Pastor Boo | Kematian Kristus (1) |
Mari kita mulai dengan Matius 1:21 di mana malaikat Gabriel berkata kepada Yusuf:
Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka.
Nama “Yesus” dalam bahasa Ibrani berarti, “Yahweh menyelamatkan”. Namanya adalah “Yahweh menyelamatkan” karena dia akan menyelamatkan umatnya dari dosa-dosa mereka.
Hari ini saya akan membahas tentang dosa karena jika kita mengatakan bahwa Allah menyelamatkan kita dari dosa-dosa kita, tetapi kita tidak tahu apa arti dosa, dan kita tidak tahu bahwa kita penuh dengan dosa, lalu mengapa kita ingin diselamatkan? Sangatlah penting untuk memahami makna biblikal dari dosa. Kita akan lanjutkan ke Roma 3:10-18 karena bagian ini memberi kita pemahaman yang cukup lengkap tentang masalah dosa.
10 seperti ada tertulis: “Tidak ada yang benar, seorangpun tidak.
11 Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah.
12 Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak.
13 Kerongkongan mereka seperti kubur yang ternganga, lidah mereka merayu-rayu, bibir mereka mengandung bisa.
14 Mulut mereka penuh dengan sumpah serapah,
15 kaki mereka cepat untuk menumpahkan darah.
16 Keruntuhan dan kebinasaan mereka tinggalkan di jalan mereka,
17 dan jalan damai tidak mereka kenal;
18 rasa takut kepada Allah tidak ada pada orang itu.” (Roma 3:10-18)
Inilah uraian Paulus tentang orang yang penuh dosa. Bagian tengah dari perikop ini dari ayat 12 sampai 17 berbicara tentang masalah hubungan. Saat kita memiliki masalah dalam hubungan dengan sesama manusia, maka lidah kita mulai bekerja. Kita tidak tanggung-tanggung mengkritik orang yang tidak kita sukai. Dan tidak mengherankan jika ucapan kita melibatkan kekerasan. Saat Paulus membahas tentang manifestasi dosa, kita perhatikan bahwa dosa sering diungkapkan melalui kekerasan, terutama kekerasan dalam ucapan. Kita tidak perlu secara harfiah memukul atau menembak orang yang bersangkutan. Kita cukup memakai lidah kita. Setiap orang di dunia ini bersalah dalam hal ini. Nah, apakah akar dari permasalahannya? Tindakan-tindakan yang agresif itu hanya gejala-gejalanya, tetapi apa akar masalahnya? Bagaimana anda mengartikan dosa secara biblikal?
1) DOSA DIAWALI DENGAN SIKAP YANG SALAH TERHADAP ALLAH
Nah, kita menemukan jawabannya pada ayat 11 dan 18, dua ayat yang mengawali dan mengakhiri kutipan ini. Sikap apa yang terlihat di ayat 18? “Rasa takut kepada Allah tidak ada pada orang itu.” Jika anda tidak takut akan Allah, anda akan mulai melakukan pelanggaran. Anda akan mulai melakukan berbagai hal yang tidak berkenan bagi Dia karena anda beranggapan bahwa Allah tidak peduli, atau mungkin tidak melihat. Demikianlah, anda mulai berbuat sesuka hati. Di dalam ayat 18 ini, tidak adanya rasa takut akan Allah merupakan diagnosa dari gejala yang disebutkan dalam ayat 11, “Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah.” Sikap seperti ini membuat anda ingin menghindari Allah sejauh mungkin. Kita tidak ingin Dia berada dekat kita dan kita juga tidak ingin mendekat kepada-Nya.
Rasa takut akan Allah ini dapat dilihat umpamanya di Keluaran 9:20-21 ketika beberapa hamba Firaun takut akan Firman Tuhan dan menuruti Musa. Kata “takut” dalam ayat 20 kemudian diuraikan dalam ayat berikutnya dengan kata “mengindahkan”. Dalam bahasa Inggris terjemahan ESV, “pay attention to (memperhatikan)” sedangkan terjemahan versi NASB memakai ungkapan “paid…regard to (menghormati)” atau mengikuti terjemahan yang harafiah dari versi NET “put to his heart (memasukkan ke dalam hati)”. Semua ini dengan jelas membawa makna sikap yang dengan serius mengindahkan Yahweh dan Firman-Nya. Di Maleakhi 1:6, takut akan Allah diartikan sebagai menghormati Dia. Tentu saja, kita tidak akan memperhatikan atau memberi rasa hormat kepada orang yang tidak kita hargai (kecuali jika berada di bawah tekanan atau ancaman). Jika kita kembali ke Roma 1:21, Paulus mengungkapkan hal yang sama:
Sebab sekalipun mereka mengenal Allah, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau mengucap syukur kepada-Nya. Sebaliknya pikiran mereka menjadi sia-sia dan hati mereka yang bodoh menjadi gelap. (Roma 1:21)
Dengan demikian, ungkapan “takut akan Allah” tidak berhubungan dengan makna takut yang harafiah, melainkan dengan fakta bahwa anda mengabaikan atau tidak ingin memiliki hubungan apa-apa dengan Dia. Oleh karenanya, anda lalu tidak menghormati Dia dan juga tidak bersyukur kepada-Nya. Inilah masalah dasar manusia: kita adalah orang-orang yang menginginkan otonomi atau kemerdekaan bagi diri sendiri sehingga kehadiran Allah menjadi persoalan bagi kita; kita tidak benar-benar menginginkan Dia. Sekali waktu, saat kita sedang dalam masalah, mungkin kita mau datang kepada Allah. Namun saat anda tidak terkena masalah, siapa yang mau datang kepada Allah? Itulah sebabnya mengapa ketika Allah mulai berkarya dalam diri orang-orang, salah satu hal pertama yang dapat anda lihat ialah rasa takut mereka kepada Allah. Jika kita perhatikan Amsal 9:10, “Permulaan hikmat adalah takut akan Yahweh”, maka kebalikan dari ayat itu, yakni tidak adanya rasa takut akan Allah, adalah awal dari kebodohan. Itulah sebabnya mengapa kita melakukan hal-hal yang salah atau bodoh di mata Allah. Dari mana semua kejahatan itu bersumber? Tidak adanya rasa takut akan Allah.
Ketika mengadakan Pedalaman Alkitab baru-baru ini, ada seorang pemuda mengajukan pertanyaan kepada saya. Dia bertanya, “Mengapa setiap kali Allah menjawab doa saya, saya menjadi ketakutan?” Dia tidak berkata, “Sangat menyenangkan ketika Allah menjawab doa saya. Saya bersyukur kepada Dia.” Tidak seperti itu, reaksi yang dia tunjukkan adalah, “Setiap kali Allah menjawab doa saya, saya menjadi ketakutan.” Dia ingin memahami mengapa dia bereaksi seperti itu. Lalu saya katakan kepadanya, “Adalah hal yang indah jika setiap kali Allah menjawab doa anda, lalu anda menjadi ketakutan. Itu karena Dia ingin anda mengerti tanggung jawab anda di hadapan-Nya. Jika anda paham bahwa Allah telah berbuat sesuatu di dalam hidup anda, maka anda harus memberi tanggapan kepada Dia. Anda harus mendekatkan diri kepada-Nya. Karena Dia sudah menunjukkan bahwa Dia itu nyata, selanjutnya adalah tanggung jawab anda untuk membenahi hubungan anda dengan Dia.”
Demikianlah, dia lalu membenahi hubungannya dengan Allah dan menjadi pengikut Yesus. Beberapa hari kemudian, dia lalu dibaptis. Mengapa? Karena dia adalah orang yang sudah mengerti makna takut akan Allah; dia ingin membenahi hubungannya dengan Allah. Dia ingin mengenal Allah. Dia ingin mendekat kepada Allah. Berkat Allah atas dirinya membawa dia pada pertobatan, membawa dia pada hubungan yang dekat dengan Allah (Rm 2:4). Demikianlah, masalah dasar dari manusia adalah seperti yang terungkap dalam Roma 3:10-11, “Tidak ada yang benar, seorangpun tidak. Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah” – itulah persoalan kita.
Perjanjian Baru mencatat bahwa orang asing pertama yang menjadi murid Kristus ialah seorang Roma yang bernama Kornelius. Di Kisah Para Rasul 10:1-2, kita lihat:
Di Kaisarea ada seorang yang bernama Kornelius, seorang perwira pasukan yang disebut pasukan Italia. Ia saleh, ia serta seisi rumahnya takut akan Allah dan ia memberi banyak sedekah kepada umat Yahudi dan senantiasa berdoa kepada Allah.
Inilah prinsip yang ditegakkan bagi kita, bahwa kehidupan Kristen diawali dari rasa takut akan Allah, yang secara kontekstual dipahami sebagai kesalehan dan doa yang terus menerus kepada Allah, dan sedekah kepada umat-Nya. Hal ini sangat bertolak belakang dengan iklim rohani zaman sekarang di mana rasa takut akan Allah sudah lenyap! Itu sebabnya mengapa dosa sangat memenuhi banyak gereja di zaman sekarang.
Mari kita lihat dosa yang mula-mula muncul, dosa Adam di Kejadian 2:16-17
Lalu YAHWEH Allah memberi perintah ini kepada manusia: “Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.”
Di sini Tuhan Allah menegaskan dengan gamblang kepada Adam bahwa semua pohon di dalam Taman Eden boleh dimakan buahnya, kecuali pohon yang satu itu. “Pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.” Lalu apa yang terjadi? Mari kita lihat pasal 3:5-6
5 tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat.” 6 Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminyapun memakannya.
Allah sudah memberitahu mereka untuk tidak memakan buah itu. Lalu Satan berkata kepada Hawa, “Kalau kamu memakan buah ini, kamu akan menjadi seperti Allah.” Jika anda ajukan pertanyaan ini kepada Adam dan Hawa: “Apakah kalian ingin menjadi bijaksana seperti Allah?” Jawaban mereka tentunya, “Sudah pasti!” Itulah sebabnya mengapa mereka memakan buah tersebut. Mereka ingin menjadi seperti Allah dalam arti memahami apa yang baik dan yang jahat, dan kita juga punya keinginan yang sama. Bukannya berkata, “Nah, Allah sudah melarang, jadi kami tidak akan memakannya,” mereka justru memakannya. Karena hasrat mereka untuk menjadi seperti Allah, mereka tidak menaati Allah. Ironi yang menarik. Dengan kata lain, kita ingin menjadi seperti Allah tanpa harus menghormati Dia. Ini adalah kombinasi yang sangat aneh. Kita ingin menjadi seperti Dia, tetapi kita ingin menjaga jarak sejauh mungkin dari Dia. Apa arti keinginan Adam dan Hawa untuk menjadi bijaksana? Artinya kita ingin menjadi bijaksana dari sisi luarnya saja, tetapi kita tidak ingin menjadi bijaksana dalam arti menjadi serupa dengan Allah di sisi karakter-Nya, dalam keserupaan dengan Dia.
Anggaplah, sebagai contoh, Adam dan Hawa tidak berbuat dosa dan mereka menjadi seperti Allah, tahu apa yang baik dan yang jahat. Bagaimana keadaan selanjutnya? Ada Allah yang tahu apa yang baik dan yang jahat, lalu ada Adam dan Hawa yang tahu juga akan hal yang baik dan yang jahat. Anda dapati “Trinitas” di sini! Dengan kata lain, anda tidak perlu datang kepada Allah untuk bertanya, “Ya Tuhan, hal apakah yang benar untuk saya perbuat?” Anda hanya perlu datang kepada Adam dan Hawa untuk menanyakannya, dan mereka akan memberitahu anda. Artinya, anda tidak memerlukan Allah lagi. Dapatkah anda melihat akibatnya? Mereka dapat mengesampingkan Allah. Godaan Satan adalah godaan untuk menjadi mandiri, mandiri dari Allah. Perhatikan hidup anda, jika anda dapat hidup “mandiri” dari Dia, Iblis telah berhasil seperti dia telah berhasil dalam kehidupan banyak orang.
Camkanlah pokok tentang “takut akan Allah”. Anda tidak ingin menghormati Allah karena anda ingin menghormati diri anda sendiri, “Aku ingin tahu apa yang Allah tahu.” Di titik ini, urusannya jadi berbahaya dan rumit. Kuasa dosa mulai bekerja di dalam diri orang tersebut. Hal ini terjadi dalam petualangan menuju “spiritualitas”. Kata spiritualitas ini adalah istilah yang halus. Bagi saya, kata spiritualitas ini bisa jadi istilah yang menakutkan. Terkadang agak menakutkan melihat apa yang dapat dilakukan orang atas nama spiritualitas? Kitab Kejadian memberitahu kita bahwa dosa bisa bertumbuh bahkan pada saat kita mengejar hal-hal yang berasal dari Allah. Adam dan Hawa ingin menjadi seperti Allah! Dosa menjadi efektif saat kita yang menjadi titik pusat; Allah hanya dijadikan alat untuk mengejar tujuan, yakni kepentingan kita. Itu sebabnya mengapa seseorang bisa saja terlihat “rohani” padahal di dalam dirinya dia masih sangat egois. Dia memakai agama untuk mengangkat dirinya sendiri. Ini adalah hal yang sangat halus dan akhirnya kita masuk ke dalam tipuan tanpa menyadarinya! Iblis adalah lawan yang sangat cerdas. Dia tahu bagaimana menggoda Adam dan Hawa untuk berhasrat menjadi seperti Allah, untuk mengetahui hal yang baik dan yang jahat. Dia tidak nenentang hal itu! Itu sebabnya pengetahuan bisa menjadi hal yang sangat berbahaya! Anda bisa saja memiliki pengetahuan luas tentang isi Alkitab. Iblis bahkan bisa mengutip isi Alkitab tanpa harus membacanya. Inilah makna dan bahaya dari pokok yang sedang kita bicarakan. Semakin banyak pengetahuan anda miliki tentang isi Alkitab, semakin banyak pengetahuan kita mengenai Allah, keadaan kita bisa menjadi semakin buruk jika kita tidak menghormati Dia. Beberapa orang menghabiskan bertahun-tahun mempelajari Alkitab tetapi tidak menjadi lebih bijaksana sedikit pun. Itu sebabnya mengapa Roma 1:21 menjadi sangat penting. Sekalipun mereka mengenal Allah, bahkan di tingkat pengenalan melalui pengalaman, mereka tetap tidak menghormati Allah. Adam dan Hawa tentu saja memiliki pengenalan di tingkat pengalaman dengan Allah, tetapi mereka tidak menghormati Allah pada saat itu.
Mari kita camkan satu hal. Satu-satunya sikap hati yang akan mengangkat kita, yang akan menyelamatkan kita, adalah sikap hati yang takut akan Allah. Apakah arti takut akan Allah? Artinya adalah menghormati dan bersyukur kepada Dia. Kita tidak membelokkan penghormatan itu ke arah diri kita sendiri. Masalah yang menjatuhkan Adam dan Hawa adalah bahwa mereka menginginkan pengetahuan-Nya tetapi tidak ingin menjadi serupa dengan Allah dalam hal kepribadian-Nya. Keduanya adalah hal yang berbeda; keserupaan kepribadian menuntut perubahan di dalam diri. Akibatnya, mereka justru menjadi serupa dengan Satan karena mereka melakukan hasrat Satan. Mereka mendapatkan pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat lewat jalan yang salah. Karena mereka telah melakukan hal yang jahat, maka mereka tahu apa itu hal yang jahat dan, di sisi lain, mereka juga tahu bagaimana seharusnya melakukan hal yang baik. Orang dapat memiliki banyak pengetahuan tanpa memiliki keserupaan dengan Allah sama sekali. Ini adalah pokok penting yang harus dicamkan.
Mari kita kembali lagi ke Roma pasal 1. Jika anda bertanya, “Apa sumber pertama dari dosa?” Jawabannya adalah sikap hati kita kepada Allah. Jika sikap hati kita tidak benar, tidak akan ada hal yang benar dalam hidup anda. Anda akan terus saja berbuat dosa, bahkan mungkin tanpa menyadarinya. Yang lebih buruk lagi, anda bahkan mengira sedang melakukan hal yang benar! Jadi mari kita benahi lagi sikap hati yang paling dasar – takut akan Allah – ini. Mari kita ulangi, apa arti takut akan Allah? Artinya adalah mencari dan memahami Dia, menghormati Dia, bersyukur kepada-Nya atas semua hal yang telah Dia perbuat untuk kita. Jangan mengambil kehormatan itu untuk diri kita sendiri. Serahkan kepada Dia semua hormat dan penghargaan di dalam hidup anda dan anda akan dapati banyak hal akan berjalan dengan benar. Anda akan dapati bahwa pemahaman anda tentang Allah juga akan menjadi semakin jelas.
Mari kita lihat Roma pasal 1 lagi. Di pasal ini anda akan melihat adanya perkembangan. Pertama adalah sikap hati kita kepada Allah, lalu anda lihat di Roma 1:22, “Mereka berbuat seolah-olah mereka penuh hikmat, tetapi mereka telah menjadi bodoh.” Dengan kata lain, mereka mengklaim bahwa mereka sudah memiliki pengetahuan, bahkan di tingkat pengalaman, tentang Allah akan tetapi mereka tidak menunjukkan kepribadian yang serupa dengan Dia. Hanya sebatas omongan. Lalu Paulus melanjutkan di ayat 23:
Mereka menggantikan kemuliaan Allah yang tidak fana dengan gambaran yang mirip dengan manusia yang fana, burung-burung, binatang-binatang yang berkaki empat atau binatang-binatang yang menjalar.
Hal ini mungkin terdengar problematis jika anda berkata, “Saya tidak menyembah berhala, saya bukan penyembah berhala.” Di zaman sekarang ini sangat sedikit orang yang menyembah berhala secara harafiah, kecuali di India dan berapa negara lain. Lalu mengapa kita dipandang bersalah? Nah, karena anda tidak menghormati Allah dan menginginkan kemerdekaan anda sendiri, anda akan mulai mengganti Pencipta dengan ciptaan. Itu sebabnya mengapa mayoritas orang sekarang menjadi materialistis. Mari kita jujur saja. Materialisme adalah gambaran dari masyarakat kita, bukankah demikian? Hal apakah yang senang dibicarakan oleh semua orang? Karir dan peluang bisnis, bagaimana mencapai kehidupan yang lebih baik, mendapatkan uang yang lebih banyak. Semua hal itu masuk dan memenuhi hati kita sehingga kita menjadi larut dalam materialisme. Kita semua berjuang untuk memenuhi keinginan dan mendapatkan hal-hal yang ingin diraih. Itulah pokok yang dibahas dalam ayat 25,
Sebab mereka menggantikan kebenaran Allah dengan dusta dan memuja dan menyembah makhluk dengan melupakan Penciptanya yang harus dipuji selama-lamanya, amin.
Kita menyembah dan melayani materi. Kita menjadi budak materi. Baru-baru ini saya dikejutkan oleh sebuah audiobook yang disediakan secara gratis oleh sebuah website Kristen. Isinya tentang hal membebaskan orang Kristen dari beragam permen yang ada di dunia. Secara khusus keprihatinan mereka tertuju pada media sosial dan beragam perangkat yang biasa kita gunakan. Jika anda berada di tempat umum, anda akan melihat orang-orang sibuk dengan HP mereka. Itulah permen mungil kita. Anda bahkan bisa melihat orang-orang tua bermain games di HP mereka. Dengan mudah kita menjadi kecanduan dengan games. Semua games itu sangat memikat dan mudah membuat kita larut dalam permainannya. Audiobook ini berusaha untuk membantu orang Kristen mengembalikan perhatian mereka kepada Allah. Kita harus diselamatkan bukan saja dari dosa, tetapi dari HP kita sendiri!
Demikianlah, mereka menggusur Pencipta demi barang ciptaan. Inilah langkah berikutnya. Jika kita tidak dekat dengan Allah, hal-hal duniawi akan memikat dan membanjiri hati anda. Hasrat akan hal-hal duniawi di sepanjang sejarah selalu berkisar di urusan uang, kekuasaan dan seks, entah sebagai tujuan tunggal atau dalam wujud kombinasi. Semua hal itu bisa menguasai hidup kita. Begitu hubungan kita dengan Allah terputus, atau kita menjauh dari Dia, lalu hal apa yang akan kita andalkan untuk menopang hidup kita? Kita akan bergantung pada hal-hal material dengan mengira bahwa itu semua akan dapat menjamin hidup kita. Sebagai contoh, kita mengejar kehidupan yang lebih makmur, lebih terkenal, lebih berkuasa, lebih kaya, dan sebagainya. Saat kita merasa sudah mendapatkan, ternyata kita ingin lebih lagi! Kata Yunani pleoneksia diterjemahkan dengan istilah keserakahan, makna sederhananya adalah hasrat untuk mendapatkan lebih daripada yang sudah dimiliki. Kolose 3:5 menegaskan bahwa keserakahan adalah definisi dari penyembahan berhala.
Karena itu, matikan sifat apa pun yang berasal dari sifat duniawimu, yaitu percabulan, kecemaran, hawa nafsu, keinginan yang jahat, dan keserakahan, yang adalah penyembahan kepada berhala.
Dalam pengertian ini, ada sangat banyak berhala di dalam hati kita karena kita tidak pernah puas dengan apa yang sudah kita miliki, kita selalu ingin lebih! Dan Paulus dengan sangat jelas menggambarkan dosa di Roma pasal 7 sebagai keinginan yang punya kekuatan nyata dalam diri kita dan bergerak menentang Allah (menentang kebaikan dan kebenaran-Nya). Roma 7:7-8 mengutip Perintah Kesepuluh, “Jangan mengingini…” dan kata mengingini dalam ayat ini adalah terjemahan dari kata Yunani yang bermakna “hasrat”. Tidaklah sukar untuk memahami bahwa hasratlah yang mendorong keserakahan kita. Itu sebabnya Roma 1:24 menggambarkan orang yang penuh dosa dengan ungkapan, “Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada keinginan hati mereka akan kecemaran, sehingga mereka saling mencemarkan tubuh mereka.” Itulah penghakiman yang datang dari Allah.
Sekarang anda dapat melihat bagaimana dosa bekerja. Apakah kuasa dosa itu? Kuasanya ada di dalam hasrat duniawi kita, yang mencengkeram diri kita dengan sangat kuat, dan itu sebabnya manusia menjadi penuh dengan dosa karena dia dikuasai oleh hasratnya. Ketika kita menjauh dari Allah, keinginan kita mengambilalih dan menguasai kita. Kebanyakan dari kita mengalami kesulitan dalam mengendalikan hasrat kita. Itu sebabnya ada begitu banyak tawaran terapi – sebagian besar bersifat komersil – untuk mengendalikan beragam hasrat tersebut. Ada terapi untuk kecanduan narkoba, alkohol, pornografi sampai pengendalian emosi. Kenyataannya, kita tidak dapat mengendalikan semua hasrat tersebut; mereka terus muncul sesekali karena mereka mengendalikan kita dari dalam. Secara rohani, semua hasrat itu menghancurkan hidup kita karena dengan menurutinya, maka hubungan kita dengan Allah akan terpengaruh.
2) DOSA DIUNGKAPKAN DALAM HUBUNGAN KITA DENGAN ORANG LAIN
Sesudah semua uraian ini, tentunya anda mulai mengerti bagaimana dosa bekerja di dalam hidup kita. Kembali ke Kitab Kejadian, hubungan antara Adam dan Hawa dengan Allah mulai bermasalah. Hal yang terjadi selanjutnya muncul di Kejadian 4:7, dalam kasus Kain dan Habel, anak-anak mereka.
“Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik? Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya.”
Kain tidak dapat menguasainya. Baik Kain maupun Habel sama-sama memberikan persembahan kepada Allah. Allah menerima persembahan Habel karena dia memberikan yang terbaik kepada Allah. Habel, dengan kata lain, menghormati dan bersyukur kepada Allah dengan mempersembahkan yang terbaik dari miliknya. Dalam hal ini, Habel mempersembahkan ternak sulungnya.
Tetapi Kain tidak mempersembahkan yang terbaik. Dia tidak menghormati Allah. Dia sekedar mempersembahkan apa yang bisa didapat. Allah menolak persembahannya karena sikap angkuhnya yang tidak menghormati Allah. Demikianlah, Kain justru menjadi marah karena Allah menolak persembahannya. Dia tidak menghormati Allah, tetapi justru ingin agar Allah menghormati dia. Bukankah sikap ini yang kebanyakan muncul di masyarakat, yang ingin diberkati Allah sementara mereka tidak mempersembahkan apa-apa kepada Dia? Nah, Kain menjadi marah, dan bukannya belajar dari kesalahan ini, dia justru melampiaskannya kepada Habel, adiknya sendiri.
Sebelum itu Allah sudah memperingatkan dia, “Kamu menjadi marah karena persembahan Habel diterima dan persembahanmu ditolak. Kamu menjadi iri kepadanya karena kamu merasa sedang bersaing dengannya, kamu menjadikan dia sainganmu. Kamu marah karena dia melakukan hal yang lebih baik daripadamu, karena itu kamu menjadikan dia musuhmu.” Saya tidak tahu apakah kesombongan terlibat di sini karena kedudukan Habel adalah adik. Bukannya belajar dari Habel, dia justru berpikir untuk menyingkirkannya! Lalu Allah mengingatkan Kain bahwa seharusnya dia bisa melakukan hal yang benar dan berkata, “Waspadalah! Dosa sudah merayap di depan pintumu.” Dengan kata lain, Allah sedang mengingatkan Kain, “Kalau kamu tidak menguasai dosa ini, maka kamu akan masuk dalam kejahatan yang serius, dosa yang berat.” Dan memang justru hal itu yang akhirnya diperbuat oleh Kain; dia membunuh Habel, adiknya.
Di sini anda bisa melihat pokok yang kedua. Yang pertama adalah, jika hubungan kita dengan Allah bermasalah, maka hubungan kita dengan sesama manusia juga bermasalah. Itu sebabnya mengapa anda mendapati bahwa Roma 3:10-18 mengawali uraian dengan membahas hubungan kita dengan Allah – Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah. Kemudian Paulus melanjutkan dengan uraian yang berkenaan dengan hubungan kita dengan sesama manusia. Kedua hal ini saling berkaitan. Jika anda tidak memiliki hubungan yang benar dengan Allah, maka hubungan anda dengan sesama manusia juga bermasalah. Bagaimanapun anda berusaha, akan selalu ada hal yang akan menyinggung hati anda. Begitulah cara dosa bekerja di dalam hidup kita. Allah berkata kepada Kain, “Kamu harus mengatasinya!” karena Dia tahu Kain bisa melakukannya. Dengan cara bagaimana? Nah, dengan menghormati Allah lagi. Kembalilah ke sikap hati yang benar kepada Allah, maka sikap hati anda akan menjadi benar terhadap sesama manusia. Ketika Yesus datang ke dunia, masyarakat sedang dalam kehancuran karena tidak memiliki hubungan yang benar dengan Allah. Memang benar bahwa pengetahuan pada zaman itu sudah berkembang pesat. Jika anda bertanya kepada para Rabi tentang isi Kitab mereka, dengan lancar mereka akan menyampaikan uraiannya. Kaum religius Yahudi sangat rajin belajar isi Kitab Suci. Pada zaman Yesus, kegiatan studi Kitab Suci sangat marak. Kita hanya menjalankan studi Alkitab seminggu sekali. Pada zaman itu, mereka melakukan studi Kitab Suci jauh lebih sering daripada kita. Mereka senang mendengarkan Firman Allah. Siapa yang tidak ingin memiliki pengetahuan tentang yang benar dan yang jahat? Semua orang ingin mengetahuinya! Mengapa? Karena anda ingin tahu bagaimana menerapkannya di dalam hidup anda. Akan tetapi tak ada yang memahami Allah. Kita tahu isi firman-Nya tetapi kita tidak mengenal Dia. Akibatnya kita dikuasai oleh hasrat-hasrat kita dan kita mewujudkan hasrat tersebut lewat materialisme dan berbagai problem dalam hubungan dengan sesama manusia seperti iri hati dan konflik. Baca juga Yakobus 4:1-4.
3) TAK ADA JALAN PINTAS UNTUK MENGENAL ALLAH
Dalam memahami langkah kita bersama Allah, kita perlu mengetahui strategi Satan. Di dalam Kejadian pasal 3, pelajaran apa yang bisa kita dapat dari cara Satan menggoda Hawa? Ambillah jalan pintas karena kamu bisa memperoleh apa yang kamu inginkan secara instan. Saat Yesus dicobai, hal apa yang dikatakan oleh Iblis kepada Yesus? “Aku akan berikan seluruh dunia kepadamu, kalau kamu mau berlutut dan menghormatiku. Tidak perlu melawanku.” Nah, Yesus menolak karena segala sesuatu yang berbau jalan pintas dalam hal menjadi serupa dengan Allah perlu dicurigai. Hal-hal tersebut harus diwaspadai. Memakan buah terlarang tidak membuat anda menjadi serupa dengan Allah. Hal itu justru membuat keadaan anda menjadi semakin buruk. Anda melakukan dosa ketidaktaatan. Dan itulah dosa dalam pengertian sesungguhnya. Dosa menggoda anda untuk mencari jalan yang gampang, agar anda mencapai tujuan dengan cepat.
Ketika saya sedang berada di Filipina, saya sempat mengobrol dengan seorang warga Filipina keturunan Tionghua yang sudah turun temurun tinggal di sana. Dia memberitahu saya bahwa dia mendapatkan gelar sarjana ekonominya dari sebuah kampus yang termasuk lima besar di sana. Saat saya mendengarnya, saya sangat terkejut dan bertanya kepadanya, “Bagaimana kamu bisa dapat gelar sarjana ekonomi tetapi tidak bisa berbahasa Inggris?” Pertanyaan ini muncul karena bahasa pengantar di kampus-kampus di Filipina adalah bahasa Inggris. Dia menjawab, “Ini urusan gampang. Saya hanya perlu membayar dosennya.” Untuk setiap mata kuliah yang diambil, dia menyogok dosen mata kuliah tersebut. Demikianlah, dia tidak perlu masuk kuliah. Dosen akan meluluskan dia. Kemudian dia melanjutkan ceritanya, setelah semester pertama, banyak dosen yang berebut untuk mengajak dia masuk di kelas mereka! Begitulah cara dia mendapatkan gelar sarjananya; dengan menyogok dosen. Nah, ini adalah cara yang singkat tetapi ilegal. Kita juga tahu bahwa di AS banyak ibu yang ingin agar anak mereka masuk di kampus terkemuka. Lalu mereka menyogok orang dalam di kampus-kampus tersebut sehingga anak mereka bisa mendapat tempat di kampus yang diincar. Demikianlah hal yang sempat diungkap oleh media massa. Ini adalah jalan pintas, jika anda punya uang untuk melakukannya. Dan ini juga merupakan jalan yang melanggar hukum. Akan tetapi hal ini mengungkapkan hakekat dari dosa.
Namun kita melakukan hal yang persis sama di dalam gereja. Bagaimana cara anda menjadi orang yang secara rohani penuh kuasa? Mungkin anda merasa punya kuasa rohani setelah anda bisa berbahasa roh. Atau mungkin ketika anda menerima jamahan dalam KKR dan jatuh pingsan. Hal itu bisa saja menjadi tanda jamahan Roh Kudus atas diri anda. Semua hal itu sering dikejar sebagai jalan pintas. Saya tidak menentang bahasa roh selama hal itu digunakan dengan bijak dan sewajarnya. Namun hal semacam itu tidak membuat anda menjadi superior dibandingkan dengan orang lain. Beberapa “rasul” dan “nabi” menganut ajaran tertentu yang mendorong penglihatan akan Yesus dan bercakap-cakap dengan dia. Menurut mereka, jika anda jalankan ajaran mereka, maka itu adalah pertanda bahwa anda berada dalam “jalur yang tepat” dan memiliki hubungan yang sehat dengan Allah. Saya sangat curiga dengan “visi atau penglihatan” semacam ini karena yang mereka sebut sebagai jalur rohani menuju Allah terlalu sederhana dan mudah. Lebih buruk lagi, jalur ini bisa sangat menyesatkan karena orang yang merasa mendapat penglihatan lalu bernubuat dan menyebarkan ucapan mereka di tengah jemaat seolah-olah ucapan itu berasal dari Allah.
Kita harus sangat berhati-hati dalam urusan jalan pintas ini. Menjadi serupa dengan Allah adalah proses yang panjang, jika anda ingin bertumbuh dalam kesamaan pribadi dengan Dia. Jalan ini menuntut pengabdian dan disiplin dalam Firman dan doa, melalui banyak ujian dan pencobaan! Kita tidak dapat mencapai keserupaan dengan Dia dalam semalam. Sama seperti bertumbuh secara jasmani, dari bayi menjadi orang dewasa, dan kita semua tahu hal apa saja yang tercakup di dalamnya. Butuh waktu untuk tumbuh secara rohani, hal ini mencakup proses belajar dan latihan yang panjang dalam memerangi kejahatan dengan kekuatan yang Dia sediakan. Kita bisa saja gagal akan tetapi itu masih merupakan bagian dari proses latihan sampai kita berhasil menang pada akhirnya. Itu sebabnya mengapa Yesus datang untuk menjalani kehidupan dan mati bagi kita agar dapat memberi kita kemenangan atas dosa.
Anda dapat melihat sikap hati yang salah juga di dalam diri murid-murid Yesus. Mereka bertengkar untuk bisa dapat duduk di sisi Yesus. Berada di sisi kanan dan kiri Yesus adalah suatu keistimewaan, tetapi Yesus berkata, “Jika seseorang ingin menjadi yang pertama, ia harus menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan bagi semuanya.” Tahukah anda seberapa sukar menjadi pelayan bagi semua orang? Sangat sukar, karena kita mungkin mau saja melayani orang-orang yang kita senangi tetapi urusannya berbeda dengan mereka yang tidak kita senangi! Kita kesulitan melayani mereka dengan sukarela, apalagi memandang hal itu sebagai suatu sukacita dan keistimewaan! Kini kita dapat memahami kenapa tidak ada jalan pintas. Kita harus mengikuti apa yang diajarkan oleh Alkitab, yaitu Firman Allah.
Kita sudah melihat jika hubungan kita dengan Allah tidak sinkron, berikutnya hubungan kita dengan orang lain juga tidak sinkron. Kita mulai bermusuhan, saling iri hati, bertengkar, dan pada akhirnya muncul kekerasan! Dari Kitab Kejadian pasal 6, hal apa yang tampak oleh Allah, saat Dia mengamati segenap muka bumi? Kekerasan! Apapun yang ada di benak mereka hanya kejahatan belaka (kecuali Nuh, tentu saja) dan sebagai akibatnya, Allah menenggelamkan mereka dengan banjir. Dari sini anda dapat melihat kemerosotan yang terjadi, yakni dari Kitab Kejadian pasal 2 sampai ke pasal 6. Paulus juga menggambarkan pola kemorosotan rohani yang jelas, dari Roma pasal 1 sampai pasal 3. Dia hanya sekedar menjelaskan pola yang sudah ada.
4) PENYALIBAN KRISTUS ADALAH TANDA PENOLAKAN UMAT MANUSIA KEPADA YAHWEH
Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera. Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya. Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah. (Roma 7:6-8)
Walaupun besar semangat mereka dalam menaati Taurat dan menjalankan ibadah; para imam, ahli Taurat dan para tua-tua Yahudi masih dikuasai oleh keduniawian dalam pemikiran. Dilandasi oleh iri hati (Mrk 15:10), mereka berikhtiar agar Yesus disalibkan oleh Gubernur Romawi, Pilatus. Dengan demikian, penyaliban Kristus menunjukkan hal terburuk yang dapat mereka lakukan dalam menolak tawaran terbaik dari Allah melalui Yesus Kristus. Di sisi lain, salib Kristus juga merupakan hal terburuk yang siap dihadapi oleh Yesus dalam mewujudkan rencana Allah. Pada saat yang bersamaan, agar tidak tercemar oleh dosa di tengah penderitaan, dia tidak mencari kesempatan untuk mengejar kemuliaan atau simpati dari manusia. Dia juga tidak berusaha menuntut balas dalam wujud apapun, hal yang diuraikan dengan jelas dalam 1 Petrus 2.
Pada zaman Romawi, penyaliban hanya dilakukan atas budak, penjahat dan terutama terhadap mereka yang bukan warga Romawi. Terkadang ada juga warga Romawi yang dikenakan hukuman penyaliban. Pada umumnya, warga Romawi, terutama dari kalangan atas, dikecualikan dari hukuman semacam ini. Menurut seorang negarawan, yang juga seorang cendekiawan dan filsuf, Cicero, menghadapi hukuman penyaliban adalah hal yang tidak terbayangkan bagi warga negara Romawi. Penyaliban adalah ciri khas Roma dalam menghukum mati para penghianat, orang yang dianggap mengancam pemerintah Roma dan merusak ketertiban umum, penyamun dan para pemberontak. Kepentingan pemerintahan Romawi dilindungi oleh ketakutan terhadap hukuman penyaliban. Hukuman ini menimbulkan kematian yang sangat lambat dan menyakitkan di depan umum. Dalam budaya yang menekankan kehormatan pada zaman itu, hukuman badan bukanlah hal yang terburuk, meskipun menyakitkan. Penyaliban membawa serta rasa sakit dari penghinaan. Dieksekusi di depan umum, dan ditempatkan di persimpangan jalan yang ramai, dalam keadaan telanjang, tanpa kuburan, dan dibiarkan dimakan oleh burung dan hewan, korban penyaliban menghadapi penghinaan tanpa henti dari masyarakat. Ini menunjukkan seberapa jauh penolakan kita kepada Allah dan rencana keselamatan-Nya bagi kita. Pada zaman sekarang, penyaliban sudah lama ditinggalkan, tetapi manusia tidak pernah kekurangan teknik penyiksaan di zaman modern ini untuk memastikan hukuman dan penghinaan yang maksimal. Inilah dampak dari dosa yang mendominasi hidup kita. Jika pesan dari Yahweh tidak dipahami dengan jelas, maka kita pasti akan melawannya. Mari kita baca Yohanes 15:22-23
Sekiranya Aku tidak datang dan tidak berkata-kata kepada mereka, mereka tentu tidak berdosa. Tetapi sekarang mereka tidak mempunyai dalih bagi dosa mereka! Barangsiapa membenci Aku, ia membenci juga Bapa-Ku.
Inilah hal yang akan terjadi jika tidak ada rasa takut akan Allah. Kita akan melakukan segala hal yang jahat kepada para hamba-Nya. Saya yakin bahwa para imam, ahli Taurat dan tua-tua adalah orang-orang yang baik dan sopan. Mereka, bersama-sama dengan orang Farisi adalah kalangan yang dihormati oleh masyarakat mereka. Jelaslah, mereka dipandang sebagai orang-orang baik. Namun di tingkat rohani, mereka ternyata adalah musuh Allah karena mereka tidak mengerti makna pelayanan Yesus dan tidak menuruti pesan yang disampaikan. Sudah merupakan kenyataan bahwa masyarakat beradab juga bisa bertindak kejam dan melakukan genosida dengan berbagai alasan. Ambillah Perang Dunia II sebagai contoh. Apatah lagi saat dunia bersatu menolak Yahweh dan orang-orang kudus-Nya! Demikianlah, kita dapat melihat dampaknya jika menolak untuk bertobat dan kembali kepada Yahweh. Faktanya, tak ada orang yang bisa bersikap netral, sebagaimana ditunjukkan dengan jelas oleh Roma 8:7-8. Kita harus menetapkan pilihan.
Sebagai contoh praktis dalam kehidupan sehari-hari, cobalah berdoa, dan anda akan segera mengalami konflik antara roh dan daging. Dibutuhkan disiplin dan fokus untuk bisa khusyuk di hadapan Yahweh. Ada begitu banyak hal yang memenuhi pikiran kita saat kita berdoa, dan daging kita memberontak terhadap kegiatan semacam ini, menuntut anda untuk berhenti dan mengabaikan doa anda! Dalam kasus lain, kita mungkin akan merasa mengantuk saat berdoa, tetapi langsung bersemangat saat berhenti berdoa! Aneh? Tidak, itulah kenyataan dalam kehidupan rohani. Itulah sebabnya, jika kehidupan doa kita lemah, maka kita akan mengalami kesulitan untuk berkomunikasi dengan Yahweh. Dan kita tidak akan mampu memahami kebenaran. Inilah hal yang terjadi kepada generasi Yesus; itulah hal yang membuat mereka akhirnya menjadi musuh Allah.
5) ALASAN MENGAPA ALLAH MARAH
Dalam Roma 1:18
Sebab murka Allah nyata dari surga atas segala kefasikan dan kelaliman manusia, yang menindas kebenaran dengan kelaliman.
Benarkah Allah begitu murka kepada umat manusia sehingga Dia bertekad membinasakan kita? Fakta bahwa kita adalah pendosa sudah tak dapat dipungkiri. Namun benarkah karena kekudusan dan keadilan-Nya, maka Allah sedemikian marah sehingga kita tidak boleh datang kepada-Nya sebelum seseorang menenangkan kemarahan-Nya? Kita sudah berbuat dosa dan tidak menghormatinya, dan akibatnya Dia menjadi marah. Dan demi memuaskan kekudusan-Nya maka Dia harus menghukum kita. Uraian semacam ini sering terdengar di gereja-gereja: Bahwa Dia itu kudus, bahwa kita sudah berbuat dosa, maka kita layak menerima murka-Nya dan hanya Kristus yang dapat melunakkan kemarahan-Nya serta mengalihkan pembalasan-Nya dari kita. Sebenarnya, perkara pendamaian, yaitu menghapuskan murka Allah, bukanlah bagian dari ajaran tentang persembahan korban dalam Perjanjian Lama. Persembahan korban dalam Perjanjian Lama, yang mencakup korban penghapus dosa, korban penebus salah, korban bakaran, bersifat menebus, yaitu untuk menyucikan atau menghapus kesalahan yang berkaitan dengan dosa. Oleh karena itu, ajaran yang menyatakan bahwa Kristus menghapus murka Allah tidak memiliki landasan Kitab Suci.
Akan tetapi jika anda baca Surat Roma dengan cermat, ada satu hal pokok yang perlu kita pahami: Allah bukan pendendam, karena jika Dia pendendam, maka tidak ada gunanya berbicara tentang kasih Allah. Tak seorangpun dari kita yang bisa selamat dari murka-Nya. Fakta bahwa Dia marah memang nyata. Kita perlu bertanya: “Mengapa Dia marah?” Dia marah karena pada saat kita berdosa maka kita merusak diri kita sendiri, dan selanjutnya kita merusak orang lain. Dengan kata lain, tujuan penciptaan manusia mengalami penyimpangan atau penyelewengan. Kita tidak lagi menjadi manusia seperti yang Dia inginkan, manusia yang ciptakan dalam gambar dan rupa-Nya, untuk mewujudkan rupa dan kepribadian-Nya. Kemarahan-Nya timbul dari kepiluan karena Dia ingin memberikan yang terbaik bagi kita, yaitu apa yang benar-benar baik. Jika kita menyaksikan dokumenter tentang holocaust pada masa Perang Dunia II, kita memang bisa merasa pilu dan marah. Dan Yahweh yang tidak ingin melihat kita saling menghancurkan tentu saja lebih merasa pilu. Hal sering terjadi belakangan ini adalah penembakan terhadap masyarakat di AS. Bagaimana mungkin seseorang bisa begitu saja mengambil senapan dan menembaki masyarakat? Apakah hal-hal semacam ini tidak memilukan hati Allah? Tetapi bukankah kepiluan ini justru menunjukkan kasih dalam diri Allah? Jika saya mencuri milik orang lain dan membuat mereka sengsara, tetapi saya bukannya merasa menyesal dan malah berbangga, tentu saja Allah merasa pilu dan marah. Dia merencanakan hal yang terbaik bagi umat manusia tetapi kita berbalik dan merusak diri sendiri serta orang lain. Dari sudut pandang-Nya, kita merusak diri kita sendiri karena tidak menuruti jalan-Nya, dan kita merusak orang lain karena menjadi batu sandungan bagi orang lain. Benar Dia merasa pilu, tetapi itu muncul dari kasih-Nya. Ia memang marah, tetapi murka-Nya tidak berarti Ia ingin membalas dan bersiap menghukum kita. Karena kasih-Nya kepada umat manusia, Dia sediakan jalan melalui Kristus Yesus buat kita untuk kembali kepada-Nya, untuk mengubah sikap hati kita kepada-Nya. Dia mungkin mendisiplin kita untuk menunjukkan kepada kita bahwa kita sedang mengejar tujuan yang salah dan sedang mengarah kepada bencana rohani. Hal ini menunjukkan kemurahan dan kasih-Nya, bukan dendam-Nya. Sebagai contoh, mari kita lihat Efesus 2:3-4, untuk menekankan poin ini.
Sebenarnya dahulu kami semua juga terhitung di antara mereka, ketika kami hidup di dalam hawa nafsu daging dan menuruti kehendak daging dan pikiran kami yang jahat. Pada dasarnya kami adalah orang-orang yang harus dimurkai, sama seperti mereka yang lain.
Kita semua, di bawah kendali segala hasrat kita, berada dalam murka Allah. Tetapi mari kita lihat ayat 4:
Tetapi Allah yang kaya dengan rahmat, oleh karena kasih-Nya yang besar, yang dilimpahkan-Nya kepada kita, telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus, sekalipun kita telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita oleh kasih karunia kamu diselamatkan.
Di sini kita melihat bagaimana Allah berkarya. Kemurahan-Nya mengatasi kemarahan-Nya. Di dalam kasih-Nya, bukan di dalam murka-Nya, Dia melakukan hal yang nyata untuk menyelamatkan kita dari dosa kita, supaya kita tahu siapa diri kita di dalam terang rencana Allah bagi umat manusia, dan belajar untuk hidup di dalam Kristus bagi kemuliaan Allah.
6) KASIH DAN HADIRAT ALLAH MEMBONGKAR DOSA KITA
Lalu bagaimana anda dan saya bisa mengerti kondisi kita yang penuh dosa? Pertanyaan ini penting karena hati dan pikiran kita sendiri sangat lihai dalam membelokkan pemahaman kita. Kita cenderung membenarkan diri kita sendiri. Demikianlah, tidak ada gunanya menunjukkan kepada orang lain bahwa dia bersalah atau penuh dengan dosa. Yeremia 17:9 menggambarkan kelicikan hati kita. Ada bentuk-bentuk kesalahan yang nyata, misalnya pencurian atau pembunuhan. Kebanyakan orang tahu bahwa hal-hal semacam ini memang salah. Namun bagi mereka yang tidak pernah menyakiti orang lain, bagaimana mereka bisa tahu bahwa mereka penuh dengan dosa? Hal ini mengingatkan saya pada istri saya, Elizabeth, yang sejak kecilnya memang orang baik-baik. Waktu dia menjalani wawancara untuk dibaptis, dia mengalami kesulitan untuk menyebutkan satu dosa pun yang pernah dia lakukan karena dia memang tidak pernah melakukan hal yang jahat! Sangat berbeda jauh dengan saya, karena jika saya yang menghadapi pertanyaan yang sama, ada banyak hal yang bisa saya ceritakan! Kemudian, ketika menjalani baptisan, dia berseru, “Tuhan, ampunilah saya!” Nah, ini kejadian yang aneh, bukankah begitu?
Jelaslah bahwa kita tidak akan tahu kondisi kerohanian kita sebelum mengalami hadirat Allah, sebelum kita mengalami perjumpaan dengan Dia. Itu sebabnya kita perlu menerapkan prinsip utama “takut akan Allah”, yakni berusaha mencari dan memahami Dia. Terang hadirat-Nya itulah yang akan membongkar kegelapan di dalam diri kita. Waktu kami masih kecil, saudara saya membuka tutup got di siang hari, lalu berhamburanlah kecoak yang tinggal di dalam got itu karena terkena sinar matahari. Pemandangan yang cukup menjijikkan! Akan tetapi seperti inilah gambaran orang yang hidup di dalam dosa. Kita sanggup hidup dalam semua dosa kita, hidup di dalam keadaan yang menjijikkan. Namun ketika Allah menyatakan diri-Nya, kita akhirnya bisa melihat keadaan kita yang sebenarnya. Dan kita hanya punya dua pilihan: lari menghindari Allah atau berseru dalam pertobatan.
Baru-baru ini, saya mendapat kabar tentang hasil dari acara retret yang saya hadiri sebagai pembicara. Saya bertanya-tanya, “Mengapa orang-orang itu mau mengakui dosa-dosa mereka? Bagaimana mungkin mereka mau mengakui hal-hal yang bagi kita akan sangat memalukan?” Ada yang mengalami kesulitan untuk lepas dari kecanduannya pada pornografi, dan meminta pertolongan kepada gembala jemaat. Ini adalah salah satu contoh masalah yang sangat sukar diakui oleh kebanyakan orang karena merasa malu, kecuali jika orang tersebut justru merasa bangga akan hal ini. Yang lain membuat pengakuan dosa dalam perjalanan pulang atau di tengah ibadah gereja. Kuasa Allah bekerja dengan sangat luar biasa di dalam diri orang-orang itu. Hal yang paling banyak dirasakan oleh para peserta retret tersebut adalah kesadaran bahwa selama ini mereka kurang bersungguh-sungguh dalam mencari Allah. Mereka disadarkan akan dosa-dosa mereka dan tergerak untuk bertobat dan memperbaiki hubungan mereka dengan Yahweh. Yahweh hadir di acara perkemahan tersebut dan bekerja di dalam hati mereka, membuka mata mereka dan membawa mereka mendekat kepada Dia. Demikianlah, seperti yang sudah saya sampaikan di awal khotbah ini, kita perlu mencari Allah dan belajar memahami jalan-Nya. Belajar untuk takut akan Allah, supaya kita mendapatkan kebijaksanaan yang sejati.