Pastor Boo | Kematian Kristus (2) |

Mari kita baca ayat-ayat berikut, dari Markus 10:42-45. Dalam kutipan ini, kita melihat Yesus sedang menegur murid-muridnya. Saat itu para murid sedang bertengkar. Mereka mempersoalkan tentang siapa yang terbesar di antara mereka. Walaupun kita tidak mengucapkannya, sikap hati dan pikiran kita mungkin sama saja. Kita juga berpikir bahwa kita lebih baik daripada orang lain berdasarkan hal-hal yang mungkin sudah kita perbuat. Selain itu, jika banyak orang memuji anda dibandingkan orang lain, mungkin anda akan merasa lebih baik daripada orang itu. Di situlah pokok permasalahannya. Bahkan di antara murid-murid Yesus, mereka juga saling membandingkan. Yesus lalu menegur dan berkata,

44 dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya.

Lalu dia melanjutkan di ayat 45,

45 Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.”

Apa maksud Yesus ketika dia berkata, “Untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang”? Nah, sebelumnya saya perlu jelaskan pada anda hal-hal yang kita ketahui tentang kematian Yesus. Jika anda pergi ke suatu gereja, lalu anda minta mereka menjelaskan mengapa Yesus harus mati, biasanya jawaban mereka adalah:

Yesus datang untuk membayar hukuman dosa kita. Dengan kata lain, kita semua sudah berdosa dan layak mendapat hukuman dari Allah. Yesus datang untuk menanggung hukuman dan pembalasan akibat dosa-dosa kita. Jadi Yesus datang ke dunia untuk menanggung hukuman dan memuaskan kemarahan Allah. Dia mengambil alih posisi kita dengan menanggung sepenuhnya penderitaan yang dahsyat akibat dosa manusia, dia membebaskan kita dari akibat yang mengerikan dari dosa.

Dengan kata lain, dia datang bukan untuk menangani dosa itu sendiri, melainkan akibat dari dosa. Dia mati supaya kita tidak perlu mati. Nah, ajaran ini telah menimbulkan masalah bahkan sampai di zaman sekarang. Banyak cendekiawan yang mempersoalkan ajaran yang disebut dengan istilah “substitusi pidana (penal substitution)” ini. Inikah maksud Yesus di Markus 10:45?

Saya bertanya-tanya, “Apa daya tarik dari ajaran ini?” Saya rasa, ajaran ini memikat hasrat egois kita, bukankah demikian? Maksudnya begini: Saya layak mendapat hukuman, lalu ada orang lain yang menanggung hukuman itu buat saya. Tentu saja saya senang, silakan diambil! Dapatkah anda melihat persoalan yang muncul di sini? Bukannya bertobat, kita justru mengandalkan Yesus untuk menanggung semua hukuman. Tidak heran jika banyak orang Kristen yang ceroboh dalam menangani dosa karena kita merasa selalu mendapatkan pengampunan berdasarkan pengorbanan Yesus setiap kali kita mengakui dosa kita! Salib tampaknya tidak membangun rasa takut akan Allah – hal yang sudah kita bahas dalam khotbah yang pertama.

Itu sebabnya muncul begitu banyak penolakan terhadap ajaran ini. Lebih dari itu, persoalan lain yang diajukan oleh para cendekiawan adalah, “Apa ini Allah yang ingin kita kenal?” Kekudusan-Nya sepertinya mendorong Dia untuk selalu marah kepada kita. Dia seperti memiliki kebiasaan untuk selalu ingat dan langsung menghukum begitu kita berbuat dosa! Apakah anda ingin mengakrabkan diri dengan pribadi semacam ini? Kita akan berada di bawah tekanan untuk selalu menunjukkan perilaku yang terbaik! Saya yakin ada masalah besar di sini. Lagi pula, bapa macam apa yang tega menghukum anaknya untuk kesalahan yang tidak dilakukan sang anak? Oleh kaum feminis, peristiwa penyaliban ini disebut dengan istilah “Penindasan anak secara ilahi,” di mana bapa menghukum anaknya melalui kematian yang mengerikan atas kesalahan yang tidak pernah dilakukan oleh sang anak.

Ajaran ini tentu saja menimbulkan masalah besar bagi doktrin trinitas. Anda melihat masalah di mana Allah Bapa menghukum Allah Anak, dan lebih buruk lagi, Dia juga mengutuk Anak-Nya sendiri! Lebih parah lagi, ketika Yesus berseru, “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku”, di sini anda melihat Bapa memisahkan diri-Nya dari Anak. Ini artinya trinitas terpisah pada saat itu! Cukup ironis, mereka yang menganut doktrin trinitas juga memeluk ajaran tentang penebusan seperti ini. Saya menyampaikan hal ini untuk menunjukkan bahwa orang yang menganut doktrin ini dan berusaha memahami kematian Kristus, pokok ini akan menjadi rumit dan bermasalah. Akan tetapi saya tidak akan membahas doktrin ini terlalu jauh karena saya ingin membahas masalah yang paling inti.

Di Markus 10:45, Yesus menegur para murid dan menyuruh mereka untuk belajar melayani. Mengapa? Karena Anak Manusia datang untuk melayani dan menyerahkan nyawanya sebagai tebusan bagi orang banyak. Dengan kata lain, Yesus sedang menyuruh para murid untuk mengikuti jejaknya, “Sama seperti aku sudah menyerahkan nyawaku bagi tebusan orang banyak, maka kalian juga harus memiliki mental yang sama. Perbuatlah seperti yang sudah aku lakukan.” Anda dapati di sini bahwa teori “substitusi pidana” tidak dapat diterapkan karena kita disuruh untuk mengikuti jejak Yesus. Ia tidak menyerahkan nyawanya supaya kita tidak perlu menyerahkan nyawa kita. Pada dasarnya, ini pemikiran yang khas Yahudi dan kita tidak terbiasa dengan hal itu. Itu sebabnya kita cenderung memahami ayat ini berdasarkan kebudayaan, lingkungan dan ideologi kita sendiri. Anda dapat lihat contoh lain di dalam kitab Makabe 6:27-29, 17:20-22. Tindakan dan kematian mereka dijadikan sebagai teladan dan panggilan kepada orang lain untuk ikut berkorban (atau berjuang) dalam pengabdian, kasih dan kesetiaan kepada Allah Israel.

Nah, ungkapan, “memberikan nyawanya bagi tebusan banyak orang,” tidak sekedar berarti kematiannya. Bukan begitu cara memahaminya. Kata yang dipakai di sini adalah “life (hidup, nyawa)”. Kita tahu bahwa cepat atau lambat kita semua akan mati. Bagi kebanyakan dari kita, kita tidak sekedar mati, kita mati demi sesuatu (atau seseorang). Ada tujuannya. Nah, kita tidak dapat dikatakan mati demi sebuah tujuan, kecuali jika kita hidup dan berjuang untuk tujuan tersebut. Segenap hidup kita ditujukan untuk mencapai sasaran tersebut dan kita rela berkorban, kadangkala melalui pengorbanan yang sangat menyakitkan. Orang seperti Martin Luther King berjuang bagi hak dan persamaan ras. Pada akhirnya, dia dibunuh akibat perjuangannya. Ia tidak sekedar mengalami pembunuhan, ia dibunuh karena memperjuangkan sesuatu. Ada banyak ideologi yang bermunculan dan selama berabad-abad, orang menjalani hidup, berjuang, menderita dan mati demi keyakinan mereka. Pada zaman Mao Tse Tung, dia menganut sebuah ideologi dan banyak orang yang mengikuti pergerakannya. Mereka berjuang untuk ideologi itu, dan bersedia mati demi perjuangan tersebut. Kematian hanya sekedar hasil akhir dari perjuangan seumur hidup.

Itu sebabnya, ketika Yesus berkata, “Aku memberikan nyawaku bagi tebusan orang banyak,” dia tidak sekedar merujuk kepada pokok kematiannya. Yang dia maksudkan adalah segenap hidupnya; cara dia menjalani hidup, cara dia berjuang menegakkan apa yang benar di mata Allah, semua itu mengungkapkan kehendak dan rencana Allah. Di sepanjang hidupnya dia mengerjakan hal tersebut, dan pada akhirnya dia disalibkan karena perjuangan tersebut. Dia menjadi tebusan bagi banyak orang, tetapi bukan hanya lewat kematiannya melainkan lewat segenap jalan hidupnya. Dan akhirnya Allah membangkitkan dia dari antara orang mati. Dan sampai dengan zaman sekarang ini, Yesus masih melakukan hal yang sama, memberikan hidupnya bagi anda dan saya. Ini adalah prinsip yang sangat penting. Anda mulai melihat bahwa ini bukan sekedar perkara kematiannya melainkan kehidupannya juga.

Ketika kita berbicara tentang Yesus, tahukah anda apa yang ia perjuangkan? Dia memperjuangkan sesuatu yang nyata. Dia memperjuangkan rencana Allah bagi keselamatan. Dia memperjuangkan agar kehendak Allah terwujud di bumi. Semua hal yang dinyatakan oleh Yahweh kepadanya, tugas yang dibebankan kepadanya di bumi, dia perjuangkan dan akhirnya dia mati demi perjuangan itu. Namun hal ini sudah berlangsung sejak 2000 tahun yang lalu. Dan sampai dengan sekarang, visi Kristen tetap kekal.

Apakah kita memiliki visi ini? Itulah persoalannya. Apakah visi dari Allah? Nah, visi itu terungkap lewat istilah “tebusan”. Apa makna kata tebusan ini? Mari kita baca Keluaran 6:6-8

Sebab itu katakanlah kepada orang Israel: Akulah YAHWEH, Aku akan membebaskan kamu dari kerja paksa orang Mesir, melepaskan kamu dari perbudakan mereka dan menebus kamu dengan tangan yang teracung dan dengan hukuman-hukuman yang berat.

Kata “tebus” muncul di bagian ayat yang berbunyi, “Menebus kamu dengan tangan yang teracung dan dengan hukuman-hukuman yang berat.” Jadi apa maksud Yesus di Markus 10? Ia sedang berkata, “Aku memberikan hidupku untuk melepaskan, untuk membebaskan.”  Kata menebus di ayat 6 sama artinya dengan membebaskan, membebaskan umat manusia sama artinya dengan menebus anda dan saya. Dengan kata lain, kita dapat memahaminya seperti ini, “Anak Manusia memberikan nyawanya untuk membebaskan banyak orang”.

Ini adalah pokok yang penting untuk dipahami. Ini berarti bahwa ayat ini berasumsi bahwa anda dan saya, segenap umat manusia, berada di bawah belenggu. Inilah belenggu dosa yang sudah saya bahas pada minggu lalu, dan belenggu dosa adalah belenggu Iblis. Nah saya tidak tahu seberapa mengerikan hal ini bagi anda. Itulah masalah kita. Itulah sebabnya ketika Yesus berkata kepada orang Farisi, “Iblislah bapamu,” mereka juga tidak dapat memahaminya.

Waktu saya melayani di Indonesia beberapa bulan yang lalu, saya sempat menyampaikan kesaksian tentang peperangan rohani yang saya hadapi di India kepada para peserta kem di sana. Selama tiga minggu lebih roh-roh jahat menyerang saya. Saya menjalani peperangan rohani yang berat. Dan pada titik yang paling rendah dari pergumulan saya, Iblis sendiri tampil dan menemui saya. Tentunya sangat sukar bagi anda untuk membayangkan kejadian ini; ini adalah masalah pengalaman dan saya harap anda tidak perlu mengalaminya. Namun saat Iblis hadir, saya terperanjat dan bulu kuduk saya berdiri tegak! Sungguh mengerikan begitu menyadari bahwa mahluk yang paling gelap, yang paling jahat, hadir. Kita membayangkan orang seperti Hitler dan yang lain-lainnya sebagai orang-orang yang dipenuhi oleh kegelapan, akan tetapi Iblis jauh jauh lebih mengerikan lagi. Itu sebabnya saya sampaikan kesaksian tersebut. Saya ingat betul ucapannya. Dia berkata kepada saya, “Mengapa kamu melawan? Menyerah dan bergabunglah dengan kami!” Hanya itu hal yang dia katakan kepada saya, dan saya menjawab, “Tidak!” Pergumulan yang saya alami sangatlah dahsyat.

Sekitar dua atau tiga hari sesudah workshop tersebut, seseorang mendatangi saya dan bertanya, “Pastor Boo, bagaimana anda bisa tahu bahwa mahluk itu adalah Satan?” Dia adalah seorang pemuda yang cerdas. Lalu saya berkata kepadanya, “Kalau kamu bertemu langsung dengan Satan, kamu akan tahu sendiri.” Lalu saya bertanya, “Kamu ingin bertemu dia?” Dia menjawab, “Oh, tidak, tidak.” Dia ketakutan. Dampak peristiwa itu terhadap diri saya sendiri adalah munculnya pemahaman yang lebih luas tentang dunia yang – seperti yang dikatakan oleh Yohanes – berada di bawah kuasa gelap. Itulah sebabnya mengapa Yesus datang. Dia datang untuk berperang bagi kemerdekaan. Dia jalani peperangan rohani untuk membebaskan anda dan saya dari belenggu Iblis, dari kejahatan yang menguasai dunia.

Banyak orang mengajukan pertanyaan, “Kalau dunia begitu jahat, mengapa Allah tidak berbuat sesuatu?” Nah, Allah sudah mengambil tindakan, dan hal itu terwujud dalam diri anak-Nya, Yesus. Dia datang untuk membebaskan anda dan saya, sekiranya kita memiliki telinga untuk mendengar dan mata untuk melihat. Jika kita bisa memahami hal ini, maka pemberitaan Injil akan sangat berbeda, dari segi kemerdekaan dari kuasa dosa dan Iblis, dan  tidak sekadar pengampunan (dinyatakan tidak bersalah) karena Yesus menanggung hukuman kita.

Dengan demikian, inilah hal yang sedang disampaikan oleh Yesus, “Aku mencurahkan hidupku untuk membebaskan yang lain. Dan kamu juga belajar untuk mencurahkan hidupmu.” Dapatkah anda memahaminya? Kita tidak terbiasa menjalaninya. Saya tidak tahu apakah visi anda bagi kehidupan anda sendiri? Apakah sudah selaras dengan Injil dan juga dengan Yesus sendiri? Berita yang menonjol sekarang adalah tentang orang-orang yang berjuang mempertaruhkan nyawa untuk bisa menumpang di kapal yang akan menyeberangi Laut Tengah menuju Italia dan Spanyol. Mengapa? Karena mereka mengejar kehidupan yang lebih baik dan meninggalkan horor di kampung halaman yang dilanda perang. Dan mereka rela mengorbankan nyawa untuk itu. Itulah visi mereka. Lalu apa visi anda?

Bagi kebanyakan dari kita yang pindah ke Kanada, anda bisa ajukan pertanyaan bagi diri anda sendiri, “Mengapa anda pindah kemari?” Perlu saya akui bahwa saya pindah ke Kanada bukan untuk mengejar kehidupan yang lebih baik. Saya sudah menikmati kehidupan yang baik ketika tinggal di Inggris dan Malaysia. Ayah saya cukup kaya. Kami sudah menikmati kehidupan yang cukup  baik. Ketika ayah saya berkata, “Mari kita pindah ke Kanada.” Jawab saya, “Tidak, saya tetap di sini saja.” Lalu ayah saya berkata, “Baiklah, kami semua berangkat dan kamu tinggal di sini saja.” Demikianlah, pada waktu itu saya tidak punya pilihan lain, saya harus pindah kemari bersama seluruh keluarga. Waktu saya sampai di sini, saya melihat segala sesuatunya berukuran besar di Kanada ini. Ukuran mobil waktu itu sangat besar. Ukuran jalan sangat lebar. Pusat-pusat perbelanjaan terpisah sangat jauh. Toko-toko juga berjarak cukup jauh. Lalu saya membatin, “Tempat ini tidak begitu buruk.” Dan saya menikmati kehidupan di sini sampai akhirnya Tuhan menegur saya. “Kamu mendapatkan kehidupan yang baik di sini dan kamu ingin menikmatinya sampai melupakan-Ku.” Demikianlah, Allah lalu mendisiplin saya. Saya merasa sangat jauh dari Allah. Hati saya merasa kosong; kehidupan rohani saya begitu kering. Saya saat itu tidak punya tujuan jelas dalam hidup, sekedar mengejar kekayaan materi. Saya meminta dibelikan mobil kepada ayah saya. Beliau lalu membelikan sebuah mobil untuk saya. Dia bahkan menanyakan jenis mobil yang saya inginkan. Jadi saya pilih keluarga (station wagon – bisa menampung lebih banyak orang) yang belakangan terbukti cukup banyak bermanfaat. Kemudian saudari saya berkata, “Saya mau mobil juga,” dan ayah saya membeli sebuah mobil lagi untuk dia. Di rumah kami ada tiga mobil – satu untuk ibu saya, satu untuk saya dan saudara laki-laki saya, dan sebuah lagi untuk saudari saya. Adik saya yang bungsu tidak memiliki mobil sendiri, sudah tidak ada tempat lagi untuk parkir kendaraan.

Demikianlah, kehidupan saya saat itu terasa sangat baik sampai Tuhan menegur saya. Saya sampai menangis kepada Tuhan. Saya berseru, “Tuhan, maafkan saya yang sudah melupakan-Mu. Saya ingin kembali kepada-Mu.” Saya berseru pada saat saya menyadari bahwa saya akan mati kelaparan, dan saat itu Allah berbicara kepada saya. Dia berkata, “Mengapa kamu berdoa dan menangis seperti ini. Bangun dan pergilah ke toko buku.” Lalu saya pergi ke toko buku, dan siapa yang saya jumpai di sana? Pastor Eric! Allah membimbing saya untuk bertemu dengan dia. Inilah orang yang menyelamatkan dan membebaskan saya, bukan dengan kuasanya sendiri melainkan dengan kuasa Yahweh. Saya menyadari bahwa secara rohani saya sudah kehilangan arah, akan tetapi Allah menangkap saya. Bagaimana cara Dia mendapatkan saya? Dia membimbing saya untuk bertemu dengan hamba-Nya. Anda lihat, kita semua punya peranan untuk dimainkan. Apakah Allah akan membimbing seseorang untuk bertemu dengan anda atau Dia menyuruh anda untuk menolong seseorang.

Ada satu teman lama yang saya kenal sewaktu mengikuti kursus bahasa Perancis yang diwajibkan bagi semua imigran di Kanada. Beberapa hari yang lalu dia meminta untuk bertemu dengan saya dan saya lalu berkunjung ke rumahnya. Sebenarnya saya sudah beberapa kali mengadakan pertemuan dengannya sebelum ini. Saya perlu menolongnya untuk mengatasi persoalannya dengan mendorongnya untuk membaca Alkitab dan berdoa. Sekarang dia menjadi orang yang murah senyum dan dia bercerita bahwa bahkan di tempat kerjanya, rekan-rekan sekerjanya melihat hal yang berbeda dalam dirinya. Mereka semua kagum dan bertanya, “Bagaimana kamu bisa begitu berubah dan tidak lagi pemarah dan murung seperti sebelumnya? Sekarang kamu menjadi orang yang tenang dan bahagia, dan bisa bergaul dengan yang lain.” Mereka ingin tahu rahasianya. Apa rahasiamu? Apa yang sudah kamu jalankan? Dia lalu memberitahu mereka, beberapa orang yang dia percayai, “Ini karena aku mulai belajar membaca Alkitab dan berdoa kepada Allah.” Lalu dia berkata kepada saya, “Nah, terima kasih sudah menolong saya.” Dia berniat untuk melakukan meditasi, tapi saya katakan padanya, “Jangan dulu! Belajar Alkitab dan berdoa saja.” Demikianlah, dia lalu melakukannya. Kita semua tahu bahwa majalah Time punya edisi khusus yang memilih dan membahas Man of the Year (Tokoh Tahun Ini). Demikianlah, pada hari Natal, teman saya ini mengirimkan kartu Natal kepada saya. Di kartu itu dia mengucapkan, “Untuk tahun 2019, kamu adalah tokoh tahun ini.” Saya membatin, “Wow, ini seperti pemilihan Tokoh Tahun Ini versi majalah Time.” Dia berkata, “Ini semua karena engkau telah menolong saya untuk memahami pentingnya Alkitab dan berdoa.” Lalu saya berkata, “Nah, bagus sekali! Senang bisa melihat hal itu terjadi pada dirimu.” Sekarang dia ingin melakukan diskusi Alkitab lebih sering lagi. Sungguh ajaib perubahan yang bisa dilakukan oleh Yahweh dalam diri orang-orang yang mencari Dia dengan rajin!

Saya melihat kejadian ini sebagai pendorong semangat, untuk belajar berkorban memberikan lebih banyak waktu dan pertolongan kepada orang lain. Sekalipun hanya sedikit yang bisa saya berikan, setidaknya saya belajar untuk memberi dan hasilnya dia mendapatkan kemerdekaannya. Inilah pokok yang penting, kemerdekaan di dalam Kristus. Saya bersyukur karena dia berhasil bebas, keluar dari berbagai masalah yang menjeratnya. Banyak dari kita yang terjerat berbagai macam masalah dan tidak dapat keluar darinya, karena begitu anda terjerat dalam berbagai masalah itu, anda akan dibuat macet olehnya. Satu-satunya pribadi yang dapat membebaskan kita adalah Kristus Yesus yang – di dalam dirinya – kuasa Yahweh terwujud sepenuhnya. Itu sebabnya Yesus berkata, “Kalau kamu memiliki mentalitas dan sikap hati yang sama denganku, maka kamu akan mengalami kuasa Allah bekerja dalam dirimu.”

Pokok penebusan ini berkaitan dengan pembebasan, pembebasan umat manusia dari kuasa jahat dan dari kuasa dosa. Jika anda lihat Lukas 4:18-19, di sanalah makna kedatangan Yesus dijelaskan.

18 “Roh Tuhan ada pada-Ku, karena Ia telah mengurapi Aku untuk memberitakan Kabar Baik kepada orang-orang miskin. Ia mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada para tawanan, dan pemulihan penglihatan kepada orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, 19 dan untuk mengabarkan bahwa tahun rahmat Tuhan sudah datang.”

Dia uraikan lewat ucapannya sendiri, bahwa dia datang untuk membebaskan tawanan. Ini adalah pokok yang penting untuk dipahami. Anda akan melihat dua elemen di dalam ayat-ayat ini: pertama adalah bahwa kabar suka cita ini diperuntukkan bagi orang miskin, dan yang kedua, dia berkata, “Aku datang untuk membebaskan tawanan.”

Di dalam perikop ini, Yesus sedang berbicara kepada orang Yahudi dan dia memberi dua contoh: Yang pertama adalah tentang nabi Elia yang diutus ke tempat seorang janda miskin dan bukan ke tempat orang lain. Inilah cara Allah berkarya. Kepada siapa Dia menyampaikan kabar baik? Kepada janda miskin, dan dia bahkan bukan orang Israel! Dia adalah orang asing. Anda lihat di sini, yakni contoh yang pertama ini, kabar baik itu disampaikan kepada orang miskin. Mengapa? Karena orang miskin tidak memiliki status apa-apa dan tidak bisa menopang diri sendiri. Mereka tidak punya kekuasaan apa-apa. Mereka tidak punya kemerdekaan. Mereka harus bergantung pada orang lain. Itu sebabnya nabi Elia diutus untuk mengarahkan janda miskin ini agar bergantung kepada Yahweh. Mereka ini adalah orang-orang yang tahu kelemahan dan kemiskinan diri mereka, dan itu sebabnya mereka bergantung kepada Allah.

Dalam contoh yang kedua, hanya Naaman yang disembuhkan dari penyakit kusta. Mengapa penyakit kusta? Karena kusta merupakan simbol dari dosa. Kusta adalah penyakit menular, anda dapat menularkan penyakit ini kepada orang lain. Dan hal itu juga berlaku pada dosa. Jika kita hidup di dalam dosa, maka kita akan menularkan dosa itu kepada orang lain. Bagaimana bisa terjadi? Melalui ucapan, melalui nasehat yang kita berikan kepada orang lain. Itu sebabnya kesembuhan Naaman dari penyakit kusta berarti membebaskan dia dari belenggu penyakit. Pada zaman itu, penyakit kusta masih belum bisa disembuhkan; penderita bergantung pada pertolongan ajaib untuk bisa dibebaskan dari penyakit ini. Di dalam contoh ini, hal yang mustahil menjadi bisa terwujud. Bagaimana caranya? Dengan kuasa Allah.

Di Titus 2:11-14, kita lihat

11 Karena kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata.  12 Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keingina duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini  13 dengan menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia dan penyataan kemuliaan Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus,  14 yang telah menyerahkan diri-Nya bagi kita untuk membebaskan kita dari segala kejahatan dan untuk menguduskan bagi diri-Nya suatu umat, kepunyaan-Nya sendiri, yang rajin berbuat baik.

Dalam ayat 14, ada ungkapan “menyerahkan dirinya bagi kita untuk membebaskan kita dari segala kejahatan (hampir sama persis dengan kata-kata di dalam Markus 10:45) dan untuk menguduskan bagi dirinya suatu umat, kepunyaannya sendiri, yang rajin berbuat baik.” Alkitab bahasa Inggris terjemahan versi NET dan REV menggunakan istilah “set free (membebaskan – istilah yang juga dipakai dalam Alkitab bahasa Indonesia)” untuk kata Yunani yang bermakna “menebus”. Idenya sama saja, yakni melepaskan dari belenggu.

Nah, mari kita kembali ke pokok bahasan. Ini adalah pokok yang sangat penting. Jika anda ajukan pertanyaan mengapa Yesus berkata – “Aku memberikan nyawaku demi pembebasan atau kemerdekaan bagi banyak orang”? Kata “bagi banyak orang” di sini dapat diartikan “bagi kepentingan banyak orang”. Nah, ini adalah perkara yang penting karena apa yang anda perbuat adalah demi kepentingan banyak orang. Namun persoalannya, bagaimana Yesus bisa berpikir seperti ini? Dari mana dia mendapatkan ide ini? Mungkin anda mengira bahwa ini adalah ide baru dari Bapa, seolah Bapa datang kepadanya dan berkata, “Inilah tugas dan agendamu: persembahkanlah hidupmu bagi banyak orang.” Seperti inikah pemahamannya? Jawabannya, tentu saja, tidak! Lalu bagaimana Yesus memahami hal ini? Ajaran ini sebenarnya berasal dari Perjanjian Lama. Bagian Perjanjian Lama yang mana yang memberi kita pemahaman ini, yakni mencurahkan hidup demi kepentingan orang banyak?

Nah, jawabannya ada di Kitab Imamat. Jika anda baca kitab Imamat, maka anda akan segera memahami betapa penting isi kitab ini. Banyak penginjil akan menjelaskan bahwa di dalam persembahan korban hewan, maka hewan korban itu berperan mewakili orang yang memberikan persembahan. Dengan kata lain, hewan itu mati menggantikan orang yang memberikan persembahan. Jika anda berbuat dosa dan menyesalinya, maka anda datang kepada Allah, membawa kambing atau domba lalu mempersembahkannya kepada Allah. Darah hewan itu lalu dicurahkan. Hewan korban mengambil alih tempat anda dan menanggung hukuman mati yang seharusnya anda tanggung. Itulah penjelasan lazim kita dengar. Sebenarnya ada sudut pandang baru dalam memahami ritual persembahan hewan korban dari Perjanjian Lama ini. Mari kita mulai dari Imamat 3:6-9

6 Jikalau persembahannya untuk korban keselamatan bagi YAHWEH adalah dari kambing domba, seekor jantan atau seekor betina, haruslah ia mempersembahkan yang tidak bercela.  7 Jikalau ia mempersembahkan seekor domba sebagai persembahannya, ia harus membawanya ke hadapan YAHWEH.  8 Lalu ia harus meletakkan tangannya ke atas kepala persembahannya itu dan menyembelihnya di depan Kemah Pertemuan, lalu anak-anak Harun harus menyiramkan darahnya pada mezbah sekelilingnya. 9 Kemudian dari korban keselamatan itu ia harus mempersembahkan lemaknya sebagai korban api-apian bagi YAHWEH, yakni segenap ekornya yang berlemak yang harus dipotong dekat pada tulang belakang, dan lemak yang menyelubungi isi perut, dan segala lemak yang melekat pada isi perut itu,

Korban keselamatan ini tidak sama dengan korban untuk penghapusan dosa. Korban keselamatan adalah wujud dari pengabdian kepada Allah. Jika seorang Israel menerima berkat dari Allah, ia akan mempersembahkan korban keselamatan. Misalnya dia sedang dalam kesusahan, lalu dia berdoa kepada Yahweh, dan Yahweh menjawab doanya, maka sebagai ucapan syukurnya dia akan memberikan korban keselamatan kepada Allah. Inilah wujud pengabdiannya kepada Allah. Dia lalu menumpangkan tangannya di atas hewan korban, menyembelihnya, dan ketika darah hewan tersebut memancar keluar, imam akan menadah darah tersebut dalam wadah dan memercikkannya ke atas mezbah.

Tahukah anda apa maknanya? Dalam ritual ini orang yang memberi persembahan menyamakan hewan korban itu dengan dirinya. Hewan itu tidak menggantikan tempatnya tetapi mewakili dia dalam menyatakan pengabdian kepada Allah. Orang itu “menjadi” hewan korban ketika dia menumpangkan tangannya ke atas hewan tersebut. Ini adalah tindakan partisipasi. Ketika hewan korban disembelih, darah memancar. Namun hal apa yang dilambangkan oleh darah? Mari kita lihat Imamat 17:11

Karena nyawa makhluk ada di dalam darahnya dan Aku telah memberikan darah itu kepadamu di atas mezbah untuk mengadakan pendamaian bagi nyawamu, karena darah mengadakan pendamaian dengan perantaraan nyawa.

Darah itu adalah nyawanya. Orang Israel ini sedang mengabdikan atau mempersembahkan dirinya kepada Allah atas semua kebaikan yang sudah dia alami. Kita tidak membahas tentang dosa di sini. Yang sedang dia lakukan melalui persembahan korban ini adalah memberikan nyawanya kepada Yahweh. Ketika darah memancar dari hewan korban, hal itu melambangkan nyawa atau hidup orang itu dicurahkan bagi Allah. Nyawanya diberikan atau dipersembahkan kepada Yahweh, dengan demikian dia menjalani kematian untuk hidup bagi Yahweh.

Lalu apa perbedaan antara korban pendamaian dengan korban penghapusan dosa? Prosedurnya mirip, tetapi ada satu perbedaan penting. Mari kita kembali ke Imamat 4:13-18, saya akan baca ayat 13 karena ayat ini berkaitan dengan segenap jemaat

13 Jikalau yang berbuat dosa dengan tak sengaja itu segenap umat Israel, dan jemaah tidak menyadarinya, sehingga mereka melakukan salah satu hal yang dilarang YAHWEH, dan mereka bersalah,  14 maka apabila dosa yang diperbuat mereka itu ketahuan, haruslah jemaah itu mempersembahkan seekor lembu jantan yang muda sebagai korban penghapus dosa. Lembu itu harus dibawa mereka ke depan Kemah Pertemuan.

Demikianlah, orang itu bertobat dan mempersembahkan lembu.

15 Lalu para tua-tua umat itu  (Perhatikan, hal ini terkait dengan segenap umat) harus meletakkan tangan mereka di atas kepala lembu jantan itu di hadapan YAHWEH, dan lembu itu harus disembelih di hadapan YAHWEH.  16 Imam yang diurapi harus membawa sebagian dari darah lembu itu ke dalam Kemah Pertemuan.  17 Imam harus mencelupkan jarinya ke dalam darah itu dan memercikkannya tujuh kali di hadapan YAHWEH, di depan tabir.  18 Kemudian dari darah itu harus dibubuhnya sedikit pada tanduk-tanduk mezbah yang di hadapan YAHWEH di dalam Kemah Pertemuan, dan semua darah selebihnya harus dicurahkannya kepada bagian bawah mezbah korban bakaran yang di depan pintu Kemah Pertemuan.

Pokok ini diulang banyak kali. Sama seperti korban pendamaian, dia menumpangkan tangan di atas hewan korban dan hewan itu lalu disembelih, lalu imam akan menadah sebagian darah korban untuk dipercikkan di atas mezbah. Perbedaan penting antara korban pendamaian dengan korban penghapusan dosa adalah dalam hal pencurahan darah korban. Darah korban penghapusan dosa dicurahkan sampai habis di bawah mezbah. Ini menunjukkan bahwa kita tidak sekedar mengaku bertobat tetapi kita harus mencurahkan hidup kita kepada Allah, jadi kita tidak lagi hidup untuk diri kita sendiri. Itu sebabnya mengapa Paulus mengarahkan kita untuk mati bersama Kristus. Kristus sudah mati bagi kita, maka kita juga harus mati bersama dia untuk menjalani hidup bersama dengan dia bagi Allah.

Ucapan Yesus di dalam Markus 10:45 dapat dipahami lewat uraian di kitab Imamat. Saat darah hewan korban dicurahkan di bawah mezbah, orang yang memberikan persembahan tidak mendapatkan apa-apa dari sana, semuanya dipersembahakan kepada Allah. Segala sesuatunya dipersembahkan kepada Allah. Itu sebabnya kita berbicara tentang komitmen di gereja. Mengapa kami berbicara tentang komitmen? Hal ini berdasarkan isi Perjanjian Lama. Anda menyatukan diri dengan hewan korban yang darahnya dicurahkan di bawah mezbah. Jika hal ini dijalankan dengan benar, dengan sikap hati yang benar, maka Allah mengampuni dosanya. Mengapa? Karena dari dalam hatinya dia sudah benar-benar ingin berhenti menjalani hidup bagi dirinya sendiri dan masuk ke jalan hidup yang yang dijalani bagi Allah. Dapatkah anda melihat cara berpikir dari Yesus? Dia menggenapi isi Perjanjian Lama. Bagaimana cara dia menggenapi isi Perjanjian Lama? Dengan menyerahkan nyawanya dan, dalam kasus ini, dia sekaligus menjadi korban pendamaian dan korban penghapusan dosa demi kita.

Itu sebabnya Roma 12:1 berbunyi, “..supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah…” Ayat ini berbicara tentang korban pendamaian, di mana orang yang memberikan persembahan menyamakan dirinya dengan hewan korban dan menyerahkan hidupnya kepada Yahweh. Apakah kita, sebagai orang Kristen, menjalani hidup seperti ini? Atau apakah kita masih dikuasai oleh hasrat mengejar kepentingan diri sendiri, memikirkan apa yang bisa kita raih, atau mungkin mengejar kehidupan yang lebih makmur? Ini bukanlah kekristenan. Kita masih menjalani kehidupan yang sama dengan orang dunia. Jadi anda bisa melihat betapa pentingnya prinsip ini. Kitab Wahyu berbicara tentang akhir zaman. Wahyu 6:9 berbunyi:

Dan ketika Anak Domba itu membuka meterai yang kelima, aku melihat di bawah mezbah jiwa-jiwa mereka yang telah dibunuh oleh karena firman Allah dan oleh karena kesaksian yang mereka miliki.

Itu adalah pengorbanan yang tertinggi: darah atau nyawa mereka benar-benar tercurah di bawah mezbah, oleh karena Firman Allah dan oleh kesaksian mereka tentang Yesus Kristus. Apakah kita mempunyai visi untuk menolong orang lain menjadi manusia baru, manusia yang bebas dari kuasa dosa? Itu sebabnya mengapa kami menekankan bahwa ungkapan “tebusan” ini maknanya adalah pembebasan, walaupun kata tersebut juga memiliki makna membeli. Akan tetapi makna “pembebasan” lebih penting di sini. Jika kita memaknai ungkapan “bagi banyak orang” di dalam Markus 10:45 sebagai “di tempat banyak orang”, maka hal ini bisa memicu keegoisan kita. Jika saya harus dihukum mati, dan ada orang lain yang bersedia mati bagi saya, saya pasti berkata, “Bagus sekali! Lebih baik anda yang menjalaninya daripada saya.” Saya tidak tahu ada berapa banyak orang yang tersentuh hatinya oleh pengorbanan ini? Jika anda menghadapi bahaya, katakanlah anda sedang dikejar oleh monster, lalu ada seseorang muncul dan berkata, “Aku akan mengalihkan perhatian monster itu supaya kamu bisa lolos.” Lalu dia benar-benar bertindak, monster itu mulai mengejar dia dan anda lolos dari monster itu. Kita sudah sering menonton film yang menyajikan adegan semacam ini. Apakah anda akan menghormati orang yang berkorban itu? Dia sudah berkorban dengan sukarela, bukankah begitu? Jika dia ingin mati, silakan saja. Apakah anda berpikir bahwa orang lain akan tersentuh hatinya dan menangisi kematian orang itu? Saya tidak yakin akan ada banyak orang yang menjadi terharu seperti itu. Sebagian besar orang hanya berkata, “Lebih baik dia yang mati daripada saya.” Di sisi lain, kita mungkin menunjukkan rasa hormat, tetapi pada akhirnya, kita akan kembali lagi menjalani hidup sesuka hati kita.

Jadi kita dapat melihat masalahnya di sini. Pembebasan dari dosa berarti pembebasan dari keegoisan kita. Ini berarti kita akan memandang kematian Yesus dengan sikap yang berbeda. Yesus tidak menanggung hukuman dari dosa kita dan tidak membebaskan kita dari hukuman Allah agar kita bisa masuk ke surga. Tidak, karena keegoisan kita sendiri masih belum ditangani. Kita masih belum menyerahkan hidup kita kepada Allah! Di dalam Perjanjian Lama, Allah tidak berkenan dengan sikap hati semacam ini. Anda perlu menumpangkan tangan di atas hewan korban, menyamakan diri dengan hewan tersebut, lalu anda mempersembahkan hewan itu sebagai korban kepada Allah. Prinsip partisipasi sangatlah penting di sini. Jika anda tidak menumpangkan tangan di atas kepala hewan korban, maka hewan itu hanya menjadi pemuasan, hal ini akan saya bahas nanti, dan hanya ditujukan untuk meredakan atau menenangkan murka Allah.

Dalam kaitannya dengan hal ini, mari kita baca Ibrani 13:11-13

11  Dan, karena tubuh dari hewan-hewan yang darahnya dibawa oleh imam besar ke Ruang Mahakudus sebagai persembahan penebusan dosa dibakar di luar perkemahan, 12  maka Yesus juga menderita di luar gerbang kota demi menguduskan umat-Nya dengan darah-Nya sendiri. 13  Karena itu, marilah kita menemui Yesus di luar perkemahan, dan memikul kehinaan yang sama dengan kehinaan yang telah dipikul-Nya.

Penulis surat Ibrani membandingkan Kristus dengan persembahan pada Hari Pendamaian (Imamat 16). Perhatikan bahwa pencurahan darah dan pembakaran hewan korban digantikan oleh kematian Yesus di kayu salib. Selanjutnya di ayat 12 disebutkan bahwa kematiannya dimaksudkan juga untuk menguduskan umat.

Ibrani 13:13-16

13  Karena itu, marilah kita menemui Yesus di luar perkemahan, dan memikul kehinaan yang sama dengan kehinaan yang telah dipikul-Nya. 14  Sebab, di bumi ini kita tidak mempunyai kota yang akan ada untuk selama-lamanya, tetapi kita sedang menantikan kota yang akan datang. 15  Karena itu, melalui Kristus marilah kita terus-menerus mempersembahkan kurban pujian kepada Allah, yaitu ucapan bibir yang memuliakan nama-Nya. 16  Janganlah kamu lupa berbuat baik dan membagikan apa yang kamu miliki karena kurban seperti itulah yang menyenangkan Allah.

Perhatikan bahwa di ayat 13 sang penulis dengan lancar mengajak pembacanya untuk ikut serta berpartisipasi menanggung kehinaannya, hal ini menegaskan bahwa dengan ikut menanggung kehinaannya, mereka juga menanggung resiko besar untuk ikut kehilangan nyawa. Selanjutnya, di dalam ayat 15-16, kita melihat pengorbanan yang dilakukan oleh orang-orang percaya dalam rangka menanggapi kematian Yesus: menyampaikan persembahan syukur sebagai tindakan iman dalam penderitaan dan kesesakan, dan melakukan perbuatan baik dan berbagi melalui tindakan dan ucapan. Jelaslah bahwa berbagi barang milik juga termasuk di sini. Di dalam mempersembahkan hidup mereka kepada Yahweh, mereka juga berikrar untuk mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri, sekalipun itu menuntut pengorbanan nyawa. Itu sebabnya Yahweh sangat berkenan terhadap persembahan semacam ini.

Kembali ke Markus 10:45, Yesus berkata kepada murid-muridnya, “Lakukanlah hal yang serupa. Perbuatlah seperti yang sudah aku lakukan. Sebarkanlah sikap hati yang sama. Jangan mementingkan dirimu saja; jangan sekedar memikirkan seberapa makmur atau seberapa hebat kamu nantinya. Janganlah ada di antaramu yang memupuk ambisi yang egois; hasrat untuk menjadi mulia dan dihormati. Kita tidak ada waktu untuk berbicara tentang kehebatan. Yang dapat kita pikirkan sekarang hanyalah bagaimana melayani dan menolong orang lain.” Kita menolong orang lain yang sedang kesulitan, terutama dalam mengatasi kuasa dosa, dan kuasa dosa ini adalah lawan yang sangat berat di dalam hidup kita. Bagaimana kita mengatasinya? Jawabannya adalah bahwa Yahweh akan membawa kita kepada hamba-hamba-Nya yang sejati yang tahu apa artinya bebas dari kuasa dosa. Para hamba ini adalah orang-orang yang mencurahkan hidup mereka bagi orang-orang berdosa seperti kita. Kita belajar dari orang-orang ini, dan dari sana kita mulai mengerti apa artinya bebas dari kuasa dosa. Anda bisa lihat betapa pentingnya prinsip ini.

Jika kita mengikuti jejak Yesus seperti ini, maka anda akan memahami visi yang sedang dibicarakan oleh Paulus. Di dalam Kisah 26:16-19, Yesus berkata kepada Paulus:

16 Tetapi sekarang, bangunlah dan berdirilah. Aku menampakkan diri kepadamu untuk menetapkan engkau menjadi pelayan dan saksi tentang segala sesuatu yang telah kaulihat dari pada-Ku dan tentang apa yang akan Kuperlihatkan kepadamu nanti.  17 Aku akan mengasingkan engkau dari bangsa ini dan dari bangsa-bangsa lain. Dan Aku akan mengutus engkau kepada mereka,  18 untuk membuka mata mereka, supaya mereka berbalik dari kegelapan kepada terang dan dari kuasa Iblis kepada Allah, supaya mereka oleh iman mereka kepada-Ku memperoleh pengampunan dosa dan mendapat bagian dalam apa yang ditentukan untuk orang-orang yang dikuduskan.

Yesus memberi kuasa kepada Paulus, sehingga di dalam pemberitaan Injil ini Paulus membuka mata orang yang buta. Yakni, melakukan hal yang ajaib; menolong orang untuk bisa melihat bahwa mereka hidup di dalam kegelapan dan mereka perlu untuk berpaling kepada terang, bahwa mereka berada di bawah kuasa Iblis dan harus kembali kepada Allah. Ini adalah visi yang mulia. Di bagian awal dari kitab ini, Yesus sudah menyampaikan rencana untuk Paulus ini kepada Ananias. Hal ini dapat kita baca di dalam Kisah 9:15-16,

15 Tetapi firman Tuhan kepadanya (Ananias): “Pergilah, sebab orang ini (Paulus) adalah alat pilihan bagi-Ku untuk memberitakan nama-Ku kepada bangsa-bangsa lain serta raja-raja dan orang-orang Israel.  16 Aku sendiri akan menunjukkan kepadanya, betapa banyak penderitaan yang harus ia tanggung oleh karena nama-Ku.”

Di sini anda melihat hal yang sama: Aku sudah mencurahkan hidupku, sekarang aku menetapkan hambaku yang akan mencurahkan hidupnya juga. Perhatikan, melalui banyak penderitaan! Efektifitas pelayanan kita kepada Allah bergantung kepada seberapa besar pengabdian yang anda berikan, seberapa besar kehendak anda untuk mencurahkan hidup anda bagi Allah. Akan tetapi, dalam menjalani hal ini, apakah anda berpikir bahwa orang lain akan menghargai hal itu? Tidak banyak banyak yang mau menghargainya. Kenyataannya, justru banyak yang menentang, dan itu sebabnya anda akan menghadapi banyak masalah. Demikianlah, Yesus menguraikan tentang Paulus, “Banyak penderitaan yang harus ia tanggung oleh karena namaku.” Itu sebabnya, jika anda baca kitab Wahyu 5:9, penderitaan itu tidak hanya berlaku bagi Paulus, tetapi atas semua orang yang memiliki roh dan pikiran yang sama dengan Kristus. Orang-orang di dalam ayat itu adalah mereka yang dibunuh. Anda mungkin berkata, “Nah, di Kanada kita tidak mengalami hal semacam itu.” Kita tidak tahu kapan hal itu menimpa kita karena kita sekarang ini hidup pada masa akhir zaman. Banyak hal yang bisa mendadak berubah. Anda sudah melihat betapa dunia sekarang sudah menjadi sangat kacau, bukan hanya dari segi politik tetapi sampai ke urusan lingkungan juga. Kita hidup di dunia yang rapuh dan berbahaya. Lalu apa yang akan kita perbuat? Tindakan yang paling berharga adalah mencurahkan hidup anda kepada Allah dan bersama-sama dengan Kristus, mencurahkan hidup kita kepada orang lain juga. Saat kita kehilangan hidup kita, saat itu jugalah kita mendapatkannya.

Banyak orang berkata, “Saya tidak suka membaca Kitab Imamat.” Perlu saya akui bahwa saya juga pernah tidak suka membaca kitab ini. Setiap kali membacanya saya langsung mengantuk dan jatuh tertidur. Kitab yang membosankan. Lalu saya mulai menyadari minggu lalu, ketika saya mulai membaca lagi Kitab Imamat dengan bantuan beberapa buku yang lain. Kitab ini mengungkapkan banyak hal yang sangat penting dan selama ini saya tidak melihatnya! Sebelumnya saya mengira bahwa isi kitab ini sangat membosankan. Ternyata membaca kitab ini cukup mengasyikkan. Saya harap Firman Allah menjadi kitab yang menyenangkan untuk kita baca. Begitu anda membacanya, saya harap kita semua belajar membacanya dengan mata terbuka, maka anda bisa menikmati isi kitab ini.

 

Berikan Komentar Anda: