Mark Lee |

Pada bagian yang lalu, kita membahas tentang keadaan manusia, bagaimana manusia berada di bawah belenggu dosa dan bagaimana dia harus memilih antara hidup yang kekal atau maut. Allah telah menciptakan manusia untuk menjadikan kita sahabat-Nya tetapi kelihatannya Allah tidak berhasil mencapai tujuan-Nya. Dosa telah membuat manusia menjauh dari Allah. Lalu, apa yang telah Allah lakukan karena manusia tidak dapat mengatasi persoalan dosa itu sendiri?

Allah mengutus Yesus Kristus ke dunia untuk mati dan menebus dosa kita. (Sebenarnya Allah telah bekerja tanpa henti selama 4.000 tahun sebelum Yesus datang ke dunia dan segala yang Ia lakukan disimpulkan di dalam Yesus Kristus). Tetapi mungkin kita bertanya jika Allah ingin memaafkan dosa kita, Dia hanya perlu membuat pernyataan pengampunan dan hal itu pasti terlaksana. Mengapa Dia sampai memerlukan kematian Yesus?

Di dalam Injil, dosa kerap kali dilambangkan dengan hutang (Mat 6:12; Luk 7:40-50). Sebagai contoh, jika ada orang yang berhutang kepada Anda sebesar 100 dolar – Anda mengampuninya dan Anda tidak menuntutnya untuk membayar hutang tersebut, tetapi apakah hal itu menyelesaikan masalah? Tidak, karena sekalipun Anda telah mengampuninya, hutang 100 dolar itu masih tetap ada. Hutang itu masih perlu dibayar. Siapa yang akan membayarnya? Entah dia harus membayarnya atau Anda yang harus menutupi jumlah tersebut. Dosa, sama halnya dengan hutang, tak dapat dituntaskan sekadar dengan pengampunan. Ada yang harus menutupi hutang tersebut.

Satu lagi contoh yang lain – jika Anda menyinggung hati seseorang dan setelahnya Anda mengaku di hadapan Allah. Apakah persoalannya selesai saat Allah mengampuni Anda? Tidak, sekalipun Allah telah mengampuni Anda, orang tersebut belum mengampuni Anda. Luka hati yang dia alami harus ditebus. Dan dia akan pergi kepada Allah dan menuntut keadilan.

Itulah sebabnya mengapa Yesus Kristus harus membayar hutang tersebut. Hutang itu harus ditebus dan Yesus memakai nyawa-Nya sebagai pembayaran dan membayarnya buat kita. Karena setelah kita berbuat dosa, sekadar pengampunan oleh Allah saja tidaklah cukup.


Keadilan dan Kasih

Dari Injil Lukas 15:18, yaitu Perumpamaan tentang Anak yang hilang, kita melihat adanya dua aspek dosa yang dijalankan: satu adalah dosa terhadap Allah dan yang satunya adalah dosa terhadap manusia. Bagaimana cara kita membayar hutang dosa terhadap Allah? Melalui pengakuan dan pertobatan. Akan tetapi, kita masih harus melakukan pelunasan atas dosa terhadap manusia. Sebagai contoh, seseorang pernah mencuri uang orang dan sekarang ia mau bertobat. Pada tingkat ilahi, Allah sudah mengampuni dia di saat dia bertobat dan mengakui dosanya. Akan tetapi, pada tingkat manusiawi, dia juga harus melunasi kerugian orang yang telah menjadi korban itu. Tentu saja, ada beberapa keadaan yang membuat pelunasan ini menjadi mustahil. Sebagai contoh, jika seseorang membunuh orang lain, tidaklah mungkin bagi dia membuat pelunasan – dalam keadaan ini hanya Yesus Kristus yang dapat melakukan restitusi.

Dengan demikian, ada dua aspek dari perwujudan kasih Allah: yang satu adalah kasih Allah dan yang satunya lagi adalah keadilan Allah. Jika kita hanya membahas tentang kasih, maka Yesus tidak perlu mati. Kita hanya membutuhkan pengampunan dari Allah. Akan tetapi karena Dia adalah Allah yang adil, maka Yesus perlu mati untuk melunasi hutang dosa.

Kita melihat kasih dan keadilan Allah di Roma 8:32,

“Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua.”

Dari sudut kasih Allah – Dia sangat mengasihi orang-orang di dunia sehingga Dia bahkan memberikan Anak-Nya. Anak-Nya harus mati untuk membayar tebusan, Dia tidak menyayangkan Anak-Nya. Mengutus anak sendiri untuk mati bukanlah tindakan yang mudah. Dari sini, kita dapat melihat betapa seriusnya Allah memandang dosa. Dalam hal penyaliban Yesus, banyak orang yang hanya memandang kepada kasih kebaikan Allah dan tidak melihat keseriusan Allah menangani dosa. Allah akan bertindak adil atas semua dosa. Allah tidak akan memberi keringanan bagi Anda hanya karena Anda adalah seorang Kristen. Dia adil terhadap setiap orang. Dia adalah Hakim yang adil.


Yesus dan Musuhnya

Pertanyaan yang muncul seringkali adalah: mengapa Yesus harus mati di kayu salib? Apakah perbedaannya antara mati di kayu salib dengan mati dengan cara yang lain? Seperti apakah yang disebut mati di kayu salib itu? Jika kematian Yesus bertujuan menebus dosa, maka dia tidak perlu sampai mati di kayu salib, bukankah begitu? Lalu mengapa dia sampai mati di kayu salib?

Selama masa perang teluk, saat Irak menyerbu Kuwait, tentara Irak menangkap orang-orang asing sebagai sandera dan memakai mereka sebagai tameng manusia di berbagai fasilitas militer sehingga Amerika Serikat tidak berani membom tempat-tempat tersebut. Untuk menghindari penangkapan, para warga Amerika bersembunyi di rumah-rumah penduduk Kuwait, akan tetapi angkatan perang Irak melarang keras warga Kuwait untuk menampung orang asing, mengancam bahwa mereka yang tidak taat akan dihukum mati. Pernah ada satu keluarga Kuwait yang tertangkap karena memberi tumpangan kepada orang asing. Semua laki-laki di keluarga itu dihukum mati oleh regu tembak. Inilah contoh dari pengorbanan nyawa seseorang. Jika Anda, sebagai orang asing, ditampung oleh warga Kuwait, apakah perbedaan antara pengorbanan nyawa mereka bagi Anda dengan pengorbanan Yesus Kristus di kayu salib bagi keselamatan Anda? Adakah perbedaan antara keduanya?

Roma 5:6-8 berkata bahwa sulit bagi seseorang untuk mau mati bagi orang yang benar, akan tetapi bagi orang yang baik, mungkin masih ada yang mau. Itulah tepatnya hal yang dilakukan oleh orang-orang Kuwait tersebut, mereka menolong orang-orang asing itu karena mereka merasa bahwa orang-orang yang ditolong adalah orang-orang yang baik. Akan tetapi, kematian Kristus sepenuhya berbeda. Perbedaannya dapat kita lihat di ayat 10. Dikatakan di ayat itu, Yesus mati bagi musuh-musuhnya.

Ada beberapa contoh di dalam sejarah Tiongkok tentang orang-orang yang rela mati bagi para sahabat dan keluarganya. Ada juga contoh mereka yang mati bagi kebenaran atau orang yang mereka kasihi. Akan tetapi kasih Kristus melampaui semua itu, dia rela mati bagi musuh-musuhnya. Apakah menurut Anda gampang untuk mati bagi musuh-musuh Anda? Tentu saja ini bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, akan tetapi seberapa sulitkah tindakan ini?

Cobalah untuk memaafkan musuh Anda. Sangatlah sulit untuk memberi maaf itu, apalagi untuk mati bagi dia? Biasanya, saat orang menyinggung hati Anda, maka Anda menjadi sangat marah, dan akan menuntut keadilan. Anda bahkan mungkin ingin menuntut pembalasan – itu sebabnya, banyak film Kung Fu yang berkisah tentang balas dendam. Niatnya adalah untuk membuat impas kerugian Anda. Seperti inilah tanggapan manusia. Kematian Kristus itu spesial karena dia tidak sekadar mati untuk seseorang, tetapi ia mati bagi para musuhnya. Saat kita masih menjadi musuh Allah, saat kita masih memberontak kepada-Nya, Dia telah merencanakan keselamatan bagi kita yang yang melibatkan kematian Yesus. Dengan demikian, yang dibicarakan di sini bukanlah sekadar pengampunan  tetapi suatu pengorbanan nyawa.

Mati bagi musuh-musuh berarti mati bagi orang-orang berdosa. Bagaimana Anda bereaksi ketika Anda bertemu dengan orang berdosa? Kita cenderung tidak ingin bertemu dengan mereka karena kita melihat mereka sebagai menjijikkan. Sebagai contoh, Anda mungkin akan enggan bertemu dan berteman dengan pelacur atau kaum homoseks. Anda akan merasa tidak nyaman karena dosa menimbulkan rasa jijik. Sebaliknya, kita senang memeluk bayi karena mereka begitu murni dan manis dan mereka memberi rasa bersih kepada kita.

Mengapa Kristus harus disalibkan di kayu salib? Alasannya adalah karena dia mati bagi musuh-musuh-nya. Mati bagi seorang sahabat bisa berarti kematian yang nyaman, seperti mati dengan cara dibius sampai mati. Tetapi jika ada orang yang harus mati di tangan musuhnya, ia pasti akan disiksa. Dan sang musuh pasti akan memikirkan cara yang paling kejam untuk menyiksanya. Itu sebabnya mengapa Yesus dipaku di kayu salib, karena ia ditangani musuhnya. Musuhnyalah yang memaku dia di sana, bukan Allah. Kita tahu bahwa tidak ada proses kematian yang lebih menyakitkan ketimbang penyaliban. Dikatakan di Ibrani 12:2-3 bahwa salib melambangkan penganiayaan yang sangat hebat.

Dia bukan saja disalibkan tetapi sebelumnya, musuh-musuhnya turut menghina dia di depan publik. Matius 26:66-67 – Imam Besar bertanya kepada orang-orang Yahudi di Mahkamah Agama tentang apakah tuntutan mereka, dan mereka menjawab bahwa Yesus layak untuk mati. Mereka tidak sekadar menginginkan kematiannya, mereka juga meludahi, meninju dan menampari dia. Mungkin kita bisa menolerir pukulan, akan tetapi sangatlah sukar bagi kita untuk menerima penghinaan sampai diludahi. Musuh-musuhnya lebih memilih untuk membebaskan seorang penjahat bernama Barrabas ketimbang Yesus yang tidak bersalah (Matius 27:15-17). Di Lukas 23:13[14] – sang hakim memutuskan bahwa Yesus tidak bersalah akan tetapi hati musuhnya begitu dipenuhi kebencian dan mereka menuntut kematiannya. Dan memang merupakan suatu hal yang biasa bagi para prajurit untuk mencambuki penjahat (Matius 27:26-31), akan tetapi hal selanjutnya yang mereka kerjakan bukanlah hal yang lazim. Tak ada yang memerintahkan mereka untuk melakukannya akan tetapi mereka tampaknya memendam kebencian yang sangat serta rasa muak yang ekstrim terhadap Yesus. Lukas 23:33-34 menambahkan bahwa sekalipun Yesus disiksa dengan kejam oleh mereka, tanggapan yang Yesus berikan adalah berdoa buat mereka, meminta Allah untuk memaafkan mereka. Tak ada jejak kebencian di dalam hatinya.

Dari sini, kita bisa melihat perbedaan antara kasih yang berisi pengorbanan ini dengan kasih manusia. Pikirkanlah hal itu – akankah Anda mengorbankan diri Anda bagi orang-orang semacam itu? Sangat mustahil bagi manusia untuk berkorban demi musuhnya. Bahkan di saat Yesus tergantung di kayu salib, dalam penderitaannya yang paling berat, dia tidak memikirkan penderitaan dan kesakitannya, Yesus memikirkan keperluan orang lain, berdoa bagi mereka dan memohon Allah untuk mengampuni mereka.

Kita baca di Roma 5:8 bahwa Kristus mati bagi kita di saat kita masih orang dalam dosa. Dia tidak mati bagi kita karena kita adalah orang-orang baik. Dia tidak mati bagi kebenaran. Allah memperlihatkan kasih-Nya kepada kita melalui kematian Yesus. Tidaklah cukup bagi kita hanya mengetahui kasih Allah bagi kita, yang diungkapkan lewat pengorbanan Yesus, tetapi kita dituntut untuk memberi tanggapan kepada kasih Allah, entah itu berupa penerimaan atau penolakan. Jika Anda tidak membuat keputusan itu, hal tersebut sama artinya dengan penolakan.

Inilah pokok penting lainnya untuk kita renungkan. Apakah dampak dari kematian Kristus bagi manusia? Dampak penebusannya tidak kepada semua orang. Jika berlaku untuk semua orang, maka semua orang di dunia ini tidak akan dihakimi lagi. Kematian ini hanya berdampak kepada mereka yang memiliki hubungan dengan Allah, hubungan yang dibangun melalui pertobatan dan pengakuan dosa. Apakah Anda termasuk orang yang sudah ditebus oleh kematian Yesus?

 

Berikan Komentar Anda: