Pastor Jeremiah Zhang | 1 Raja-Raja 6 & 7 |

Kalau Anda familiar dengan 1 Raja-Raja dan 2 Tawarikh, Anda akan menemukan bahwa kedua kitab ini mengandungi banyak kemiripan. Terdapat juga perbedaan yang saling menglengkapi. Bagi mereka yang baca dengan teliti juga akan menemukan terdapat bagian-bagian yang saling bertentangan. Saya tidak akan melihat pada ayat-ayat yang kelihatannya berlawanan karena fokus saya bukan pada penelitian teks. Fokus saya adalah untuk memakai sejarah Israel dan terutamanya lewat kehidupan raja-raja dan nabi-nabi untuk mendapatkan pelajaran dan prinsip spiritual.

Di PA yang lalu kita memusatkan perhatian pada ayat 1 Raja-Raja 4:29. Dikatakan disitu bahwa Allah mengaruniakan pada Salomo “kebesaran hati” agar dia dapat menerima suku-suku dari bangsa-bangsa yang berbeda. Dan dia juga dapat membangun relasi dengan negara lain dan hidup damai bersama. Hikmat dan kebesaran hati Salomo membuat raja-raja semua bangsa menghormati dan mempercayainya. Mereka mau mengirim utusan-utusan untuk belajar dari hikmat Salomo. Salomo juga memakai kesempatan ini untuk mengajarkan semua bangsa tentang takut pada Allah. Jadi kita dapat melihat bahwa sekiranya pelayan-pelayan Allah mau memberitakan Injil ke setiap tempat, mereka juga harus memiliki kebesaran hati. Dengan demikian, mereka akan dapat menerima, menolerir dan dengan rendah hati menjangkau orang-orang yang dari latar belakang budaya dan agama yang berbeda.

Hati Allah sangat besar jadi Dia dapat mengasihi manusia duniawi dan bahkan mereka yang melawanNya. Menjadi anak-anak Allah, kita juga harus memanifestasikan kebesaran hati Allah. Kalau kita sering mengira diri sendiri benar; berusaha hanya mempertahankan kesucian dan kemurnian diri; menghakimi orang lain; dan dengan mudah berdebat dengan orang lain saat mempertahankan kebenaran, bagaimana orang dunia mengalami kebesaran kasih Allah? Dari Perjanjian Baru, kita dapat melihat bagaimana orang Yahudi mempertahankan agama mereka dengan secara fanatik membunuh orang lain dalam nama Allah. Di abad pertengahan, gereja juga membunuh orang-orang dalam nama Allah. Gereja bukan saja membunuh orang-orang fasik, tapi mereka juga membunuh orang-orang Kristen yang berpegang pada pandangan yang berbeda dari mereka.

Hari ini, banyak teroris dari agama tertentu juga memakai kekerasan untuk mempertahankan iman mereka. Mereka juga membunuh orang-orang yang berlawanan pandangan dengan mereka dalam nama Tuhan. Mereka juga membunuh saudara seiman mereka yang berbeda pandangan. Jika kita menumpahkan darah demi mempertahankan kebenaran dan memakai nama yang Tuhan untuk memfitnah dan menyerang orang Kristen maupun orang fasik, maka kita juga tidak ada bedanya dengan para fanatik agama. Semangat manusia tidak dapat mengenapi kehendak Allah, sebaliknya, nama Allah sedang dipermalukan.

Orang Kristen dengan hati yang sempit tidak dapat melayani Allah. Allah tidak akan memakai orang Kristen yang demikian. Kemuliaan Allah dan Injil harus terlihat melalui orang-orang Kristen yang berbesar hati. Kebesaran hati Salomo membuat bangsa-bangsa tertarik untuk datang ke Yerusalem untuk mempelajari tentang jalan Allah. Di Yesaya 2:3 dikatakan bahwa, banyak suku bangsa akan pergi serta berkata: “Mari, kita naik ke gunung TUHAN, ke rumah Allah Yakub, supaya Ia mengajar kita tentang jalan-jalanNya, dan supaya kita berjalan menempuhnya; sebab dari Sion akan keluar pengajaran dan firman TUHAN dari Yerusalem.” Gambaran kemuliaan ini muncul pertama kali di bawah pemerintahan Salomo. Sayangnya, gambaran ini tidak bertahan lama.

Kita baca di 5:4-5:

1 Raja-Raja 5:4-5 Tetapi sekarang, TUHAN, Allahku, telah mengaruniakan keamaan kepadaku di mana-mana, tidak ada lagi lawan dan tidak ada lagi mala petaka menimpa. Dan ketahuilah, aku berpikir-pikir hendak mendirikan sebuah rumah bagi nama TUHAN, Allahku kepada Daud, ayahku, demikian: Anakmu yang hendak Kukuduskan nanti di atas takhta menggantikan engkau, dialah yang akan mendirikan rumah itu bagi namaKu.

Salomo mengerti bahwa Allah telah memberikan padanya lingkungan yang aman, tidak ada musuh dan mala petataka supaya dia dapat dengan tenang menggenapi janji yang telah ayahnya buat pada Allah – mendirikan Bait Suci bagi nama Allah. Salomo tidak menganggap pasti keamanan yang telah Allah berikan. Dia memanfaatkan periode damai untuk dengan cepat mendirikan Bait Suci. Jadi, pasal 6 dan 7 terutama berbicara tentang proses pembangunan Bait Suci.

Hari ini kita akan melihat pada pasal 6. Seluruh pasal 6 dan 7:13-51 menggambarkan struktur dan isi kandungan Bait Suci. Saya tidak akan meluangkan terlalu banyak waktu untuk mendiskusi pasal 6 dan 7. Saya hanya akan berbicara secara umum beberapa pokok utama. Pasal 6 dan 7 adalah tentang Bait Suci, jadi kita akan terlebih dulu berbicara tentang sejarah Bait Suci dan makna spiritualnya.

Saat berbicara tentang Bait Suci, terdapat beberapa pokok yang harus kita pahami.

Pertama, Allah tidak pernah meminta orang untuk mendirikan Baitu Suci untukNya. Allah adalah Roh. Dia tidak membutuhkan hal-hal yang bersifat materi seperti makanan, pakaian maupun rumah. Mendirikan Bait Suci adalah hasrat Daud. Allah telah memberikan Daud takhta dan istana yang megah untuk ditempatinya. Daud sangat bersyukur untuk semua itu. Saat dia melihat Tabut Allah masih disimpan di kemah, tanpa satu tempat tinggal tetap, dia merasa sangat menyesal akan hal itu. Jadi dia merencanakan pembangunan Bait Suci untuk Allah. Tapi karena Daud bertahun-tahun bertarung di medan pepearangan, membunuh dan menumpahkan begitu banyak darah, Allah tidak mengizinkan dia untuk mendirikan Bait Suci.

Allah adalah roh, Dia tidak membutuhkan Bait Suci untuk menjadi tempat kediamanNya. Tapi saat Dia melihat hati Daud yang begitu penuh dengan ucapan syukur yang mau membalas kebaikan Allah, Dia berjanji pada Daud bahwa anaknya Salomo bisa mendirikan Bait Suci demi kemuliaan nama Allah. Jadi mendirikan Bait Suci bukanlah demi kebutuhan Allah. Hal ini adalah demi Daud supaya dia dapat mengungkapkan rasa bersyukurnya pada Allah. Yang Allah hargai adalah hati Daud, bukannya Bait Suci itu sendiri.

Satu lagi alasan mengapa Allah menerima rencana Daud mendirikan Bait Suci adalah demi spiritualitas bangsa Israel. Allah adalah roh, manusia berada dalam daging. Jadi manusia seringkali tidak tahu bagaimana untuk menyembah Allah menurut kehendak Allah. Sebelum adanya Bait Suci, bangsa Israel mempersembahkan korban-korban pada Allah di bukit-bukit tinggi yang berbeda-beda. Mereka tidak mempunyai instruksi yang jelas tentang di mana dan bagaimana menyembah Allah. Banyak orang Israel tidak dapat membedakan di antara menyembah Allah dan berhala-berhala Kanaan. Membaca kitab Hakim-Hakim akan memberikan Anda suatu gambaran tentang betapa parahnya permasalahan spiritual orang Israel. Jadi Bait Suci dapat menjadi fokus spiritualitas, pusat penyembahan untuk membantu bangsa Israel menyadari tentang hadirat Allah supaya mereka dapat menyembah Alalh dengan hati yang terfokus.

Itulah alasan mengapa saya berulang-kali menekankan bahwa pembangunan Bai Suci bukanlah demi Allah, hal ini adalah demi manusia. Kita harus jelas tentang pokok ini. Banyak orang yang mengira bahwa Allah senang kita mendirikan bait yang besar untukNya. Jadi mereka melelahkan diri dengan bekeliling menggalang dana dan mendorong jemaat untuk mendirikan bait buat Allah. Tapi mereka mengabaikan hal yang lebih penting yaitu kebutuhan spiritual saudara-saudara. Saya sendiri menjadi saksi mata untuk hal ini. Banyak hamba Tuhan yang bukannya mengorbankan waktu menggembalakan jemaat tapi malah berkeliling untuk menggalang dana demi pembangunan gereja. Setelah beberapa tahun, gereja sudah berdiri tapi kualitas dan jumlah jemaat malah semakin mundur, hal yang sangat menyedihkan hati.

Kita baca di 6:1:

1 Raja-Raja 6:1 Dan terjadilah pada tahun keempat ratus delapan puluh sesudah orang Israel keluar dari tanah Mesir, pada tahun keempat sesudah Salomo menjadi raja atas Israel, dalam bulan Zia, yakni bulan yang kedua, maka Salomo mulai mendirikan rumah bagi TUHAN

Di dalam tiga tahun pertama setelah Salomo dinobatkan, dia memusatkan waktunya untuk menangani urusan-urusan internasional dan menjalin relasi dengan negara tetangga. Saat semuanya sudah stabil, dia tergesa-gesa mendirikan Bait Suci di tahun yang keempat. Banyak orang Kristen yang tidak mengetahui dengan jelas tentang sejarah dan proses di balik berdirinya Bait Suci. Saya mengambil kesempatan ini untuk memberikan sedikit pengenalan tentang pendirian Bait Suci yang pertama. Saya harap kita bisa belajar beberapa prinsip spiritual yang penting dari sejarah pembangunan Bait Suci ini.

Salomo mulai membangun Bait Suci 480 tahun setelah bangsa Israel keluar dari Mesir. Sebelum itu, Tabut Allah ditempatkan di dalam Kemah. Kemah ini didirikan di hari pertama dari bulan pertama dari tahun kedua setelah mereka keluar dari Mesir. Jadi, Tabut Allah telah tinggal di dalam kemah selama 479 tahun. Allah memakai Kemah Suci ini sebagai simbol untuk tempat kediamannya. Kemah ini tidak tetap di satu tempat tapi berpindah-pindah mengikut pergerakan Israel di padang pasir. Kemah Suci ini adalah simbol bahwa hadirat Allah menyertai umatNya melewati segala sesuatu. Saat bangsa Israel masuk ke tanah Kanaan, semua suku sudah menetap di tanah kepunyaan mereka masing-masing tapi Allah masih tinggal di dalam Kemah. Setelah kerajaan Daud berdiri, dia merasa menyesal bahwa Tabut Allah masih tersimpan di dalam Kemah Suci. Jadi dia mau membangun suatu tempat kediaman yang permanen bagi Allah. Inilah alasan di balik pembangunan Bait Suci.

Bait Suci dibangun sekitar tahun 977 SM. Ini adalah Bait Suci yang pertama. Ayat di 1 Raja-Raja 5:38 memberitahu kita bahwa Bait Suci ini didirikan dalam waktu tujuh tahun. Bait Suci ini tidaklah seindah dan semegah yang digambarkan banyak orang. Sebesar mana Bait Suci ini? Ayat 6.2 memberitahu kita, “Rumah yang didirikan raja Salomo bagi TUHAN itu enam puluh hasta panjangnya dan dua puluh hasta lebarnya dan tiga puluh hasta tingginya.” Menurut ukuran hari ini, panjangnya sekitar 30 meter, lebarnya 10 meter dan tingginya 15 meter. Jadi kita dapat melihat bahwa Bait Suci yang dibangun oleh Salomo tidaklah terlalu besar. Istana yang didirikan oleh Salomo bagi dirinya sendiri dua kali lipat lebih besar dari Bait Suci.

Di tahun 587, angkatan Babilonia merebut Yerusalem dan memusnahkan Bait Suci dan bangsa Israel dibuang ke Babilonia. Inilah penghakiman yang Allah jatuhkan ke atas Israel karena mereka tidak mengindahkan peringatan-peringatan yang disampaikan oleh para nabi. Sebenarnya di 1 Raja-Raja 6:11-13, Allah telah memperingatkan bangsa Israel bahwa Bait Suci tidak boleh menggambil tempat atau mengganti ketundukan umat kepada Allah:

1 Raja-Raja 6:11-13 Kemudian datanglah firman TUHAN kepada Salomo, demikian: “Mengenai rumah yang sedang kaudirikan ini, jika engkau hidup menurut segala ketetapanKu dan melakukan segala peraturanKu dan tetap mengikuti segala perintahKu dan tidak menyimpang dari padanya, maka Aku akan menepati janjiKu kepadamu yang telah Kufirmankan kepada Daud ayahmu, yakni bahwa Aku akan diam di tengah-tengah orang Israel dan tidak hendak meninggalkan umatKu Israel.”

Ini adalah janji yang Allah berikan pada Salomo. Janji ini juga berlaku bagi bangsa Israel. Janji ini adalah: “Allah akan berdiam di tengah-tengah orang Israel dan tidak akan meninggalkan mereka.” Sama seperti sebelumnya. Allah memberitahu Salomo, “Jika Anda hidup menurut ketetapan dan perintah Allah, Allah akan menggenapi janjiNya kepada Daud – Dia akan berdiam di antara umat Israel dan tidak akan meninggalkan mereka.

Allah menyampaikan ini saat Salomo sedang sibuk mendirikan Bait Suci. Seolah-olah Allah mau memperingatkan Salomo untuk tidak hanya fokus pada mendirikan Bait Suci dan mengabaikan hubungannya dengan Allah. Kata-kata ini juga adalah peringatan Allah untuk setiap pendeta. Jika kita mau pekerjaan kita berkenan pada Allah, kita harus melayani sesuai dengan kehendakNya. Dan kita tidak pernah boleh membiarkan pekerjaan kita menggambil tempat hubungan kita dengan Allah.

Jadi, ayat-ayat 11-13 adalah peringatan yang Allah berikan pada Salomo dan raja-raja Israel. Apakah Allah memberkati Israel atau tidak bergantung pada apakah mereka menurut dan taat pada perintah-perintah dan ketetapan-ketetapan Allah. Jika raja Israel meninggalkan perintah-perintah Allah, Allah juga akan meninggalkan mereka. Prinsip ini berlaku juga pada para gembala gereja. Jika gembala gereja tunduk pada Allah, Allah akan memberkati gereja melaluinya. Jika dia memberontak melawan Allah, Allah juga akan meninggalkan gerejanya.

Dari kitab-kitab para nabi, kita dapat melihat bahwa bangsa Israel melihat Bait Suci sebagai jaminan akan hadirat Allah. Mereka menempatkan jaminan mereka pada struktur gedung dan bukan pada hubungan dengan Allah. Mereka mengira bahwa dengan hadirnya Bait Suci, sekalipun jika mereka tidak menaati perintah dan ketetapan Allah, mereka tetap akan menikmati damai dan berkat. Kita baca di Jeremiah 7:3-8:

Yeremia 7:3-8  Beginilah firman TUHAN semesta alam, Allah Israel: Perbaikilah tingkah lakumu dan perbuatanmu, maka Aku mau diam bersama-sama kamu di tempat ini. Janganlah percaya kepada perkataan dusta yang berbunyi: Ini bait TUHAN, bait TUHAN, bait TUHAN, melainkan jika kamu sungguh-sungguh melaksanakan keadilan di antara kamu masing-masing, tidak menindas orang asing, yatim dan janda, tidak menumpahkan darah orang yang tidak bersalah di tempat ini dan tidak mengikuti allah lain, yang menjadi kemalanganmu sendiri, maka Aku mau diam bersama-sama kamu di tempat ini, di tanah yang telah Kuberikan kepada nenek moyangmu, dari dahulu kala sampai selama-lamanya. Tetapi sesungguhnya, kamu percaya kepada perkataan dusta yang tidak memberi faedah.

Inilah kondisi spiritual bangsa Israel sebelum mereka binasa. Mereka tidak lagi bergantung pada Allah. Mereka tidak lagi tunduk pada perintah-perintah Allah. Yang menjadi andalan mereka adalah “Bait Yahweh”, bukan Yahweh sendiri. Mereka mengira bahwa dengan hadirnya Bait Suci, apa saja yang mereka lakukan akan berhasil. Sekalipun jika mereka membunuh dan menindas orang dan mengikuti ilah-ilah lain, Allah tidak akan menghakimi mereka. Di waktu itu, Babilonia sedang menjadi semakin kuat dan telah menakluk banyak negara. Tapi bangsa Israel masih dengan kuat berpegang pada keyakinan bahwa Allah akan melindungi mereka karena Bait Allah ada di tengah-tengah mereka. Nabi Yeremia dengan sungguh-sungguh menghimbau mereka untuk kembali kepada Allah, jika tidak penghakiman dari Allah akan jatuh ke atas mereka. Tapi mereka tidak mendengar dan tidak taat. Bangsa Israel bahkan menganiaya nabi Yeremia dan tidak mengizinkan dia untuk menyampaikan hal-hal yang tidak menyenangkan itu. Nabi Mikha juga menegur mereka tentang hal yang sama. Kita baca di Mikha 3:11:

Mikha 3:11  Para kepalanya memutuskan hukum karena suap, dan para imamnya memberi pengajran karena bayaran, para nabinya menenung karena uang, padahal mereka bersandar kepada TUHAN dengan berkata: “Bukankah TUHAN ada di tengah-tengah kita! Tidak akan datang malapetaka menimpa kita!”

“Bukankah TUHAN ada di tengah-tengah kita?” Apa yang membuat bangsa Israel begitu percaya diri? Mengapa para kepala, imam dan nabi yang menerima rasuah tetap menyakini bahwa Allah tetap ada berada di antara mereka? Mengapa mereka menyakini bahwa tidak ada mala petaka yang akan menimpa mereka? Hal ini adalah karena mereka menyakini bahwa Allah masih berada di tengah-tengah mereka. Alasannya sangat sederhana. Karena Bait Suci masih berada di antara mereka. Mereka menempatkan keyakian mereka pada Bait Suci, bukannya pada Allah sendiri. Mereka tidak memupunyai hubungan dengan Allah yang kekal.

Sikap menjadikan Bait Suci sebagai suatu jaminan adalah sangat lazim. Sikap ini tidak ada bedanya dengan menyembah berhala. Bait Suci telah menjadi berhala bagi mereka dan tempat mereka bergantung. Tidaklah mengherankan bahwa para nabi sebulat suara menyalahkan bangsa Israel karena menyembah berhala. Tapi Israel telah meninggalkan Allah yang kekal, dan mereka tidak mendengarkan. Mereka melihat tapi tidak mengerti. Hal ini memberi kesempatan kepada banyak nabi palsu untuk berkerja. Nabi-nabi palsu ini memberitakan pesan “damai” yang membuat mereka lebih menyakini ajaran-ajaran sesat dan terus mengeraskan hati terhadap kebenaran.

Pada akhirnya, apa yang katakan olah para nabi sejati tergenapi. Babilonia menakluk Israel dan memusnahkan Bait Suci. Mereka memindahkan semua peralatan di Bait Suci ke Babilonia. Seluruh bangsa Israel menjadi budak tanpa tempat yang dapat disebut sebagai negara mereka sendiri. Hanya pada saat itu, mereka menyadari bahwa Allah telah meninggalkan mereka. Iman yang mereka tempatkan pada Bait Suci tidak memberikan jaminan yang nyata.

1 Raja-Raja 6:12-13 mengatakan, “jika engkau tidak hidup menurut ketetapanKu, tidak menerapkan penghakimanKu, tidak melakukan semua perintahKu, dan menyimpang dari jalan TUHAN, maka Aku tidak akan diam di tengah-tengah orang Israel, dan akan meninggalkan umatKu Israel.” Kata-kata ini pada akhirnya tergenapi.

Hal yang terjadi dalam sejarah ini bukan hanya merupakan suatu peringatan bagi bangsa Israel, tapi juga suatu peringatan bagi gereja. Jika kita tidak bergantung pada Allah yang kekal, tidak menuruti perintah dan ketetapanNya dengan segenap hati, kita tidak akan mempunyai jaminan keselamatan. Kita tidak dapat mengharapkan keselamatan kita dengan bergabung dengan sebuah gereja yang ortodoks. Semuanya ini merupakan hal eksternal yang Allah tidak peduli. Kalau Anda adalah seorang gembala, Anda harus selalu ingat pada kata-kata 1 Raja-Raja 6:12-13. Kepedulian Allah hanya pada apakah kita telah melakukan kehendakNya. Bukan betapa megahnya gedung gereja, berapa banyak jemaat, berapa banyak uang persembahan dan apakah kebaktian kita itu mengesankan.

Yang menjadi kepedulian Allah bukanlah Bait Suci atau gedung gereja. Yang menjadi kepedulian Allah adalah apakah kita bergantung dan tunduk kepadaNya. Di 1 Raja-Raja 6:11-13, Allah memperingatkan Salomo dan raja-raja Israel bahwa ketaatan Israel kepada Allah tidak dapat diganti dengan membangun Bait Suci. Hanya pada saat mereka tunduk pada Allah, menuruti perintah dan ketetapanNya, maka Allah akan diam di tengah-tengah mereka. Jangan menjadikan Bait Suci jaminan maupun berhala. Jika umat Allah telah berbuat dosa, Allah tidak akan hanya karena adanya Bait Suci tetap bersama mereka. Jadi, apabila bangsa Israel memberontak melawan Allah, Allah mengutus Babilonia untuk menjarah, membinasa dan membakar Bait Suci pada tahun 587 SM. Sebagai akibatnya, Bait Suci yang dibangun oleh Salomo hanya bertahan selama 381 tahun.

Pada 515 SM, bangsa Israel yang kembali dari pembuangan mereka di Babilonia membangun kembali Bait untuk Yahweh. Bait Suci yang dibangun kembali itu tidak dapat dibandingkan dengan yang didirikan oleh Salomo. Bait Suci yang kedua yang lebih sederhana itu memperingatkan bangsa Israel untuk menarik pelajaran dari sejarah agar mereka akan bergantung dan tunduk pada Allah dengan segenap hati mereka.

Di antara 20-19SM, Herod yang Agung karena mau menyenangkan orang Yahudi, mulai pembangunan Bait Suci yang megah. Pekerjaan membangun Bait Suci itu mengambil waktu selama 46 tahun. Kita dapat membayangkan betapa besar dan megahnya Bait Suci itu. Bait Suci inilah yang masih berdiri pada zaman Yesus. Pada waktu itu, orang Yahudi berada di bawah penjajahan Romawi. Walaupun Israel berada di bawah penjajahan, bangsa Israel menikmati kehidupan yang makmur. Bait Suci mencerminkan keamanan dan kemakmuran masyarakat pada waktu itu. Namun di dalam beberapa kesempatan Yesus menyampaikan bahwa Bait Suci yang megah itu tidak menyenangkan Allah.

Yesus juga bernubuat bahwa Bait Suci ini akan dimusnahkan orang Romawi. Dia berkata, “tidak ada satu pun batu yang akan dibiarkan terletak di atas batu yan lain, semuanya akan diruntuhkan….” Sebelum Bait Suci dihancurkan oleh orang Romawi, Allah telah mengutus Yesus untuk memperingatkan bangsa Yahudi. Yang Allah hargai bukanlah kemegahan gedung itu tapi apakah hati mereka tunduk pada Allah. Sayangnya orang Yahudi tidak mendengarkan teguran dan peringatan Yesus. Pada akhirnya, mereka menyalibkan dia di atas kayu salib.

Sebagai akibatnya, seperti yang dinubuatkan oleh Yesus, Bait Suci ini sepenuhnya dimusnahkan oleh pihak Romawi di 70M. Allah mengizinkan semua mala petaka ini menimpa Bait Suci dan memalingkan mataNya dari Bait Suci. Hal ini sekali lagi membuktikan peringatan yang Allah berikan pada Salomo. “Ketaatan kita pada Allah tidak boleh diganti dengan hadirnya Bait Suci. Allah melihat pada hati kita, bukannya kurban yang kita persembahkan.” Itu juga merupakan peringatan yang Stefanus sampaikan di saat-saat menjelang kematiannya: “Bagaimanapun, Yang Mahatinggi tidak diam di dalam apa yang dibuat oleh tangan manusia, karena Dia senang untuk berdiam di tengah-tengah kita.”

Orang yang bagaimana yang berdiam bersama Allah? 1 Raja-Raja 6 menyebut tentang beberapa macam bahan yang digunakan untuk membangun Bait Suci: Batu, kayu aras, emas dan kayu minyak/ zaitun.

Semua bahan-bahan ini adalah simbol bagi orang yang menyenangkan Allah. Batu-batu yang dipakai di Bait Suci bukanlah batu-batu biasa. Batu-batu itu dipersiapkan di penggalian (ay.7). Batu ini adalah simbol untuk orang yang dosanya telah diampuni, telah dilahir kembali dan mempunyai karakter Allah. Batu-batu di Bait Suci dilapisi oleh kayu aras (ay.18). Pohon aras adalah pohon yang sangat tinggi.  Kualitas kayu aras sangat keras, lentur dan tahan lama. Mazmur 92:12 membandingkan pohon aras dengan orang benar. Kayu aras harus dilapisi oleh emas (ay.22). Emas di Perjanjian Baru adalah simbol untuk iman yang telah teruji. Kayu minyak atau kayu zaitun adalah simbol untuk keberhasilan dan kelimpahan. Pohon zaitun juga adalah simbol untuk orang yang bergantung pada Allah dan mendekat pada Allah yang selalu menghasilkan buah demi kemuliaan Allah (Mzm. 52:10).

Kiranya kita semua menjadi umat di mana Allah senang untuk berdiam di tengah-tengah kita.

 

Berikan Komentar Anda: