SC Chuah | Natal 2022 |

Semoga Allah, sumber ketekunan dan penghiburan, memberikan kepada kamu hidup yang sehati sepikir, sesuai dengan kehendak Kristus Yesus, (Roma 15:5)

Salah satu deskripsi Allah dalam Perjanjian Baru adalah “Allah, sumber ketekunan dan penghiburan”. Kata “penghiburan” dalam bahasa Inggris adalah encouragement. Bayangkan jika Allah yang ini menjadi Allah saudara melalui Kristus. Saya percaya saudara tidak akan pernah mengenal kata “putus asa” atau kata “menyerah” lagi. Bagaimana mungkin saudara dapat menjadi putus asa jika Allah yang merupakan sumber penghiburan telah menjadi Allah saudara? Keputusasaan merupakan tanda jelas bahwa saudara tidak sedang bersentuhan dengan Dia.

Kata “tekun” menyatakan secara tidak langsung bahwa kehidupan Kristen itu tidak mudah dan penuh tantangan. Orang yang tekun adalah orang yang terus melangkah sekalipun menghadapi pelbagai rintangan, alias orang yang pantang menyerah sekalipun berada di bawah tekanan. Allah kita digambarkan sebagai sumber ketekunan.

Kita perlu mengenal Allah dengan tepat. Orang yang suka mencela, mengutuk dan suka menghakimi tidak mengenal Allah. Demikian juga, orang yang kata-katanya selalu membawa keputusasaan bagi orang lain. Jika saudara mendengarkan suara, (apakah dari orang atau bisikan hati) yang membuat saudara putus asa dan ingin menyerah dalam perjalanan rohani ini, ketahuilah bahwa suara itu tidak berasal dari Allah. Di balik suara itu adalah Iblis, sang pendakwa.

Jika saudara mendengarkan pesan dari mimbar yang membuat saudara putus asa, hal ini terjadi hanya karena dua alasan. Pertama, saudara salah menanggapi atau salah memahami pesan tersebut, atau; kedua, pengkhotbah tersebut memang tidak mengenal Allah. Allah adalah sumber ketekunan dan penghiburan. Teguran dan didikan-Nya membawa pada pertobatan dan pembaruan, bukan pada kemunduran. “Siapa yang Kukasihi, ia Kutegur dan Kuhajar; sebab itu, bersungguh-sungguhlah dan bertobatlah!”


MENGATAKAN KEBENARAN DALAM KASIH

Kebenaran harus dinyatakan “dalam kasih” (Ef 4:15). Ada orang yang membanggakan kejujurannya, yang mengatakan kebenaran apa adanya tanpa filter. Sebenarnya orang seperti ini sedang membanggakan sifat kekanak-kanakkannya. Hanya anak belum dewasa yang berbicara apa adanya tanpa filter. Kata-kata seperti “bodoh”, “goblok” atau “tidak berguna” merupakan kata-kata yang tidak pantas dipakai dalam keluarga orang percaya, terutama seorang kepala keluarga. Kata-kata semacam ini membawa keputusasaan dan depresi. Seorang ayah yang sering mengeluarkan kata-kata kasar semacam ini hanya akan ditakuti, tidak akan pernah dihormati.

Kita memang harus selalu mengatakan kebenaran. Hal ini patut selalu didorong sejak kecil. Akan tetapi, mengatakan kebenaran secara mentah-mentah tidaklah bermanfaat dalam segala situasi. Pernyataan “Wajahmu jelek sekali!” atau “Masakan kamu cocok dimakan babi” mungkin ada benarnya, tetapi apakah pantas diucapkan? Mengatakan kebenaran harus dilakukan dengan penuh kepekaan dan tenggang rasa. Seperti firman Tuhan, kebenaran harus dinyatakan dalam kasih. 


JEMAAT, TEMPAT PENGHIBURAN

Kita hidup di dunia penuh dosa yang membawa pelbagai macam kegelisahan, kekhawatiran, kecemasan dan keputusasaan. Sebagai umat Allah, kita harus mengenal sumber penghibur kita, yaitu Allah sendiri dan dengan demikian juga ditransformasi menjadi para penghibur.

Akan tetapi, Allah, yang menghibur orang yang putus asa, menghibur kami dengan kedatangan Titus. (2Kor 7:6)

Terjemahan bahasa Inggris berbunyi seperti berikut, God, who comforts the depressed. “Allah, yang menghibur orang yang depresi”. Sebagai umat Allah, kita harus bertekad untuk tidak mengizinkan depresi atau rasa putus asa menempati hati kita. Dalam konteks ini, kedatangan Titus membawa penghiburan. Apakah kedatangan saudara ke suatu tempat membawa penghiburan? Atau, sebaliknya, kegelisahan?

Keputusasaan merupakan dosa. Setiap kali kita merasa putus asa, kita menyatakan hal-hal berikut secara tidak langsung. Pertama, Allah tidak peduli pada kita. Kedua, situasi berada di luar kendali. Ketiga, Allah tidak berada di atas takhta, sebaliknya, Iblis yang sedang bertakhta. Itulah implikasinya. Oleh karena itu, dari pengalaman kita tahu keputusasaan tidak pernah diikuti dengan hal-hal yang baik. Keputusasaan selalunya diikuti oleh sikap cuek, sikap acuh tak acuh, dan dalam kasus tertentu, kepahitan dan kebencian. Apa pun yang terjadi, jangan izinkan keputusasaan mengambil tempat dalam hati saudara. Jangan sekali-kali juga membuat keputusan-keputusan penting dalam keadaan putus asa.  


MENGUATKAN SATU DENGAN YANG LAIN SETIAP HARI

12  Berhati-hatilah Saudara-saudara, janganlah ada di antara kamu yang memiliki hati yang jahat dan yang tidak percaya, yang membuatmu berpaling dari Allah yang hidup. 13  Sebaliknya, nasihatilah (encourage) satu dengan yang lain setiap hari, selama masih ada yang disebut “hari ini” supaya tidak ada di antaramu yang dikeraskan oleh tipu daya dosa. (Ibrani 3)

Saudara-saudara, dengarkanlah orang yang menasihati kita untuk “berhati-hati”. Kita hidup dalam iklim rohani yang serba dangkal sehingga peringatan untuk berhati-hati dianggap tidak zaman lagi. Kita bahkan terkadang diberitahu bahwa kita tidak mungkin berpaling dari Allah. Akan tetapi, seorang ayah yang bertanggung jawab akan memperingatkan anaknya untuk berhati-hati ketika melewati jalan tertentu yang penuh bahaya. Bahayanya ialah bahaya berpaling dari Allah oleh tipu daya dosa. Dunia ini mengandung kekuatan-kekuatan gelap yang tidak pernah berputus asa berusaha membuat kita berpaling dari Allah.

Yang tergolong di bawah “tipu daya dosa” bukanlah dosa-dosa seperti zinah, berdusta, mencuri yang terang-terangan dikenali sebagai dosa. Banyak dosa yang kita lakukan yang menjauhkan kita dari Allah tanpa kita menyadarinya. Dosa seperti kemunafikan termasuk dosa yang mengandung tipu daya. Kita merasa “rohani”, tetapi sebenarnya hanya “religius”. Dosa-dosa lain yang mengandung unsur tipu daya termasuk kesombongan, keangkuhan, cinta uang, dan keegoisan. Kita berbuat dosa tanpa kita mengetahuinya. 

Penulis surat Ibrani meminta kita untuk encourage (mendorong) satu dengan yang lain SETIAP HARI, selama masih ada yang disebut “HARI INI”. Setiap hari merupakan kesempatan bagi kita untuk saling mendorong dan saling menguatkan, bukan saja untuk “makan”. Kita semua akrab dengan lagu rohani “Hidup Ini Adalah Kesempatan”. Dalam cara yang paling sederhana, bagaimana kita melayani Tuhan? Bagaimana kita menjadi berkat? Ibrani 3:13 merupakan jawabannya, sesuatu yang dapat kita lakukan setiap hari.

Apakah kita mengatakan sesuatu atau berbuat sesuatu untuk menguatkan saudara-saudara yang kita temui setiap hari? Siapakah saudara yang kita temui setiap hari? Bukankah itu pertama-tama, pasangan dan anak-anak kita? Berikutnya, saudara-saudara di gereja? Firman Tuhan mendorong kita untuk mendorong dan menguatkan seseorang setiap hari.


BELAJAR DARI YUSUF

Mari kita belajar dari Yusuf. Di Kejadian 40, Yusuf berkata kepada sesama tahanannya, “Mengapakah hari ini mukamu semuram itu?” Seluruh kisah Yusuf berengsel pada pertanyaannya ini. Pertanyaan inilah yang menjadi titik balik dari nasib Yusuf.  Besar kemungkinan, dari semua tahanan di penjara Mesir itu, muka Yusuf yang seharusnyalah yang paling muram. Akan tetapi, dialah yang bertanya, “Mengapakah mukamu semuram itu?”

Pertanyaan-pertanyaan seperti, Are you okay? atau “Apakah kamu baik-baik saja?” membuka kesempatan kita untuk saling menguatkan. Saya tidak berjanji saudara akan menjadi Presiden atau Perdana Menteri karena itu, seperti yang terjadi pada Yusuf, tetapi siapa tahu? 🙂 

Kiranya pada zaman yang semakin anti-Allah ini, jemaat-jemaat Allah menjadi semakin kuat dalam pengabdian kita terhadap Allah Bapa dan Anak-Nya Yesus Kristus. Selamat menyambut Natal 2022 dan Tahun Baru 2023. Kiranya kita menjadi orang yang merupakan sumber ketekunan dan  penghiburan kepada semua orang yang ada di sekitar kita.

 

Berikan Komentar Anda: