SC Chuah | Yohanes 3:31-36 |

Yohanes 3:31-36 mengandung kebenaran rohani yang sangat penting dan indah.

31  Siapa yang datang dari atas adalah di atas semuanya; siapa yang berasal dari bumi adalah dari bumi dan berkata-kata tentang hal-hal di bumi. Siapa yang datang dari surga adalah di atas semuanya. 32  Ia bersaksi tentang apa yang dilihat-Nya dan yang didengar-Nya, tetapi tidak seorang pun yang menerima kesaksian-Nya itu. 33  Siapa yang menerima kesaksian-Nya itu, ia mengaku bahwa Allah adalah benar. 34  Sebab siapa yang diutus Allah, Dialah yang menyampaikan firman Allah, karena Allah mengaruniakan Roh-Nya dengan tidak terbatas. 35  Bapa mengasihi Anak dan telah menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya. 36  Siapa saja yang percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi siapa saja yang tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap tinggal di atasnya.”

Yesus sedang menggambarkan kepada kita perbedaan yang tajam antara yang datang dari atas dari yang di bawah. Ada jurang yang sangat besar antara yang surgawi dengan yang duniawi. Yang datang dari surga adalah sangat berbeda dari yang berasal dari bumi. Apa perbedaannya?

Yesus memberitahu kita dengan bahasa yang sangat mudah dimengerti. Siapa yang berasal dari bumi adalah dari bumi. Ini adalah pertanyaan tentang asal usul kita. Dari mana kita berasal? Pilihan yang tersedia hanya “dari atas” atau “dari bawah”, tidak tersedia pilihan “setengah atas, setengah bawah”.


SELURUH UMAT MANUSIA BERASAL DARI BUMI

Pada dasarnya seluruh umat manusia berada di bawah. Dan di antara kita yang berasal dari bawah ini ada yang lebih baik dan ada yang kurang baik. Ada yang lebih pendek dan ada yang lebih tinggi, ada yang lebih kurus dan ada yang lebih gemuk. Ada yang lebih bemoral dan ada yang kurang bermoral. Ada juga yang sangat bejat. Ada yang kurang perhatian dan ada yang lebih perhatian. Ada yang membaca buku filsafat dan ada yang baca komik. Ada yang memakai handphone untuk menimba ilmu dan ada yang memakainya untuk main game. Ada yang kurang terhormat, ada yang lebih terhormat. Ada yang kantongnya lebih tebal dan ada yang tipis. Beberapa orang sama sekali kosong. Singkat kata, kita semua berbeda satu dari yang lain. Namun, perbedaan kita itu perbedaan-perbedaan yang tipis, tidak terlalu besar. Kita berusaha dan menguras energi dan perhatian kita untuk mengurangi perbedaan-perbedaan itu. Kita memakai energi kita untuk menebalkan kantong kita sedikit, untuk mengecilkan perut kita sedikit, mengurangi satu dua jerawat…untuk mendapatkan lebih banyak perhatian. Pokoknya, kita semua berasal dari bumi dan kita berbicara memakai bahasa bumi.

Sadarkah saudara bahwa itu bukan cara Allah menilai kita? Kita menilai dan melihat sesama secara horisontal tetapi Allah melihat secara vertikal. Terdapat sesuatu yang disebut di atas dan ada yang disebut yang di bawah. Ada yang berasal dari atas, dan ada yang berasal dari bawah. Yang menjad perhatian di sini ialah asal usul kita. Kita semua berada di bawah. Di antara kita yang berada di bawah, perbedaan-perbedaan antara kita dapat digambarkan seperti ini: Bayangkan seorang manusia yang paling bermoral, paling baik di dunia dan kita menempatkan dia di puncak Gunung Everest. Sekarang bayangkan seorang manusia yang paling hina dan paling bejat,  dan kita menempatkan orang ini di lembah paling rendah di bumi ini. Menurut ahli, titik paling rendah itu ada di Laut Mati. Kalau kita melihat dari atas dari surga, apa perbedaannya antara yang paling bermoral dengan yang paling bejat? Hampir tidak ada perbedaannya sama sekali. Perbedaannya terlihat tipis sekali.

Apakah saudara mengerti apa yang mau saya sampaikan? Bayangkan manusia yang paling mundur, yang tinggal di gua, dibandingkan dengan yang paling sofis, paling maju, mungkin yang tinggal di kota metropolitan seperti Jakarta. Apa bedanya? Orang yang tinggal di gua itu kalau dikasi sikat gigi, dimandikan, dicukur, dipangkas rambutnya, dibersihkan dan diberikan pakaian, sepatu yang bagus dan diberikan pendidikan, dia sudah menjadi seorang kota yang sofis. Dengan kata lain, apakah kita tinggal di gua atau di Jakarta, bermoral tinggi atau bermoral rendah, tinggal di sel penjara atau di istana, setiap dari kita, berasal dari bumi dan berbicara dalam bahasa bumi. Kita semua berbicara berdasarkan apa yang kita lihat dan dengar. Apa yang kita lihat dan dengar, itulah yang akan kita bicarakan.


ASAL USUL KITA DIKETAHUI DARI PERCAKAPAN KITA

Mudah untuk mengetahui dari mana asal saya. Mendengarkan loghat saya, saudara sudah tahu dari mana saya berasal. Saya berbicara dengan yakin tentang tempat asal saya. Saya bisa menceritakan banyak hal yang tidak saudara ketahui. Orang yang berasal dari Hongkong akan berbicara dalam bahasa Kanton dan mengenai hal-hal tentang negaranya. Kita semua membicarakan hal-hal yang kita lihat dan dengarkan. Kita berbicara dalam bahasa dan tentang tempat yang menjadi asal usul kita.

Manusia dari bumi akan membicarakan apa yang dia lihat dan apa yang dia dengar. Itu sebabnya tidak sulit untuk melihat dari mana saudara berasal. Apakah saudara berasal dari bumi atau surga, jelas terlihat dari apa yang saudara bicarakan. Apa yang menjadi topik pembicaraan saudara setiap hari? Apa yang keluar dari mulut kita akan dengan jelas menyatakan saudara berasal dari bumi atau surga. Jika saudara lahir dari atas, dengan demikian berasal dari atas, maka saudara akan berbicara tentang hal-hal di atas. Bukankah demikian?


YESUS BERASAL DARI ATAS

Dikatakan bahwa “Dia” yang datang dari atas. Kata “Dia” pertama dan terutama merujuk pada Yesus. Pertemuan dengan Yesus, atau kontak dengan Yesus adalah sebuah kontak dengan yang surgawi. Saat kita bersentuhan dengan Yesus, kita bersentuhan dengan sesuatu yang berasal dari atas. Kita bersentuhan dengan yang surgawi. Itulah yang terjadi apabila kita bertemu dengan Yesus, sebuah pengalaman surgawi. Yesus tidak datang untuk membawa agama baru, kita bersyukur pada Allah karena Yesus tidak datang membawa agama baru. Dia datang untuk membawa sesuatu yang surgawi kepada kita.

Siapa saja yang bertemu dengan Yesus, yang bersentuhan dengan Yesus dalam kehidupannya, dan mengalami apa yang surgawi. Kita tidak akan melihat dunia ini dengan cara yang sama lagi. Seluruh persepsi dan pikiran kita, cara kita menilai dunia ini akan sepenuhnya berubah.

Kekristenan yang sejati adalah sesuatu yang surgawi, berasal dari surga. Kekristenan bukan suatu filsafah atau suatu gaya hidup. Kekristenan bukan sesuatu yang berasal dari nalar manusia. Kekristenan juga tidak ada kaitannya dengan psikologi. Psikologi atau filsafat semuanya bersifat horisontal. Namun saat kita berbicara tentang kerohanian atau kontak dengan Yesus, waktu kita berbicara tentang Yesus, kita berbicara tentang sesuatu yang surgawi. “Hikmat yang dari atas adalah…” (Yakobus 3:17).

Hal yang menarik dari ayat-ayat ini adalah, walaupun cukup jelas bahwa yang disebut di sini merujuk terutamanya kepada Yesus, tetapi gaya bahasanya berlaku untuk semua orang. “Siapa yang datang dari atas adalah di atas semuanya…” Ini adalah sebuah pernyataan terbuka dan tidak terbatas. Merujuk kepada Yesus tetapi tidak terbatas pada Yesus.


ORANG-ORANG SURGAWI

Berdasarkan seluruh Injil, khususnya Injil Yohanes, seorang murid Kristus atau seorang Kristen yang sejati adalah seorang yang berasal dari atas. Dia lahir dari atas (Yoh 3:3,7). Kalau kita lahir dari atas, kita berasal dari atas. Di Yohanes 17, Yesus berkata tentang murid-muridnya, “mereka bukan dari dunia”. Bahkan di Yohanes 17:16, Yesus lebih spesifik lagi, “Mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia.” Kalau bukan dari dunia ini, dari mana? Mereka, seperti Yesus, berasal “dari atas”, “dari surga” (Yohanes 8:23).

Dengan kata lain, kita sedang berbicara tentang satu konsep yang sangat-sangat penting di sini, Yesus sebagai manusia dari surga, manusia surgawi. Adam sebagai manusia dari bumi. Itulah yang dikatakan dengan jelas oleh Paulus di 1 Korintus 15:47-49.

47  Manusia pertama adalah dari bumi, berasal dari tanah; manusia kedua adalah dari surga. 48  Sama seperti yang berasal dari tanah, demikian pula orang-orang yang berasal dari tanah; sama seperti yang surgawi, demikian pula orang-orang yang surgawi. 49  Dan sebagaimana kita telah mengenakan gambar dari yang duniawi, kita juga akan mengenakan gambar dari yang surgawi.

“Sama seperti yang surgawi, demikian pula orang-orang yang surgawi.” Jadi saya harap, saudara bisa melihat dari sini bahwa sebagai murid-murid Yesus atau para pengikut Yesus, kita sebenarnya sama seperti Yesus, juga berasal dari atas, dari surga.


SAUDARA DARI SURGA ATAU DARI BUMI?

Namun yang menjadi pertanyaannya adalah, dalam kehidupan kita setiap hari, apa yang saudara lihat? Apa yang saudara dengar? Apa yang saudara katakan? Apakah ada tanda-tanda jelas bahwa saudara orang surgawi? Atau tanda-tandanya menunjukkan bahwa saudara berasal dari bawah? Dari bumi? Dari debu? Pengakuan kita tidak penting. Kenyataan yang penting. Dalam kenyataan, kita hanya akan mengatakan, kita hanya akan mengucapkan tentang apa yang kita lihat, dan apa yang kita dengar. Kata Yesus kepada Nikodemus, “Sesungguhnya aku berkata kepadamu, kami berkata-kata tentang apa yang kami ketahui dan kami bersaksi tentang apa yang kami lihat…” Perhatikan kata “kami”. Di Yohanes 8, Yesus berkata, “dan apa yang kudengar daripada-Nya, itu yang kukatakan kepada dunia.” Selanjutnya, “Aku, seorang yang mengatakan kebenaran kepadamu, yaitu kebenaran yang kudengar dari Allah.” Di Yohanes 5:19, Yesus berkata, “Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari dirinya sendiri, jikalau ia tidak melihat Bapa mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak.” Pertanyaannya adalah, apa yang kita lihat, dan apa yang kita dengar?

Masa kecil saya, seorang yang sangat pendiam. Pernah satu tahun dalam kehidupan saya, saya membuat tekad untuk membisu. Diam sepanjang hari. Saya ke sekolah, saya membisu dan tidak berbicara satu kata pun sepanjang hari selama satu periode waktu yang panjang. Saya dapat melakukan itu. Jadi pada dasarnya, saya seorang pendiam yang sangat-sangat pemalu. Saya satu kelas di SMA dengan istri saya. Kami termasuk yang paling tinggi di kelas dan istri saya duduk di samping saya di belakang kelas, tetapi tidak sadar akan eksistensi saya. Sampai suatu hari saya sudah sangat tergerak dan berkata sesuatu kepada dia. Saking begitu diam, orang tidak tahu saya ada selama berbulan-bulan sekalipun duduk tidak jauh dari saya!

Namun, sejak saya kenal Tuhan, terkadang saya mengalami kesulitan untuk diam, walaupun saya berusaha menahan diri. Sejak mengenal Tuhan, saya serius mempelajari Firman. Dan oleh anugrah Tuhan, terkadang saya melihat, dan terkadang saya mendengar. Saat saya berada di dalam pertemuan gereja, selalu saja ada sesuatu di dalam hati saya yang ingin saya katakan dan ingin saya saksikan. Selalu terjadi konflik batin karena sifat pendiam saya menyuruh saya diam. Seringkali, sifat pendiam saya menang dan saya diam. Namun setelah keluar dari pertemuan, saya menyesal sekali karena tidak mengatakan sesuatu. Itu selalu terjadi setelah saya mulai mengenal Tuhan. Saya mengalami kesulitan diam, sampai sekarang, bukan karena saya suka bicara tetapi karena adanya desakan batin yang mendesak untuk berbicara.

Apakah saudara pernah mengalami hal ini? Adanya suatu berkat surgawi yang mendesak hati. Dan hati terasa ingin meledak jika ditahan.  Saya sangat bersyukur kepada Tuhan karena diberikan penghargaan tak ternilai untuk menjadi pemberita Injil untuk memberitakan Kabar Baik dari Bapa .


TIDAK SEORANG PUN MENERIMA KESAKSIANNYA

Satu lagi kebenaran yang mau saya sampaikan dari perikop ini adalah suatu struktur yang ada di Injil Yohanes. Perhatikan dua ayat berikut ini, khususnya bagian yang ditebalkan:

32  Ia bersaksi tentang apa yang dilihat-Nya dan yang didengar-Nya, tetapi tidak seorang pun yang menerima kesaksian-Nya itu. 33  Siapa yang menerima kesaksian-Nya itu, ia mengaku bahwa Allah adalah benar.

Perhatikan struktur “tidak seorang pun yang menerima… siapa yang menerima”. Struktur seperti ini sangat mencolok di sepanjang Injil Yohanes dan kita sudah melihat beberapa contoh sebelumnya. Pernyataan pertama disampaikan dengan gaya bahasa yang sepertinya mutlak, tidak seorang pun yang menerima. Yesus bersaksi tentang apa yang dilihatnya dan yang didengarnya, tetapi pada umumnya kesaksiannya ditolak mentah-mentah. Hal-hal surgawi tidak akan diterima oleh orang yang duniawi. Namun apa yang tampak multak tidak sepenuhnya mutlak. Ada segelintir kecil yang akan menerimanya. Dengan kata lain, pada umumnya tidak diterima, tetapi ada beberapa yang menerimanya. Itulah reaksi terhadap Injil, dari dulu sampai sekarang, dan untuk selama-lamanya.

Struktur yang sama muncul di beberapa tempat sebelum ini. Di Yohanes 1:11-12 kita baca, “orang-orang miliknya itu tidak menerimanya. Namun semua orang yang menerimanya…” Pada umumnya dia tidak akan diterima, tetapi mereka yang menerimanya akan diberikan kuasa menjadi anak-anak Allah. Kita juga membaca hal yang sama di Yohanes 3, “Terang telah datang ke dalam dunia, tetapi manusia lebih menyukai kegelapan daripada terang… tetapi siapa saja yang melakukan yang benar, ia datang kepada terang.” Itulah strukturnya, dan itulah pesannya. Pada umumnya segala sesuatu yang berasal dari atas akan ditolak, tetapi tidak secara mutlak. Ada beberapa orang yang akan menerimanya. Itulah sifat dari kebenaran itu sendiri.

Hal ini dapat saya saksikan juga khususnya ketika kami memberitakan kebenaran tentang Monoteisme Alkitabiah. Pada umumnya akan selalu ditolak, tetapi ada beberapa yang akan menerima. Itulah polanya. Di Yohanes 8:45, Yesus mengatakan sesuatu yang cukup memilukan, “Tetapi karena Aku mengatakan kebenaran kepadamu, kamu tidak percaya kepada-Ku.” Mengapa orang tidak percaya kepadanya? Karena Yesus mengatakan kebenaran!

Ada seorang saudara yang berkata kepada saya, berdasarkan pengamatannya, sebenarnya tidak banyak orang yang bisa menerima apa yang saya katakan dari mimbar ini. Saya minta klarifikasi, tidak bisa mengerti atau tidak bisa menerima? Kalau tidak bisa mengerti, saya harus bertobat.  Saya tidak ingin memberitakan apa pun yang tidak dapat dimengerti! Kalau tidak bisa menerima, saudara yang harus bertobat. Kalau tidak bisa mengerti dan tidak bisa menerima, kita sama-sama harus bertobat!

Saya berkata kepadanya, saya memberitakan firman Tuhan setiap minggu dengan kesadaran penuh bahwa firman itu tidak akan diterima. Firman itu tidak akan diterima pada umumnya, tetapi ada beberapa yang akan menerima. Dan untuk beberapa yang menerima itulah, saya terus memberitakan firman Tuhan.

Yesaya mendengar suara Tuhan berkata, “Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?” Maka sahutku: “Ini aku, utuslah aku!” Allah akhirnya mengutus Yesaya dengan pesan berikut, “Pergilah dan beritakan kepada mereka, tetapi mata mereka tidak akan melihat, teling mereka akan berat mendengar dan mereka tidak akan menerima apa yang kamu katakan. Mereka pasti akan menolak kamu!” Kita selalu berpikir, kalau diutus Allah pasti sukses. Namun Yesaya diutus Allah tetapi Allah sepertinya berkata kepadanya, dijamin gagal! Dijamin pesan kamu akan ditolak. Namun di kitab Yesayalah ada disebutkan tentang “sisa orang Israel”. Sekali lagi kita lihat polanya, pada umumnya menolak, hanya sisa yang menerima.

Pernahkah menonton film Matrix, film itu ada satu cuplikan yang keren. Morpheus bertemu dengan Neo. Neo bertanya, “What is the truth? Apa itu kebenaran?” Morpheus berkata, “Sayangnya apa itu kebenaran, tidak dapat saya jelaskan dengan perkataan. Kamu harus melihatnya sendiri.” Kemudian dia berkata, ini pilihannya. “Ini pil biru dan ini pil merah. Kamu minum pil biru ini dan kamu akan melupakan semua ini dan kamu bisa mempercayai apa saja yang kamu suka. Tetapi kalau kamu ambil pil merah ini, kamu akan mengetahui kebenaran.” Neo mengambil pil merah. Sebelum dia minum, Morpheos berkata, “Ingat, saya hanya menawarkan kepada kamu kebenaran, dan hanya kebenaran, tidak ada yang lain.” Neo  meminumnya dan setelah itu, Morpheus bangun dan berkata, “Ikutlah aku…” Setelah itu bagi Neo semuanya berubah.

Hari ini saya memberikan satu tantangan kepada saudara. Apakah saudara mau mengambil resiko ini: Pil merah atau pil biru? Ingat, Yesus hanya menawarkan kebenaran, tidak ada yang lain.


PERCAYA ATAU TIDAK, TIDAK MENGUBAH KENYATAAN

Yang terakhir, seluruh konteks ini bicara tentang percaya atau tidak. Apakah saudara percaya atau tidak, tidak mengubah apa apa pun. Apakah saudara mempercayai sesuatu atau tidak, tidak akan mengubah kenyataan apa pun. Contohnya, kalau kita berada di samping laut, dan saya memberitahu saudara bahwa di dalam laut ini ada ikan yu. Apakah saudara percaya atau tidak, ikan yu itu tidak akan hilang. Ikan yu tidak akan hilang karena saudara tidak percaya pada keberadaan ikan yu itu. Kalau saudara tidak percaya ada ikan yu dan saudara melompat ke dalam laut itu, apa yang berubah? Ikan yu yang hilang karena saudara tidak percaya atau saudara yang hilang dilahap yu? Saudara yang hilang, betul? Jadi apa pun yang kita percayai atau tidak percayai, tidak mengubah kenyataan sama sekali. Ini sangat-sangat penting. Apakah saudara percaya atau tidak bahwa selain dari bumi ini ada surga, tidak akan mengubah kenyataan sama sekali. Yang berubah hanya saudara.

Kalau saya berkata kepada saudara bahwa ada sebuah pulau yang sangat-sangat indah, apakah saudara percaya atau tidak, tidak akan menghilangkan pulau itu. Jika saudara tidak percaya, saudara tidak akan pernah sampai ke pulau itu. Dengan cara yang sama, apakah saudara percaya atau tidak, tidak akan mengubah kenyataan apa pun. Bebannya ada di kita untuk mencaritahu, sebenarnya pulau itu ada atau tidak.

Yang terakhir saya benar-benar berharap, saudara mengambil pil merah itu. Saudara akan mengalami kebenaran bahwa Allah itu penuh kemurahan. Dia memberikan Roh-Nya tanpa batas. Dalam bahasa Inggris, “without measure”, tanpa mengukur-ukur. Kita manusia suka mengukur-ukur saat memberi. Namun waktu Allah memberi, dia tidak mengukur-ukur, Dia memberi dengan murah hati. Roh itu diberikan kepada kita agar kita melihat, mendengar dan berkata-kata.  Dan saudara akan mengalami apa yang disebut kekayaan sejati dalam hidup saudara. Kekayaan yang sejati, yang sesungguhnya.

Berikan Komentar Anda: