Pastor Jeremiah C. |
Cinta Sejati Tidak Dapat Ditukar dengan Kekayaan
Saya diperkenalkan dengan pengantin perempuan dan pengantin laki-laki beberapa tahun yang lalu. Kali ini mereka mengundang saya pada pernikahan mereka. Hari ini adalah hari yang penting untuk mereka. Saya mengambil kesempatan ini untuk memberikan beberapa nasihat mengenai pernikahan. Saya berharap nasihat ini tidak hanya menolong mereka, tetapi juga menolong semua orang yang ada di sini.
Mungkin beberapa orang di antara kalian belum pernah menghadiri pernikahan Kristen sebelumnya. Saya percaya sebentar lagi Anda akan kagum pada apa yang akan Anda lihat dan dengar untuk pertama kalinya di dalam hidup Anda. Di dalam kartu acara yang ada di tangan Anda, apakah Anda menyadari kata-kata mengejutkan yang ada di halaman pertama?
Kidung Agung 8:7 Air yang banyak tak dapat memadamkan cinta, sungai-sungai tak dapat menghanyutkannya. Sekalipun orang memberi segala harta benda rumahnya untuk cinta, namun ia pasti akan dihina.
Sebagai contoh, pada kalimat pertama: “Air yang banyak tak dapat memadamkan cinta, sungai-sungai tak dapat menghanyutkannya.” Apakah Anda pernah melihat cinta seperti ini? Apakah Anda terkejut? Air yang banyak tak dapat memadamkan cinta; sungai-sungai tak dapat menghanyutkannya. Lihatlah hubungan yang ada di sekitar Anda saat ini, Anda akan menemukan hubungan adalah sesuatu yang sangat rapuh dan sangat mudah hancur. Apakah Anda merasa heran ketika membaca ayat ini? Apakah Anda pernah melihat jenis cinta seperti itu?
Pada kalimat yang kedua: “Sekalipun orang memberi segala harta benda rumahnya untuk cinta, namun ia pasti akan dihina.” Anda mungkin juga merasa heran. Bagaimana manusia memperlakukan cinta? Jika Anda tidak memiliki kekayaan, jangan pernah berpikir untuk memperoleh cinta. Apakah Anda terkejut ketika membaca kalimat ini? Di mana Anda dapat menemukan cinta yang seperti ini sekarang? Saat ini sistem nilai yang ada di dunia berkata: “Jika Anda tidak punya uang, jangan berharap Anda akan memiliki cinta; karena orang akan menghina Anda!” Namun saya katakan terus terang kepada Anda, cinta yang dapat ditukar dengan kekayaan bukan cinta sejati. Itu bahkan bukan persahabatan. Jika saya ingin berteman, saya tidak akan berbicara kepada mereka mengenai uang karena persahabatan sejati seharusnya tidak dipelihara dengan uang. Jika cinta yang Anda miliki diperoleh dengan kekayaan Anda, saya jamin itu bukan cinta sejati.
Saat ini kita benar-benar harus memiliki keberanian untuk menjadi manusia yang berbeda. Kita harus mengubah konsep tua mengenai nilai-nilai karena sistem nilai yang dimasukkan ke dalam pikiran kita oleh masyarakat saat ini telah bengkok, salah, dan dijungkirbalikkan. Anda ingin menikah? Anda harus memiliki mobil Audi atau Benz, dan yang warnanya hitam. Jika tidak, Anda tidak akan memiliki muka untuk menjemput pengantin Anda. Acara resepsi haruslah mewah. Jika tidak, Anda tidak akan punya muka untuk mengundang teman dan kerabat Anda untuk menghadirinya. Hadiah yang diberikan kepada keluarga pengantin perempuan minimal harus seribu dollar atau lebih. Jika tidak, Anda tidak akan mendapat persetujuan dari keluarga pengantin perempuan itu. Tidak heran seluruh manusia di dunia setuju bahwa tanpa kekayaan, Anda tidak akan mendapat cinta. Karena tanpa kekayaan, Anda pasti akan dihina.
Sebenarnya, semua hal ini tidak ada hubungannya dengan cinta. Ini semua adalah hasil dari konsep nilai yang salah, yang mengecewakan dan menyesatkan banyak orang muda yang berpikir bahwa ini semua adalah standar untuk mengukur apakah Anda memiliki cinta atau tidak. Dipengaruhi oleh konsep nilai yang salah ini, akibatnya sekarang ini banyak hubungan yang dibangun di atas dasar cinta yang rapuh. Sedemikian rapuh sehingga dapat hancur kapan pun. Itu semua karena cinta mereka dipelihara oleh uang.
Allah Mempersatukan, Manusia Mencerai-beraikan
Saya berharap hari ini Allah tidak hanya memberkati pasangan baru ini, tetapi berkat Allah juga tercurah kepada setiap orang melalui pernikahan mereka, terutama untuk para pemuda. Saya akan menggunakan kalimat dari Alkitab untuk menasihat pasangan baru ini karena firman Tuhan sangat berharga dan sangat penting. Kedua kalimat yang barusan dibaca adalah sebuah contoh yang baik. Hanya ayat Alkitab yang dapat menolong kita untuk membangun pernikahan yang benar dan langgeng. Mari kita membaca ayat lain dari Alkitab:
2 Dan seraya mendekati, orang-orang Farisi menanyai dia untuk mencobainya, “Apakah boleh bagi seorang suami menceraikan istri?” 3 Dan seraya menjawab, dia berkata kepada mereka, “Apa yang Musa telah memerintahkan kepadamu?” 4 Dan mereka berkata, “Musa telah mengizinkan untuk menulis surat cerai dan untuk menceraikan.” 5 Namun sambil menanggapi, Yesus berkata kepada mereka, “Terhadap kekerasan hatimu, ia telah menulis perintah itu bagimu. 6 Namun, sejak awal penciptaan, Allah telah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan. 7 Berkenaan dengan inilah, seorang pria akan meninggalkan ayah dan ibunya, dan dia akan dipersatukan dengan istrinya, 8 dan keduanya akan menjadi satu daging, sehingga mereka bukan lagi dua, melainkan satu daging. 9 Oleh karena itu, apa yang telah Allah persatukan, janganlah manusia ceraikan.” (MILT)
Ketika Anda membaca ayat ini, Anda harus menangkap tema utamanya. Jangan seperti orang buta yang menyentuh gajah. Apa yang sebenarnya ingin dikatakan oleh Yesus di dalam ayat ini? Banyak orang berpikir bahwa ayat ini dapat dikelompokkan menjadi dua bagian. Bagian pertama berbicara tentang perceraian. Bagian kedua berbicara tentang pernikahan. Tetapi bagaimana kedua ayat itu saling berkaitan? Tampaknya tidak jelas.
Secara ringkas saya akan mengatakan kepada Anda tema ayat ini: Allah suka mempersatukan manusia, tetapi manusia suka saling memutuskan hubungan. Perhatikan kalimat yang penting ini: seorang laki-laki seharusnya bersatu dengan istrinya, keduanya menjadi satu daging. Sehingga mereka tidak lagi dua, melainkan satu daging. Karena itu apa yang dipersatukan oleh Allah, tidak boleh diceraikan oleh manusia. Ini adalah perbuatan Allah. Yang sering dilakukan oleh Allah adalah mempersatukan manusia bersama-sama.
Ketika Anda membaca Alkitab, Anda mungkin memperhatikan bahwa Alkitab seringkali menekankan bahwa kita harus mengasihi yang lain seperti diri kita sendiri dan saling mengasihi. Mengapa sangat penting mengasihi yang lain seperti diri kita sendiri? Karena kasih dapat menyatukan manusia bersama-sama. Mengapa Alkitab seringkali menekankan kita harus saling mengampuni? Karena pengampunan dapat membawa hubungan sesama makin dekat. Tanpa pengampunan, jurang antara sesama akan makin besar dan makin besar.
Alkitab juga mengajarkan kita untuk mengasihi musuh kita. Banyak orang akan mendapati “mengasihi musuh” sepenuhnya tidak dapat diterima. Mengapa kita harus mengasihi musuh kita? Karena itu satu-satunya cara menyelesaikan semua masalah antara Anda dan musuh Anda. “Gigi ganti gigi” akan berakhir dengan saling menghancurkan.
Ini yang selalu dilakukan oleh Allah – mempersatukan manusia, membawa manusia bersama-sama. Allah mengutus Yesus mati di kayu salib untuk mempersatukan kita dengan-Nya, lalu kemudian mempersatukan satu dengan yang lain. Apa persoalan utama manusia? Persoalan utamanya adalah saling memutuskan hubungan sesama. Perhatikan pertanyaan yang diajukan orang-orang Farisi kepada Yesus: “Apakah seorang suami diperbolehkan menceraikan isterinya?” Dengan kata-kata saat ini: “Apakah kita boleh bercerai?” Apa itu perceraian? Perceraian adalah memutuskan hubungan. Karena itu saya katakan tema untuk bagian ini adalah “ Allah mempersatukan, Manusia menceraikan.”
Hati siapa yang tegar yang menyebabkan hubungan pernikahan hancur?
Pertama-tama, mungkin sebaiknya kita berbicara tentang perceraian terlebih dulu. Agar kita dapat memahami ayat ini dengan benar, izinkan saya menjelaskannya dari sudut pandang yang negatif dulu. Yesus tidak menjawab pertanyaan orang–orang Farisi secara langsung. Sebaliknya, ia bertanya kepada mereka apa yang tertulis di dalam kitab suci mengenai hal tersebut. Orang-orang Farisi tersebut menjawab, “Musa berkata bahwa perceraian diizinkan dengan membuat surat cerai”, kalimat yang menyiratkan bahwa perceraian adalah sah. Yesus tidak berkata apa-apa mengenai benar atau tidaknya Musa. Yesus hanya berkata, “Musa menuliskan perintah ini untuk kamu karena ketegaran hatimu.” Dengan kata lain, Yesus setuju bahwa, menurut hukum dari Perjanjian Lama, manusia boleh bercerai. Tetapi apa alasannya? Karena ketegaran hatimu.
Saya hendak bertanya kepada Anda sebuah pertanyaan. Hati siapa yang tegar? Kita semua akan berpikir bahwa pasti pihak yang memulai perceraian. Benar bukan? Contohnya, seorang suami berjudi, lalu menjadi mabuk dan memukuli istri dan anak-anaknya setiap malam, sang istri tidak tahan lagi dan akhirnya mengajukan perceraian. Apakah sang istri yang berhati tegar? Saya ingin Anda benar-benar memikirkan pertanyaan ini. Jangan menjawab secara umum seperti kebanyakan orang Kristen: “Tidak peduli apa pun, perceraian tidak diizinkan dalam keadaan apa pun. Siapa pun yang mengajukan perceraian pastilah orang yang tegar hati dan berdosa melawan Allah.” Jika kasusnya demikian, apakah Musa melawan Allah dengan apa yang telah dilakukannya?
Contoh lainnya, sang suami bermain api dan tidur dengan wanita lain, sang istri tidak tahan lagi dan mengajukan cerai. Pada kasus ini hati siapa yang tegar? Saya menanyakan ini sehingga Anda dapat memahami bahwa masalahnya tidak sesederhana yang mungkin Anda pikirkan: siapa pun yang duluan mengajukan cerai pastilah yang berhati tegar. Pertanyaan yang benar yang seharusnya Anda tanyakan adalah: siapa sebenarnya yang demikian berhati tegar yang menyebabkan hubungan pernikahannya berkembang menjadi situasi yang tidak dapat dipertahankan lagi?
Mengapa hati seseorang dapat menjadi tegar? Itu karena hati kita tegar terhadap Allah, tidak mau mendengarkan Allah. “Apa yang telah Allah persatukan, janganlah manusia ceraikan.” Apakah Anda mendengarkan hal ini? Anda tidak ingin mendengarkannya. Hati Anda sangat keras karena Anda tidak mau mendengarkan Allah, itu saja. Oleh karena itu, begitu ada masalah yang sangat besar di dalam pernikahan, banyak pasangan yang memilih untuk bercerai. Mereka tidak peduli apa yang akan terjadi pada anak-anak mereka. Ini merupakan contoh hati yang tegar. Kita tidak membutuhkan Allah. Kita tidak mau mendengarkan Allah. Inilah alasan hati kita menjadi tegar. Hati suami menjadi tegar terhadap istrinya, hati istri menjadi tegar terhadap suaminya. Ini adalah keseluruhan masalah dari masyarakat kita saat ini.
Hubungan pernikahan tidak dapat dipisahkan dari Allah
Apa yang ingin saya sampaikan dari kisah ini? Yang ingin saya katakan adalah: hubungan pernikahan tidak akan pernah dapat dipisahkan dari Allah. Begitu kita memisahkannya dari Allah, hati Anda akan menjadi tegar. Anda tidak akan dapat memahami makna dari pernikahan. Sedikit godaan akan mengubah hati Anda. Anda tidak mengerti mengapa Anda harus setia kepada pasangan Anda. Bukankah saya barusan mengatakannya – sekarang ini cinta dapat ditukar dengan uang. Terlepas dari uang, banyak hal lain yang dapat digunakan untuk menukarkan cinta, seperti barang komoditas yang lain. Dapatkan yang baru setelah Anda muak dengan yang ini. Namun Alkitab berkata kepada kita: siapa pun yang bercerai dari apa yang sudah dipersatukan Allah adalah orang yang tegar hati.
Saya berharap Anda dapat memahami arti sebenarnya dari perkataan Yesus ini. Mengapa Musa mengizinkan orang-orang untuk bercerai? Apakah Anda sudah memahaminya? Ketika salah satu menjadi tegar hati, maka pernikahan itu menjadi neraka di bumi. Oleh karena itu, dengan berat hati Musa membiarkan mereka bercerai. Jika Musa bersikeras tidak mengizinkan mereka bercerai, ia yang berhati tegar akan menyiksa pasangannya hingga mati. Karena itu Yesus berkata: “Ia menulis perintah ini untuk kamu karena ketegaran hatimu.”
Jangan biarkan orang lain mencampuri pernikahanmu
Hari ini tema pernikahan pasangan baru ini adalah “Sehati berjalan bersama Allah”. Saya ingin mengingatkan bahwa jika kalian ingin menjadi satu hati, terlebih dahulu kalian harus berjalan bersama Allah. Allah itu seperti cincin yang besar. Kalian seperti dua cincin kecil. Anda berdua harus terkunci bersama dengan Allah sehingga kalian dapat saling terkunci dengan erat.
Mari kita lihat pada ayat 9: “Oleh karena itu, apa yang telah Allah persatukan, janganlah manusia ceraikan.” Kita harus membaca tiap katanya dengan hati-hati. Alkitab tidak berkata: “Apa yang dipersatukan Allah, tidak dapat diceraikan manusia.” Alkitab berkata: “Pernikahan itu dipersatukan oleh Allah.” Jika kalian membangun pernikahan menurut kehendak Allah, Allah dengan senang hati akan mempersatukan kalian. Kalian harus bersatu bersama-sama dengan sikap penuh hormat terhadap pernikahan. Hanya dengan cara ini Allah akan memberkati kalian.
Dengan kata lain: Jika mereka takut akan Allah, Allah dengan senang hati akan mempersatukan mereka. Yesus mengingatkan kita: “Apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” Di sini tidak dikatakan bahwa manusia tidak dapat menceraikan. Dengan kata lain, Allah telah memberikan tanggung jawab kepada manusia untuk menjaga hubungan pernikahannya. Kepada siapa tanggung jawab ini diberikan? Pertama-tama, kepada pasangan, Anda berdua mempunyai tanggung jawab untuk berjuang mempertahankan pernikahan dengan seluruh kekuatan kalian. Karena Allah telah mempersatukan kalian, kalian harus bertekad untuk saling setia, tidak peduli apa pun ujian atau cobaan yang harus dihadapi.
“Apa yang telah Allah persatukan, janganlah manusia ceraikan.” Terlepas dari pasangan baru, kepada siapa lagi pernyataan ini ditujukan? Pernyataan ini juga ditujukan kepada orang tua dari pasangan. Para ibu dan ayah, apakah Anda menyadari bahwa banyak pernikahan yang rusak karena campur tangan orang tua yang berlebihan? Para ibu mengasihi dan sangat peduli kepada anak perempuannya. Seringkali mereka mengajarkan anak-anak perempuan mereka untuk melindungi diri mereka dari suami dan bagaimana cara mengontrol suami mereka. Para ibu dari suami juga tanpa henti mengingatkan anak-anak laki-laki mereka bagaimana cara mengontrol dan berhati-hati terhadap istri mereka. Campur tangan tanpa henti ini akan menyebabkan anak-anak mereka gagal membangun hubungan yang kuat dengan pasangannya. Hal ini karena para orang tua dari kedua pihak sedang berusaha memisahkan mereka. Secara diam-diam benih perceraian telah ditanam sebelum mereka menikah. Betapa tragis!
“Apa yang telah Allah persatukan, janganlah manusia ceraikan.” Kepada siapa lagi pernyataan ini ditujukan? Pernyataan ini juga ditujukan kepada orang ketiga yang merusak pernikahan orang lain. Anda harus sangat berhati-hati. Jangan menjadi orang ketiga. Ini adalah dosa yang sangat dibenci oleh Allah karena Anda menceraikan apa yang telah dipersatukan oleh Allah. Anda juga seharusnya tidak tertarik dengan kekayaan orang lain. Jangan menjadi wanita simpanan demi uang. Jangan bermain mata atau selingkuh dengan suami atau istri orang lain. Anda harus berhati-hati. Jangan pernah sekali pun memikirkannya. Jangan pernah ada pemikiran seperti itu di dalam pikiran Anda. Alkitab telah memperingatkan kita: “Apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.”
Laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya
6 Sebab pada awal dunia, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan, 7 sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, 8 sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. (Mark 10:6-8)
Jika Anda tidak akrab dengan Alkitab, Anda mungkin tidak tahu mengapa ditekankan: “Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan.” Jika Anda membaca kitab Kejadian, Anda akan tahu bahwa pada awalnya Allah hanya menjadikan satu laki-laki dan satu perempuan. Dengan kata lain, Allah dengan sengaja tidak memberikan laki-laki banyak pilihan, demikian juga dengan perempuan. Allah tidak membiarkan laki-laki melakukan percobaan pernikahan di antara sekumpulan perempuan.
Sekarang ini telah dikembangkan percobaan pernikahan. Laki-laki bisa mencoba-coba. Perempuan juga bisa melakukannya. Kita pikir dengan melakukan percobaan pernikahan, kita akan dapat menemukan pasangan yang paling ideal untuk kita. Jika demikian, di dalam masyarakat, dengan makin umumnya percobaan pernikahan, seharusnya makin sedikit angka perceraian karena pasangan semua orang adalah yang paling ideal. Apakah begitu?
Di dalam kitab Kejadian juga terdapat hal yang sangat khusus: laki-laki dijadikan dari debu. Perempuan dijadikan dari tulang rusuk laki-laki. Jika Anda adalah penulis Alkitab, akankah Anda menulisnya seperti itu? Sesungguhnya, ada banyak sekali hal-hal yang mendalam dan luar biasa di dalam Alkitab. Jika kita adalah penulis Alkitab, kita mungkin akan menulis seperti ini: Allah menjadikan manusia dari debu. Ia juga menjadikan perempuan dari debu. Laki-laki dan perempuan adalah setara. Semuanya bahagia.
Namun Alkitab mencatat dengan cara yang aneh. Laki-laki dijadikan dari debu. Perempuan dijadikan oleh Allah dengan menggunakan tulang rusuk dari laki-laki. Karena itu, laki-laki (Adam) lalu berkata, “Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku.” Apakah maksudnya? Keduanya adalah satu tubuh. Laki-laki mulai menyadari bahwa istrinya adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari hidupnya. Allah ingin mengajarkan Adam (laki-laki) pelajaran ini sejak semula. Tentu saja, pelajaran ini juga berlaku bagi kita.
Di sini disebutkan bahwa: “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya.” Kalimat ini juga sangat aneh karena Adam tidak memiliki ayah dan ibu. Jelas bahwa kata-kata ini diucapkan untuk kita. Namun mengapa dikatakan: “Oleh karena itu seorang laki-laki meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, dan mereka mejadi satu daging.”? Sebenarnya, kata-kata “seorang laki-laki meninggalkan ayahnya dan ibunya” bisa dihilangkan. “Karena itu seorang laki-laki bersatu dengan istrinya dan mereka menjadi satu daging.” Bukankah kalimat ini akan lebih bagus?
Namun, kata-kata itu dimasukkan untuk mengingatkan kita bahwa hubungan antara suami dan istri lebih dekat dibandingkan dengan hubungan dengan orang tua. Inilah arti kata “meninggalkan” yang sebenarnya. Anda harus memilih. Jika Anda ingin menikah, tetapi ragu-ragu untuk meninggalkan orang tua, atau tidak bersedia untuk melepaskan ketergantungan Anda kepada mereka, maka Anda tidak siap untuk menikah karena secara fundamental Anda tidak memahami arti dari pernikahan.
Inilah pandangan Alkitab atas pernikahan. Alkitab menganggap hubungan antara suami dan istri jauh lebih dekat daripada hubungan dengan orang tua. Oleh karena itu, pernikahan adalah hubungan yang sakral dan serius. Itu tidak dapat dicoba-coba. Sekarang ini kita seringkali menganggap pernikahan sebagai hubungan yang “sentimentil”. Kita harus punya “perasaannya” sebelum kita menikah. Tentu saja, di dalam pernikahan ada sisi perasaan, tetapi juga ada sisi rasional. Kita harus membuat komitmen berdasarkan rasionalitas. Kita harus memahami arti dari komitmen ini. Anda harus berpikir secara menyeluruh sebelum Anda memasuki hubungan yang suci ini. Hubungan pernikahan jauh lebih intim dan penting daripada hubungan dengan orang tua kita.
Apakah Anda pernah mendengar sebuah puisi berjudul “Wo Nong Ci” (《我侬词》)? Penulis puisi ini adalah seorang sarjana perempuan dari dinasti Yuan. Namanya “Guan Dao Sheng”(管道升), sebuah nama yang sangat unik. Suaminya bernama “Zhao Meng Fu”(赵孟頫, seorang sarjana dari daerah selatan Sungai Yangtze. Suatu hari suaminya ingin mengambil seorang selir (istri kedua) seperti yang dilakukan oleh orang lain, tetapi ia enggan menemui istrinya untuk membicarakannya secara langsung. Lalu ia menyatakan keinginannya melalui sebuah puisi. Singkat cerita, arti puisi itu sebagai berikut: “Aku seorang sarjana, kamu adalah seorang Nyonya. Apakah kamu pernah mendengar bahwa Wang Xi Zhi(王羲之)mempunyai 2 orang selir, namanya Tao Ye dan Tao Gen? Su Dong Po(苏东坡)juga memiliki dua orang selir, namanya Zhao Yun dan Mu Yun? Oleh karena itu, bukanlah hal yang besar jika aku ingin memiliki beberapa selir. Kamu sudah berumur lebih dari 40 tahun. Kamu tetap dapat mempertahankan posisimu sebagai istriku yang pertama.”
Istrinya juga seorang sarjana. Mereka berdua terpelajar dan beradab. Karena itu, mereka merasa tidak pantas untuk bertengkar di depan publik dan saling melukai martabat mereka. Suaminya menulis sebuah puisi untuk istrinya. Sang istri balas menulis sebuah puisi. Judul puisinya adalah “Wo Nong Ci”. Arti puisi itu sebagai berikut: “Kita ini seperti dua boneka tanah liat. Karena cinta, kedua boneka dicampur dan disatukan di dalam air membentuk sebongkah tanah liat. Dari tanah liat ini, dua boneka yang baru terbentuk. Oleh karena itu, mulai sekarang ada kamu di dalam tanah liatku dan ada aku di dalam tanah liatmu. Kita tidak dapat dipisahkan.” Setelah membaca puisi tersebut, suaminya tidak pernah berkata apa-apa lagi mengenai hendak mengambil selir.
Puisi ini memiliki makna yang sangat dalam sebenarnya. Ia mengungkapkan tentang kesatuan antara suami dan istri yang tidak dapat dipisahkan. Pemahaman Guan Dao Sheng tentang pernikahan sangat sesuai dengan perspektif Alkitab mengenai pernikahan. Sangat sedikit orang yang memiliki pemahaman yang mendalam tentang pernikahan seperti dia. Ia sepenuhnya memahami arti dari “dua orang menjadi satu daging.”
Alkitab menggambarkan hubungan suami dan istri sebagai “dua orang menjadi satu daging”. Dengan kata lain, hubungan suami dan istri sangat erat dan tidak dapat dipisahkan karena mereka dipersatukan oleh Allah.
Para orang tua seharusnya tidak mencampuri pernikahan anak-anak mereka
Ada alasan lain yang sangat penting bagi pasangan yang menikah untuk meninggalkan orang tua mereka. Seperti yang telah saya katakan: keterlibatan orang tua yang berlebihan di dalam pernikahan anak-anak mereka justru merusak kesatuan mereka. Saya harus mengatakan yang sebenarnya kepada Anda. Terlalu banyak nasihat dari orang tua merupakan penyebab utama dari berbagai masalah pernikahan, karena nasihat dari orang tua seringkali membuat mereka bingung dan menyebabkan mereka menjadi frustrasi.
Karena ketidaktahuan, karena mengasihi dan peduli dengan anak-anak perempuannya, banyak orang tua yang menasihati anak-anak perempuannya demikian: “Setelah menikah, kamu harus menyimpan uang untuk dirimu sendiri dan jangan sampai suamimu tahu. Juga, jangan terlalu mempercayai suamimu.” Namun jangan lupa, ibu dari sang suami juga menasihati anak laki-lakinya hal yang sama karena mereka sebelumnya juga pernah menjadi menantu perempuan. Pada akhirnya, keluarga yang baik menjadi medan perang bagi para orang tua dari kedua belah pihak. Anda dapat membayangkan konsekuensinya.
Contoh lainnya, pulang ke rumah saat tahun baru Imlek. Orang tua dari suami berkata, “Hey, kalian berdua harus pulang ke rumah untuk merayakan tahun baru. Jika tidak, ibumu, kakek dan nenekmu akan sangat sedih.” Orang tua dari istri juga berkata, “Kalian berdua harus pulang ke rumah untuk merayakan tahun baru. Jika tidak, jangan pernah pulang lagi!” Akibatnya, pasangan tersebut tidak tahu harus berbuat apa. Karena mereka hanya mempunyai waktu yang terbatas untuk libur, rumah siapa yang harus mereka datangi untuk merayakan tahun baru? Akibatnya, mereka saling berdebat dan bertengkar. Tahun baru bukan liburan yang menyenangkan bagi mereka.
Biarkan anak-anak kita sendiri yang memutuskan apa yang terbaik untuk pernikahan mereka karena mereka memiliki perjalanan yang panjang untuk ditempuh di dalam hidup mereka. Orang tua memiliki hubungan dengan anak-anaknya hanya sekitar 20–30 tahun lagi. Anda seharusnya tidak ikut campur terhadap mereka. Biarkan mereka fokus untuk sehati membangun rumah tangganya. Sayangnya, karena ketidaktahuan, banyak orang tua yang tidak memahami hikmat Alkitab yang luar biasa itu. “Kasih” mereka akhirnya menyebabkan pernikahan anak-anak mereka rusak.
Seorang saudari dari gereja menceritakan kepada saya cerita berikut. Kakak laki-lakinya menikah. Masalah dari kakak laki-lakinya adalah ia tidak mau meninggalkan orang tuanya. Mengapa? Karena ia dapat bersandar pada orangtuanya dalam hal makanan dan akomodasi, yang membuat ia terhindar dari pengeluaran yang besar. Karena itu, mereka tetap tinggal bersama orang tuanya setelah mereka menikah. Seiring berjalannya waktu, ibunya mulai mengomeli menantu perempuannya, mengeluhkan dia begini dan begitu, atau ia tidak bagus dalam hal ini atau hal itu.
Pada awalnya, kakak laki-lakinya tidak menyadarinya. Setelah beberapa saat, ia menjadi terganggu dengan omelan-omelan ibunya tentang istrinya. Setiap orang memiliki kelemahan. Itu bukan hal yang aneh sama sekali. Namun jika masalah seseorang diperbesar, maka akan sulit bagi orang tersebut untuk bersabar. Akibatnya, pasangan tersebut akhirnya bercerai. Hal itu terjadi sesuai keinginan orang tuanya. Mereka sukses mengusir menantu perempuannya. Tidak lama kemudian, anak laki-laki menikah lagi. Tentu saja, orang tuanya senang, tetapi kebahagiaan itu hanya bertahan sekitar 3 bulan. Pada akhirnya, omelan tiada henti itu mulai lagi. Masalah yang mendasar adalah laki-laki ini tidak mau meninggalkan orang tuanya. Akibatnya, ia tidak dapat bersatu dengan istrinya.
Di dalam pernikahan, sang ayah menyerahkan anak perempuannya kepada pengantin laki-laki
Penyatuan suami dan istri merupakan tugas yang besar. Jika Anda sudah menikah, maka Anda akan tahu betapa sulitnya membangun hubungan ini. Oleh karena itu, jangan menaruh terlalu banyak halangan di depan Anda. Pasangan baru ini adalah orang-orang Kristen. Mereka harus memahami kehendak Allah untuk dapat membangun hubungan pernikahan sesuai dengan rencana awal Allah mengenai pernikahan.
Pada upacara pernikahan gaya barat, ada sebuah bagian dari upacara ini yaitu sang ayah berjalan menuju altar bersama dengan pengantin wanita, lalu menyerahkan pengantin wanita kepada pengantin laki-laki. Apakah maksudnya? Saya rasa upacara ini sangat simbolis. Ini mengingatkan pengantin wanita bahwa ayahnya sekarang menyerahkannya kepada laki-laki ini. Mulai sekarang biarkan ia yang menjaga dan memimpinmu.
Saya rasa bagian dari pernikahan ini sangat bermakna. Ini mengingatkan pengantin wanita (juga orang tuanya) bahwa ini adalah tahap baru di dalam hidupmu; kembangkan hubungan satu sama lain dengan baik; jangan segan-segan meninggalkan keluarga orang tuamu lagi. Sang ayah telah menyerahkan tanggung jawab untuk memimpin dan menjaga anak perempuannya kepada pengantin laki-laki. Sang ayah memberkati mereka dan berkata, “Pergilah! Aku melepaskan tanganku sekarang.”
Jika Anda dapat memahami kedalaman makna dari semuanya ini, maka upacara pernikahan ini akan sangat penuh artinya ketika dikaitkan dengan pengajaran dari Alkitab. Jika para orang tua, pengantin laki-laki, dan pengantin perempuan memahami makna sejati dari pernikahan, pemahaman ini akan sangat membantu anak-anak tersebut membangun pernikahan mereka. Pernikahan bukan lagi merupakan hidup bersama dari dua orang untuk alasan yang berbeda. Namun sebaliknya, itu merupakan penyatuan yang penuh arti dari dua orang.
Simpulan
Saya berharap firman Tuhan tidak hanya mendorong pasangan baru ini, tetapi juga mendorong semua orang yang ada di sini. Ada cukup banyak orang-orang muda di antara kita saat ini. Kalian harus mencari sebuah pernikahan yang indah. Saya berharap melalui pernikahan mereka, berkat Tuhan juga turun atas kalian. Terakhir, saya akan simpulkan:
Pernikahan tidak dapat dibangun tanpa Allah
Jika Anda menginginkan sebuah pernikahan yang kuat, Anda tidak dapat meninggalkan Allah. Anda sendiri yang harus membangun hubungan itu bersama Allah. Taati perkataan-Nya dan pimpinan-Nya, seperti dua cincin kecil yang harus terhubung dengan cincin besar itu, sehingga hubungan pernikahan Anda akan terikat kuat dan aman dalam perlindungan Allah.
Allah mempersatukan orang-orang bersama-sama
Saya ingin Anda memahami hati Allah. Saya merasa Allah seringkali menghela napas di surga karena Ia melihat manusia seringkali saling memutuskan hubungan mereka, bukan hanya hubungan mereka sendiri, tetapi juga hubungan pernikahan orang lain. Sebenarnya, bukan hanya hubungan pernikahan saja, tetapi juga hubungan-hubungan yang lain. Yang seringkali kita lakukan adalah merusaknya dan menceraikannya. Apakah Anda menyadari bahwa hubungan manusia itu sangat rapuh? Sebuah kata yang ceroboh, sebuah tindakan yang sembrono, atau sebuah ekspresi wajah yang tidak pantas dapat merusak sebuah hubungan.
Ini yang kita lakukan setiap hari. Ini semua karena kita tegar hati. Kita tidak suka mendengar perkataan-Nya. Kita tidak menerima kata-kata-Nya di dalam hati kita. Saya berharap pasangan baru ini mengerti hati Allah. Isi hati Allah adalah berusaha untuk mempersatukan kita dengan segala cara. Saya harus menekankan bahwa Allah tidak hanya ingin mempersatukan suami dan istri, tetapi Ia juga ingin mempersatukan semua orang. Oleh karena itu, Alkitab menggambarkan gereja sebagai sebuah keluarga. Keluarga adalah gambaran kesatuan.
Berjalan bersama Allah adalah melakukan apa yang dilakukan oleh Allah
Tema pernikahan ini adalah “Berjalan bersama Allah”. Agar dapat berjalan bersama Allah, kita harus melakukan apa yang Allah lakukan. Itu baru dapat dikatakan berjalan bersama-sama dengan hati yang bersama-sama. Karena kehendak dan tujuan Allah adalah untuk mempersatukan manusia, maka mereka juga harus mengambil misi yang mulia ini. Ambil misi ini sebagai tujuan, yaitu melakukan pekerjaan Allah bersama-sama dengan sehati. Ini merupakan misi yang sangat penting dan berarti.
KESAKSIAN 1: ALLAH MEMBANGUN KEMBALI HUBUNGAN ANTARA AYAH DAN ANAK
Saya dan istri saya telah melayani Allah selama bertahun-tahun. Kami dapat melihat bahwa di dalam masyarakat ini, hubungan antar sesamanya sangat rapuh. Namun demikian, kami juga melihat bahwa ketika kita mau sehati untuk berjalan bersama Allah, Allah seringkali memakai kita untuk menyelesaikan tugas-tugasNya.
Beberapa waktu yang lalu, saya mengenal seorang siswa yang demikian membenci ayahnya di dalam hatinya. Menurut penilaian saya, kebenciannya terhadap ayahnya sangat tidak beralasan. Suatu kali ia mengatakan kepada saya alasan ia membenci ayahnya. Alasannya adalah bertahun-tahun yang lalu, ayahnya pergi ke Kanada dan berniat untuk mengajukan izin tinggal permanen dan berencana untuk membawa seluruh keluarganya bermigrasi ke sana. Sayangnya, ayahnya mendapati bahwa ia terkena kanker saat di Kanada. Tidak ada seorang pun yang menjaganya di luar negeri itu. Ia juga tidak memiliki biaya pengobatan di sana. Akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke negaranya untuk menjalani pengobatan. Rencana pengajuan izin tinggal permanennya tidak jadi diteruskan.
Untuk mengobati penyakit ayahnya, ibunya menjual rumah mereka. Pada akhirnya, mereka menjual hampir semua yang mereka miliki dan hampir tidak ada yang tersisa. Pemuda 19 tahun ini membenci ayahnya karena ia berpikir ayahnya menghancurkan masa depannya dengan merampok kesempatannya pindah ke Kanada.
Beberapa waktu kemudian, saya dan istri saya mengajarinya bahasa Inggris dan Alkitab. Setelah beberapa waktu, firman Tuhan masuk ke dalam hatinya. Ia mulai mengalami perubahan. Satu hari ia menerima pesan dari rumah yang memberitahunya bahwa ayahnya berada dalam kondisi kritis. Dokter berkata bahwa umur ayahnya tinggal beberapa hari saja. Ia harus pulang ke rumah secepatnya. Ia datang ke tempat saya dan mengatakan bahwa ia harus pulang ke rumah untuk melihat ayahnya secepatnya. Namun anehnya, ia tidak bisa mendapatkan satu tiket pun untuk pulang hari itu. Jadwal tercepat yang bisa didapatkannya adalah satu minggu lagi.
Saya bertanya kepadanya apa yang ada di dalam pikirannya tentang perjalanannya pulang ke rumah ini? Saya berkata bahwa ini mungkin kesempatan terakhirnya untuk dapat bertemu ayahnya. Apa yang akan dikatakannya kepada ayahnya? Ia terdiam. Saya menyarankannya agar ia minta maaf kepada ayahnya, memberitahu ayahnya bahwa ia bersalah karena telah membenci ayahnya selama ini dan meminta pengampunannya.
Ia tidak menjawab saya. Ia juga tidak berkata bahwa ia tidak mau melakukannya. Ia hanya mendengarkan saya dalam diam. Saya menasihatinya agar berdoa sungguh-sungguh untuk masalah ini. Jika ia sungguh-sungguh mau meminta maaf kepada ayahnya sesuai dengan firman Tuhan, ia tidak perlu khawatir tentang apa yang dikatakan oleh dokter. Allah pasti memberinya kesempatan untuk bertemu dengan ayahnya.
Kemudian, setelah seminggu ia membeli tiket pulang. Ia memiliki kesempatan bersama dengan ayahnya selama setengah bulan. Ketika ia kembali ke sekolah, ayahnya masih hidup. Ayahnya meninggal beberapa saat setelah ia kembali ke sekolah. Setelah ia kembali, prioritas utamanya adalah mencari saya dan mengatakan kepada saya bahwa ia akhirnya memahami bahwa ayahnya bekerja dan menderita sepanjang hidupnya karena dia. Ia tidak seharusnya menyalahkan ayahnya karena tidak membiarkannya pergi ke luar negeri. Ia merasa bahwa ia berhutang kepada ayahnya. Satu-satunya yang dapat dilakukannya untuk membalas ayahnya adalah dengan giat belajar.
Melihat perubahannya membuat hati saya tersentuh. Saya merasa firman Tuhan sungguh luar biasa. Ketika firman Tuhan masuk ke dalam hati seseorang, ia mempersatukan manusia bersama-sama. Saya tidak sedang berbicara mengenai hubungan suami dan istri. Saya berbicara mengenai hubungan ayah dan anak. Dosa menghancurkan semua level hubungan manusia. Hanya Allah yang dapat menolong kita memperbaiki hubungan-hubungan ini.
KESAKSIAN 2: ALLAH MENDAMAIKAN SEPASANG SUAMI-ISTRI
Beberapa waktu yang lalu, sebuah kejadian yang luar biasa terjadi. Seorang wanita yang tidak saya kenal mengirim sebuah email kepada saya. Ia memiliki sebuah masalah dan ia meminta pendapat saya. Ia berkata bahwa tidak lama ini ia sudah membaca Alkitab. Ia juga telah mendengarkan khotbah-khotbah saya. Ia ingin menjadi orang Kristen. Ia juga mengatakan kepada saya bahwa ia terlibat di dalam perzinahan. Ia sudah menikah tetapi ia berselingkuh. Suaminya tidak mengetahui hal ini sama sekali. Ketika ia memutuskan untuk menjadi orang Kristen, ia mengakhiri hubungannya dengan kekasihnya sebulan yang lalu. Ia bertobat kepada Allah. Ia bertekad untuk tidak akan pernah bertemu dengan kekasihnya lagi. Namun satu bulan kemudian, ia mendapati bahwa ia hamil. Ia bertanya kepada saya apa yang harus dilakukannya?
Pertanyaan ini sangat sulit untuk dijawab. Cara yang paling cepat dan sederhana adalah mengatakan kepadanya untuk melakukan aborsi. Namun saya merasa bahwa itu bukan tindakan yang benar. Saya mengatakan kepadanya prinsip Alkitab. Saya membuat daftar pilihan di hadapannya dan berkata kepadanya, “Anda sendiri harus berdoa kepada Allah. Saya tidak dapat membuat keputusan untuk Anda.” Saya tahu Allah akan menuntunnya. Oleh karena itu, saya mendorongnya untuk berdoa dan bertanya kepada Allah. Saya tahu bahwa Allah akan memberikan sebuah jawaban dengan jelas.
Setelah itu saya tidak mendengar kabar apa-apa darinya. Aborsi harus dilakukan dalam kurun waktu tertentu. Wanita itu mengatakan kepada saya, ia telah memperhitungkan bahwa ia harus membuat keputusan sebelum tanggal tertentu. Saya pikir ia telah memilih solusi yang paling mudah. Setelah beberapa waktu, saya terkejut menerima emailnya yang memberitahu saya bahwa ia memutuskan untuk tetap mempertahankan bayinya. Ia tidak ingin berbuat salah lagi setelah ia melakukan kesalahan. Ia juga memutuskan untuk memberitahu suaminya mengenai hal itu. Ia tidak tahu bagaimana suaminya akan berespon tetapi ia sudah menyiapkan diri untuk yang terburuk.
Lalu, ia mengirim email yang ke tiga. Ia memberitahu saya bahwa ia sudah mengakui dosanya kepada suaminya. Setelah mendengar pengakuannya, suaminya menangis dengan sangat sedih. Suaminya meminta kepadanya untuk tidak mempertahankan bayi itu. Ia mengatakan kepada suaminya bahwa ia telah mendengar firman Tuhan. Ia tidak bisa menyingkirkan bayi itu. Jika tidak, ia akan membuat kesalahan lagi. Lalu suami setuju dan berjanji untuk mengakui anak itu sebagai anaknya.
Saya mendapati kisah ini sungguh luar biasa. Respon suaminya sungguh merupakan sebuah keajaiban. Tentu saja Allah bekerja di antara mereka. Lalu ia mengirim saya email ke empat. Ia memberitahu saya bahwa suaminya sekarang pergi ke gereja dan mendengarkan khotbah bersamanya setiap minggu. Ini sungguh merupakan hasil yang tidak terduga. Hubungan mereka bahkan selangkah lebih maju. Pada emailnya yang terakhir, ia memberitahu saya bahwa ia dibaptis. Suaminya juga ada di sana untuk menyaksikannya dibaptis. Puji Tuhan!
Saya merasa bahwa apa yang kita kerjakan sangat berarti. Dapat sehati berjalan bersama dengan Allah, memimpin orang-orang untuk mengenal Allah, diperdamaikan dengan Allah, dan diperdamaikan dengan sesama, ini semua merupakan tugas yang sangat berarti. Setelah seseorang mengenal Allah, hubungannya dengan orang-orang di sekitarnya juga berubah secara alami. Saya tidak memiliki satu juta dollar, atau sepuluh juta dollar. Tujuan dari hidup bukanlah uang, melainkan melakukan hal-hal yang berarti, lakukan apa yang baik di mata Allah. Karena itu, saya ingin mendorong pasangan baru ini, karena Allah Yahweh telah memakai Yesus untuk menyelesaikan tugas, yaitu membawa damai di antara orang-orang, jika kalian ingin sehati berjalan bersama dengan Allah, kalian juga harus mengambil misi yang mulia ini, sehati menjadi pembawa damai Allah, memimpin orang-orang kepada Allah.