Ev. Xin Lan | Kejadian 2-5 |
Hari ini kita akan melihat pada manusia pertama yang diciptakan Allah, yang juga adalah nenek moyang kita yang pertama yaitu Adam.
Kisahnya diceritakan di dalam Kejadian pasal 2-5. Allah Yahweh menggunakan lima hari untuk menciptakan langit dan bumi. Dan setelah semuanya selesai, pada hari yang ke-6, Allah menciptakan Adam. Di Kejadian 2:7, dikatakan,
Ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.
Arti ‘Adam’ dalam bahasa Ibrani adalah bumi (merah)/berasal dari bumi (lahir dari bumi). Karena Allah menggunakan debu dari tanah untuk menciptakannya, dia dinamakan ‘Adam’.
Allah kemudian menciptakan sebuah taman di Eden yang terletak di sebelah timur, dan disanalah Dia menempatkan Adam, manusia yang diciptakan-Nya, untuk mengusahakan dan memelihara taman tersebut. Taman itu tumbuh subur dengan sumber daya alam yang berkelimpahan, pepohonan, rerumputan dan buah-buahan yang menjadi makanan bagi Adam.
Kemudian Allah Yahweh menemukan bahwa tidaklah baik kalau Adam seorang diri saja, dan sebaiknya memiliki pasangan untuk menolongnya. Jadi pada suatu hari, Allah membuat Adam tidur nyenyak, dan mengambil salah satu tulang rusuk daripadanya untuk menciptakan seorang perempuan. Ketika dia bangun, Adam lalu berkata, “Inilah tulang dari tulangku dan daging dari dagingku; dia akan dinamakan perempuan.” Adam menamakan perempuan itu, Hawa.
Allah menempatkan mereka di dalam taman Eden. Ada begitu banyak jenis tanaman dan pepohonan di dalamnya, beserta dengan beragam jenis buah-buahan yang manis sebagai makanan mereka. Udaranya sangatlah segar, pemandangannya sangat menyejukkan mata; di sana seseorang dapat mengagumi pemandangan sekaligus mencicipi buah-buahannya. Tidak ada hotel berbintang lima, villa di pinggir kota ataupun perkampungan untuk berlibur manapun yang dapat dibandingkan dengan taman Eden. Yang lebih penting, Yahweh seringkali datang ke taman Eden untuk berkunjung, berjalan-jalan dan berbincang-bincang dengan mereka. Mereka dapat secara langsung berbicara dengan Allah muka dengan muka; sesuatu yang tidak pernah dapat kita bayangkan di zaman ini.
Namun ada 2 pohon istimewa di dalam taman Eden, pohon kehidupan dan pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat. Allah Yahweh memberitahukan kepada mereka: “Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.”
Pada akhirnya, terjadilah sebuah tragedi yang sangat terkenal. Oleh bujukan si ular, Hawa mengambil buah dari pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat dan memakannya. Dia lalu memberikannya juga kepada suaminya, dan Adam memakannya juga.
Sejak saat itu, mereka telah dikutuk: kutukan tersebut termasuk kematian, sakit pada saat melahirkan, kesulitan-kesulitan dalam hidup dan sebagainya. Mereka telah diusir keluar dari taman Eden dan diusir dari hadapan Allah. Mereka tidak dapat melihat wajah Allah lagi mulai dari saat itu.
Namun setelah itu, Adam masih menjalani masa hidup yang panjang dan damai, membesarkan anak-anaknya, dan hidup sampai usia 930.
Semua kisah-kisah ini dicatat di dalam Kejadian. Meskipun bila Anda bukan seorang Kristen, Anda pasti sudah sangat mengenal akan kisah Adam dan Hawa. Tiap kali kita menceritakan kisah ini, kita diingatkan tentang taman Eden dan dosa Adam.
Jadi pelajaran rohani apa yang dapat kita pelajari dari Adam?
Pertama-tama, mari kita pikirkan akan hal ini, Adam jelas-jelas mengetahui kalau Allah telah mengatakan bahwa dia akan mati jika ia makan buah dari pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat, tapi mengapa pada akhirnya dia memakannya?
Mari kita lihat Kejadian 2:16,
Lalu TUHAN Allah memberi perintah ini kepada manusia: “Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.” (Kejadian 2:16)
Inilah yang Allah katakan kepada Adam, dan di ayat berikutnya (ay.18), Allah menciptakan seorang pasangan untuknya. Jadi, sangat jelas di sini yaitu ketika Adam masih sendiri, dia telah mengetahui kalau buah dari pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat tidak boleh dimakan. Dan selama kurun waktu itu, dia tidak memakannya. Jadi kapan Adam mulai berdosa? Di dalam Kejadian pasal 3, si ular datang untuk menggoda Hawa. Hawa termakan godaan dan memakan buah tersebut. Tapi tidak hanya itu, Hawa lalu memberikan buah itu kepada Adam dan Adam memakannya juga. Jadi dari sini kita dapat melihat bahwa Hawa berdosa terlebih dahulu, dan lalu membuat Adam jatuh ke dalam dosa juga. Inilah sebabnya mengapa Paulus di 1 Timotius 2:13-14 berkata,
Karena Adam yang pertama dijadikan, kemudian barulah Hawa. Lagipula bukan Adam yang tergoda, melainkan perempuan itulah yang tergoda dan jatuh ke dalam dosa. (1 Timotius 2:13-14)
Dengan demikian boleh dikatakan kalau Adam berdosa disebabkan oleh Hawa, dia mendengarkan perkataan Hawa. Allah lalu menegur Adam untuk hal itu, yang tertulis di Kejadian 3:17:
Lalu firman-Nya kepada manusia itu: “Karena engkau mendengarkan perkataan isterimu dan memakan dari buah pohon, yang telah Kuperintahkan kepadamu: Jangan makan dari padanya…” (Kejadian 3:17)
Diperhadapkan pada sebuah pilihan antara firman Allah dan perkataan istrinya, Adam memilih untuk mendengarkan perkataan istrinya. Itulah salah satu dari beberapa alasan mengapa dia berdosa.
Seringkali kita tidak dapat mengerti mengapa Adam bertindak demikian bodoh, bagaimana dia dapat membuat kesalahan untuk sesuatu hal yang terlihat begitu jelas? Namun sebetulnya hal ini tidaklah sesederhana itu. Bayangkan ada sepasang suami istri. Katakanlah hubungan mereka tidaklah begitu baik. Namun pada awalnya, ketika Anda memutuskan untuk menikahi seseorang dan menjadikannya istri atau suami Anda, setidaknya pada saat itu, Anda pasti akan berpikir kalau pasangan Anda adalah orang yang paling Anda kasihi di dunia ini, dan Anda mau untuk berada bersamanya selama-lamanya.
Tidak ada yang salah dengan mencintai seseorang, bahkan, hal ini memang seharusnya terjadi. Tapi, sampai batas mana kita harus mencintai satu sama lain? Sebagai seorang Kristen dan anak-anak Allah, Allah memerintahkan kita untuk mengasihi Allah di atas segalanya. Namun, berapa banyak dari kita yang mampu mengasihi Allah lebih daripada kita mencintai suami atau istri kita? Di dalam gereja kita sering melihat akan hal ini, di antara sepasang suami istri, kehidupan rohani yang satu lebih kuat dibandingkan pasangannya; dan seiring berjalannya waktu, tidak hanya yang lebih kuat gagal untuk memimpin yang lebih lemah untuk bertumbuh – tapi malah sebaliknya, yang lebih lemah seringkali menghambat yang lebih kuat. Pada akhirnya, kehidupan rohani keduanya mundur. Inilah contoh dari Adam yang akan kita alami ketika kita memilih untuk mendengarkan pada suara kekasih kita dan bukannya suara Allah.
Beberapa dari Anda mungkin berkata, saya tidak memiliki masalah itu karena saya masih single atau belum memiliki pasangan. Namun bagaimanapun situasi Anda saat ini, jika Anda mencintai seseorang lebih dari Allah, maka kita akan menjadi seperti Adam. Orang itu bisa jadi orang tua kita, anak-anak kita, atau teman kita dan orang-orang lainnya. Mereka akan membuat kita meninggalkan perintah Allah.
Semasa zaman Tiga Kerajaan di dalam sejarah Tiongkok, tertulis sebuah cerita sebagai berikut: Kedua Cao Cao dan Liu Bei ingin menguasai dunia, dan pada awalnya, Cao Cao selalu di dalam posisi yang lebih menguntungkan. Maka kemudian Liu Bei mengunjungi banyak orang-orang berbakat untuk meminta petunjuk dan nasihat. Akhirnya ia mengundang seorang penasihat yang sangat terkenal yang bernama Xu Shu. Xu Shu lalu membantu Liu Bei dalam banyak pertempuran, membuatnya memenangkan semua pertempuran tersebut, dan menawan banyak kota. Cao Cao lalu menjadi sangat kuatir akan situasi pada saat itu. Dia kuatir apabila hal ini berlanjut terus-menerus, maka ia akan kehilangan negeri ini dan kalah pada Liu Bei.
Lalu ia menjalankan sebuah rencana licik, Cao Cao mengetahui bahwa Xu Shu adalah seseorang yang terkenal sangat berbakti pada orang tua, dan ibunya yang sudah lanjut usia menetap di sebuah kota yang berada di bawah kekuasaan Cao Cao. Cao Cao menulis surat pada Xu Shu, meniru gaya perkataan dan tulisan dari ibu Xu Shu, dan surat itu berkata, “Ibu sakit keras, mohon engkau segera pulang.”
Xu Shu tidak pernah mengenal rasa takut dan melakukan semua hal dengan rencana yang baik, tetapi ibunya adalah satu-satunya anggota keluarga terdekatnya yang sangat dikasihinya. Maka setelah ia menerima surat tersebut, Xu Shu menjadi sangat takut dan tidak bisa berhenti menangis. Ia memutuskan untuk segera pulang. Liu Bei berusaha untuk membuatnya tidak pergi dan berkata kemungkinan surat tersebut adalah sebuah tipu muslihat; ibumu tinggal di kota yang berada di bawah kekuasaan Cao Cao. Tetapi Xu Shu sudah tidak dapat berpikir jernih and memutuskan untuk pergi dan kembali ke rumah.
Ia lalu bergegas pulang dan sesaat ia sampai di rumahnya, ia lalu berteriak dengan keras: “Ibu, apa yang terjadi dengan engkau?”
Pada saat itu ibunya sedang bekerja. Ia begitu terkejut melihat Xu Shu pulang, dan ia kembali bertanya: “Mengapa engkau ada disini? Bukankah seharusnya engkau sedang membantu Liu Bei?”
Xu Shu berkata, “Saya menerima surat yang mengatakan bahwa Ibu sakit”
Ibunya berkata, “Tidak, kamu pasti sudah diperdaya oleh Cao Cao.”
Kemudian Xu Shu menyadari apa yang telah terjadi saat itu, tapi semuanya sudah terlambat, para pengikut Cao Cao sudah menunggunya di depan pintu.
Jangan lupa bahwa Xu Shu adalah seorang penasihat, ia membantu Liu Bei untuk merencanakan dan memenangkan setiap pertempuran, tidak ada tipu muslihat peperangan serumit apapun yang dapat mengalahkan dia, tapi satu tipu muslihat kecil dari Cao Cao berhasil memperdayanya. Mengapa hal itu bisa terjadi? Hal itu terjadi karena Xu Shu sangat mengasihi ibunya; dan hasil dari mengasihi seseorang dengan berlebihan adalah mata orang tersebut dibutakan terhadap bahaya dan menjadi tidak sadar lalu terus masuk pada perangkap yang sedemikian jelas.
Ibu Xu Shu yang melihat bahwa anaknya masuk dalam ke dalam perangkap karena dirinya, lalu mengakhiri hidupnya dengan cara menggantung diri agar ia tidak lagi menjadi hambatan dan titik lemah anaknya. Oleh karena perbuatannya ini, ia dikagumi sebagai seorang ibu yang luar biasa, bahkan jauh melebihi kebanyakan umat Kristen (dalam hal mengorbankan diri).
Kita dapat melihat bahwa kasih Xu Shu terhadap ibunya yang sedemikian besar (dengan tidak menghiraukan semua hal lainnya) pada akhirnya menghancurkan karirnya dalam menolong Liu Bei mempersatukan negerinya, yang juga mengakibatkan ia kehilangan ibunya. Pada akhirnya ia hanya dapat menyesali keputusannya yang salah hingga akhir hidupnya.
Tentunya peristiwa Xu Shu terjadi setelah peristiwa Adam. Walau dengan contoh yang terjadi pada Adam, manusia yang ada sesudahnya masih melakukan kesalahan yang sama berulang kali. Mungkin dari kisah dalam sejarah Tiongkok ini kita dapat lebih mengerti mengapa Adam berdosa.
Di dalam taman Eden, Adam memiliki seorang musuh, yang juga adalah musuh kita di masa sekarang, yaitu si ular, iblis. Perintah Allah kepada Adam tentang jangan memakan buah dari pohon pengetahuan sesungguhnya adalah suatu bentuk perlindungan- yang dimaksudkan untuk melindungi Adam dari dosa. Tapi Iblis juga mencoba berbagai macam cara untuk mengalihkan kita dari perlindungan Allah. Dengan Adam, iblis tidak membujuknya untuk memakan buah dari pohon pengetahuan, karena Adam tahu dengan jelas akan perintah Allah, sehingga ia mematuhi Allah dan tidak memakan buah tersebut. Maka kemudian si iblis menggunakan sebuah senjata yang paling efektif untuk mengelabui Adam, yaitu Hawa, orang yang paling dikasihinya. Iblis membiarkan Hawa untuk membujuk Adam untuk memakan buah tersebut, dan pada akhirnya Adam dengan rela menyerah pada bujukannya.
Oleh karena itu senjata paling efektif yang digunakan oleh musuh kita dalam menyerang kita adalah melalui orang-orang yang paling kita kasihi. Apabila kita mengasihi seseorang lebih dari segalanya, orang ini bisa menjadi halangan/batu sandungan bagi kita. Tapi apakah kita memiliki kebijaksanaan rohani untuk mengasihi hanya Allah lebih dari segalanya? Kebijaksanaan ini juga merupakan senjata paling efektif untuk mengalahkan dosa.
Jadi pelajaran pertama yang kita dapatkan dari nenek moyang kita Adam adalah kita perlu mengasihi Allah lebih dari segalanya (dan siapapun). Selanjutnya kita akan mendiskusikan mengapa Adam dengan sengaja berbuat dosa?
Kita tahu bahwa anak-anak memiliki natur untuk memberontak, contohnya pada saat orang tuanya melarang mereka bermain dengan api agar mereka tidak terbakar, malah mereka akan dengan sengaja melakukannya. Pada beberapa kasus, hal ini berakhir dengan kematian tragis bagi anak yang bermain api itu. Contoh lain adalah narkoba; beberapa orang dengan rasa ingin tahunya untuk mencoba, mereka lalu berkata pada dirinya sendiri, “Semua orang berkata bahwa sangat mudah menjadi ketagihan, tapi apakah seserius itu? Saya akan mencobanya sekali ini saja Hanya kali ini saja. Seharusnya tidak masalah. Saya bisa mengontrol diri saya sendiri.” Tapi pada akhirnya mereka tidak dapat berhenti.
Terkadang, disaat kita melakukan sesuatu yang salah, kita berpikir bahwa ini adalah suatu kebetulan dan mungkin saja hal ini tidak berakhir buruk. Atau meskipun kita tahu dampaknya sangat serius, kita masih berpikir “Tidak masalah, saya bisa menerima kesalahan yang telah saya lakukan. Hal terburuk yang dapat terjadi adalah saya akan kehilangan hidup saya sendiri.”
Pada masa itu, pasti Adam tidak membayangkan bahwa dosanya tidak hanya berdampak pada dirinya sendiri, tapi juga mempunyai dampak yang lebih jauh kepada semua umat manusia. Oleh karena itu Paulus berkata di Roma 5:12
Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa. (Roma 5:12)
Dalam ayat ini, “satu manusia” menggambarkan Adam. Dampak dari dosanya adalah ia harus meninggalkan taman Eden, menjauh dari pohon kehidupan, dan tanpa pohon kehidupan ia harus menghadapi kematian. Dan karena ia diusir dari taman Eden, seluruh keturunannya tidak memiliki bagian dalam taman Eden & pohon kehidupan. Kemudian kita beranjak semakin jauh dari Allah dengan melakukan berbagai macam dosa, bahkan sampai pada satu titik di mana kebanyakan orang pada masa kini, tidak mengetahui nama Allah.
Tetapi puji kepada Allah! Untuk menyelamatkan kita, Ia mengutus Yesus ke bumi dan mati di kayu salib untuk dosa-dosa kita. Yesus menebus dosa-dosa kita dengan hidupnya. Bila dosa tidak sedemikian serius, mengapa Allah harus membayarnya dengan harga yang demikian tinggi? Mungkin sampai saat ini, kita masih belum dapat memahami arti sesungguhnya dari keselamatan. Kita berdoa agar Allah mengampuni kita!
Jadi, kegagalan Adam adalah dia tidak melihat dosa sebagai sesuatu hal yang sangat serius. Dia tidak menyadari konsekuensi dari dosa adalah kematian. Adam tidak dapat menanggung dosanya seorang diri, karena dia seluruh keturunan setelahnya terkena dampaknya.
Di dalam Alkitab, Allah memperingatkan kita tentang dosa sebagai sesuatu yang tidak boleh kita lakukan. Namun apakah kita menyadari pentingnya perkataan Allah tersebut? Apakah kita menjauh dari dosa? Atau malah kita berkata: “Apakah dosa seserius itu? Itu bukanlah hal yang begitu serius.”
Allah berkata bahwa kita tidak boleh melakukan perzinahan, tapi lihatlah sekeliling kita, kita melihat orang-orang berselingkuh, mengeluarkan uang untuk memiliki seorang simpanan. Sepasang wanita dan pria hidup bersama sebelum pernikahan menjadi hal yang sangat biasa. Beberapa survei menuliskan bahwa sebagian murid-murid SMU berpikir bahwa hal itu bukanlah hal yang aneh. Dan tentang pernikahan homoseksual, banyak orang meminta untuk dilegalkan. Mereka berpikir bahwa tidak ada yang salah dengan hal itu kalau dua orang saling mencintai.
Di mata Allah, semua tindakan-tindakan itu adalah dosa. Namun, di zaman ini, kita melihat hal-hal itu sebagai hal yang tidak aneh dan masuk akal. Kita melihatnya sebagai sesuatu yang alami, hal itu dilihat sebagai hak asasi manusia dan kita harus menghormatinya. Dosa-dosa ini juga telah masuk kedalam gereja. Di dalam gereja, ada banyak orang melakukan perzinahan, tinggal bersama sebelum menikah, atau berada di dalam sebuah hubungan homoseksual. Mereka semua duduk bersama untuk memuji Allah. Dapatkan Anda bayangkan apakah Allah memberkati gereja yang demikian?
Beberapa dari Anda mungkin akan berkata, “Ya, saya telah berdosa, lalu? Saya masih menikmati hidup saya. Saya kenal beberapa orang, mereka melakukan bahkan lebih banyak dosa daripada saya, namun mereka tetap memiliki sebuah kehidupan yang baik, saya bahkan belum pernah melihat adanya hukuman yang menimpa mereka.”
Inilah kesalahan yang Adam lakukan, dia tidak melihat konsekuensi dari dosa dan dampaknya yang amat besar. Upah dari dosa ialah maut!
Sebagian orang mungkin berkata, “Lalu? Tiap orang akan mati pada akhirnya; hal yang terpenting adalah bila kita menikmati hidup kita hari ini!”
Sebagian orang mungkin takut akan kematian, tapi sebagian lagi tidak. Saya pernah membaca artikel dari sebuah surat kabar yang menuliskan ada orang-orang yang melakukan tindakan kriminal yang sangat serius dan telah dihukum mati. Namun ketika mereka diperhadapkan pada akhir hidup mereka, mereka sangatlah tenang dan tidak terlihat takut. Ketika reporter mewawancarai mereka, salah satu dari mereka berkata: “Saya telah tidur dengan lebih dari seratus wanita, dan membunuh lebih dari seratus orang, saya tidak menyia-yiakan hidup saya meskipun saya harus mati saat ini.”
Betapa hati seseorang dapat menjadi sedemikian kerasnya!
Ya, Anda mungkin tidak takut terhadap kematian, tapi hal itu adalah karena Anda hanya tahu tentang kematian jasmani. Anda berpikir setelah Anda mati, semuanya akan lenyap. Tapi Alkitab memberitahukan kita, manusia terbuat dari daging dan roh. Setelah daging/tubuh kita meninggal, roh akan tetap ada. Jadi Yesus di Matius 10:28 berkata kepada kita,
Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka. (Matius 10:28)
Pada kenyataannya, ada dua jenis kematian, yang pertama adalah kematian jasmani, dan satunya lagi adalah kematian rohani. Apakah Anda berpikir bahwa konsekuensi dari dosa adalah kematian jasmani? Jika demikian, mengapa Adam dapat hidup sampai usia 930 tahun meskipun dia telah berdosa? 930 tahun, hampir 1 milenium. Kita tidak akan pernah dapat membayangkan hal demikian terjadi hari ini! Ingat Qin Shihuang (kaisar pertama dari dinasti Qin) menggunakan kekayaannya dan sumber daya manusia untuk mencari kekekalan, tapi berakhir sia-sia. Dan banyak raja-raja lain dan para jenderal di dalam sejarah yang juga ingin untuk hidup beberapa dekade lebih lama, tapi semua berakhir dengan kematian dengan penyesalan yang dalam. Dan Adam hidup selama 930 tahun meskipun telah memakan buah yang seharusnya membawa kematian baginya! Bukankah hal ini adalah suatu lelucon?! Jika seseorang memberitahukan kepada Anda bahwa Anda telah berdosa, dan Anda akan meninggal pada akhirnya, namun Anda dapat hidup selama 930 tahun. Apa yang akan Anda pikirkan kemudian? Apakah hal ini akan membawa Anda menjauh dari dosa? Atau mungkin kita akan berakhir seperti para kriminal yang diceritakan diatas yang berkata, “Tidak apa-apa, saya tidak menyia-yiakan hidup saya.”
Kenyataannya, upah dosa adalah maut; di sini hal ini merujuk pada kematian rohani. Konsekuensi yang menimpa Adam adalah bahwa dia harus menghadapi kematian rohani. Hal yang sama juga akan terjadi pada kita, sekali kita berdosa, maka kita harus menghadapi kematian rohani. Betapa mengerikannya kematian itu! Kematian rohani itu jauh tidak mungkin dapat kita bayangkan. Tapi jika kita sungguh mengerti akan hal ini, kita akan memiliki rasa takut yang sesungguhnya terhadap konsekuensi serius yang akan dibawa oleh dosa, dan kita juga akan lebih menghargai akan harga yang telah dibayar oleh Yesus untuk keselamatan kita. Seringkali, kita tidak mengerti mengapa Yesus harus mati di kayu salib. Alasan untuk hal ini adalah karena kita tidak mengerti sepenuhnya tentang konsekuensi serius yang datang dari dosa, yang juga akan membawa kita pada kematian rohani dan hanya Yesus yang dapat menyelamatkan kita melalui pengorbanannya.
Sebagian orang mungkin berkata, “Saya tidak akan melakukan hal-hal yang demikian buruk; saya tidak pernah melakukan dosa yang besar.” Hal itu bagus dan baik, tapi bagaimana dengan dosa lainnya? Yesus mengatakan apa yang menodai seorang manusia berasal dari dalam, di dalam Markus 7:19-23, dia mengatakan hal itu termasuk niat jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, ketamakan, kejahatan, tipu muslihat, tidak bermoral, iri hati, fitnah, kesombongan, kebodohan. Pernahkah kita melakukan salah satu dari hal di atas?
Ada sebuah pepatah Tionghoa yang berkata: ” Jangan pernah melakukan kesalahan-kesalahan yang besar, tapi lakukanlah hanya kesalahan-kesalahan yang kecil.” Hal ini bermakna, saya tidak akan menyentuh kesalahan-kesalahan besar yang melanggar hukum atau berujung pada hukuman atau dosa-dosa tentang hidup dan mati (yang membuat kita kehilangan hidup kita); tapi kesalahan-kesalahan kecil yang tidak menyangkut tindakan kriminal serius atau tidak harus pergi ke pengadilan, meski aku melakukannya berulang kali, itu tidak masalah.
Saya pernah membaca sebuah kisah nyata di sebuah surat kabar. Ada sepasang suami istri yang sering berdebat satu sama lain tentang isu-isu kecil dalam keluarganya. Seiring waktu, argumen-argumen kecil yang mereka ucapkan semakin menyakiti perasaan masing-masing dari mereka. Akhirnya, hal itu sampai pada suatu tahap dimana mereka merasa tidak dapat hidup bersama lagi. Lalu apa yang mereka lakukan? Sudah tentu, akhirnya mereka pun bercerai. Sepasang suami istri ini masih sangat muda, segera setelah mereka bercerai, mereka menikah lagi dengan orang lain. Tapi mereka memiliki seorang anak yang masih sangat kecil, dan anak ini menjadi beban bagi mereka, lalu kemudian dengan mudahnya mereka menelantarkan anak mereka dan memberikan anak itu untuk dibesarkan oleh sanak saudara mereka. Anda pasti dapat membayangkan bagaimana kehidupan anak ini yang harus hidup di bawah atap rumah orang lain. Sewaktu dia berusia 7 atau 8 tahun, dia menemukan kalau batok lututnya seperti akan lepas, dan seringkali berada dalam keadaan kesakitan. Setelah melewati sebuah pemeriksaan di rumah sakit, lalu didiagnosa bahwa hal itu adalah osteocarcinoma (kanker tulang).
Anak kecil itu terbaring di atas ranjang dan mengerang kesakitan, dengan berlinang air mata dia bercerita dengan sangat sedih di mana dia kehilangan kasih sayang orang tuanya selama bertahun-tahun. Ayahnya sangat terkejut dan tersadar setelah mendengar tentang hal yang menimpa anaknya; lalu kemudian kembali dari tempat yang jauh untuk menemani anaknya yang sangat kasihan itu. Tapi sangat disayangkan tidak lama setelah itu, anaknya meninggal dunia.
Perdebatan terjadi diantara pasangan-pasangan, apakah hal itu merupakan sebuah kesalahan besar atau hanyalah sebuah kesalahan kecil? Lalu bagaimana dengan perceraian? Apakah sepasang suami istri yang diceritakan di atas melakukan dosa-dosa yang serius? Siapa yang dapat kita salahkan untuk kematian anak itu? Meskipun hal ini terlihat seperti sebuah kesalahan kecil, kerusakan yang dibawa sangatlah serius. Hal itu menjadi hal hidup atau mati dan memberikan dampak pada seorang yang tidak bersalah.
Jadi pelajaran ke-2 yang dapat kita pelajari dari Adam adalah, jangan menganggap remeh akan dosa. Akibat serius yang disebabkan oleh dosa dapat jauh melebihi imajinasi kita, yaitu dapat berujung pada kematian rohani. Ketika Adam berdosa, dia mungkin tidak pernah berpikir kalau dosa tidak hanya memberikan dampak pada dirinya sendiri, tapi juga memberikan dampak yang sangat besar pada seluruh umat manusia.
Kesimpulan:
Kisah Adam ditulis di Kejadian 2-5. Dia merupakan manusia pertama yang diciptakan oleh Allah, yang juga adalah nenek moyang kita. Melalui dia, kita mewarisi hidup kita secara jasmani, namun juga melalui dia, dosa bertakhta di atas dunia.
Hari ini kita belajar 2 pelajaran rohani melalui kisah Adam.
Pertama, kita harus mengasihi Allah lebih dari apapun (dan siapapun). Adam mengasihi istrinya Hawa lebih daripada Allah, dan karena itu dia mendengar perkataan istrinya dan memakan buah yang tidak seharusnya dimakan olehnya.
Kedua, jangan pernah menganggap remeh akibat dari dosa. Hal itu tidak hanya membawa kematian rohani pada diri kita, namun dosa juga menyebar seperti penyakit, dan menyebarkan sakit pada orang lain juga. Dosa Adam tidak hanya membawa akibat padanya tapi juga memiliki dampak yang luar biasa pada seluruh umat manusia.