Pastor Boo | Kematian Kristus (4) |

Dalam artikel yang lalu, saya membahas Yesaya 53:4, bahwa Yesus menanggung kelemahan kita dan memikul kesengsaraan kita. Untuk artikel ini, kita akan membahas bagian akhir dari Yesaya 53.

Sebab itu Aku akan membagikan kepadanya orang-orang besar sebagai rampasan, dan ia akan memperoleh orang-orang kuat sebagai jarahan, yaitu sebagai ganti karena ia telah menyerahkan nyawanya ke dalam maut dan karena ia terhitung di antara pemberontak-pemberontak, sekalipun ia menanggung dosa banyak orang dan berdoa untuk pemberontak-pemberontak (Yesaya 53:12)

Kita sudah melihat bahwa kata “menanggung” terkait dengan makna “mengatasi”. Menanggung bukan berarti saudara memikul beban tersebut atas diri sendiri. Dengan kata lain, ketika dia menyembuhkan penderita kusta, Matius menyatakan bahwa dia menanggung kelemahan kita. Yesus tidak mengambil penyakit kusta itu, tetapi dia menyembuhkan si kusta. Kuasa Yahweh mengatasi penyakit kusta itu. Dia tidak mengambil semua penyakit, kebutaan dan setan-setan itu ke dalam dirinya, dia menyembuhkan mereka. Kuasa Tuhan membebaskan mereka. Jadi, kata “menanggung” di sini berkenaan dengan makna pelepasan.

Nah, pertanyaan berikut ialah: bagaimana Yesus sampai pada titik sehingga dia sanggup menanggung dosa kita? Bagaimana Yesus menolong kita untuk mengatasi dosa? Jawabannya ada di dalam kalimat penting ini: “Karena ia terhitung di antara pemberontak-pemberontak.” Nah, ucapan ini dikutip di Lukas 22:37, dan di sana Yesus sedang berbicara kepada murid-muridnya. Saat itu dia sudah dekat dengan penyaliban, dan inilah hal yang diucapkannya kepada murid-muridnya,

Sebab aku berkata kepada kamu, bahwa nas Kitab Suci ini harus digenapi padaku: Ia akan terhitung di antara pemberontak-pemberontak. Sebab apa yang tertulis tentang aku sedang digenapi.

Saudara mulai dapat melihat, hal-hal yang dilakukan oleh Yesus. Sejak saat dia dilahirkan, saat memulai pelayanannya, hal apakah yang dilakukan oleh Yesus? Segenap arah pelayanan dilakukan dengan beridentifikasi dengan orang berdosa. Ini adalah pokok yang penting untuk dipahami karena situasi zaman itu adalah sebagai berikut: jika saudara menderita penyakit kusta atau penyakit menular lainnya, maka saudara tidak boleh berada dekat dengan orang lain, sama seperti kasus penderita virus corona sekarang. Pada suatu hari, Elizabeth dan saya sedeng bepergian, dan karena cuaca yang dingin, hidung saya mulai tersumbat. Saat berada di sebuah toko, saya lalu mengeluarkan tissue untuk menyeka hidung dan membuang ingus. Orang-orang di sekitar saya segera menoleh dan menebak, “Mungkin dia baru datang dari Wuhan.” Mereka sudah mulai cemas dan ketakutan.

Sama seperti di zaman dulu, jika saudara terkena penyakit menular, atau bahkan kusta, saudara tidak boleh berdekatan dengan orang lain. Tidak ada orang yang mau berdekatan dengan saudara, karena kondisi penyakit saudara yang sangat menular. Secara rohani, jika saudara hidup di dalam dosa, misalnya, saudara pelaku perzinahan, penipu, pencuri, dsb., maka akan ada orang-orang tertentu yang tidak ingin berdekatan dengan saudara. Saudara menjadi penyebar pengaruh yang buruk. Mereka tidak ingin anak-anak mereka terpengaruh oleh saudara. Saudara mendapatkan semacam cap sosial.


YESUS DIBAPTIS DENGAN BAPTISAN PERTOBATAN

Sejak awal pelayanannya, kepada siapakah Yesus datang? Dia mendatangi orang-orang yang dijauhi oleh kelompok orang benar. Mereka tidak ingin berdekatan dengan orang-orang tersebut. Namun Yesus datang dan menghampiri mereka. Mari kita lihat Matius 3,

13 Maka datanglah Yesus dari Galilea ke Yordan kepada Yohanes untuk dibaptis olehnya.  14 Tetapi Yohanes mencegah Dia, katanya: “Akulah yang perlu dibaptis olehmu, dan engkau yang datang kepadaku?”  15 Lalu Yesus menjawab, katanya kepadanya: “Biarlah hal itu terjadi, karena demikianlah sepatutnya kita menggenapkan seluruh kehendak Allah.” Dan Yohanespun menurutinya. (Matius 3:13-15)

Nah, dia datang untuk dibaptiskan oleh Yohanes. Baptisan Yohanes adalah baptisan pertobatan! Untuk mereka yang ingin bertobat kepada Allah, yang ingin mengubah jalan hidupnya. Lalu saudara dapati Yesus datang kepada Yohanes minta dibaptis. Itu sebabnya Yohanes sangat terkejut, “Kamu tidak memiliki dosa, tetapi kamu datang minta dibaptis?” Dan apa jawab Yesus? “Begitulah seharusnya kita menggenapi kehendak Allah.” Kebenaran macam apa ini? Nah, kebenaran dari Allah tepatnya seperti ini: kehendak untuk berhubungan dengan orang-orang seperti saudara dan saya, berhubungan dengan orang-orang sesat. Berhubungan dengan mereka yang dihindari oleh masyarakat! Itulah kebenaran Allah. Sangat mencengangkan, bukankah demikian?

Itu sebabnya, para ahli kitab dan orang-orang Farisi, yang merupakan pemimpin rohani di zaman itu, sangat terkejut melihat Yesus makan dan minum bersama orang-orang berdosa. Yesus sudah menegaskan dari awal: Aku datang untuk mewakili orang-orang berdosa. Nah, untuk mewakili orang-orang berdosa, dia harus beridentifikasi dengan mereka. Identifikasi dengan orang berdosa bukan berarti dia ikut melakukan apa yang mereka lakukan. Yesus tidak berpartisipasi dalam dosa masyarakat, tetapi dia mewakili mereka dalam baptisan Yohanes. Dia sudah mengantisipasi fakta bahwa selama pelayanannya, akan ada orang yang akan bertobat dan berpaling kepada Allah untuk memohon ampunan atas dosa-dosa mereka.

Pokok ini tidak sukar untuk dipahami. Ada orang yang berjuang demi hak-hak asasi manusia, seperti Abraham Lincoln yang berjuang bagi pembebasan budak-budak. Dia tidak harus menjadi seorang budak untuk bisa membela para budak. Demikianlah, saudara dapat membela orang yang terinjak atau teraniaya di tengah masyarakat demi keadilan.


YESUS MENDATANGI ORANG-ORANG YANG DIHINDARI ORANG BENAR

Saudara perhatikan, di dalam Matius 9, uraian berikut:

10 Kemudian ketika Yesus makan di rumah Matius, datanglah banyak pemungut cukai dan orang berdosa dan makan bersama-sama dengan Dia dan murid-murid-Nya.  11 Pada waktu orang Farisi melihat hal itu, berkatalah mereka kepada murid-murid Yesus: “Mengapa gurumu makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?”  12 Yesus mendengarnya dan berkata: “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit.  13 Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.” (Matius 9:10-13)

Yesus sedang beristirahat di rumah Matius, dan orang-orang itu mendatangi dia. Yesus membuka pintu bagi mereka. Nah, saya rasa pemahaman kita sangat berbeda. Kita mungkin tidak ingin orang-orang seperti ini datang ke rumah kita. Akan tetapi, Yesus sangat terbuka bagi mereka, dia membuka pintu dan mereka semua masuk bersamanya. Tidak mengherankan jika orang-orang Farisi sangat keberatan karena mereka sendiri tidak akan mau melakukannya. Akhirnya Yesus berkata, “Pahamilah arti firman ini, ‘Yang Kuinginkan adalah belas kasihan dan bukan korban persembahan’”, dan akhir kalimatnya adalah, “Aku datang bukan untuk mencari orang benar melainkan orang berdosa.” Apakah ini berarti bahwa hanya para pemungut cukai, pencuri, penipu dan orang-orang fasik yang memeras sesamanya, pelaku perzinahan, percabulan, dan mereka yang disebut sampah masyarakat saja yang perlu bertobat, sedangkan orang-orang Farisi tidak perlu bertobat? Bukankah orang-orang Farisi dipandang sebagai orang-orang benar? Bukan itu yang dimaksudkan oleh Yesus. Yang dimaksudkan oleh Yesus adalah, “Memang demikianlah seharusnya kita menggenapi kebenaran Allah.”

Apakah makna kebenaran di dalam Alkitab? Kita mengira bahwa kebenaran adalah kekudusan. Akan tetapi, saudara akan segera melihat bahwa kebenaran memiliki sisi praktisnya. Orang benar, sesuai dengan definisinya, akan memiliki kemurahan hati atau belas kasihan. Seperti yang diucapkan oleh Yesus, “Yang Kuinginkan adalah belas kasihan.” Yesus adalah orang yang penuh belas kasihan dan dia tidak keberatan untuk bersentuhan dengan orang-orang “jahat”, selama dia tidak ikut melakukan apa yang mereka lakukan. Dia hadir untuk bersahabat dengan mereka, memahami keadaan mereka, dan mencari jalan untuk menolong mereka.


YESUS, SAHABAT ORANG BERDOSA

Nah, fakta bahwa orang-orang Farisi menentang hal ini jelas menunjukkan bahwa mereka juga orang berdosa. Mereka juga menentang konsep kebenaran Allah. Jadi, mereka juga perlu bertobat dan menyingkirkan sikap merendahkan terhadap orang berdosa. Jika kita perhatikan semua kumpulan orang ini, apakah kita juga memiliki sikap merendahkan mereka? Saudara melihat orang yang senang mabuk dan memukuli istrinya. Apakah saudara akan menghormati mereka? Saya meragukannya! Kita cenderung meremehkan mereka. Kita ingin menceramahi mereka. Hal semacam itulah yang ingin kita lakukan. Akan tetapi, saudara lihat bagaimana pendekatan Yesus sangat berbeda. Pertama-tama, dia berteman dengan mereka. Mengejutkan, bukankah demikian?

Terlebih lagi, saat saudara menawarkan persahabatan kepada seseorang, itu berarti bahwa saudara bersedia membuka diri saudara kepada orang itu. Bagian ini sangat sukar untuk dijalani karena kita sangat menghargai privasi kita dan kita tidak senang dicampuri oleh orang lain! Akan tetapi, sisi positif dari urusan ini adalah bahwa saudara bersedia berbagi pikiran dan kehidupan saudara dengan orang lain. Itulah hal yang dilakukan oleh Yesus sehubungan dengan Firman dan Hidup Allah.

Saudara dapat melihat satu hal lain dalam kejadian ini, hal yang disadari juga oleh orang-orang Farisi. Ketika Yesus sedang bercakap-cakap dengan para pemungut cukai dan orang berdosa, tidak ada ketegangan di sana. Kita melihat satu orang benar di sini, seorang Rabbi dan pengajar Hukum Taurat, tetapi tidak ada ketegangan di sana. Ini jelas hal yang luar biasa. Jika orang-orang Farisi yang hadir di sana, akan muncul banyak ketegangan karena orang-orang ini akan merasakan suasana penolakan. Akan tetapi, Yesus tidak menolak mereka. Yesus bahkan membuka hatinya kepada mereka. Itu sebabnya tidak ada ketegangan di sana. Damai dari Yahweh ada di dalam dirinya, dan menyebarkan pengalaman penuh damai dalam diri mereka. Yesus tidak pernah menjadi ancaman bagi mereka, demikian pula sebaliknya.

Saya rasa ini adalah pelajaran besar bagi saudara dan saya karena kita semua punya segudang alasan untuk membenarkan diri. Kita takut berurusan dengan orang-orang ini karena bisa saja kita nanti mengucapkan hal yang menyinggung mereka dan membahayakan diri kita sendiri. Jadi, apakah kita bersedia membuka diri kita kepada orang-orang ini? Hal ini hanya dimungkinkan jika kasih Allah bekerja di dalam hati kita. Itulah hal yang disampaikan oleh Paulus dalam 2 Koriontus 5:14-16

 14 Sebab kasih Kristus yang menguasai kami, karena kami telah mengerti, bahwa jika satu orang sudah mati untuk semua orang, maka mereka semua sudah mati.  15 Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka.  16 Sebab itu kami tidak lagi menilai seorang jugapun menurut ukuran manusia. Dan jika kami pernah menilai Kristus menurut ukuran manusia, sekarang kami tidak lagi menilai-Nya demikian.


TIDAK MENILAI ORANG MENURUT UKURAN MANUSIA

Karena Yesus telah mati, maka kita juga mati bersama dia. Artinya, saya tidak lagi hidup untuk diri sendiri; saya tidak memikirkan apa yang bisa saya peroleh. saya tidak memikirkan perlindungan diri lagi, karena kasih Kristus mengendalikan hidup saya. Dan kasih Kristus adalah kasih Allah. Kasih Allah itulah yang bekerja melalui dia. Demikianlah, di ayat ini dikatakan bahwa kasih Kristus mengendalikan saya. Jadi, mulai saat ini, jika saya memandang seseorang, saya tidak lagi memakai ukuran duniawi; misalnya, kamu berasal dari kelas bawah, saya dari kelas atas. Kamu terlalu rendah untuk berhubungan dengan saya, saya memiliki kehormatan. Tidak! Tidak ada lagi rintangan budaya. Tidak ada lagi rintangan ras. Tidak ada lagi rintangan sosial. Tidak ada rintangan apa-apa lagi; semua rintangan sudah terhapus. Ini adalah mujizat dari Allah, kuasa Allah.

Ketika saya berada di Filipina atau di India, puji Tuhan, saya tidak merasakan adanya rintangan dalam berhubungan dengan orang-orang di sana. Sebagian besar dari mereka juga tidak merasakan adanya rintangan dalam berhubungan dengan saya. Saat saya berada di Filipina, saya ingat akan saat-saat yang penuh dengan sukacita itu, dan mereka mengatakan, “Oh, Pastor Boo adalah bagian dari kita. Dia orang Filipina juga.” Kemudian saya pindah ke India. Orang India di sana berkata, “Oh, Pastor Boo juga orang India. Jangan tertipu dengan penampilan.” Jika saudara dapat mengatasi rintangan budaya mereka, itu adalah hal yang ajaib. Itulah maknanya menjadi seorang misionaris. Dia dapat mengatasi semua rintangan.

Namun saya melihat adanya masalah lain. Entah di India atau di Filipina, ketika mereka berhubungan dengan saya, memang tidak ada masalah. Namun jika saudara memandang hubungan di antara mereka, banyak sekali rintangan di sana. Ini hal yang sangat menarik bagi saya. Ketika saya berada di sana, semua orang bebas berhubungan dengan saya, mulai dari yang paling miskin sampai dengan yang paling kaya. Namun, jika saudara melihat hubungan antara mereka, wow, masalah di antara mereka besar sekali! Dan jika saudara berhadapan dengan dua orang yang sama-sama kaya, ternyata mereka tidak saling mempercayai satu sama lain. Tugas saya adalah menjembatani jurang ini, suatu hal yang tidak mudah. Namun, inilah kesempatan untuk memberi kesaksian tentang kuasa Allah melalui Injil. Seperti Yesus dalam hubungannya dengan orang-orang yang disebut ‘berdosa’, memang seharusnya tidak ada rintangan antara saya dengan orang lain, entah dalam wujud ras, bahasa, agama, budaya dan sebagainya. Untuk bisa mencapai hal ini, kita memang sangat membutuhkan kasih Allah.


YESUS BERSIMPATI DENGAN KELEMAHAN KITA

Mari kita lihat isi Ibrani 2:17-18 yang berbunyi:

17 Itulah sebabnya, maka dalam segala hal Ia harus disamakan dengan saudara-saudara-Nya, supaya Ia menjadi Imam Besar yang menaruh belas kasihan dan yang setia kepada Allah untuk mendamaikan dosa seluruh bangsa.  18 Sebab oleh karena Ia sendiri telah menderita karena pencobaan, maka Ia dapat menolong mereka yang dicobai.

Yesus telah menderita karena pencobaan, dan pencobaan dapat juga diartikan sebagai ‘ujian’. Dia sudah melalui banyak ujian dan pencobaan. Di sini, tidak ada orang yang menanggung penderitaan seberat Yesus, seberat apapun hal yang kita alami. Dan karena dia sudah menderita, maka dia tahu bagaimana menlong orang yang menderita. Dia memahami keadaan kita dan tahu bagaimana cara mendampingi kita. Dia mampu dan bersedia menolong kita jika kita berpaling kepadanya.

Ibrani 4:15-16

15 Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.  16 Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya.

Dapat kita lihat di sini bahwa Yesus mampu bersimpati terhadap kelemahan kita. Akan tetapi, kita harus tahu apa kelemahan kita. Masalah yang menghadang orang Farisi adalah, sekalipun mereka berdosa, mereka tidak bisa diselamatkan karena mereka selalu merasa diri paling benar dan tidak ada kelemahan. Mereka selalu berpikir bahwa secara rohani mereka tidak punya masalah apa-apa. Akan tetapi, kitab Ibrani berbicara kepada mereka yang mengenal kelemahan mereka. Setiap hari mereka bergumul dengan kelemahan mereka. Kita semua tahu bahwa kita sendiri memiliki kelemahan, tetapi kabar baiknya adalah bahwa Yesus selalu menjadi sahabat para pemungut cukai dan orang berdosa sampai dengan hari ini. Jika saudara menjadi miliknya, jelas dia lebih dari bersedia untuk menolong kita! Dia tidak sekedar bersimpati; dia turun tangan dalam memberi kemenangan dalam hidup kita.

Sebagian orang berkata, “Saya tidak mau datang kepada Allah karena Allah marah kepada saya. Jika saya datang kepada-Nya, maka Dia akan menghukum saya, karena saya orang berdosa.” Nah, jika saudara berpikir demikian, berarti saudara masih belum memahami Allah. Pekerjaan yang dilakukan Yesus berada di dalam tuntunan Allah. Apa yang diperintahkan oleh Yahweh kepada Yesus? Datangi mereka, beridentifikasi dengan mereka, dan pimpinlah mereka untuk keluar dari dosa-dosa mereka.


TURUN KE LEVEL ORANG LAIN

Di 2 Korintus 5:19:21, kita dapati uraian berikut:

19 Sebab Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan pelanggaran mereka. Ia telah mempercayakan berita pendamaian itu kepada kami.  20 Jadi kami ini adalah utusan-utusan Kristus, seakan-akan Allah menasihati kamu dengan perantaraan kami; dalam nama Kristus kami meminta kepadamu: berilah dirimu didamaikan dengan Allah.  21 Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam dia kita dibenarkan oleh Allah.

Jika kita tidak hidup untuk diri kita sendiri, melainkan untuk dia, hal apa yang akan kita lakukan? Paulus sudah memberitahu kita jawabannya. Tugas saudara adalah mendamaikan orang lain dengan Allah. Dan untuk mendamaikan orang lain dengan Allah, untuk menyelamatkan mereka, maka saudara harus turun sampai ke level mereka. Nah, untuk bagian yang terakhir ini, banyak orang yang mengalami kesukaran untuk menjalaninya.

Satu hal yang wajib kita lakukan jika sedang berada di ladang pelayanan adalah tidak boleh mengeluh. Saudara tidak boleh mengeluh! Saya akui hal ini sangatlah berat. Apapun yang terjadi, saudara terima keadaannya, dan saudara lanjutkan hal yang harus saudara jalankan. Jika air tidak tersedia, jangan mengeluh. Jika listrik tidak tersedia, jangan mengeluh. Jika air yang ada sangat kotor, jangan mengeluh. Jika saudara harus mandi dengan air yang berwarna cokelat atau hijau, pakai saja air itu. Tidak usah mengeluh karena semua orang di sana memakai air yang sama. Jika saudara mengeluh, akan tercipta jarak antara saudara dengan orang lain.

Saat kami berada di Sri Lanka, listrik mendadak padam. Karena tidak ada listrik, maka mesin pompa air tidak bekerja. Gadis pembantu di sana berkata, “Pastor Boo, saudara bisa mandi dengan air sumur. Gunakanlah air sumur.” Lalu dia melanjutkan, “Saya akan mengantarkan saudara ke sumur, saudara dan rekan-rekan saudara semua.” Lalu dia menyalakan lentera serta mengantarkan kami ke sumur. Cuaca sudah gelap. Kami tidak melihat apa-apa karena gelapnya cuaca. Lalu, dia menurunkan ember dan mulai menimba air. Kami mandi dengan air sumur itu. Airnya terasa berlendir, tetapi kami tetap menggunakannya. Lalu, kami menyeka tubuh dengan handuk, masalahnya beres! Kami tidak mengeluh. Saudara tahu mengapa? Saya rasa bahwa gadis ini pasti memakai air itu juga. Jadi kami harus memberi contoh yang baik.

Kadang kala, di suatu desa, orang akan mengundang saudara untuk makan bersama. Air macam apa yang mereka pakai untuk memasak? Saudara tidak tahu. Mungkin dari sumur yang sejenis. Dan mereka akan meletakkan semua makanan di lantai. Saudara akan duduk dan makan bersama mereka, dan saudara tidak boleh mempersoalkan makanan yang disajikan. Semua yang dihidangkan, makan saja! Hal itulah yang disampaikan oleh Yesus kepada kita! Saat saudara berada di lapangan, makanan apapun yang disajikan buat saudara, makan saja. Tidak usah menanyakan hal apapun. Demikianlah, kami tidak ragu untuk memakan apapun.

Saudara juga harus memahami adat istiadat orang India. Jika ada yang mengundang saudara untuk makan bersama, jangan saudara berkata saudara sedang diet. Saudara akan diharapkan untuk makan banyak, untuk menunjukkan bahwa saudara senang dengan semua yang dihidangkan. Saudara akan dipandang menghormati juru masaknya, yang pada umumnya adalah ibu rumah tangga di tempat itu. Mereka akan bangga jika saudara ingin menambah porsi saudara.

Hal yang ajaib adalah saya tinggal sekitar 4 atau 5 tahun di India  tanpa terjangkit penyakit.  Saya sangat jarang terkena masalah diare karena makanan di sana. Orang lain mungkin akan sangat terkejut melihat saya minum dari air yang kotor, dengan berbagai lapisan endapan yang mengambang di permukaan gelas. Minum saja, semua orang di sana meminum air yang sama. Jika saudara menolak untuk meminumnya, akan segera muncul rintangan. Saudara mau menikmati makanan mereka. Dan mereka menyambut saudara karena semua itu. Sungguh indah karena saat itu saudara tahu bahwa saudara sudah terhitung di antara mereka.

Kita bisa melihat dari Perjanjian Baru bahwa Yesus turun sampai ke level kita, untuk mengangkat kita kepada Yahweh. Itulah tanda dari anak Allah karena dia mengungkapkan hati dan pikiran Yahweh. Saat saudara tenggelam di dalam lumpur, tak ada orang yang mau turun ke level saudara, tetapi Yahweh bersedia, dan oleh karya-Nya yang penuh kasih karunia, beberapa orang juga ikut bersedia turun.


DALAM PL, TIDAK ADA KORBAN PENGHAPUS DOSA UNTUK DOSA YANG DINIATKAN

Di Lukas 22:37, Yesus sudah dekat dengan saat penyaliban. Dia tahu bahwa sudah tiba saatnya untuk dia “terhitung bersama para pemberontak.” Mari kita lihat Galatia 3:13

Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: “Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!

Yesus tidak sekedar beridentifikasi dengan orang-orang berdosa; dalam hal ini, dia sampai menanggung hukumannya. Disalibkan memang sama dengan digantung. Banyak orang Kristen mengatakan bahwa ketika Yesus disalibkan, ia menjadi korban penghapusan dosa. Jika saudara baca Perjanjian Lama, kitab Imamat, saudara akan lihat bahwa korban penghapusan dosa ditujukan untuk dosa-dosa yang tidak sengaja dilakukan. Dosa-dosa tersebut tidak diniatkan, artinya, saudara tidak merencanakan untuk melakukannya. Misalnya, jika dalam laporan pajak tahun ini saudara berniat untuk memalsukan laporan pajak, lalu saudara benar-benar melakukannya, ini jelas dosa yang diniatkan. Dan jika saudara merencanakan untuk mecelakai orang lain, sekalipun saudara tidak membunuhnya, saudara mungkin sekedar ingin membuat dia dipecat, lalu rencana saudara terwujud, ini adalah dosa yang diniatkan. Di dalam Perjanjian Lama, tidak ada korban persembahan untuk dosa semacam itu, karena korban penghapusan dosa di dalam Perjanjian Lama hanya berlaku untuk dosa yang tidak diniatkan. Artinya, saudara melakukan hal yang tidak saudara niatkan; hal itu terjadi begitu saja, lalu saudara sangat menyesalinya. Maka Allah akan berkata, “Karena hal itu tidak diniatkan, kamu boleh mempersembahkan korban penghapusan dosa.” Di dalam Galatia 3:13 disebutkan bahwa Yesus menjadi kutuk di kayu salib, dan itu karena semua jenis dosa kita, termasuk yang diniatkan.

Itu sebabnya di dalam Perjanjian Lama, jika saudara membunuh seseorang, maka tidak ada korban persembahan yang bisa menutupinya. Saudara harus mati karenanya. Jika saudara melakukan perzinahan, maka saudara tidak bisa membawa domba atau kambing ke hadapan imam. Imam akan berkata, “Bawa pergi semua; hukuman untukmu adalah hukuman mati. Tak ada korban persembahan untuk itu.” Jika saudara menista Tuhan, saudara mengucapkan hal-hal yang menghina Allah di dalam kemarahan saudara, maka tidak ada korban persembahan yang bisa menghapuskan dosa saudara. Sebenarnya, ada banyak jenis dosa yang tidak ada korban penghapusnya di dalam Perjanjian Lama. Semua itu termasuk golongan dosa yang membawa maut. Hukumannya adalah hukuman mati. Saudara dapat lihat apa yang terjadi pada diri Yesus ketika dia disalibkan. Dia tidak sekedar mati untuk dosa yang tidak diniatkan, dia juga mati untuk jenis dosa yang diniatkan! Itu sebabnya mengapa para pemungut cukai dan orang-orang berdosa berkerumun di sekitar dia. Apakah menurut saudara, dosa mereka tidak diniatkan? Bagian dari pekerjaan mereka adalah mencurangi saudara.

Saudara juga akan melihat satu hal lagi: di dalam kitab Ulangan 21:22-23, “Apabila seseorang berbuat dosa yang sepadan dengan hukuman mati,” dosa yang kita lihat di sini mencakup penyembahan berhala, penistaan Tuhan, percabulan bahkan penculikan untuk pemerasan. Demikianlah, setiap dosa yang menghadapi hukuman mati, maka hukuman gantung akan dilakukan, orang itu akan digantung di tiang kayu. Tubuhnya tidak boleh dibiarkan tergantung sampai malam, dia harus dikuburkan pada hari itu juga. Karena orang yang digantung termasuk yang dikutuk oleh Allah. Dan hal itulah yang terjadi pada diri Yesus. Mereka menurunkan jenazahnya sebelum terbenamnya matahari, dan hal ini menggenapi isi Ulangan 21:22-23.

Jika saudara perhatikan konteks dari ayat ini, saudara temukan bahwa di dalam bagian sebelumnya (ayat 18-21) ada uraian tentang anak yang memberontak. Sekalipun orang tuanya sudah berusaha untuk mendisiplin dia, dia tidak mau mendengarkan dan terus saja membangun sikap yang memberontak. Lalu apa yang harus dilakukan oleh orang tuanya? Mereka akan membawa anak itu kepada tua-tua di kota, dan berkata kepada mereka, “Sekalipun kami sudah berusaha mendisiplin anak ini, dia tidak mau mendengarkan kami. Dia pemabuk, pemberontak dan malas.” Maka para tua-tua akan merajam anak itu sampai mati. Dengan kata lain, anak itu nantinya akan tergantung di pohon sebagai peringatan bagi yang lain tentang seriusnya dosa tersebut. Untuk dosa-dosa semcam itu, tidak ada korban penghapusan dosanya.


KEMATIAN KRISTUS MENCAKUP DOSA YANG MEMBAWA MAUT

Demikianlah, Yesus tergantung di kayu salib untuk menanggung hukuman mereka yang melakukan dosa maut. Dalam konteks kayu salib, Yesus menanggung dosa umat Yahudi dan pemerintah Romawi yang telah menolak dan membunuh orang yang diurapi Allah. Demikianlah, dia mati bagi orang-orang yang melakukan dosa maut, untuk membebaskan kita dari kuasa dosa tersebut, supaya ada harapan bagi mereka yang tenggelam di dalam dosa. Itu sebabnya mengapa Injil disebut Kabar Sukacita. Injil berbeda dengan Perjanjian Lama dalam arti adanya langkah lanjutan di dalam Injil: membebaskan orang-orang yang terjerat dalam dosa maut. Injil membebaskan mereka dari jerat kuasa dosa sehingga mereka tidak harus mati dalam hukuman Allah. Oleh karenanya, jika ada pembunuh berantai yang bertobat kepada Allah, maka dia dapat dibebaskan. Bahkan seorang pemerkosa dapat dibebaskan, seorang pecandu narkoba juga dapat dibebaskan. Dia mungkin sudah melakukan dosa yang paling berat karena dia tidak mengenal Allah, akan tetapi, ada harapan di sana; mereka dapat dibebaskan dari jerat dosa.

Itu sebabnya, jika orang-orang semacam itu dapat dilepaskan, sebagai perbandingannya, jika saudara berkata, “Saya tidak melakukan hal yang seberat mereka. Saya tidak sampai ke titik maut semacam itu. Namun saya masih juga harus bergumul dengan dosa saya,” apakah saudara pikir persoalan saudara terlalu berat bagi Allah? Bagi Allah, tidak ada hal yang berat untuk Dia lakukan, karena bahkan yang menanggung dosa berat juga bisa dibebaskan. Kadang kala, jika saudara melihat orang lain, dan saudara tahu orang macam apa mereka, dan ketika dia datang kepada Tuhan dia mendapat kelepasan, saudara akan setuju bahwa kejadian itu memang kabar sukacita; kuasa Allah dalam keselamatan bekerja atas mereka yang percaya.


PELAYANAN PENDAMAIAN

Nah, sesudah dibebaskan dari kuasa dosa, bukan berarti kita tidak punya tugas apa-apa. Ada tugas yang harus kita kerjakan. Paulus berkata bahwa kita harus terlibat di dalam pelayanan pendamaian (2 Korintus 5:18-19). Setiap orang percaya yang sejati memiliki tugas untuk dijalankan: membawa jiwa kepada Allah. Namun persoalannya adalah: seberapa rendah kita rela turun? Seberapa rendah kita mau turun? Jika kita tidak mau turun sejauh yang sudah dilakukan oleh Yesus, maka kita tidak akan menjadi efektif.

Mari kita kembali ke 2 Korintus 5:14, “Dia sudah mati bagi kita semua; maka kita juga harus mati bersama dia”. Jika saudara ingin dilepaskan, kata Paulus, maka saudara harus mati bersama dengan dia. Jadi bukan diartikan bahwa karena dia sudah mati, maka kita tidak perlu mati. Jika dia sudah mati bagi kita, maka saya ikut mati bersama dengan dia, supaya saya mendapatkan kelepasan. Kita mungkin punya masa kecil yang buruk, dan saudara mungkin masih bisa ingat hal-hal tersebut, perkara seperti pelecehan dari anggota keluarga yang lebih tua dan sebagainya. Dampaknya akan sangat melumpuhkan, dan hal itu akan membentuk watak serta pola pikir kita. Namun, jika saudara menjadi ciptaan baru, maka saudara sudah mati bersama Kristus. Semua kerusakan yang ditimbulkan oleh masa lalu hilang di dalam kematian bersama Kristus, dan saudara menjadi pribadi yang baru. Saudara tidak lagi memandang orang lain dengan prasangka yang lama. Masa lalu saudara tidak lagi menjadi penentu dalam cara saudara menilai orang lain. Sekarang saudara sudah mulai mengalami kehadiran Kristus dan semakin menjadi serupa dengan dia. Itulah kabar sukacita! Saudara akan belajar untuk berhubungan dengaqn orang lain dalam rangka membawa mereka kepada pertobatan dan pengenalan akan Kristus, dan Yahweh Allah kita.

Demikianlah, mari kita renungkan lagi ayat berikut dengan lebih seksama,

“Sebab kasih Kristus yang menguasai kami, karena kami telah mengerti, bahwa jika satu orang sudah mati untuk semua orang, maka mereka semua sudah mati (2 Kor 5:14).”

Di Galatia 3:13, kita melihat bahwa dia telah menjadi kutuk bagi kita. Karena dia menjadi kutuk dalam kematiannya, lalu apa yang dijelaskan oleh Paulus di sini? Karena aku sudah disalibkan bersama dengan dia, berarti aku bersedia untuk mati bersama dengan dia. Lebih baik disalibkan bersama dengan Yesus hari ini daripada dikutuk pada hari Penghakiman. Kita semua berada di bawah kutuk, dan jika kita tidak mati bersama dengan Kristus, kutuk itu masih berlaku. Paulus menjelaskan, “Bukan lagi aku yang hidup, melainkan Kristus yang mewujudkan dirinya melalui aku, supaya aku sama seperti dia, bisa menjadi sahabat bagi para pemungut cukai, orang-orang berdosa dan semua orang yang disebut sebagai sampah masyarakat.”

Apakah kita memahami pelayanan yang semacam ini? Ada orang yang memiliki kerelaan untuk melayani dalam keadaan yang sangat susah. Mereka mungkin bukan orang Kristen, kumpulan orang dalam Medecin San Frontier atau organisasi amal lainnya. Mereka rela masuk ke tempat-tempat yang berbahaya, untuk menolong orang yang kekurangan makan dan obat-obatan. Saya rasa kita harus malu jika dibandingkan dengan mereka, bukankah begitu? Karena sebagai orang Kristen, kita seharusnya memiliki kerelaan yang lebih daripada mereka jika Allah memimpin kita untuk masuk ke tempat-tempat seperti itu, karena kita sudah mati bersama Kristus dan kasihnya menguasai kita. Jika kita sudah mati dan hidup bersama dengan Kristus, tak ada kesukaran yang terlalu sukar bagi kita!

Saya bersyukur kepada Tuhan atas hari-hari saya selama berada di Filipina dan India. Itu adalah masa-masa yang bagus bagi pertumbuhan rohani saya, walaupun banyak kesalahan dan kekurangan saya di sana. Sekarang saya tinggal di Montreal, kehidupan sangat nyaman di sini. Akan tetapi, tantangannya adalah, jika kita perhatikan kondisi masyarakat di sini, dapatkah kita berkomunikasi dengan mereka? Montreal adalah kota yang kosmopolitan; banyak orang yang datang dari berbagai penjuru dunia untuk tinggal di sini. Di sinilah tantangannya, dan kita perlu berseru kepada Allah agar – di dalam kekurangan kita – kita mendapatkan kekuatan untuk menjangkau mereka dan membawa mereka kepada Allah.

 

Berikan Komentar Anda: