SC Chuah | Yohanes 5:41,44 |

Aku tidak menerima kemuliaan dari manusia.

Bagaimanakah kamu dapat percaya, jika kamu menerima pujian dari seorang akan yang lain dan tidak mencari pujian yang datang dari Allah yang Esa? (Yohanes 5:41,44)


IMAN DALAM INJIL YOHANES

Hari ini kita akan membahas akar dari ketidakpercayaan. Mengapa banyak orang tidak percaya? Supaya kita mengapresiasi betapa seriusnya masalah ini, kita akan sekilas berbicara tentang “iman” dan “percaya” dalam Injil Yohanes terlebih dulu. “Iman percaya” merupakan salah satu tema utama dalam Injil Yohanes. Kata itu muncul lebih dari 100 kali dalam Injil ini dalam pelbagai bentuk. Kata itu pertama kali muncul dalam Injil Yohanes di Yohanes 1:7 tentang tujuan kedatangan Yohanes Pembaptis, yaitu supaya semua orang menjadi percaya.

Ia datang sebagai saksi untuk menyampaikan kesaksian tentang Terang itu supaya melalui dia semua orang menjadi percaya.

Injil Yohanes memakai kata itu terakhir kali di Yohanes 20:31, di mana rasul Yohanes mengungkapkan tujuannya menulis Injil tersebut:

Akan tetapi, semua ini ditulis supaya kamu percaya bahwa Yesus adalah Kristus, Anak Allah, dan supaya melalui kepercayaanmu itu, kamu memperoleh hidup di dalam namanya.

 

Akan tetapi, tidak semua orang menjadi percaya, bukan? Kita akan menyoroti satu alasan yang diberikan Yesus mengapa orang tidak dapat percaya.


APA BEDANYA PERCAYA ATAU TIDAK?

Sebelum itu, mari kita menyimak sekilas apa bedanya percaya atau tidak? Apakah perbedaan yang dibawa oleh iman? Jika tidak ada bedanya, apa gunanya kita percaya? Untuk apa iman seperti itu, jika perbedaan yang dibawa hanyalah perbedaan tipis yang tak berarti? Injil Yohanes menyatakan dengan jelas konsekuensi dari iman. Daftarnya terlalu panjang, karena itu, kita hanya akan mendaftarkan beberapa.

Di Yohanes 1:12, melalui iman kita diberikan kuasa untuk menjadi anak-anak Allah. Allah bukan lagi hanya Allah, tetapi Dia menjadi Bapa kita. Kita tahu bahwa siapa ayah kita, akan sangat menentukan kualitas hidup kita sekarang dan juga jalan hidup kita pada masa depan. Jadi, apakah mungkin memiliki Allah sebagai Bapa surgawi tidak membawa perubahan yang drastis dalam kehidupan kita? Tidak terbayangkan kalau tidak ada perubahan.

Yohanes 1:50 memberitahu kita iman percaya akan membuka mata kita melihat hal-hal yang makin besar. Dari Yohanes 3 pula, kita diberitahu bahwa orang percaya akan dilahirkan kembali untuk melihat Kerajaan Allah. Berulang kali disebutkan juga di Injil Yohanes pasal 3 bahwa orang yang percaya akan memperoleh hidup yang kekal. Hidup yang kekal, dalam Injil Yohanes, bukanlah sesuatu yang diperoleh pada masa depan. Di Yohanes 17:3, hidup yang kekal didefinisikan oleh Yesus sebagai “mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Kristus Yesus yang telah Engkau utus.” Hidup yang kekal dipahami sebagai sebuah hubungan, bukan lamanya waktu. Tentu saja, hidup kita sangat dipengaruhi oleh siapa yang kita kenal.

Di Yohanes 4, orang percaya tidak akan haus lagi. Berikutnya di Yohanes 6, orang percaya tidak akan lapar lagi. Dengan kata lain, orang percaya akan mengalami kepuasan batin selama-lamanya. Di Yohanes 8, orang percaya yang mengikuti dia akan berjalan dalam terang. Lalu, di Yohanes 10, orang percaya akan mendengar dan mengenal suara gembala. Yohanes 11 pula, orang percaya akan melihat kemuliaan Allah… Kita tidak akan meneruskannya karena daftarnya terlalu panjang jika disebut satu per satu, tetapi saudara mendapatkan gambarannya. Oleh karena itu, pertanyaan kita dari semula, mengapa banyak orang tidak percaya, bukanlah tentang mengapa banyak orang tidak menjadi Kristen. Yang menjadi pertanyaan ialah, mengapa banyak orang tidak mengalami kelimpahan hidup seperti yang digambarkan Yesus dalam Injil Yohanes?


IMAN MEMBAWA REALITA YANG BARU

Kata-kata yang dipakai untuk menggambarkan orang percaya adalah kata-kata yang berkaitan dengan kegiatan umum seperti, dilahirkan, melihat, mendengar, makan, minum, berjalan dll. Orang beriman akan memperoleh keluarga yang baru, melihat dan mendengar hal-hal yang tidak dilihat dan didengar oleh orang lain, memakan dan meminum makanan dan minuman yang tidak dikenal orang. Orang percaya ialah orang yang berpijak di bumi tetapi hidup dalam realita yang baru, kenyataan yang baru. Mereka melihat dunia yang lain di balik dunia ini. Mereka hidup dalam kenyataan dan dunia yang berbeda, yang lebih nyata dan lebih riil.  Semua ini dicontohkan kepada kita oleh Yesus, yang di sepanjang hidupnya di bumi, sepertinya hidup di alam dan ranah yang berbeda.  Dia melihat hal yang tidak dilihat orang, menaati suara yang tidak didengar orang, memakan makanan yang tidak dikenal orang, dan seterusnya.

Tanpa iman, kita hanya akan mengenal satu realitas saja, yaitu realitas kehidupan material ini, sekalipun kita telah ke gereja sepanjang hidup kita. Kita tidak terlalu beda dengan orang Yahudi yang disebut dalam Injil Yohanes,  religius, tetapi tidak rohani. Ketika berada di bawah tekanan, ketika terpaksa membuat pilihan, kita akan memperlihatkan keyakinan kita yang sebenarnya, yaitu pada hal-hal material. Tanpa iman yang transformatif, kita hanyalah seperti anjing yang telah dilatih untuk mengeong seperti kucing. Pada titik-titik tertentu, diri kita yang asli akan nampak.  


DUA KALI YESUS DISEBUT TAKJUB

Di dalam Injil, kata “takjub, kaget, terkejut” dipakai sebanyak 43 kali. Dalam 41 kesempatan, kata itu dipakai untuk menggambarkan rasa takjub murid-murid dan orang banyak terhadap pengajaran dan perbuatan Yesus. Ke mana pun Yesus pergi, orang-orang yang menyaksikan karya Yesus akan berseru, “Wow!” Di Yohanes 5:20, Yesus berkata, “Sebab, Bapa mengasihi Anak dan memperlihatkan kepada Anak segala sesuatu yang Ia sendiri lakukan, dan Bapa juga akan memperlihatkan kepadanya pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar lagi supaya kamu takjub.” Oleh karena itu, orang yang sungguh-sungguh percaya kepada Yesus akan dari waktu ke waktu dikuasai rasa takjub. Saya pribadi akan merasa gelisah jika kehidupan mulai settle-down menjadi rutinitas yang mudah ditebak untuk jangka waktu yang lama.

Akan tetapi, ada dua kesempatan di mana Yesus yang menjadi takjub. Yang pertama, Yesus ditakjubkan oleh iman seorang perwira. 

Matius 8
5  Ketika Yesus masuk ke Kapernaum, seorang perwira datang kepadanya, memohon kepadanya, dan berkata, “Tuan, hambaku sedang terbaring lumpuh di rumah, sangat menderita.” Dan, Yesus berkata kepadanya, “Aku akan datang dan menyembuhkan dia.” Akan tetapi, perwira itu menjawab dan berkata, “Tuan, aku tidak layak untuk engkau masuk ke bawah atapku, tetapi katakanlah sepatah kata saja dan hambaku akan disembuhkan. Sebab, aku juga adalah orang yang ada di bawah kekuasaan, dengan tentara-tentara di bawahku. Dan, aku berkata kepada yang satu, ‘Pergilah,’ ia pun pergi, dan kepada yang lain, ‘Datanglah,’ dan ia pun datang, dan kepada hambaku, ‘Lakukan ini,’ dan ia pun melakukannya.” 10  Ketika Yesus mendengar hal ini, ia kagum dan berkata kepada orang-orang yang mengikutinya, “Aku mengatakan yang sebenarnya kepadamu, aku belum menemukan iman sebesar ini di antara orang Israel.

Iman perwira Romawi ini memang luar biasa. Seorang perwira yang peduli dengan hambanya? Kalau yang sakit itu anaknya, kita bisa mengerti. Pada zaman itu, status seorang hamba tidak jauh beda daripada seekor hewan yang dapat dijual beli di pasar. Yang lebih menakjubkan, adalah rasa tidak layaknya untuk menerima Yesus di bawah atapnya. Ia adalah seorang perwira Romawi, yaitu perwira bangsa penjajah. Yesus merupakan seorang rabi dari orang jajahan. Sungguh tak terbayang seorang berpangkat demikian tinggi dari bangsa penjajah menunjukkan respek yang demikian besar kepada seorang jajahan. Lebih penting lagi, rasa tidak layaknya itu tidak menahannya dari mendekat kepada Yesus dan menunjukkan iman yang menakjubkan. Kebanyakan dari kita memiliki rasa tidak layak yang menahan kita dari mendekat, yang mematikan segala kemungkinan untuk beriman.

Kali kedua Yesus menjadi takjub tertulis di Markus 6:6, kali ini karena ketidakpercayaan.

Ia merasa heran karena mereka tidak percaya.  

Perwira Romawi menunjukkan iman yang tidak disangka-sangka, dari bangsa yang tidak terduga. Namun kali ini, Yesus tidak menemukan iman dari orang yang diharapkan beriman, yaitu bangsanya sendiri, dari tempat asalnya sendiri yang paling mengenal dia (Markus 6:2-4). Justru karena ketidakpercayaan mereka, tidak banyak yang terjadi di sana. Allah tidak dapat berkarya di mana tidak ada iman.

Jadi, percaya atau tidak percaya, saudara berpotensi mengagumkan dia. Bagaimana saudara ingin menakjubkan dia?


YESUS TIDAK MENERIMA KEMULIAAN DARI MANUSIA

 Yesus berkata, “Aku tidak menerima kemuliaan dari manusia”. Sekarang lagi ngetrend pembicara berteriak, “beri kemuliaan kepada Yesus!”, kemudian umat bertepuk-tepuk tangan dan bersorak. Manusia itu memang menyusahkan. Sudah dikatakan dengan jelas bahwa dia tidak menerima kemuliaan dari manusia, tetap dilakukan dengan lantang. Apakah mungkin Yesus tidak akan menerima kemuliaan dari kita? Apakah perkataannya berarti begitu sedikit kepada kita? Yesus tidak menginginkan mahkota dari kita (Yoh 6:15).

Iman yang sejati memberikan kemuliaan kepada Allah. Dikatakan tentang Abraham, tokoh dan teladan iman dalam Perjanjian Baru, di Roma 4:20,

Dia (Abraham) tidak dibimbangkan terhadap janji Allah oleh ketidakpercayaan. Sebaliknya, imannya dikuatkan sehingga ia memberikan kemuliaan kepada Allah,  

Iman yang sejati senantiasa memberikan kemuliaan kepada Allah. Demikian pula, seluruh kehidupan Yesus dijalankan bagi kemuliaan Allah, Bapanya. Iman tidak akan memuliakan diri sendiri, apatah lagi menerima kemuliaan dari manusia.


AKAR KETIDAKPERCAYAAN: MENCARI PUJIAN MANUSIA

 Sekarang kita akan melihat Yohanes 5:44, di mana Yesus menyatakan dengan jelas alasan utama mengapa orang tidak percaya.

Bagaimanakah kamu dapat percaya, jika kamu menerima pujian dari seorang akan yang lain dan tidak mencari pujian yang datang dari Allah yang Esa? (Yohanes 5:41,44)

Menurut Yesus, adalah mustahil bagi orang yang menyukai pujian manusia untuk dapat percaya. Wow, ini sangat mengagetkan! Siapa di antara kita yang tidak menerima pujian? Siapa yang tidak mementingkan pandangan dan pendapat orang lain? Kita sering bertanya, “apa kata orang nanti?” Kita menyembah pendapat orang lain tentang kita. Bagaimana kita dapat menyembah Allah, sekaligus menyembah pengakuan manusia? Kita kecanduan kepada pendapat manusia.

Ego kita yang besar sangat sensitif kepada pengakuan manusia. Besar kecil ego kita dapat dinilai dari reaksi kita terhadap kritik atau pujian. Reaksi kita seringkali tidak proporsional, agak berlebihan. Apakah saudara perhatikan, satu dislike yang saudara terima di media sosial, menyebabkan saudara tidak bisa tidur sepanjang malam? Kita harus belajar dari Yesaya 2:22, yang akan saya bacakan dari terjemahan bahasa Inggris:

Stop regarding man, whose breath of life is in his nostrils; For why should he be esteemed?

 Berhentilah memandang manusia, yang nafas hidupnya ada pada lubang hidungnya; mengapa dia harus dianggap? Mengapa kita harus menganggap penting pandangan, pendapat dan pengakuan dari dia? Tidak perlu dipandang sama sekali. Tidak ada nilainya sama sekali, menurut Firman Allah. Andai saja kita dapat melepaskan diri kita dari jerat ini, kehidupan kita akan menjadi jauh lebih sederhana dan jauh lebih bahagia.


HAL YANG PALING PENTING TENTANG KITA: PANDANGAN ALLAH TENTANG KITA

Ada seorang hamba Tuhan yang besar bernama A. W. Tozer pernah menulis, “Apa yang timbul di pikiran kita ketika kita berpikir tentang Allah merupakan hal yang paling penting tentang kita.” Akan tetapi, saya lebih setuju dengan C. S. Lewis yang berkata, “Bagaimana Allah berpikir tentang kita bukan saja lebih penting, tetapi jauh lebih penting. Sebenarnya, bagaimana kita berpikir tentang Dia tidaklah penting kecuali sejauh itu terkait dengan bagaimana Dia berpikir tentang kita.”

Marilah kita jangan segan-segan mencari pujian karena memang itu yang kita dambakan. Marilah kita mencarinya dengan segenap hati, jangan setengah hati. Akan tetapi, marilah kita mencarinya dari sumber yang benar-benar berarti, yaitu dari Allah sendiri. Jika 7.8 miliar orang di dunia ini mencela saya dengan pelbagai kata yang tidak sedap didengar, saya akan puas dengan satu pujian dari Bapa, “Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku ____? Sebab tiada seorangpun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan.” (Ayub 1:8) Satu kalimat apresiasi “Bagus sekali, hamba yang baik dan setia…” akan menjadikan seluruh kehidupan ini menjadi bermakna.

Takut kepada manusia mendatangkan jerat, tetapi siapa percaya di dalam Yahweh akan ditinggikan. (Amsal 29:25)

Dalam bahasa sederhana, takut akan pendapat manusia melumpuhkan kita. Kita tidak akan dapat melakukan kehendak Allah jika kita mementingkan pendapat manusia. Kami tidak akan melakukan apa yang kami lakukan sekarang jika saya mendengarkan pendapat orang. Kami disebut “gila, gila, gila” oleh sanak saudara dan sahabat-sahabat yang justru peduli dengan kami. Musa tidak akan menjadi Musa jika dia meminta pendapat orang. Daud tidak akan menjadi Daud dan seterusnya. Pendapat orang sering kali akan menjauhkan kita dari kehendak Tuhan.

[Catatan: Tentu saja, ketika kita tidak mengerti kehendak Tuhan dalam situasi tertentu, kita perlu mencari nasihat dari gembala atau teman-teman seiman yang saleh.]

Subjek hari ini merupakan subjek yang sangat penting. Jika kita tidak dapat percaya, bagaimana mungkin kita dapat diselamatkan?

Seorang Yahudi sejati adalah orang yang batinnya sungguh-sungguh Yahudi, dan sunat yang sesungguhnya adalah sunat yang dilakukan pada hati, yang dijalankan oleh Roh, bukan oleh hukum tertulis. Pujian terhadap orang seperti ini bukan datang dari manusia, tetapi dari Allah sendiri. (Rm 2:29)

Hal ini berkaitan dengan menjadi seorang Yahudi sejati. Apakah cirinya seorang Yahudi sejati? Pujiannya bukan datang dari manusia, tetapi dari Allah sendiri. Hal ini berkaitan dengan kesejatian. Jika kita hidup seperti ini, hidup kita akan lebih asli, tidak ada kepalsuan, tidak ada kepura-puraan dan tidak perlu pamer.

 

Berikan Komentar Anda: