SC Chuah | Yohanes 3:16-17 |

Karena Allah begitu mengasihi dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan supaya dunia diselamatkan melalui Dia.

Jika kita punya mata untuk melihat, kita telah membacakan dua ayat yang paling kritis untuk umat manusia. Ayat 17 mengatakan, Allah telah mengutus anak-Nya ke dalam dunia, bukan untuk menghakimi dunia, melainkan supaya dunia diselamatkan melalui dia. Ayat ini mengandung tiga kalimat penting: Allah mengutus Anak-Nya; Bukan untuk menghakimi dunia; Melainkan untuk menyelamatkan dunia. Tidak ada hal yang lebih penting, dibandingkan dengan apa yang telah dinyatakan di sini. Kata-kata ini merupakan sebuah deklarasi atau pengumuman yang dibuat oleh Yesus kepada kita. Nasib dunia ini, dan nasib setiap insan bergantung pada dua ayat ini. Jika dua ayat ini harus dibacakan pada suatu masa tertentu yang ditetapkan melalui televisi satelit ke seluruh dunia, maka seluruh dunia harus menghentikan seluruh kegiatannya dan berkumpul di hadapan televisi menantikan siaran itu. Seluruh dunia seharusnya bersukacita dalam kelegaan mendengarkan pernyataan ini. Namun itu tidak bakal terjadi, bukan?


NASIB SELURUH DUNIA DAN SETIAP INSAN

Di dalam kehidupan, kita begitu disibukkan dengan begitu banyak hal. Namun saat diperhadapkan dengan dua ayat ini, kita harus berhenti. Karena tidak ada hal yang lebih urgen dibandingkan dengan apa yang dinyatakan di dalam kedua ayat ini. Kalau kita benar-benar menangkap atau ditangkap oleh kedua ayat ini dan inti dari ayat-ayat ini meresap ke dalam hidup kita, segala-galanya akan berubah. Saya yakin kalau kebenaran dari kedua ayat ini meresap ke dalam hati dan jiwa kita, semuanya akan berubah. Seorang pemarah tidak akan tinggal sebagai seorang pemarah; seorang yang pendendam, tidak akan tinggal sebagai seorang pendendam; seorang yang egois, tidak akan tetap seorang egois; dan seorang yang narsis, tidak akan narsis lagi. Karena ayat itu kalau dihayati dan diresapi akan mengubah segala sesuatu. Pernah mendengar lagu, “Love Changes Everything” oleh Michael Ball? Kasih mengubah segala-galanya.  Kasih tidak akan membiarkan kita tinggal sama. Kita tidak menyembah kasih, tetapi kasih itu mengubah segala sesuatu. Seperti kata lirik lagu, kasih mengubah cara kita hidup dan cara kita mati. Kasih tidak membiarkan kita tetap tinggal sama. Kasih mengubah seluruh kepribadian kita.

Saya harap saudara bisa melihat kenapa dua kalimat ini mungkin merupakan kalimat yang paling penting di dalam Kekristenan. Ayat yang paling banyak dihafal. Kalimat yang paling dicintai. Karena kalau ini adalah sebuah proklamasi yang dibuat Yesus, maka tidak ada proklamasi yang saudara pernah dengar dan akan dengar yang lebih penting daripada kedua proklamasi ini. Apakah proklamasi kemerdekaan negara, apakah pemberitahuan tentang penemuan planet yang baru, dunia yang baru, apa pun yang baru… apakah dinosaurus yang baru, adakah yang lebih penting daripada itu? Baru-baru ini ditemukan di Perancis, tulang paha dinosaurus yang mungkin setinggi lebih dari 2 meter. Hanya tulang pahanya saja sudah lebih tebal dari saya. Penemuan apa pun, atau proklamasi apa pun tidak ada yang sepenting dua ayat ini.


MENGAPA BEGITU APATIS?

Pentingnya deklarasi ini tidak perlu dipersoalkan lagi. Yang menjadi persoalan adalah reaksi kita terhadap pernyataan atau proklamasi ini. Pertanyaan bagi saudara dan juga diri saya, pertanyaan khususnya kepada kekristenan itu sendiri – mengapa di bawah proklamasi seperti ini, adanya rasa apatis yang demikian tinggi? Kita sepertinya punya telinga tetapi tidak mendengar. Telinga yang berat mendengar dan mata yang tidak melihat.

Yang menjadi persoalan kita adalah reaksi kita terhadap proklamasi ini. Karena tanpa dua ayat ini di dalam Injil, tidaklah mengherankan kita sedikit apatis dan putus asa di dalam kehidupan ini. Tidak mengherankan kalau hal pertama yang kita lakukan setelah bangun pagi adalah membaca koran dan mencari tahu apa yang terjadi di dunia. Kalau dua ayat ini tidak dicatat di dalam Alkitab, tidaklah mengherankan kalau kita lebih berminat dengan games, berita olahraga, kemaren skornya berapa dst. Tanpa dua ayat ini, tidaklah heran kita menjalani kehidupan dengan kepala tertunduk seperti semua hewan. Hewan jarang sekali mengangkat kepala untuk melihat ke langit. Hampir semua hewan, kepalanya tertunduk. Kalau tidak ada dua ayat ini, bisa dimengerti kenapa kita tidak bahagia dalam hidup kita. Hidup begitu begitu saja. Tanpa dua ayat ini, dapat dimengerti mengapa kita tidak punya gairah hidup. Tanpa dua ayat ini, sangat bisa dimengerti kenapa kita harus marah-marah. Tanpa dua ayat ini, sangat bisa dimengerti kenapa kita harus berkeluh-kesah di dalam menjalani kehidupan seharian kita. Namun, yang menjadi masalah sekarang adalah dalam terang dua ayat ini, yang memberitakan kepada kita tentang Allah, tentang kasih, tentang dunia, tentang Anak, tentang semua orang, tentang binasa dan tentang hidup kekal. Tujuh konsep yang sangat besar, yang mencakupi seluruh hidup kita, yang memberitahu kita tiga hal penting, yaitu, apa yang telah Allah lakukan bagi kita? Apa yang Allah harapkan dari kita? Dan apa hasilnya nanti? Dalam terang dua ayat ini, bagaimana kita bisa bersikap begitu apatis? Bagaimana mungkin saya sebagai pelayan yang sudah melayani begitu lama, bisa membaca, berkhotbah dan bernyanyi tentang ayat ini tetapi hati kita tidak pernah tersentuh dan kita tidak pernah berubah? Sikap apatis. Kenapa kita tidak ada reaksi?

Saya sempat berpikir, saat Allah melihat reaksi kita terhadap apa yang sudah Dia lakukan bagi kita, mungkin Dia yang kaget. Mungkin ada yang membatin, “Mana mungkin Allah dikagetkan?” Tahukah saudara di dalam firman Tuhan, Allah seringkali kaget, kaget dengan reaksi umat-Nya sendiri terhadap Dia. Di Yesaya 5:4, dikatakan bahwa Allah sudah berbuat segala sesuatu bagi Israel, Allah sampai bertanya, “Apatah lagi yang harus diperbuat untuk kebun anggur-Ku itu, yang belum Kuperbuat kepadanya?” Allah mengharapkan anggur yang baik tetapi ternyata yang keluar adalah anggur yang asam. Allah sepertinya salah perkiraan! Dia kaget dengan reaksi umat Israel. Di Yeremia, Allah mengatakan hal yang kurang lebih sama, “Aku pikir setelah semua yang Aku lakukan, Israel akan kembali kepada-Ku, tetapi ternyata tidak.” Jadi Allah salah perkiraan lagi. Pikir-Nya Israel akan kembali tetapi ternyata tidak kembali.

Jadi saya bertanya pada diri sendiri, waktu saya berulang kali membaca ayat-ayat ini, apa reaksi saya? Kenapa terdapat semacam apatis.


BEDANYA ORANG NARSIS DARI ORANG EGOIS

Tahukah saudara apa bedanya seorang narsis dari seorang egois? Kata narsis berasal dari nama seorang Yunani yang bernama Narsiskus. Waktu itu belum ada cermin, pada suatu hari, dia melihat ke dalam kolam dan dia melihat wajahnya di dalam air dan dia begitu jatuh cinta dengan wajahnya sendiri. Dia begitu mengagumi wajahnya sendiri sampai dia tidak makan dan tidak minum. Akhirnya, dia mati kelaparan gara-gara sepanjang hari menatap wajahnya dan begitu terpukau dengan wajahnya sendiri. Tempat dia mati itu mulai tumbuh semacam bunga yang diberi nama, Narsiskus. Itulah orang Narsis.

Seorang egois pula adalah orang yang mementingkan dirinya sendiri. Kalau lapar, dia akan makan. Itulah bedanya orang narsis dari seorang egois. Seorang egois akan selalu bertindak demi kebaikan dirinya sendiri. Yang menjadi masalah ialah egoisme yang mengorbankan orang lain. Egoisme yang tidak sehat adalah egoisme yang mementingkan diri sendiri di atas orang lain. Pada dasarnya, seorang egois akan bertindak demi kebaikan dirinya sendiri. Akan tetapi, seorang narsis, sangat berbeda. Sekalipun apa yang dia lakukan merusak dirinya sendiri, dia akan tetap melakukannya, asal dia senang. Sebagai contoh, anak-anak muda yang merokok, yang memakai narkoba dan melakukan hal yang merusak diri mereka sendiri, mereka kalau ditanya, “Apakah kamu tahu, kamu sedang merusak diri sendiri?” Mereka akan menjawab, “Aku tahu.” Tetapi, “Who cares! Asal aku senang!” Sekalipun apa yang dia lakukan itu, dia tahu sedang merusak dirinya, dia akan tetap melakukannya asal dia senang. Jadi seorang narsis adalah orang yang tidak dapat berhenti memikirkan tentang dirnya sendiri dan juga kesenangan dirinya. Itulah bedanya dengan orang egois.

Apakah karena itu, kita begitu apatis? Apa perasaan Anda saat saya berkata, “Allah mengasihimu?” Apa perasaan saudara? Ah! Biasa-biasa saja! Namun kalau saya berkata kepada anak-anak muda, “Si anu ingin berkenalan dengan kamu.” Wah… langsung grogi sampai mandi tak basah tidur tak lena. Kenapa kita tidak mempunyai reaksi seperti itu saat mendengarkan bahwa Allah mengasihi kita?  Ada seorang pendeta menceritakannya dengan cara ini. Dia seorang pendongeng atau seorang tukang cerita. Orang yang sangat pintar mendongeng. Cerita-ceritanya sangat hidup. Dia menceritakan tentang kesetiaan seekor anjing kepada tuannya. Di akhir cerita, tidak ada satu pun mata yang kering dalam ruang itu. Semua orang meneteskan air mata mendengarkan kesetiaan anjing itu. Dengan memakai keahlian bercerita yang sama, pendeta itu bercerita tentang pengorbanan Yesus bagi umat manusia. Dia memakai segala keahlian dan kefasihan dia untuk menyampaikan kisah pengorbanan Yesus dengan bahasa-bahasa yang paling menyentuh. Namun, tahukah apa yang terjadi? Tidak ada reaksi. Jemaat duduk mendengarkan seperti patung. Tidak tergerak sama sekali. Itulah keadaan masyarakat Barat sekarang. Lebih tersentuh oleh kisah seekor anjing. Ini tidak terbatas kepada masyarakat Barat. Kita juga seperti itu. Tidak tergerak sama sekali.


POKOK PERSOALAN: IMAN

Akhirnya, saya menemukan solusi kepada pertanyaan saya mengapa kita begitu apatis. Kita bisa memikirkan berbagai alasan. Kita langsung saja kepada alasan yang dinyatakan oleh Yesus. Alasannya adalah pada dasarnya kita tidak percaya. Yesus berkata di ayat 18, “Siapa saja yang percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; siapa saja yang tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah.” Dan kenapa kita tidak percaya? Karena kita lebih mencintai kegelapan daripada terang itu sendiri. Hujung-hujungnya, budaya apa pun, di mana pun, siapa pun itu, kita tidak percaya. Besar kemungkinan karena berita itu sendiri terlalu sulit atau terlalu bagus untuk dipercayai. Saya pikir tidak ada penjelasan yang lain.

Kalau saudara melihat pada firman Tuhan, iman yang sejati membawa pada suatu perubahan hidup yang luar biasa. Oleh iman, di Ibrani 11, terdapat daftar panjang tindakan-tindakan luar biasa yang dikerjakan oleh iman. Iman orang percaya diikuti oleh kegiatan-kegiatan Allah yang luar biasa. Di Matius 13:58, dikatakan bahwa karena ketidak-percayaan mereka, Yesus tidak mengadakan banyak mukjizat di situ. Dengan kata lain, di mana tidak ada iman, di situ sepi, tidak ada kegiatan Allah di dalam kehidupan saudara. Tidak akan ada kegiatan Allah di dalam hidup saudara. Namun, di mana ada iman, saudara akan mendapati bahwa Allah akan selalu campur tangan di dalam kehidupan kita. Karena iman akan membawa kita kepada hidup yang sangat-sangat menarik.

Saya akan tutup dengan beberapa pernyataan terakhir. Saudara akan mendapati bahwa kasih Allah pada kita hampir sulit dipercayai. Ada satu kalimat yang sampai sekarang saya kurang yakin saya sendiri percaya. Mari kita baca Yohanes 17:23,

“Aku di dalam mereka dan Engkau di dalam Aku supaya mereka menjadi satu dengan sempurna, agar dunia tahu bahwa Engkau yang telah mengutus Aku dan bahwa Engkau mengasihi mereka, sama seperti Engkau mengasihi Aku.”

Sama seperti? Yesus sedang berkata di sini bahwa Bapa mengasihi murid-murid Yesus sama seperti Dia mengasihi Yesus! Ini bukan untuk kita ketahui tetapi untuk dunia tahu. Walaupun sudah berulangkali membacanya, saya saja belum tahu, apa lagi dunia. Saya sendiri sedikit kurang yakin bahwa Allah mengasihi saya sama seperti Dia mengasihi Kristus. Bagaimana mungkin bisa seperti itu? Ini pernyataan yang sangat-sangat luar biasa bahwa kalau kita pengikut-Nya dan murid-Nya. Dia mengasihi kita, sama seperti, yaitu tidak ada bedanya sama sekali seperti Dia mengasihi Yesus. Pertanyaan saya adalah apakah saudara percaya? Apakah saya percaya? Sekali lagi saya bertanya dengan sedikit mengubah kalimatnya. Allah begitu mengasihi dunia sehingga dia mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, percayakah saudara? Jawabannya standarnya adalah percaya. Allah mengasihi para pendeta besar seperti Pastor Eric, Charles Spurgeon, Billy Graham, Rick Warren dll sehingga Dia mengaruniakan anak-Nya. Apakah kita pecaya? Ya, kita percaya. Bagaimana kalau Allah begitu mengasihi Angel sehingga dia mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, percayakah Angel? Demi Angel, satu orang, Allah mengutus Anak-Nya, percayakah saudara? Allah begitu mengasihi ____ (nama saudara), sehingga Dia mengaruniakan Anak-Nya, apakah saudara percaya? Itulah iman, bahwa Dia benar-benar mengasihi saudara. Allah mengasihi dunia, mungkin saudara tidak perlu iman untuk percaya. Bahwa Allah mengasihi orang yang saleh dan besar imannya, saudara juga tidak perlu iman untuk percaya. Namun, untuk mempercayai bahwa Allah mengasihi saudara secara pribadi, itu saudara memerlukan iman. Dia mengasihi aku, sehingga Dia mengaruniakan anak-Nya, saudara baru mulai beriman. Untuk mempercayai bahwa Allah mengasihi saudara seperti Dia mengasihi Kristus, itu menuntut iman yang membuat kita terheran-heran. Kenyataan ini terlalu sulit untuk dipercayai! Namun itulah pesan yang dicatat bagi kita di tiga perumpamaan di Lukas 15. Perumpamaan domba yang hilang. Satu dari seratus domba hilang, gembala mencarinya. Satu dirham yang hilang tetap dicari. Seratus rupiah, dia tetap cari. Dua orang anak, satu hilang, tetapi kali ini Dia tidak cari. Domba dan dirham, Dia cari, satu lagi Dia tunggu. Itulah pesan pada saudara. Allah sedang menunggu saudara.


ORANG NARSIS MENJADI EGOIS

Saya mau meminta kita semua di sini untuk belajar egois sedikit. Anak yang hilang itu bahasanya agak egois. Waktu dia menyadari keadaannya, apa yang dikatakannya? “Aku di sini mati kelaparan, aku akan bangkit, aku akan pergi, aku telah berdosa, aku tidak layak, jadikanlah aku…” Bahasanya berpusat pada “aku” terus. Bahasa yang kedengaran egois. Namun itulah keegoisan yang diberkati. Keegoisan itu membawa dia kepada Bapa dan disatukan kembali dengan Bapa. Dengan kata lain, anak yang hilang ini berawal dari seorang yang sangat narsis. Seorang yang hidup berfoya-foya, berpesta ria dan bergaul dengan pelacur-pelacur. Anak yang hilang ini berubah dari seorang yang narsis menjadi egois. Dia menyadari bahwa dia sedang merusak hidupnya, dia mulai bertindak demi kebaikan dirinya sendiri. Dia harus dipersatukan kembali kepada bapa.


ORANG EGOIS MENJADI ALTRUIS

Yang berikutnya, setelah saudara dipersatukan dengan Bapa, percayalah bahwa saudara tidak perlu hidup egois lagi. Kasih Bapa akan menghilangkan segala bentuk keegoisan dari kehidupan saudara. Kasih Bapa akan menjadikan saudara seorang altruis. Menjadi tidak egois itu bukan lagi satu pengajaran. Kita tidak perlu memberitahu diri sendiri dan bergumul dengan berkata, “aku tidak mau egois lagi, aku mau berusaha untuk tidak egois.” Itu tidak akan berhasil. Namun, kalau saudara dipersatukan dengan Bapa, saudara akan sadar betapa Allah mengasihi saudara sehingga saudara tidak perlu hidup egois lagi. Saudara tidak punya alasan apa pun untuk hidup mementingkan diri sendiri lagi karena keyakinan yang teguh akan betapa Allah mengasihi saudara. Hidup ini hanya ada satu tujuan, “Bapa, apa kehendak-Mu untuk aku lakukan?” Andai saja saudara sadar betapa besar kasih Allah pada saudara, itu akan melenyapkan segala bentuk ego dari kehidupan kita. Sisa hidup saudara akan saudara khususkan untuk melakukan kehendak-Nya. Itulah berita baiknya. Itulah kabar baik Injil. Itulah transformasi yang dibawa pesan Injil.

Berikan Komentar Anda: