Pastor Jeremiah Zhang | 1 Raja-Raja 22:1-14 | 

Hari ini kita melanjutkan untuk membahas tentang Ahab, raja Israel. Kitab 1 Raja-raja menggunakan beberapa pasal untuk mencatat tentang kehidupan Ahab. Ahab itu seperti sebuah contoh pembelajaran yang negatif, dan bukan seorang raja yang baik. Ia bukan saja mencontoh kejahatan dari semua raja Israel, tetapi ia bahkan lebih jahat dari mereka. Meskipun Alkitab memanggil Ahab seorang yang jahat, kita dapat melihat di dua pemahaman Alkitab terakhir kalau bangsa Aram menggambarkan Ahab sebagai seorang raja yang “berbelas kasih”. Ini adalah komentar yang diberikan oleh musuh terhadap Ahab. Mengapa seseorang yang digambarkan sebagai “berbelas kasih” oleh manusia, tetapi dipandang jahat oleh Alkitab? Mengapa Alkitab mengatakan kalau kejahatan Ahab lebih jahat dari semua raja Israel? Bagaimana kejahatannya terlihat? Kita lihat pada 1 Raja-raja 21:20:

1 Raja-Raja 21:20 Kata Ahab kepada Elia:”Sekarang engkau mendapat aku, hai musuhku?” Jawabnya:”Memang sekarang aku mendapat engkau, karena engkau sudah memperbudak diri dengan melakukan apa yang jahat di mata TUHAN.

Elia menegur Ahab dengan berkata “Ahab memperbudak dirinya untuk melakukan yang jahat di mata Yahweh”. Perkataan “memperbudak dirinya” muncul hanya 3 kali di kitab Raja-raja, dua kali digunakan pada Ahab, sekali pada rakyat Israel. Hal itu berarti, Ahab tidak hanya seperti raja-raja Israel yang senang melakukan yang jahat di mata Allah, tetapi ia juga memperbudak dirinya dengan melakukan apa yang jahat. Inilah perbedaan antara Ahab dan raja-raja Israel lainnya.

Mengapa nabi Elia menegurnya demikian? Hal itu karena Ahab telah mengambil kebun anggur Nabot. Sebagai raja Israel, Ahab tidak hanya gagal menjaga dan melindungi rakyatnya, tetapi malah sebaliknya yang terjadi, ia membunuh seseorang yang baik demi untuk mendapatkan sebuah kebun anggur (kita sudah pernah membahas tentang insiden ini, kita tidak akan membahasnya lagi hari ini). Sudah tentu, Ahab tidak memerintahkan untuk membunuh Nabot, itu adalah konspirasi yang diatur oleh Izebel. Tetapi Allah tetap menaruh dosa ini ke atasnya karena ialah raja Israel. Ia tidak memerintah umat Allah sesuai dengan hukum dan kebenaran Allab. Terlebih lagi, ia membiarkan ratu untuk membunuh seseorang yang tidak bersalah.

Meskipun Ahab tidak membunuh Nabot secara langsung, ia hanya diam saja dan membiarkan Izebel melakukannya lewat suatu konspirasi. Sama seperti sebagian orang-orang Kristen yang memiliki dendam terhadap orang-orang tertentu, ingin memberitahukan orang lain kalau orang itu tidaklah baik. Tetapi ia tahu kalau hal itu tidaklah menyenangkan Allah, sehingga ia hanya dapat menahannya dan tidak melakukan apapun untuk sementara waktu. Ketika ada orang lain yang mengatakan kalau orang tersebut tidaklah baik, maka mereka hanya akan berdiri di pinggir dan menonton, berharap untuk melepaskan ketidakpuasan mereka melalui orang lain. Meskipun mereka tidak melakukan kejahatan apapun secara langsung, mereka mendukung orang lain dari balik layar untuk melakukan kejahatan dan lalu mereka dapat menuai buahnya. Kejahatan yang demikian adalah lebih buruk daripada yang dilakukan secara langsung. Allah pasti akan melihatnya.

Bagaimana Ahab “memperbudak dirinya”? Kita melanjutkan untuk membaca sebuah perikop dari Alkitab di 1 Raja-raja 21:25-26:

1 Raja-Raja 21:25-26 Sesungguhnya tidak pernah ada orang seperti Ahab yang memperbudak diri dengan melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, karena ia telah dibujuk oleh Izebel, isterinya. Bahkan ia telah berlaku sangat keji dengan mengikuti berhala- berhala, tepat seperti yang dilakukan oleh orang Amori yang telah dihalau TUHAN dari depan orang Israel.

Inilah komentar akhir yang diberikan Alkitab tentang seluruh kehidupan Ahab – tidak pernah ada seseorang seperti Ahab karena ia memperbudak dirinya dan melakukan apa yang jahat di mata Yahweh. Disini disebutkan beberapa hal:

  1. Kejahatan yang ia lakukan belum pernah dilakukan sebelumnya dan tidak akan pernah dilakukan oleh siapapun
  2. Ia memperbudak dirinya untuk melakukan yang jahat di mata Allah
  3. Ia dibujuk oleh Izebel untuk melakukan kebanyakan hal-hal jahat, menyembah berhala

Disini disebutkan satu hal secara khusus, yaitu Ahab yang “memperbudak dirinya” – seseorang memperbudak dirinya. Apa yang dilakukan untuk “seseorang memperbudak dirinya”? Kejahatan macam apa itu? Disini disebutkan satu hal, yaitu ia memilih untuk mendengarkan perintah Izebel untuk melakukan hal-hal yang menjijikkan – menyembah berhala. Ahab tidaklah naif ketika ia berbuat dosa. Ia dengan sengaja memilih untuk mendengarkan perkataan Izebel.

Telah saya katakan sebelumnya, ada dua orang yang memiliki pengaruh yang besar terhadap Ahab. Satu adalah Izebel, yang satu lagi adalah nabi Allah. Nabi Allah termasuk Elia dan tentunya nabi-nabi lainnya juga. Diantara kesemua raja-raja Israel, Ahab lah yang memiliki kesempatan yang paling banyak untuk bertemu dengan para nabi. Allah mengirimkan beberapa nabi untuk menuntun dan menguatkannya agar dapat melakukan apa yang benar di mata Allah. Jadi, Ahab berbeda dengan raja-raja Israel lainnya yang melakukan apa yang jahat di mata Allah atas dasar ketidaktahuan dan kelemahan-kelemahan. Allah menunjukkan padanya jalan kehidupan melalui para nabi tetapi ia malah sengaja memilih untuk mendengarkan perkataan Izebel dan memilih jalan yang membuatnya tenggelam. Insiden di pasal 21 ini adalah untuk membuat kita memahami keseriusan dari hal ini.                                                                                         

Sehingga Alkitab menegur Ahab dengan berkata “ia memperbudak dirinya”. Karena ia bukannya tidak bersalah atau tidak mampu (karena ada nabi-nabi Allah yang membantunya), atau tanpa adanya pilihan. Ia dengan sengaja menolak pertolongan yang Allah tawarkan padanya dan berbalik untuk mengikuti perkataan iblis. Izebel adalah simbol dari iblis karena kata “bujuk” seringkali digunakan pada iblis. Iblis seringkali “membujuk” orang-orang untuk melakukan apa yang jahat di mata Allah.

Ahab adalah sebuah materi pembelajaran yang negatif, memperingatkan kita untuk tidak menolak suara Allah. Jika kita dengan sengaja menolak suara Allah, maka kita “memperbudak diri kita”, memperbudak diri kita kepada iblis untuk menjadi budaknya. Yudas yang menjual Yesus adalah contoh terbaik. Ibrani 3:7-8 mengingatkan kita dengan berkata, “Pada hari ini, jika kamu mendengar suara- Nya, janganlah keraskan hatimu…” Jika Allah mengingatkan kita melalui Alkitab atau melalui manusia akan jalan dimana seharusnya kita berada, maka kita harus merespon dengan segera. Jika kita tetap berlarut-larut atau ragu-ragu dan bercabang hati, hati kita hanya akan menjadi semakin keras dan akhirnya kita akan meninggalkan jalan Allah.

Ahab telah seringkali mendengar perkataan para nabi dan juga telah melihat mukjizat-mukjizat, tetapi ia tidak membuat keputusan yang tagas dan masih tetap bercabang hati terhadap Allah. Mungkin ia berpikir tidaklah perlu terlalu mutlak dalam menentukan sikap. Yahweh adalah Allah, Baal juga adalah Allah. Meskipun kuasa Baal tidaklah sekuat kuasa Yahweh, ia tidak seharusnya mengesampingkan Baal dan tetap harus menghormati Baal. Orang-orang yang bijaksana tidak akan bersifat terlalu mutlak. Hasilnya adalah hatinya semakin bertambah keras. Ia memperbudak dirinya, berjalan di jalan tanpa dapat kembali. Saya berharap kita tidak akan mengikuti contoh dari Ahab yang melupakan anugerah Allah dan memperbudak diri pada iblis.

Hari ini kita akan melihat 1 Raja-raja 22. Di waktu yang lalu kita telah melihat pasal 20. Kita telah melihat pasal 21 secara rinci ketika kita diperkenalkan kepada Ahab, raja Israel. Jadi kita akan maju ke pasal 22, pasal ini adalah pasal terakhir dari 1 Raja-raja. Mari kita membaca ayat 1-5:

1 Raja-Raja 22:1-5 Tiga tahun lamanya orang tinggal aman dengan tidak ada perang antara Aram dan Israel. Pada tahun yang ketiga pergilah Yosafat, raja Yehuda, kepada raja Israel. Berkatalah raja Israel kepada pegawai- pegawainya:”Tahukah kamu, bahwa Ramot- Gilead sebenarnya milik kita? Tetapi kita tinggal diam saja dan tidak merebutnya dari tangan raja negeri Aram.” Lalu katanya kepada Yosafat:”Maukah engkau pergi bersama- sama aku untuk memerangi Ramot- Gilead?” Jawab Yosafat kepada raja Israel:”Kita sama- sama, aku dan engkau, rakyatku dan rakyatmu, kudaku dan kudamu.” Tetapi Yosafat berkata kepada raja Israel:”Baiklah tanyakan dahulu firman TUHAN.”

Ayat 1 mencatat sejak bangsa Israel mengalahkan bangsa Aram di dataran Afek, bangsa Israel menikmati kedamaian selama 3 tahun. Tetapi raja Aram tidak memenuhi perjanjian yang telah ditandatanganinya ketika ia menyerah. Yaitu untuk mengembalikan wilayah yang menjadi milik Israel. Meski raja Aram tidak memenuhi janjinya, Ahab tidak dapat berbuat apa-apa tentang hal itu. Karena Aram adalah sebuah negeri yang besar, kekuatan militernya jauh lebih kuat dari Israel. Jika Israel mengumpulkan sebuah pasukan untuk melawan bangsa Aram, kemungkinan besar yang akan kalah adalah Israel.

Ketika tiba tahun ketiga, Yosafat, raja Yehuda pergi untuk mengunjungi Ahab, Ahab langsung menjadi akrab dengannya. Kemungkinan mereka mendiskusikan tentang bagaimana untuk bersatu dengan damai. Perhatikan pada apa yang mereka katakan. Ahab berkata, “Tahukah kamu, bahwa Ramot- Gilead sebenarnya milik kita?,” Kata “kita” disini jelas berarti Yehuda dan Israel karena Yosafat segera merespon dengan mengatakan, “Kita sama- sama, aku dan engkau, rakyatku dan rakyatmu, kudaku dan kudamu.” Jadi kita dapat melihat kalau Ahab dan Yosafat berbincang secara diam-diam, sama seperti dua saudara.

Ahab mengambil kesempatan ini untuk mengundang raja Yehuda untuk membantunya mendapatkan kembali wilayah yang telah hilang. Yosafat dengan segera menyetujuinya. Raja Yehuda yang satu ini, Yosafat adalah Tuan yang Baik. Karakternya lebih kurang sama seperti Ahab. Ia juga adalah seseorang yang “berbelas kasih”. Perbedaannya hanyalah ia tidak melakukan apa yang jahat di mata Allah seperti Ahab. Secara keseluruhan, Yosafat juga bukanlah seseorang yang rohani, kalau tidak ia tidak akan bergaul dengan Ahab. Pergaulan ini hampir membuatnya kehilangan nyawanya.

Jika hanya bersandar pada kekuatan militer Israel, Ahab tidak berani untuk menantang Aram. Tetapi bersama dengan bantuan kekuatan militer Yehuda, situasinya sangatlah berbeda. Jangan lupa, bangsa Israel telah dua kali mengalahkan bangsa Aram. Dengan dukungan dari raja Yehuda, kepercayaan diri Ahab langsung naik, ia langsung menyusun rencana untuk menyerang negeri Aram. Tetapi Yosafat lebih baik daripada Ahab secara rohani, ia mengingatkannya untuk menanyakan dahulu pada Allah sebelum membuat keputusan akhir. Kita lihat di ayat 6:

1 Raja-Raja 22:6 Lalu raja Israel mengumpulkan para nabi, kira- kira empat ratus orang banyaknya, kemudian bertanyalah ia kepada mereka:”Apakah aku boleh pergi berperang melawan Ramot- Gilead atau aku membatalkannya?” Jawab mereka:”Majulah! Tuhan akan menyerahkannya ke dalam tangan raja.”

Ahab bukanlah seseorang yang rohani, ia sama sekali tidak memiliki keinginan untuk mengetahui kehendak Allah. Ia hanya ingin untuk melakukan apa yang ia mau lakukan. Tetapi untuk asal menjawab raja Yehuda, ia lalu mengumpulkan 400 “nabi” untuk menanyakan kehendak Allah. Keempat ratus nabi ini bukanlah nabi Baal karena raja Yehuda adalah orang yang konservatif, ia pasti tidak akan menerima nabi-nabi Baal. Keempat ratus orang ini adalah nabi Yahweh, tapi hanya pada nama saja. Karena ayat 11 mengatakan mereka bernubuat dalam nama Yahweh.       

Kemungkinan sejak insiden di Gunung Karmel, Ahab telah mengetahui kalau Yahweh lebih berkuasa dibanding Baal, sehingga ia mulai untuk mengumpulkan sekelompok orang yang mengklaim diri mereka “nabi-nabi Yahweh”. Dengan demikian, kita melihat bahwa Ahab hanya berubah di permukaan saja. Ia tidak memiliki perubahan secara mendasar. Di permukaan, ia memohon kepada Yahweh, tetapi sebenarnya ia masih menyembah Baal karena ia hanya senang untuk mendengarkan pada nubuat-nubuatan yang ia mau dengar. Sekelompok besar “nabi-nabi” ini bergantung pada pemasukan dari raja untuk kehidupan mereka, sehingga mereka mengatakan sesuatu yang ingin didengar oleh raja Israel. Mereka tentunya bernubuat dengan mengatakan, “Majulah! Tuhan akan menyerahkannya ke dalam tangan raja.” Mari lanjutkan untuk membaca ayat 7-9:

1 Raja-Raja 22:7-9 Tetapi Yosafat bertanya:”Tidak adakah lagi di sini seorang nabi TUHAN, supaya dengan perantaraannya kita dapat meminta petunjuk?” Jawab raja Israel kepada Yosafat:”Masih ada seorang lagi yang dengan perantaraannya dapat diminta petunjuk TUHAN. Tetapi aku membenci dia, sebab tidak pernah ia menubuatkan yang baik tentang aku, melainkan malapetaka. Orang itu ialah Mikha bin Yimla.” Kata Yosafat:”Janganlah raja berkata demikian.” Kemudian raja Israel memanggil seorang pegawai istana, katanya:”Jemputlah Mikha bin Yimla dengan segera!”

Raja Yehuda mungkin mendengar sesuatu tentang situasi rohani Israel, sehingga ia tidak dengan serius mendengarkan perkataan nabi-nabi tersebut. Ia meminta raja Israel untuk mencari nabi Yahweh yang lain untuk memastikan apakah perkataan mereka dapat dipercaya. Raja Israel mengatakan padanya kalau keempat ratus nabi tersebut dapat diandalkan dan masih ada satu lagi nabi yang bernama Mikha. Nabi ini biasanya mengatakan sesuatu yang membawa malapetaka yang membuat orang tidak senang. Sehingga ia tidak merencanakan untuk memanggilnya. Biasanya orang yang menonton dan tidak secara langsung terlibat akan memiliki pandangan terhadap seluruh situasi dengan lebih baik. Kita semua tahu keempat ratus orang ini adalah nabi-nabi palsu. Mengapa Ahab masih percaya pada kebohongan mereka? Kita semua adalah penonton, semuanya sangat jelas bagi kita. Tetapi jangan lupa, mereka yang secara langsung telibat selalunya kurang memiliki keobyektifan. Ahab percaya pada perkataan nabi-nabi tersebut karena Allah telah dua kali menolongnya mengalahkan bangsa Aram. Dan di kedua waktu itu ada nabi Allah yang bernubuat kepadanya bahwa Allah akan menyerahkan bangsa Aram ke dalam tangannya. Karena Allah telah dua kali memberkatinya, mengapa Allah tidak menolongnya untuk kali yang ketiga?

Mungkin Anda akan mengatakan kalau di 1 Raja-raja 20:42, nabi Allah telah memberitahukan Ahab karena ia tidak mengikuti perkataan Allah dan melepaskan raja Aram, maka Allah menolak dia. Mengapa Ahab masih sangat percaya diri kalau Allah akan tetap membantunya?

Seperti yang telah saya sampaikan sebelumnya. Masalah dari Ahab adalah ia tidak suka untuk mendengar akan kebenaran. Ia hanya suka mendengarkan hal-hal yang ingin ia dengar. Sama seperti beberapa orang Kristen, mereka pergi ke gereja, hanya ingin untuk mendengarkan pada perkataan-perkataan yang menghibur dan membangun. Jika pemberita firman menegur mereka akan dosa mereka, tentang keadaan mereka yang suam-suam kuku, mereka akan merasa sangat tidak senang dan segera pindah ke gereja lain. Jika kita memiliki sikap yang demikian dalam menghadapi Allah dan hamba-hamba-Nya, kita akan dibingungkan dengan pengajaran palsu. Mari kita lihat pada satu ayat yaitu di 2 Tim 4:2-5:

2 Timotius 4:2-5 Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran. Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru- guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng. Tetapi kuasailah dirimu dalam segala hal, sabarlah menderita, lakukanlah pekerjaan pemberita Injil dan tunaikanlah tugas pelayananmu!

Paulus mengingatkan Timotius untuk memberitakan firman dengan setia, menggunakan firman di dalam Alkitab untuk menyatakan apa yang salah, menegur, dan menasihati orang-orang. Kita hanya senang mendengarkan nasihat, perkataan yang membangun dan menghibur tapi tidak senang untuk mendengarkan perkataan yang menegur dan memperingatkan. Jika para pemberita firman terus-menerus memberkati kita, maka kita akan menghormati dan mendukungnya. Jika ia tidak tahu bagaimana untuk mengatakan hal-hal yang menyanjung kita, tapi mengatakan perkataan yang menegur dan memperingatkan, maka kita akan berhenti untuk memberi persembahan kepada gereja atau bahkan meninggalkan gereja dan pergi ke tempat lain untuk bersekutu.

Ahab adalah orang yang demikian. Ia mengumpulkan ‘nabi-nabi’ yang ia senangi karena mereka akan berbicara dengan kata-kata yang menyenangkan dia. Nabi seperti Elia dan Mikha akan dikesampingkan olehnya. Paulus mengingatkan para hamba Allah kalau akan ada banyak orang Kristen seperti Ahab di akhir jaman. Mereka ‘tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru- guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng.’ “Dongeng” adalah kebohongan. Jika Anda menolak kebenaran, maka Anda hanya dapat mengikuti kebohongan.

Hamba-hamba Allah seharusnya tidak pernah mengatakan kata-kata yang tidak sebenarnya untuk mendapatkan kesenangan publik. Ketika Anda memberitakan kebenaran dengan setia, banyak orang akan tidak senang dengan Anda, sama seperti Ahab yang tidak senang dengan Elia dan Mikha. Mereka yang tidak cinta akan kebenaran akan meninggalkan Anda, mereka bahkan akan mengancam dan menyiksa  Anda (seperti Ahab yang membenci Mikha). Tetapi Anda tidak seharusnya merasa takut, Anda harus “kuasailah dirimu dalam segala hal, sabarlah menderita, lakukanlah pekerjaan pemberita Injil dan tunaikanlah tugas pelayananmu!” Para pemberita firman kebanyakannya kuatir akan jumlah anggota gerejanya, hal ini dapat dipahami. Tetapi jangan pernah berkompromi hanya karena takut akan jumlah yang akan menurun. Jika Anda setia pada Allah, Allah akan menggunakan cara-Nya untuk menambahkan orang-orang yang akan diselamatkan.

Mari kembali ke 1 Raja-raja 22:7-9. Ketika raja Yehuda bertanya kepada Ahab apakah ada nabi Yahweh yang lain, Ahab menyebut Mikha. Perhatikan pada fakta bahwa Ahab mengakui kalau Mikha adalah nabi Yahweh tetapi Ahab tidak suka untuk bertanya akan kehendak Allah padanya. Karena ia selalu tidak mengatakan apapun yang menyenangkannya. Dari situ, kita dapat melihat kalau Ahab bukanlah orang yang memperhatikan kehendak Allah, tetapi ia hanya ingin untuk mendengarkan pada perkataan-perkataan yang ia suka.

Karena raja Yehuda meminta untuk menanyakan nasihat dari nabi Yahweh yang lain, Ahab terpaksa mendatangkan Mikha. Kemungkinan ia juga ingin agar raja Yehuda melihat bagaimana tidak menyenangkannya orang ini. Tetapi sebenarnya orang seperti apakah Mikha itu? Mari lanjutkan untuk membaca ayat 13-14:

1 Raja-Raja 22:13-14 Suruhan yang pergi memanggil Mikha itu, berkata kepadanya:”Ketahuilah, nabi- nabi itu sudah sepakat meramalkan yang baik bagi raja, hendaklah engkau juga berbicara seperti salah seorang dari pada mereka dan meramalkan yang baik.” Tetapi Mikha menjawab:”Demi TUHAN yang hidup, sesungguhnya, apa yang akan difirmankan TUHAN kepadaku, itulah yang akan kukatakan.”

Pembawa pesan yang dikirim untuk mendatangkan Mikha mengingatkannya untuk berhati-hati dengan ucapannnya, karena ada 400 nabi yang telah bernubuat kalau Ahab akan memenangkan pertempuran. Karena itu Mikha seharusnya jangan mengatakan hal yang tidak menyenangkan jika ia tidak ingin menyinggung raja Israel dan mencari masalah. Perkataan ini, tentunya datang dari Ahab karena ia tidak ingin Mikha membuat rencana perangnya menjadi berantakan. Jika aksi perang ini tidak mendapat dukungan dari raja Yehuda, Israel tidak dapat mendapatkan wilayah-wilayah yang hilang dari tangan bangsa Aram.

Mikha bersumpah dalam nama Yahweh kalau ia tidak akan mengatakan apapun yang tidak benar hanya untuk menyanjung raja Israel. Apapun yang Allah ingin ia untuk katakan, ia akan mengatakannya. Dari sini, kita dapat melihat kepribadian dari Mikha. Darinya, kita dapat melihat karakteristik-karakteristik dari seorang nabi sejati:

  1. Nabi sejati tidak takut akan kekuasaan.
  2. Nabi sejati tidak mengikuti aliran mayoritas.
  3. Nabi sejati menyampaikan firman Allah dengan setia meski nyawanya diancam, ia tidak akan mengatakan apapun untuk tujuan menyanjung orang.

Allah tidak menggerakkan Mikha untuk menemui Ahab. Karena rajalah yang menyuruhnya datang, maka Mikha harus mengikuti pembawa pesan raja untuk menemui Ahab. Menghadapi 400 nabi yang hanya nabi pada nama, bagaimana Mikha menghadapinya? Kontes diantara nabi-nabi sejati dan palsu membuat kita berpikir akan insiden di Gunung Karmel. Perbedaannya adalah Elia menghadapi nabi Baal di Gunung Karmel sementara Mikha akan menghadapi sekelompok orang yang mengklaim diri mereka “nabi Yahweh”. Ini benar- benar merupakan sebuah kontes antara nabi-nabi sejati dan palsu. Apa hasilnya? Mari kita lanjutkan hal ini di lain waktu.

 

Berikan Komentar Anda: