Mark Lee |

Kita memulai dengan ayat Matius 5.21-22.

“Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala.”

Yesus memulai dengan berbicara tentang orang yang membunuh akan mendapat hukuman yang pantas. Ini bukan suatu ajaran yang baru. Tetapi setelah itu, Yesus melanjutkan dengan berkata bahwa barangsiapa marah kepada saudaranya dan berkata, ‘Raca!’ (menyatakan bahwa saudaranya itu orang yang bodoh atau berotak kosong) harus diserahkan kepada mahkamah agama.

Saya ditanya, “Apakah mengatakan bahwa seseorang itu tidak berotak atau berotak miring sudah membuat saya masuk neraka? Saya sudah sering berkata kepada seseorang bahwa dia gila. Apakah saya akan masuk neraka untuk perbuatan itu?” Mari kita membahas secara singkat tentang masalah ini.


Sengaja menyakiti orang lain

Ada dua macam ejekan – yang satu adalah ejekan tanpa niat buruk, hanya sekadar bercanda; yang satunya lagi adalah ejekan dengan niat memfitnah. Ayat ini mengacu pada jenis ejekan yang kedua.

Kadang kala, jika kita sudah berkawan lama dengan seseorang, kita cenderung ceroboh dalam memilih kata-kata saat bercanda, dan kita bisa saja mengucapkan sesuatu yang berlebihan tanpa disertai niat untuk merendahkan atau mempermalukan orang itu. Hal ini tidak termasuk dalam batasan makna ayat ini. Namun, tentu saja kita perlu berhati-hati di saat bercanda, janganlah mencari kesenangan dengan cara melukai perasaan orang lain.

Ayat ini berbicara tentang niat menyakiti hati orang lain secara sengaja, sesuatu yang dilakukan dalam kebencian dan kemarahan. Ini adalah dosa di mata Allah! Ini adalah poin pertama yang ingin saya uraikan.


Pandangan kita tentang dosa

Hal lain adalah tentang betapa seriusnya masalah dosa. Ini adalah poin yang sangat ditekankan oleh Yesus di dalam ayat ini.

Setiap orang dapat mengakui bahwa dia berdosa tetapi saya belum bertemu dengan orang yang punya cukup nyali untuk berkata bahwa dia tidak berdosa. Akan tetapi, jika kita tanyakan seberapa berat dosa yang telah diperbuat, responnya pasti, dosa yang kecil saja.

Banyak orang yang akan mengakui bahwa mereka memiliki dosa, tetapi menurut pandangan mereka semuanya adalah dosa-dosa kecil yang tidak penting, dan mereka tidak memandang persoalan dosa dengan serius. Apa yang dinyatakan oleh ayat ini sangatlah bertentangan.

Perhatikan kontras antara ayat 21 dengan ayat 22. Ayat 21 berbicara tentang hal pembunuhan, perbuatan yang disepakati sebagai dosa yang besar oleh semua orang. Jika ayat ini berhenti sampai di situ saja, maka kita tidak perlu membaca Alkitab lagi, karena kita sudah tahu bahwa membunuh itu dosa tanpa perlu membaca Alkitab. Alkitab ingin memberitahu kita sesuatu yang tidak kita ketahui dan itulah yang dinyatakan oleh Yesus di dalam ayat 22.

Ayat 22 dapat dibagi menjadi tiga bagian.

Bagian yang pertama berbicara tentang kemarahan terhadap saudara. Ketika seseorang menyinggung hati Anda dan Anda marah dan kehilangan kendali emosi. Hal ini akan membuat Anda berada dalam bahaya harus berhadapan dengan pengadilan setempat.

Bagian yang kedua berbicara tentang hal mengatai seorang saudara sebagai bodoh atau raca. Orang semacam ini berada dalam bahaya harus berhadapan dengan mahkamah agama atau Sanhedrin. Mahkamah agama bisa disamakan dengan pengadilan tingkat yang tertinggi pada zaman ini, yaitu mahkamah agung. Sangat jelaslah bahwa hakekat dari tuntutannya akan lebih serius, dan hakekat dosanya juga lebih serius. Bagian yang ketiga adalah tentang mengatai seorang saudara sebagai jahil, yang merupakan suatu pelecehan terhadap diri pribadi seseorang. Pada bagian sebelumnya, dengan mengatakan bahwa seseorang itu bodoh atau otak kosong (raca) maka yang diserang adalah kemampuan orang tersebut untuk berpikir atau kecerdasan orang tersebut. Mengatakan bahwa seseorang itu jahil atau fool berarti mempersoalkan kepribadiannya. Ini adalah pelecehan terhadap moralitas dan nama baik seseorang. Tentu saja akibat dari tindakan ini sangatlah serius. Itulah sebabnya, Yesus berkata, “harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala.”

Saya percaya bahwa sebelum membaca Alkitab, Anda tidak akan berpikir bahwa hal itu sampai seserius itu! Ada perbedaan yang sangat besar antara cara Allah menilai dosa dengan cara kita menilainya. Kita biasanya memandang remeh dosa yang telah kita perbuat dan tidak begitu memikirkannya. Akan tetapi, Allah memandang dosa sebagai sesuatu yang sangat serius dan Dia ingin membuat kita mengerti tentang keseriusan hal itu lewat ajaran-Nya di dalam firman.

Jika Anda belum menyadari akan beratnya dosa, maka pesan yang sebelumnya (Allah Memperlihatkan Kasih-Nya) tidak ada artinya buat Anda. Masihkah Anda ingat tentang hal yang dibahas dalam pesan yang sebelumnya? Kita berbicara tentang Yesus yang disalibkan untuk menebus dosa-dosa kita. Jika kita tidak menyadari beratnya persoalan dosa, maka kita tidak akan sadar bahwa sebuah dosa yang sangat kecil bisa memberi kerusakan yang sangat besar. Dan jika kita gagal melihat beratnya persoalan dosa maka penyaliban Yesus di kayu salib tidak akan ada kaitannya dengan kita.


Kata-kata dapat membunuh

Beberapa tahun yang lalu, terdapat berita tentang seorang pelajar sekolah menengah atas yang berpacaran dengan seorang gadis. Karena cintanya kepada sang gadis, pelajar ini mengganti namanya menjadi sama dengan nama gadisnya. Tentu saja sangatlah aneh bagi seorang pria untuk memakai nama perempuan, dan kawan-kawan sekelasnya terus saja menggoda dia akan hal ini.

Setelah beberapa waktu, dia tidak tahan lagi dengan rasa sakit di dalam hatinya dan ia mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. “Wah! Apa mungkin separah itu? Bagaimana seseorang sampai bunuh diri hanya untuk masalah sekecil itu?” – mungkin inilah reaksi Anda.

Akan tetapi, ketika mereka yang mengejek remaja ini akhirnya sadar akan dampak perbuatan mereka, mereka merasa sangat sedih dan menyesal. Mereka tidak menyangka bahwa kata-kata yang dilontarkan dalam canda bisa berakhir dengan kematian seorang teman. Memang susah bagi seorang remaja untuk menerima ejekan yang terus menerus dari teman-teman sekelasnya, karena pendapat orang lain terhadap dirinya adalah hal yang sangat penting baginya. Sangatlah disayangkan bahwa nyawa seorang yang masih muda harus berakhir dengan cara ini.

Seringkali, kita menilai dosa-dosa yang kita lakukan sebagai dosa-dosa kecil. Sering kita tidak perhatikan betapa besar kepedihan akibat dari dosa-dosa kecil ini terhadap orang lain! Sama seperti para pelajar yang mengira bahwa mereka hanya sekadar bercanda dan setelah selesai tertawa, mereka pulang ke rumah dan tidak ingat lagi dengan semua itu. Akan tetapi, berbeda dengan orang yang disakiti hatinya, yang tidak akan pernah lupa pada setiap kata hinaan yang dilontarkan. Kata-kata yang menimbulkan kepedihan dan membuat korban memendam perasaan sakit. Yang menghina pasti akan merasa bahwa hal itu tidak akan berdampak apa-apa sementara yang menjadi korban akan merasa bahwa besarnya persoalan itu melebihi langit!


Dampak dosa kita ke atas orang lain

Izinkan saya menyampaikan kisah lain kepada Anda. Peristiwa ini terjadi pada seorang pemuda yang berusia sekitar dua puluhan tahun. Orang tua dari pemuda ini sudah tidak rukun sejak dia masih kecil (hal yang lazim ditemui pada masyarakat zaman sekarang) dan akhirnya mereka bercerai. Dengan demikian, sejak masa mudanya, dia tinggal bersama kerabatnya dan berada di bawah asuhan kakek serta paman dari pihak ibunya. Tentu saja, kakek serta pamannya itu harus bekerja dan tidak memiliki banyak waktu untuk mengasuhnya. Oleh sebab itu, dia terbiasa berkeliaran di jalanan dan akhirnya berkenalan dengan beberapa berandalan. Dia terlibat dalam kenakalan para berandalan itu seperti berkelahi dan pemakaian obat-obat terlarang. Dia sering ditahan oleh polisi akan tetapi segera dibebaskan karena dia masih belum dewasa. Sekalipun dia sudah dibebaskan, akan tetapi tidak ada orang yang dapat mendidik dan mengasuh dia sepenuhnya. Jadi, kenakalan yang sama terus berlanjut dan akhirnya dia menjadi ‘pengunjung tetap’ di penjara. Pada akhirnya, dia merasa bahwa dia sudah tidak punya masa depan lagi, tidak ada harapan, dan bahwa peluang untuk berubah sudah tidak mungkin ada lagi dalam keadaan seperti itu. Lalu, dia mengisi suntikan dengan minyak tanah, menyuntik dirinya sendiri dengan minyak tanah itu, dan mati. Demikianlah, dia mengakhiri riwayatnya.

Menurut Anda, siapakah yang telah berbuat dosa besar dalam kejadian ini? Orang tua yang tidak dapat akur, yang selalu bertengkar dan akhirnya bercerai? Kakek dan paman yang tidak punya waktu untuk mendidik si anak? Para siswa yang bergabung untuk mengejek teman mereka? Saya mengutip contoh-contoh ini dengan harapan agar setiap orang dapat mengerti bahwa beratnya masalah dosa ini jauh melampaui apa yang pernah kita bayangkan pada waktu kita melakukannya. Tidak seorang pun yang dapat memperkirakan apa akibat yang bisa ditimbulkan oleh dosa.

Orang tua si pemuda itu, mereka tidak pernah mengira bahwa percekcokan mereka akan berhujung pada perceraian dan mendatangkan efek yang sedemikian pada anak mereka. Tidak seorang pun yang dapat memperkirakannya. Kita biasanya menilai dosa sebagai sesuatu yang sangat remeh. Ini adalah karena jarak pandang kita yang terlalu pendek, terlalu dangkal, terlalu sempit, dan kita tidak bisa memperkirakan dampak jangka panjang yang ditimbulkan oleh dosa! Dalam kenyataannya, kita memang jarang memikirkan dampak dosa-dosa yang kita perbuat hari ini. Masalahnya tidak dapat dikatakan sederhana seolah-olah segala sesuatunya akan beres setelah kita tidur. Renungkanlah hal ini – jika Anda telah menyinggung perasaan seseorang hari ini, akankah segala sesuatunya menjadi beres besok hari? Tentu saja tidak. Sangatlah sulit untuk menutupi jurang yang tercipta antara Anda dengan orang yang telah Anda sakiti hatinya!

Dua contoh yang saya sampaikan tadi berakhir dengan kematian. Mungkin Anda mulai dapat sedikit menyadari betapa beratnya urusan dosa ini dari kedua contoh tersebut. Saya ingin bertanya – apakah harus ada orang yang mati dulu baru sesuatu hal akan dipandang serius? Saya tidak yakin dengan ketentuan semacam ini.

Ada begitu banyak pertengkaran di tengah keluarga, persoalan rumah tangga dan perpecahan antar generasi di zaman modern ini. Itu semua beserta masalah-masalah lainnya mengakibatkan banyak orang hidup dalam penderitaan setiap hari. Akan tetapi, sebagian besar dari mereka yang hidup dalam kepedihan itu tidak mengambil keputusan untuk bunuh diri. Dapatkah hal ini dikatakan sebagai sesuatu yang baik?

Sebagai contoh, Anda menyakiti hati seseorang dan menimbulkan banyak sakit hati serta siksaan kepadanya sehingga dia terus menerus berada dalam keadaan sedih. Sekalipun luka hati yang Anda timbulkan itu tidak membuatnya bunuh diri, dapatkah tindakan melukai ini dipandang sebagai hal yang sepele? Mungkin siksaan jangka panjang menimbulkan kepedihan yang lebih berat bagi orang-orang dibandingkan dengan maut!

Dapatkah Anda mulai mengerti mengapa Allah memandang masalah dosa secara sangat serius? Kita terlalu memandang enteng dosa! Saat kita berbuat dosa, kita selalu berpikir bahwa itu hanya masalah kecil, bukan persoalan besar. Justru karena kita memandang remeh masalah dosa maka ada begitu banyak orang yang melakukan dosa. Sangat sedikit orang yang akan berbuat dosa secara sengaja setelah mengetahui bahwa hal itu akan berujung pada akibat yang berat.

Secara umum, jika Anda adalah seorang pembuat onar, maka Anda adalah orang yang memandang remeh dosa itu. Jika Anda ganti posisi dan menilai dosa dari sudut pandang si korban, tidak akan sulit untuk memahami betapa berat masalah dosa itu. Anda tidak berpikir bahwa kata yang sama yang Anda lontarkan kepada seseorang, akan menimbulkan perasaan yang sangat menyakitkan jika dilontarkan oleh orang lain terhadap Anda. Satu kata, hanya satu kata, seringkali bisa tertancap di hati Anda, dan membuat Anda membenci seseorang sampai selama-lamanya. Kita dapat melihat dari sini betapa besar kerusakan yang bisa ditimbulkan oleh dosa itu. Ini jelas bukan masalah yang kecil!


Efek dosa bersifat menimbun

Terlebih lagi, dosa perbuatan kita yang dipandang kecil itu akan terus berlanjut tahun demi tahun. Tak seorang pun yang dapat secara otomatis berhenti berbuat dosa setelah melakukannya satu atau dua kali. Pikirkan ada berapa banyak orang yang telah Anda sakiti hatinya entah dengan sengaja ataupun tidak selama seminggu atau sebulan terakhir. Atau, sudah seberapa sering Anda melukai hati orang yang sama? Bagaimana Anda mau menghitung penimbunan sakit hati itu? 

Sekarang ini banyak orang yang memakai kartu kredit. Di zaman ini, kartu kredit telah menjadi mode. Banyak bank yang mempromosikan pemilikan dan pemakaian kartu kredit. Ada orang yang memiliki lima sampai enam kartu kredit di dompetnya. Mungkin Anda akan berkata, “Aku bukan orang jenis itu. Aku sangat berhati-hati dalam memakai kartu kreditku. Aku tidak akan mau berbelanja melampaui seribu dolar sebulan.”

Mari kita buat sedikit perhitungan – kita berhutang seribu dolar sebulan, lantas berapa banyak hutang kita dalam setahun? Secara kumulatif, jumlahnya dua belas ribu dolar. Mungkin Anda akan berkata, “Aku mampu menanggung beban hutang sebanyak dua belas ribu dolar.”

Akan tetapi, jangan lupa bahwa apa yang sedang kita bicarakan di sini adalah masalah dosa. Mungkin Anda tidak berbuat banyak dosa setiap harinya. Anggaplah bahwa dosa-dosa Anda itu jika dikumpulkan dalam setahun tidak terlalu banyak, akan tetapi Anda tidak pernah membayar hutang dosa itu! Mungkin angka dua belas ribu dolar itu kecil bagi Anda (sama seperti Anda menilai bahwa Anda tidak pernah berbuat dosa yang besar) akan tetapi masalahnya adalah bahwa jika Anda memakai kartu kredit Anda untuk berbelanja tanpa membuat pelunasan sama sekali dan sekarang Anda diminta untuk membayar lunas semuanya – dengan cara bagaimana Anda akan melunasinya? Apa yang dapat kita pakai untuk melunasinya?

Katakanlah sekarang ini Anda berusia tiga puluh tahun. Anda berhutang rata-rata dua belas ribu dolar setiap tahun. Tiga puluh tahun berarti hutang itu berjumlah tiga ratus enam puluh ribu dolar. Jika kita terus saja menumpuk hutang seperti ini, angka terakhirnya akan sangat besar sekali. Lagi pula, saya belum menghitung bunganya! Anda tahu bahwa perusahaan yang menerbitkan kartu kredit mengenakan bunga dan jika Anda belum mulai membayar hutang Anda, maka perhitungan bunganya akan sangat mengerikan! Jumlah bunga yang harus dibayar untuk masa puluhan tahun dapat melampaui jumlah hutang aslinya!

Beratnya masalah dosa adalah karena bunga pasti ditambahkan ke atasnya. Mengapa harus ada bunga yang ditambahkan? Karena dosa akan melahirkan dosa, sama halnya dengan hutang yang beranak hutang saat Anda meminjam uang. Jangan berpikir bahwa Anda hanya perlu membayar hutang lima ribu dolar kepada perusahaan penerbit kartu kredit. Jika Anda tidak cepat melunasinya, maka jumlah uang yang harus Anda bayarkan akan meningkat sejalan dengan waktu.

Sama seperti contoh yang kita angkat – pada awalnya dosa itu berupa ketidak-cocokan antara suami dan istri, yang akhirnya berlanjut dengan menimbulkan dampak pada generasi berikutnya. Lalu apa yang terjadi dengan generasi berikutnya? Dia berkeliaran di jalanan, terlibat dalam perkelahian antar gang, dan terlibat narkoba. Jadi kita dapat melihat bahwa dosa beranak dosa. Dosa akan meluas dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dosa itu juga akan bertumbuh menjadi semakin besar dan semakin jahat. Sebagai contoh, Anda mungkin tidak banyak memanfaatkan kartu kredit Anda ketika pertama kali memilikinya. Belakangan, saat Anda sudah terbiasa memakainya, Anda akan semakin sering menggunakannya.

Dosa-dosa yang berkaitan dengan kemarahan juga demikian. Pada awalnya, hal itu terjadi karena kita sedang dalam keadaan kesal dan kita hanya melontarkan beberapa patah kata saja sebagai pelampiasan. Kemudian, kita menjadi semakin pemarah dan mungkin dapat berkembang sampai tidak terkendali. Karena dosa itu mirip dengan hutang, ia akan bertumbuh dan menjadi semakin buruk sejalan dengan waktu. Sekarang apakah Anda mengerti mengapa Alkitab memberitahu kita untuk tidak meremehkan “dosa-dosa kecil”?

Hal yang menakutkan adalah penumpukan jumlah yang kecil itu selama bertahun-tahun. Bagaimana kita dapat melunasi hutang ini setelah sepuluh, dua puluh atau lima puluh tahun? Adakah jalan bagi kita untuk melunasi hutang ini tanpa pertolongan? Tidak bisa. Tidak ada orang yang dapat melunasi hutang dosanya!


Manusia tidak dapat membersihkan dosanya sendiri

Persoalan yang paling serius dari dosa adalah bahwa sangatlah mustahil bagi seseorang untuk membersihkan dosanya sendiri. Anda tidak akan dapat membersihkan diri sepenuhnya dari dosa, entah itu dosa besar atau pun kecil. Sama seperti sehelai kertas yang mulus, sekali terlipat, ia tidak dapat lagi kembali kepada keadannya yang semula, walaupun Anda coba menyeterikanya.

Contoh yang lain adalah pakaian yang indah dan putih seputih salju, sekali ternoda, tak peduli sekuat apa usaha Anda mencucinya, ia tidak akan dapat kembali pada keadaannya yang seputih semula. Saat seseorang berbuat dosa, hati nuraninya terusik dan tak peduli seberapa keras usahanya melakukan perbuatan baik, tetaplah mustahil untuk dapat kembali pada keadaan nurani yang bersih seperti sebelum berbuat dosa.

Satu lagi contoh adalah tindakan melukai hati sesama manusia. Paling tidak, di permukaannya, setiap orang tidak begitu peduli akan hal itu, dan berlaku seolah-olah tidak ada masalah. Namun secara perlahan, Anda akan melihat bahwa persoalan itu bukannya menghilang, tetap ada bayang-bayang yang menghantui Anda, sama seperti luka yang meninggalkan bekas. Inilah persoalan utama yang ditimbulkan oleh dosa. Tidak dapat dikatakan bahwa jika kita ingin kembali pada keadaan yang sebelumnya maka kita dapat melakukannya.

Di saat masalah antar pribadi muncul, Anda akan sangat takut untuk mempercayai orang lain lagi, dan Anda tidak akan dapat bersikap terbuka lagi dengan dia. Hal terbaik yang dapat kita lakukan adalah tidak mengungkit masa lalu dan tidak berusaha untuk menyinggung persoalan tersebut. Akan tetapi, kedua belah pihak sangat menyadari bahwa bayang-bayang itu ada dan bekas luka itu juga ada.

Kita melihat anak-anak yang berusia empat atau lima tahun dan mereka tampak sangat menyenangkan dan murni. Namun setiap kita yang dewasa telah melewati masa-masa tanpa dosa itu. Saya memiliki foto diri saya ketika berusia sekitar empat sampai enam tahun. Saya mengenakan sesuatu yang sangat saya sukai dan foto itu menonjolkan suasana yang menyenangkan dan murni. Ketika saya bertumbuh semakin tua, dan masuk ke dalam kawah dunia, kemurnian itu hilang. Seolah-olah seperti pakaian putih yang seputih salju, namun telah dinodai oleh banyak kotoran. Tak peduli seberapa keras usaha mencucinya, tetap saja tersisa bekas-bekas noda itu. Ketika saya mencapai usia sekitar tujuh sampai delapan tahun, saya sudah tahu cara mencuri, berbohong dan mengambil keuntungan dari orang lain. Karena dosa, kemurnian itu cepat sekali menghilang. Dosa ini tidak sekadar tercermin dalam tindakan di permukaan, ia bahkan lebih tercermin lewat banyaknya kenajisan di dalam hati.

Jadi bagaimanakah kita dimerdekakan dari dosa dan dibersihkan dari dosa? Apakah mungkin untuk kita kembali pada keadaan tanpa dosa? Kita akan membahas hal ini di pesan yang berikutnya, “Pembebasan dari Dosa?” Ubahlah cara pandang Anda tentang dosa. Janganlah menganggapnya masalah yang sepele.

Berikan Komentar Anda: