” Kemudian raja Israel itu berkata kepadanya:”Begitu jugalah hukumanmu, engkau sendiri telah menetapkannya.”

Tidak ada seorangpun yang suka dipukul, murid nabi itu melakukannya dalam rangka melakukan kehendak Allah. Untuk menyelesaikan tugas yang Allah berikan kepadanya, ia menemukan orang lain untuk memukulnya. Alkitab tidak memberitahukan kepada kita siapa orang itu, ia mungkin adalah teman lain dari nabi itu. Orang ini memukulnya dengan kuat sehingga melukainya sesuai dengan kehendaknya. Ini adalah harga untuk menjadi seorang nabi. Untuk menjalankan kehendak Allah, nabi itu harus membayar harga tetapi upahnya akan besar.

Kemudian si nabi menutup matanya dengan kain pembalut, menyamar dan menantikan Ahab melewati jalan itu. Nabi itu harus menutupi matanya dan menyamar karena Ahab mengenali dirinya dan akan tahu kalau ia adalah murid dari seorang nabi. Ia menyamar sebagai seorang prajurit yang terluka, baru kembali dari medan pertempuran. Pada waktu raja Israel lewat, ia mengadukan halnya kepada raja untuk mencari keadilan bagi dirinya.

Ia memberitahukan raja bahwa ketika ia berada di medan pertempuran, seseorang membawa kepadanya seorang tawanan dan berkata kepadanya, “Jagalah orang ini, jika ia hilang dengan cara bagaimanapun juga, maka nyawamu adalah ganti nyawanya, atau engkau harus membayar setalenta perak.” Dan ternyata tawanan yang dijaganya itu menghilang. Jadi prajurit itu ingin untuk memohon kepada raja untuk mengampuninya karena ia tidak mampu untuk membayar harga dari hukumannya. Jika raja tidak turun tangan, ia hanya dapat menggunakan nyawanya untuk menggantikan nyawa tawanan itu. Setelah mendengarkan kasusnya, Ahab lalu memutuskan kalau prajurit itu bersalah dan harus diperlakukan sesuai hukum. 

Nabi itu memakai perumpamaan yang sangat tepat. Orang yang menyerahkan tawanan kepada prajurit itu adalah perwiranya, karena itu dia memiliki otoritas untuk memerintahkan dan menghukumnya. Prajurit yang kehilangan tawanan itu menggambarkan situasi Ahab. Meskipun Ahab adalah raja Israel, bangsa Israel tahu kalau panglima dari prajurit Israel bukanlah raja Israel, tetapi Allah. Mari kita lihat Yosua 5:13-14:

Yosua 5:13-14 Ketika Yosua dekat Yerikho, ia melayangkan pandangnya, dilihatnya seorang laki- laki berdiri di depannya dengan pedang terhunus di tangannya. Yosua mendekatinya dan bertanya kepadanya:”Kawankah engkau atau lawan?” Jawabnya:”Bukan, tetapi akulah Panglima Balatentara TUHAN. Sekarang aku datang.” Lalu sujudlah Yosua dengan mukanya ke tanah, menyembah dan berkata kepadanya:”Apakah yang akan dikatakan tuanku kepada hambanya ini?”

Setelah Musa meninggal dunia, Yosua menjadi panglima Israel. Tidak lama setelah ia menerima tugas itu, Allah mengajarkannya sebuah pelajaran yang sangat penting. Yosua melihat sebuah visi di dekat Yerikho. Dilihatnya seorang prajurit dengan pedang terhunus di tangannya dan menghalangi jalannya. Laki-laki itu memberitahukan Yosua, “Ia datang sebagai Panglima Balatentara Yahweh.” Ia mengingatkan Yosua kalau Yosua bukanlah panglima dari tentara Israel, tetapi Yahweh adalah panglimanya. Yosua adalah seorang yang rohani, ia segera menangkap pesan yang Allah sampaikan kepadanya. Ia segera sujud dengan mukanya ke tanah dan berkata, “Apakah yang akan dikatakan tuanku kepada hambanya ini?” Yosua sadar bahwa ia hanyalah seorang hamba, Allah adalah panglima dari bangsa Israel.

Ketika bangsa Israel mengalahkan bangsa Aram hal itu bukanlah karena Ahab. Allah yang telah menolong Israel karena Allah adalah panglima mereka. Di 1 Raja-raja 20:13 dan 28, dua kali nabi mengatakan kalau Allah akan menyerahkan bangsa Aram ke tangan Ahab. Penyerahan Benhadad pada Ahab dan menjadi seorang tawanannya, semua itu adalah pekerjaan Allah. Allah lah – panglima Israel yang menyerahkan Benhadad ke dalam tangan Ahab.

Karena Allah-lah panglimanya, Ahab hanyalah seorang bawahan, seorang hamba. Ia tidak dapat menangani Benhadad sesuai keinginannya sendiri. Ia perlu menanganinya sesuai dengan kehendak Allah. Tetapi Ahab tidak bertanya kepada Allah, ia juga tidak bertanya kepada nabi. Ia menangani Benhadad sesuai keinginannya sendiri. Dengan berbuat demikian, ia melanggar perintah militer. Perintah militer tidak dapat diubah, dan sulit bagi Ahab untuk lari dari kejahatan ini yang akan membawa pada kematiannya. Jadi, Ahab dalam menjawab nabi yang menyamar sebagai prajurit itu, sebenarnya sedang menjatuhkan hukuman mati pada dirinya sendiri.

Contoh ini juga mengingatkan para gembala kalau gereja adalah milik Allah. Para gembala harus menggembalai gereja sesuai dengan kehendak Allah. Para gembala seharusnya tidak pernah memerintah atas kawanan domba. Mereka seharusnya tidak memimpin gereja sesuai dengan keinginan dan perasaan mereka sendiri. Harus diingat kalau gereja adalah milik Allah. Para gembala harus berserah pada pimpinan Allah dan jika tidak mereka tidak layak untuk memimpin gereja. Kita lanjutkan untuk melihat pada ayat 41-43:

1 Raja-Raja 20:41-43 Lalu segeralah ia membuka kain pembalut itu dari matanya, sehingga raja Israel mengenali dia sebagai seorang dari rombongan nabi. Kata nabi itu kepadanya:”Beginilah firman TUHAN:Oleh karena engkau telah membiarkan lolos orang yang dikhususkan bagi- Ku untuk ditumpas, maka nyawamu adalah ganti nyawanya dan rakyatmu ganti rakyatnya.” Lalu raja Israel pergi ke istananya dengan kesal hati dan gusar, maka sampailah ia di Samaria.

Setelah Ahab menjatuhkan penghakimannya, nabi itu melepaskan kain pembalut dari matanya. Kemudian Ahab mengenalinya bahwa dialah si nabi itu. Lalu si nabi berkata kepada Ahab dalam nama Allah: Oleh karena Ahab telah menentang kehendak Allah dan membiarkan lolos orang yang dikhususkan bagi Allah untuk dibinasakan, maka Allah menjatuhkan penghakiman atas Ahab dan Israel sesuai dengan penghakiman yang telah dibuat oleh Ahab. Nyawa Ahab sebagai ganti nyawa Benhadad, rakyat Israel sebagai ganti rakyat Aram. Hal itu berarti Benhadad harusnya dihukum mati. Oleh karena Ahab telah melepaskannya, maka Ahab harus membayar dengan nyawanya. Karena Israel tidak menghancurkan bangsa Aram secara menyeluruh sesuai dengan kehendak Allah, maka daerah bangsa Israel akan dihancurkan oleh karena hal itu.

Setelah mendengar perkataan si nabi, Ahab tidak memerintahkan untuk menangkapnya. Ia juga tidak marah dengannya, ia hanya merasa kesal dan gusar dan kembali ke istananya. Perkataan nabi sangatlah tidak menyenangkan. Ahab baru kembali dari kemenangan. Ia tidak hanya mengalahkan pasukan Aram yang banyak namun ia juga telah berhasil menjadikan musuh sebagai teman. Ia membangun sebuah hubungan diplomatik dengan raja Aram. Ia membawa kedamaian yang akan bertahan lama bagi Israel. Ia juga mendapatkan kembali kota-kota yang hilang dari tangan bangsa Aram. Rakyat Israel dapat berdagang secara bebas di Damsyik, ibukota dari Aram. Hal ini harusnya menjadi berita baik yang membuat seluruh negeri gembira, Ahab harusnya senang. Tidak seorangpun yang berpikir kalau si nabi akan mengatakan sesuatu yang akan menghilangkan semua sukacitanya. Tidaklah mengherankan Ahab kembali ke istana dengan kesal hati dan gusar

Disini kita dapat melihat kembali karakter dari Ahab. Ia bukanlah raja lalim yang mengerikan, kejam dan suka membunuh. Ia adalah si Tuan yang baik. Akar permasalahannya adalah ia tidak senang mendengar tentang kebenaran. Jika nabi memberitahukan sesuatu yang cocok dengan hatinya, maka ia sangat rela untuk mendengarkan. Ketika nabi memberitahukannya kalau Allah akan menyerahkan bangsa Aram ke dalam tangannya, ia sangatlah senang. Ia bahkan rela untuk langsung memimpin tentaranya untuk bertempur, tidak mempedulikan bahaya pada nyawanya. Tetapi ketika nabi menegurnya, ia tidak memikirkan kesalahannya. Ia tidak bertobat di hadapan Allah, ia hanya menjadi kesal hati dan gusar.

Alkitab menggunakan Ahab dan nabi yang diterkam oleh seekor singa untuk mengajarkan kita pelajaran yang sama – dalam segala hal, kita harus memikirkan akan hal-hal yang berkaitan dengan Allah, bukan hal-hal yang berkaitan dengan manusia. Nabi yang tidak mau untuk bekerja sesuai dengan kehendak Allah, diterkam oleh seekor singa pada akhirnya. Apakah kita masih ingat seorang dari Yehuda di 1 Raja-raja pasal 13? Ia juga digigit sampai mati oleh seekor singa karena ia mengikuti perkataan dari nabi tua dan tidak mengikuti perintah Allah. Apa arti dari “digigit sampai mati oleh seekor singa”? Mari kita lihat 1 Petrus 5:8:

1 Petrus 5:8 Sadarlah dan berjaga- jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum- aum dan mencari orang yang dapat ditelannya.

Alkitab menggambarkan iblis seperti singa yang mengaum-aum yang berjalan keliling di bumi untuk mencari orang yang dapat ditelannya. Orang-orang Kristen adalah orang-orang kepunyaan Allah. Ada Allah yang melindungi mereka, iblis tidak dapat menelan mereka. Tetapi hal itu tidak berarti kalau orang-orang Kristen dapat berbuat apapun yang mereka inginkan, dan tidak berjaga-jaga. Petrus mengingatkan kita untuk sadar dan berjaga-jaga. Jika hidup kita tidak dipimpin oleh firman Allah dan roh Allah, maka kita akan menjadi bingung secara rohani dan tidak peka akan kehendak Allah.

Konsekuensi dari tidak bekerja sesuai kehendak Allah sangatlah serius. Karena iblis itu seperti seekor singa yang mengaum-aum, ia menunggu untuk suatu kesempatan untuk menelan kita kapan saja. Apakah anda ingat perkataan di 1 Raja-raja 20:36? Murid dari nabi berkata kepada temannya, “Oleh sebab engkau tidak mendengarkan suara TUHAN, ketahuilah, apabila engkau pergi dari padaku, seekor singa akan menerkam engkau.” Ketika ia pergi darinya, ia benar-benar bertemu dengan seekor singa yang menerkamnya. Ia digigit hingga mati oleh singa itu karena ia tidak mendengarkan perkataan Yahweh.

Tidak masalah apakah teman dari nabi itu tidak dapat mendengarkan perkataan Allah atau tidak mau mendengarkan, konsekuensinya tetap sama. Perhatikan pada fakta kalau akhir dari Ahab juga adalah kematian karena ia tidak mengikuti perkataan Allah dan ia bekerja sesuai keinginannya sendiri. Orang dari Yehuda di pasal 13 dari 1 Raja-raja digigit hingga mati oleh seekor singa karena ia tidak waspada. Karena ia mengikuti perkataan dari nabi tua, dan bukan perintah Allah. Alkitab berulang kali mengingatkan kita tentang pentingnya dari mengikuti perintah Allah, kita harusnya tidak pernah berhenti mendengarkan. Perjanjian Baru menggunakan ekpresi lain untuk menekankan pentingnya hal ini. Kita lihat Roma 8:6-8:

Roma 8:6-8 Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera. Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya. Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah.

Rakyat Israel di Perjanjian Lama tidak memiliki Roh Kudus, namun orang-orang percaya di Perjanjian Baru memiliki baik firman Allah maupun Roh Kudus. Kita tidak memiliki alasan apapun untuk mengatakan kalau kita tidak mengerti akan kehendak Allah. Jika kita tidak mengerti, hal itu karena kita masih memperhatikan kedagingan kita. Orang-orang Kristen yang tidak mengikuti Allah dan hanya memperhatikan kehendak manusia dan perasaan mereka sendiri, mereka tidak dapat mengerti akan kehendak Allah. Kita harus mulai belajar untuk berserah kepada Allah dalam perkara-perkara kecil. Setelah memahami kehendak Allah, maka kita tidak seharusnya membiarkan nilai dan perasaan manusia menghentikan kita dari mengikuti kehendak Allah.

Allah sangatlah sabar dengan Ahab. Meski ketika ia berulang kali memberontak terhadap Allah, Allah masih tetap mengirimkan nabi-nabi untuk mengingatkannya, menguatkannya dan bahkan menegurnya. Allah melakukan itu bukan hanya untuk Ahab, tetapi lebih untuk Israel. Karena jika rajanya tidak berbalik, Israel tidak akan memiliki prospek rohani di tahun-tahun kedepannya. Hal yang menyedihkan adalah meski Allah memberikan Ahab begitu banyak kesempatan, ia tetap tidak berbalik sepenuhnya kepada Allah. Saya percaya bukannya dia tidak rela tetapi karena ia telah terlalu lama memperhatikan dirinya sendiri. Jika kita tidak belajar untuk memperhatikan akan kehendak Allah untuk bekerja dalam hal-hal kecil, maka kita pasti akan gagal dalam hal-hal yang penting/kritikal.

 

Berikan Komentar Anda: