Pastor Eric Chang | Kekuatan Dalam Kelemahan (1) |

Di sekitar tempat tinggal kami yang baru di Hong Kong, sedang berlangsung proyek pembangunan jalan baru. Di kedua sisi jalan itu banyak ditanami pohon-pohon untuk menarik lebih banyak orang supaya pindah ke daerah itu. Sayangnya, usaha itu tidak terlalu berhasil. Saya perhatikan bahwa pohon-pohon yang masih muda ini sangat kurus dan hanya mempunyai sedikit ranting. Pohon-pohon itu harus berjuang keras untuk bertumbuh di dalam sebuah lingkungan yang tidak bersahabat.

Daerah itu tidak mempunyai sistem pengairan yang baik, jadi pemerintah setempat memasang pipa air di sepanjang sisi jalan. Pipa panjang tersebut diberi lubang kecil di setiap tempat yang ditanami pohon untuk mengairi pohon-pohon tersebut selama musim panas. Akan tetapi, banyak lubang di atas pipa air tersebut yang tersumbat sehingga penyiraman tidak berjalan dengan lancar. Akibatnya pohon-pohon yang baru ditanam itu kebanyakannya sudah mulai layu. Daun-daunnya kering dan warnanya telah berubah menjadi coklat tua. Pohon-pohon itu kelihatannya telah gagal dalam usaha mereka untuk bertahan hidup.

Hal yang ironis dan menyedihkan adalah pohon-pohon tersebut mati kekeringan padahal terdapat sebuah aliran air sedang mengalir melewati mereka. Mereka layu dan mati sedangkan tersedia air segar yang berlimpahan berdekatan dengan mereka. Sumber kehidupan sesungguhnya begitu dekat, tetapi dalam kenyataannya masih tidak terjangkau. Bayangkan jika hal ini terjadi pada kita. Jika kita adalah salah satu dari pohon ini dan kita hanya dapat melihat air mengalir dengan limpahnya melewati kita, sementara kita ditinggalkan dalam keadaan yang sekarat. Kita berada di dalam keadaan haus dan merasa dihanguskan oleh terik matahari yang menyengat. Kita merindukan beberapa tetesan air, tetapi air itu tidak dapat kita jangkau. Ia mengalir lewat begitu saja di depan mata kita. Di beberapa tempat pada sepanjang pipa terse­but, ada beberapa pohon tampak subur dan dedaunan­nya berwarna hijau karena lubang-lubang pipa air di sekitar­nya tidak tersumbat. Namun, kebanyakan dari pohon-pohon yang ada sedang sekarat. Saya berpikir, “Di mana pengurus taman ini? Apa yang sedang dikerjakannya? Apakah ia hanya menunggu sampai pohon-pohon ini mati sebelum ia mau berbuat sesuatu?”

Ada banyak hal dapat kita pelajari dari situasi ini. Sebagai umat Allah, di dalam diri kita terdapat aliran-aliran air hidup. Seperti yang dikatakan Paulus, kita mempunyai harta ini (air hidup ini) di dalam bejana tanah liat (2Kor 4:7).

Banyak orang di sekitar kita menengadah sambil berkata, “Berikan kami sedikit air, kami sedang binasa! Jika tidak cepat, mungkin akan terlambat!” Apakah kita begitu disibuk­kan dengan hal-hal lain sehingga kita mengabaikan mereka yang berada di sekeliling kita dan membiarkan mereka untuk binasa? Sering kali kita terlalu sibuk menyalurkan air itu ke tempat yang jauh dan lupa untuk membagikannya kepada mereka yang berada di sekitar kita. Barang kali kita mengu­cap selamat pada diri sendiri dan berkata: “Ya, di sebelah sana, terdapat beberapa pohon yang tumbuh dengan subur karena perhatian kita. Pipa kita masih berfungsi.”

Akan tetapi, bagaimana dengan kebanyakan orang yang sedang mati kehausan dan sedang binasa di sekitar kita?

Di manakah gereja yang berfungsi? Di sana sini terdapat satu dua pohon kecil yang bertumbuh, dan kita merasa bangga dan berkata bahwa karena kita pohon-pohon kecil ini bertumbuh.

Namun, bagaimana dengan sejumlah besar orang yang sedang binasa? Kita tidak mempunyai waktu untuk memikir­kan mereka. Kita hanyalah satu pipa air. Bagaimanapun juga, berapa banyak pohon yang dapat kita perhatikan?

Pipa air yang saya sebutkan tadi mengandung cukup banyak air untuk semua pohon, andai saja tukang kebun mau memastikan supaya lubang-lubangnya tidak tersumbat. Apakah kita seperti pipa air yang tersumbat itu?


Orang yang Kehausan

Beberapa bulan yang lalu, dalam penerbangan kembali ke Montreal dari Timur Tengah, saya duduk di samping seorang pria. Dari pembicaraan, saya mendapati bahwa pria ini telah mencari kebenaran sejak masa mudanya. Ia berusaha mencari jawaban kepada pertanyaan-pertanyaan tentang kehidupan, tetapi ternyata sia-sia. Ia tidak pernah menemu­kannya dan tidak ada orang yang dapat memberitahu dia. Ia duduk di samping anaknya, pemuda yang tampan dan seorang ahli ilmu purbakala. Saya berbicara dengan pria ini dan bertanya tentang kehidupannya. Ia bercerita kepada saya, “Sebenarnya dulu saya belajar kedokteran. Namun, saya rindu untuk mengetahui apa artinya hidup ini. Saya berusaha mencari jawaban kepada banyak pertanyaan yang menghantui saya.” Akhirnya, karena tidak tahan lagi, dia pun meninggalkan studi kedokterannya untuk beberapa waktu untuk mempelajari ilmu filsafat, dengan harapan untuk menemukan jawaban kepada pertanyaan-pertanyaannya. Akan tetapi, bukan jawaban yang dia temukan, tetapi justru lebih banyak pertanyaan.

Dua puluh tahun kemudian, saya duduk di sampingnya dan bertanya, “Bagaimana pandangan Anda tentang kehidupan sekarang, apakah hingga saat ini kamu masih belum menemukan jawabannya?” Ia menjawab, “Saya sudah pasrah dan menerima kenyataan bahwa kehidupan ini tidak ada jawabannya. Yang ada hanya pertanyaan dan kita cuma perlu menerima kenyataan ini.” Dia juga memberitahu saya bahwa ia sekarang bekerja sebagai Profesor Filsafat di McGill University dan juga membuka praktik sebagai dokter penyakit jiwa.

Lalu saya bertanya lagi, “Apa yang Anda ajarkan selama ini, mengingat Anda hanya mempunyai pertanyaan dan tidak ada jawaban?” Ia menjawab, “Saya mengajar murid-murid saya untuk melihat pertanyaan-pertanyaan itu.” Saya bertanya lagi, “Bagaimana dengan orang-orang yang datang untuk mencari jawaban?” Ia menjawab, “Seperti saya, mereka harus mengerti bahwa tidak ada jawabannya.” Saya berkata kepadanya, “Apakah pernah terlintas di pikiran Anda bahwa mungkin ada jawabannya?” Katanya, “Oh tentu, tetapi di mana?” Saya berkata, “Apakah Anda tidak keberatan kalau saya menceritakan sedikit tentang kehidupan saya?” Ia berkata, “Oh, silakan saja, ceritakan.”

Jadi, saya menceritakan kepadanya kesaksian hidup saya dan ia menjadi sangat tertarik. Ia berkata, “Sungguh? Kamu benar-benar pernah bertemu dengan Allah? Apakah mung­kin untuk seseorang mengenal Allah?” Sebuah wawasan yang baru mulai terbuka bagi dia. Mulai timbul di dalam dirinya suatu semangat yang baru. Akhirnya ia berkata, “Mungkin masih ada jawabannya.” Setibanya kami di Montreal, saya berjanji bahwa saya akan menghubunginya lagi. Saya memberi beberapa eksemplar buku kesaksian saya dan juga beberapa buku yang menceritakan tentang pekerjaan Allah yang ajaib dan nyata kepadanya. Oleh karena saya harus melanjutkan perjalanan ke Timur jauh, kami sepakat untuk bertemu lagi bila saya kembali akhir tahun nanti.

Kisah ini menggambarkan seseorang yang rela mening­galkan studi kedokteran untuk mencari jawaban kepada pertanyaan-pertanyaan tentang kehidupan. Namun, bukannya jawaban, tetapi lebih banyak pertanyaan yang ditemukannya. Orang ini umpama sebatang pohon muda, seorang mahasiswa kedokteran muda yang sedang mencari air kehidupan. Namun, dengan berjalannya waktu, bibit-bibit kerinduan rohnya menjadi layu karena kehausan. Ia menjadi seorang yang sinis: yang ada hanya banyak pertanyaan, tidak ada jawabannya. Dia menerima kenyataan itu dengan berani.

Dalam perjalanan dari Montreal ke Hong Kong, sekali lagi saya berada di atas pesawat. Kali ini saya duduk berdampingan dengan seorang pria Thai dari Bangkok. Kami bercakap-cakap dan ia menceritakan kepada saya tentang kehidupannya. Ia baru saja kembali dari tur keliling Eropa. Ia telah mengambil pensiun dini dan ia berkata kepada saya, “Tidak ada gunanya bekerja sampai mati, bukan? Apa tujuannya kehidupan ini? Apakah ada artinya hidup ini? Saya sudah mencapai puncak karir saya di perusahaan Shell di Thailand dan saya memutuskan untuk pensiun dini. Saya memiliki cukup uang untuk kebutuhan saya dan jika saya terus bekerja seperti itu, pernikahan saya akan hancur. Saya jarang sekali berada di rumah karena terlalu sibuk dengan pekerjaan. Bahkan kesehatan saya pun mulai terganggu. Semua keinginan saya sudah tercapai dan itu sudah cukup. Sekarang saya ingin menikmati apa yang sisa dari hidup ini.” Bagi dia, menikmati hidup berarti melakukan perjalanan keliling Eropa, meskipun sangat melelahkan karena mengun­jungi tujuh negara dalam sepuluh  hari. Itulah caranya orang ini menikmati hidup. Saya dapat memikirkan cara yang lebih baik untuk menikmati hidup! Bagi saya, mengadakan perjalanan sangat melelahkan. Bahkan hanya berpikir tentang perjalanan keliling tujuh negara dalam sepuluh hari saja sudah cukup melelahkan. Mungkin hal itu sesuatu yang baru baginya.

Kami berbicara tentang tujuan hidup. Bagi dia, kehidupan ini tidak ada tujuannya. Saya berpikir sendiri bahwa orang ini telah mencapai usia pensiun dan telah mendaki tangga kehidupan sampai ke puncak, tetapi masih belum memahami artinya hidup ini. Orang ini juga merupakan salah satu pohon yang ditanam di tepi jalan itu. Andai saja pada masa mudanya, seseorang menyalurkan sedikit air kepadanya. Saya bertanya, “Apakah Anda tidak bosan? Bagaimana Anda menghabiskan waktu?” Ia berkata, “Saya bermain golf.”

Coba bayangkan: jika yang sisa dalam kehidupan ini hanyalah golf, bukankah sangat tidak berarti? Kehidupan macam apa itu? Tragis sekali! Sama sekali tidak berarti! Namun, apa yang dapat kita katakan? Kehidupan rohaninya sudah layu dan mati. Sekarang ia menghabiskan sisa hidup­nya dengan memukul bola golf dua kali seminggu. Saya tidak melanjutkan untuk bertanya kegiatan apa lagi yang dia lakukan pada hari-hari yang lain. Mungkin hanya berbaring-baring di serambi dan tidur-tiduran. Sungguh mengerikan!

Kita harus membawa air kehidupan kepada orang-orang seperti ini. Apa yang terjadi kepada jiwa, roh dan potensi ke­kal yang ada pada orang-orang ini? Sudah layu karena tidak ditemukan air?


Injil Kristus, Air Kehidupan

Ketika saya berbicara tentang air kehidupan, tentu saja, saya berbicara tentang Injil Kristus. Namun, apakah Injil itu? Mungkin Anda sudah lama menjadi orang Kristen, tetapi tahukah Anda apakah Injil itu? Mungkin kita sendiri masih belum memahami dengan baik pesan yang sebenarnya dari Injil.

Bagaimana Anda dapat menyampaikan Injil kepada orang yang haus jika Anda tidak tahu apa Injil itu?! Tidak heran Anda tidak dapat memberikan air hidup itu kepada siapa pun. Apakah karakter Injil yang paling penting? Bagaimana seharusnya Injil disampaikan?

Saya akan membahas dari Lukas 10:3. Kepada tujuh puluh murid yang akan diutusnya, Yesus berkata:

“Pergilah, sesungguhnya aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala.”

Ayat ini sangat kaya artinya. Semakin banyak saya mere­nungkan ayat ini, semakin ragu saya ingin mengkhotbah­kannya. Terdapat kekayaan yang  berkelimpahan di dalam ayat ini. Mengapa ayat ini begitu penting? Karena ayat ini mengandung inti Injil: apa yang Injil lakukan dan bagaimana ia harus diberitakan. Lebih dari itu, ayat ini juga mudah diingat karena ayat ini membandingkan dua gambaran yang bertentangan, yaitu serigala dan anak domba, atau lebih tepat lagi, sekelompok serigala dan sekelompok anak domba.

Semakin Anda merenungkan gambaran ini, semakin Anda diherankan. Kita tidak perlu imajinasi yang terlalu hebat untuk membayangkan apa yang akan terjadi kepada anak domba yang diutus ke tengah-tengah serigala. Dapatkah Anda membayangkan berapa lama anak domba itu dapat bertahan hidup? Apakah mereka dapat bertahan selama lima menit? Anak-anak domba yang malang dan tidak berdaya tersebut akan segera dicabik-cabik serigala. Yesus bahkan tidak menyebut “domba”, setidaknya domba lebih besar, hampir sebesar serigala. Yang disebut di sini adalah anak domba! Anak domba melawan serigala? Ini benar-benar anak domba yang diutus untuk dibantai!

Yesus berkata, “Aku akan mengutus kamu untuk berhadapan dengan lawan yang tidak sebanding.” Apa tujuannya? Apakah ini suatu strategi? Apakah ini suatu lelu­con? Jika ini suatu lelucon, ini lelucon yang kejam bagi anak-anak domba. Jadi apa sebenarnya yang ingin disampaikan oleh Yesus?


Seperti Apakah Karakter Serigala?

Kita harus memahami karakter serigala. Apa yang Anda tahu tentang serigala? Bangsa Palestina sangat mengetahui tentang serigala karena mereka adalah kaum nomad. Domba menafkahi kehidupan mereka. Domba-domba mereka harus dilindungi dan ancaman terbesar kepada domba-domba mereka adalah serigala.

Baru-baru ini, saya membaca sebuah artikel yang menarik di majalah National Geographic mengenai serigala Arktik. Serigala Arktik tidak jauh berbeda dari serigala di tempat-tempat lain, hanya mereka tinggal di benua Arktik. Beberapa penyelidik berhasil mendekati serigala-serigala tersebut dan memperhatikan tingkah laku kawanan serigala itu dari jarak dekat.

Dari penelitian itu, mereka menyimpulkan karakter serigala dengan tiga kata: agresif, sombong dan sangat egois. Itulah sifat dasar serigala. Kehidupan bermasyarakat serigala dapat digambarkan sebagai suatu masyarakat yang berdisiplin. Serigala jantan yang perkasa dan dominan yang memimpin. Sistem kehidupan kawanan serigala merupakan suatu sistem di mana yang kuat menguasai yang lemah. Serigala yang kuat tentu saja adalah serigala yang lebih besar, lebih licik dan lebih kejam. Kawanan serigala berfungsi berdasar­kan pola ini.

Manusia juga berfungsi dengan cara yang sama, tetapi mungkin dengan cara lebih halus dan tersembunyi. Itulah sebabnya Yesus berkata di Matius 20:25,

Kamu tahu bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa bertindak sebagai tuan atas rakyatnya, dan para pembesar­nya bertindak sewenang-wenang atas mereka.

Manusia dalam hidup bermasyarakat berfungsi atas dasar yang sama seperti kawanan serigala. Siapa selalunya yang lebih berkuasa? Selalunya orang yang suka bersaing, cerdik, licik dan dapat mempengaruhi orang lain, orang yang pandai memikat hati dan memenangkan suara. Orang seperti inilah yang menjadi pemenang. Ia dapat menguasai baik dengan senyumannya, atau dengan kekerasan. Pada akhirnya, orang jahatlah yang menang. Walaupun jahat, tetapi ia ingin memberikan kesan bahwa ia seorang yang baik, penyelamat dunia, penyelamat bangsa, dan juga penyelamat Anda. Selama Anda mengikutinya, Anda tidak akan lapar. Ia akan melindungi Anda dan akan melakukan yang terbaik untuk Anda – ia merupakan seorang manipulator yang hebat. Orang seperti inilah yang akan menjadi pemimpin.

Ketika Yesus berbicara mengenai kawanan serigala, ia sebenarnya sedang berbicara tentang masyarakat dunia sebagaimana adanya. Kita yang hidup di dalam dunia ini tahu siapa yang berpengaruh. Di perusahaan umpamanya, hanya satu orang saja yang dapat memiliki posisi puncak. Anda berusaha mengambil hatinya untuk mencapai posisi yang lebih tinggi. Jadi, kalau tidak dapat menjadi nomor satu, Anda dapat menjadi nomor dua dengan menjilat orang yang memegang kekuasaan. Masyarakat duniawi beroperasi seper­ti ini. Itulah caranya seseorang mendapatkan kekuasaan.

Jadi ketika Yesus berkata, “Aku mengutus kamu ke tengah-tengah serigala”, Yesus sebetulnya berkata, “Inilah dunia. Tahukah kamu bagaimana bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah berfungsi? Mereka berusaha mendominasi yang lain.” Semua ingin menjadi bos besar. Para bandit tidak begitu halus dan lebih terang-terangan dalam menunjukkan kekuasaan: “Mari sini. Pergi sana. Aku tembak jika kamu tidak ikut perintahku.” Banyak politikus melakukan hal yang sama, tetapi dengan cara yang lebih halus. Bilamana terjadi perebutan kuasa di perusahaan, hal yang sama terjadi, bukan? Di mana-mana sama saja – perilaku yang sama seperti kawanan serigala.

Jadi, apabila Yesus berkata, “Aku mengutus kamu”, ia sebetulnya berkata, “Aku mengutus kamu ke dalam dunia serigala”.

Bagaimana perasaan Anda diutus ke dalam lingkungan yang seperti ini? Bagaimana perasaan murid-muridnya saat mendengar, “Aku akan mengutus kamu dan kamu akan dibantai oleh serigala.” Apakah benar mereka akan dibantai?


Serigala Menjadi Anak Domba

Mungkin Anda berkata, “Tunggu dulu, sebelum kita pergi sejauh itu, bukankah kita semua serigala sebelum kita menjadi orang Kristen?” Memang benar. Sebelum saya menjadi orang Kristen, saya adalah seekor serigala. Kalau bukan karena anugerah Allah, saya mungkin masih seekor serigala dan akan melenyapkan semua lawan dan merebut tempat tertinggi sama seperti orang lain. Meskipun semua orang menantang saya, saya tidak pernah takut. Sebelum saya menjadi orang Kristen, cita-cita saya adalah terjun ke dunia militer. Untuk mencapai karir tertinggi dalam dunia militer, Anda perlu bersikap kejam. Saya siap melakukan apa saja yang perlu untuk mencapai posisi tertinggi dengan alasan demi menyelamatkan negara. Sudah tentu ambisi saya juga termasuk menjabat sebagai kepala negara. Kesombongan dan arogansi yang tersembunyi! Kita bahkan menyembunyikan motif kita yang sebenarnya. Sebelumnya saya memang seekor serigala.

Yesus berkata kepada murid-muridnya, “Aku mengutus kamu sebagai anak domba.” Apakah kita melihat anak-anak domba itu? Di manakah anak-anak domba yang disebut Yesus?

Pertama-tama, mereka harus menjadi anak-anak domba terlebih dulu. Setelah itu baru mereka dapat diutus. Dari pernyataan yang menakjubkan ini, Yesus secara tidak lang­sung menyatakan bahwa menjadi seorang Kristen yang sejati berarti ditransformasikan dari serigala menjadi anak domba. Prinsip transformasi disimpulkan dalam ayat ini. Allah harus melakukan sesuatu dengan saya. Ia harus menangkap serigala ini dengan gigi-giginya yang tajam, beserta dengan semua kelicikan dan kekejamannya, dan mengubah karakternya secara menyeluruh menjadi anak domba.

Anda berkata, “Tunggu sebentar, saya suka jadi serigala. Saya suka gigi saya yang tajam. Tanpa gigi dan taring yang tajam, dengan apa saya harus melindungi diri saya? Tidak ada yang akan membela saya. Anda baru saja menyatakan bahwa masyarakat dunia ini adalah masyarakat serigala. Saya merasa nyaman hidup di tengah masyarakat ini. Saya telah mendapatkan tempat saya di dalam masyarakat ini. Sekarang Anda ingin mengubah saya menjadi domba, dan akhirnya, menjadi domba panggang buat santapan serigala? Serigala akan segera menghabisi saya. Saya tidak menyukai hal ini. Saya akan ditinggalkan dalam keadaan tanpa pertahanan. Saya tidak ingin diubahkan.”

Tahukah Anda, bahwa masih banyak orang Kristen yang tidak mau diubahkan karena alasan yang disebutkan di atas? Menjadi anak domba berarti Anda akan berada dalam keadaan yang mudah diserang. Banyak orang hanya berubah di kulit luarnya saja, menjadi serigala berbulu domba. Anda menjadi anak domba sebatas kulit saja, tetapi di dalam Anda masih tetap seekor serigala. Saya harap Anda memahami kia­san ini. Itulah gambaran yang dipakai Yesus di Matius 7:15.

Sering kali kita menemukan banyak orang di gereja yang kelihatan seperti anak domba. Namun, saat kita menyinggung perasaan mereka, kita akan terkejut melihat betapa tajamnya taring “anak-anak domba” ini. Mereka akan mengigit dan Anda kaget, “Aku tidak tahu anak domba mempunyai taring yang tajam. Aku pikir hanya serigala yang mempunyai gigi setajam itu.” Pernahkah Anda melihat orang Kristen yang selalu bertengkar? Ketika melihat mereka berlumuran darah dan luka-luka, Anda mungkin berpikir di manakah anak dombanya? Inikah yang disebut kawanan domba?

Salah satu lambang favorit orang Kristen adalah “rajawali”. Saya sering kali diberi ayat yang indah dari Yesaya 40:31, “mereka yang menanti-nantikan Tuhan itu seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya”. Kadang-kadang kita lupa bahwa bagian yang berlaku bagi kita bukanlah paruh dan cakar rajawali (yang  dapat mengo­yakkan bahkan seekor serigala muda), tetapi “naik terbang dengan kekuatan sayapnya”. Tidak ada cakar pada sayap. Tidak ada paruh tajam pada bagian sayap.

Kita menyukai lambang kekuatan. Ketika Anda melihat lambang-lambang kebangsaan, pernahkah Anda melihat anak domba di sana? Tentu tidak. Apa yang Anda lihat? Lambang seekor naga. Lambang ini sangat populer di Hong Kong, begitu juga di China. Yang saudara lihat adalah singa, atau kuda bertanduk (unicorn), dan binatang-binatang lain yang tangkas dan cerdas. Siapa mau menjadikan anak domba sebagai lambang kenegaraan? Sulit sekali untuk menemukan orang Kristen yang tertarik untuk menjadi anak domba.

Paulus menggunakan gambaran tentang “saling menggigit dan saling menelan.” Ia berkata kepada jemaat di Galatia, “tetapi jikalau kamu saling menggigit dan saling menelan, awaslah, supaya jangan kamu saling membinasakan.” (Gal 5:15) Tahukah Anda apa yang ingin Paulus sampaikan kepada jemaat Galatia? “Aku meragukan bahwa kalian adalah anak domba. Kalian masih serigala.” Banyak orang membaca pernyataan Paulus kepada Jemaat Galatia ini tetapi mereka tidak memahami artinya.

Apakah Anda sudah diubahkan? Apakah gigi Anda masih terlalu tajam? Ketika kita menjadi anak domba, kita berkata, “Semua gigi serigalaku sudah hilang!” Kemudian kita mengeluarkan kikiran kuku dan menajamkan kembali gigi kita sambil berkata, “Aku masih membutuhkan semacam pertahanan supaya saat serigala menyerang, aku dapat membalas dengan beberapa gigitan.” Jadi benarkah kita sudah berubah?


Yesus, Anak Domba

Sangat luar biasa bahwa Yesus sendiri disebut Anak Domba (Yoh 1:29, Kis 8:32, 1Ptr 1:19). Dalam kitab Wahyu, ia disebut “Anak Domba” sebanyak 28 kali! Lebih dari itu, ia adalah Anak Domba yang disembelih (Why 5:6). Dapatkah Anda bayangkan seekor anak domba yang terluka, seekor anak domba yang telah disembelih? Apakah domba yang tersembelih masih mempunyai kekuatan? Anak domba yang sehat saja sudah cukup lemah, bagaimana dengan anak domba yang terluka dan tersembelih? Inilah gambaran untuk transformasi yang sempurna. Jika Anda tidak suka menjadi anak domba, jangan pernah berpikir untuk menjadi orang Kristen. Kalau tidak, Anda akan salah mewakili Injil.

Ini merupakan mission impossible – misi yang mustahil. Seperti saya katakan tadi, anak domba tidak dapat bertahan lebih dari beberapa detik di tengah-tengah kerumunan serigala. Pergilah ke kebun binatang dan lemparkan beberapa anak domba dan lihat berapa lama mereka dapat bertahan. Saya tidak yakin mereka dapat bertahan lama. Serigala dengan rahang yang tajam dan kuat itu akan segera melahap mereka. Apakah Anda takut Anda tidak dapat bertahan?


Strategi Penginjilan Versi Kristus

Apakah kita melepaskan anak domba di tengah-tengah serigala, supaya setelah melahap anak domba, sifat agresif serigala itu hilang? Itu tidak akan terjadi. Serigala tidak akan berubah menjadi anak domba hanya dengan memakan domba. Anda mungkin pernah mendengar ungkapan, “Anda menjadi apa yang Anda makan.” Jika itu benar, mungkin strategi ini akan berhasil. Lebih banyak daging domba yang dimakan, semakin serigala menjadi seperti anak domba. Namun sayangnya, kenyataan tidak seperti itu, bukan? Maka itu bukan strateginya.

Sekarang kita sampai pada kuncinya. Yesus mengutus anak-anak domba ke tengah-tengah kawanan serigala karena strateginya adalah supaya anak-anak domba itu mengandal­kan kuasa Allah. Dengan kata lain, kuasa Allah akan bekerja melalui anak domba untuk mengubah serigala itu. Tentu saja, anak domba yang diutus ke tengah-tengah serigala harus siap mati, dan memang ada yang benar-benar akan dibunuh oleh serigala. Namun, serigala tidak diubahkan dengan melakukan apa yang alami bagi mereka, yaitu memakan anak domba. Akan tetapi, kuasa Allah yang bekerja melalui anak-anak domba, itulah yang akan dapat mengubah serigala itu.

Murid-murid diutus Yesus untuk memberitakan Injil. Jadi, Injil diberitakan kepada serigala dengan mengorbankan nyawa anak domba. Sejak dulu anak domba dipersembahkan sebagai kurban persembahan. Oleh karena itu, kita melihat bahwa Injil harus diberitakan dengan mengorbankan nyawa kita. Tidak ada jalan murah dan mudah untuk membawa Injil kepada orang lain. Anda mungkin tidak memperca­yainya mengingat cara Injil diberitakan hari ini. Mungkin Anda berpikir memberitakan Injil merupakan pekerjaan yang paling mudah di dunia ini. Persatuan Uni-Soviet baru saja membuka diri dan dari berita kita melihat banyak orang bergegas masuk dan berdiri di tengah-tengah Red Square untuk memberitakan Injil. Banyak orang berkumpul untuk mendengarkan khotbah mereka. Sepertinya tidak ada hal yang lebih mudah dari memberitakan Injil. Tidak ada pekerjaan yang lebih mudah daripada mengubah serigala menjadi anak domba. Kita hanya perlu berbicara saja. Menurut pepatah Tionghua, “semuanya bergantung pada lidah sepanjang tiga inci ini.” Anda berbicara sampai seluruh dunia tunduk kepada Anda. Anak domba berbicara kepada serigala sehingga serigala diubahkan menjadi anak domba.

Namun, itu bukan gambarannya. Itulah sebabnya saya mengatakan tadi bahwa mungkin kita masih belum mengerti bagaimana Injil harus diberitakan. Lebih buruk lagi, mungkin kita masih belum mengerti karakter Injil. Tolonglah mengerti bahwa Injil menuntut supaya Anda mengalami transformasi, dan Anda sendiri yang tahu apakah Anda sudah diubahkan atau belum. Sering kali kita tidak rela diubahkan karena kita tahu seketika kita diubahkan, kita tidak dapat lagi hidup di dunia ini menurut kebiasaan kita. Itulah sebabnya mengapa banyak orang Kristen tidak mau diubahkan. Kita akan kehilangan tempat kita di tengah-tengah serigala. Tidak ada anak domba yang memiliki status di tengah-tengah serigala.

Dengan bahasa yang sederhana, kita dapat menyimpulkan bahwa sebenarnya sangat sedikit orang Kristen yang benar-benar sudah diubahkan. Yesus sendiri mengatakan bahwa hanya sedikit yang akan diselamatkan (Mat 7:14; 22:14; bdk. 1Ptr 3:20). Setelah cukup lama merenungkan hal ini saya akhirnya mengerti sekarang. Tahukah Anda mengapa hanya sedikit yang akan diselamatkan? Karena kebanyakan orang Kristen tidak mau menjadi anak domba. Jika Anda menjadi anak domba, Anda tidak dapat bertahan hidup di dunia ini (yakni, di tengah-tengah serigala) kecuali dengan cara tertentu, dan hal inilah yang akan kita bahas berikutnya.


Bagaimana Injil Harus Diberitakan?

Bagaimana Injil harus diberitakan? Apakah sifat Injil? Inti dari Injil adalah Yesus sendiri. Pertimbangkan bagaimana Injil diberitakan oleh Yesus. Yesus tidak datang sebagai raja mulia yang lahir di istana. Yesus bahkan tidak punya tempat yang layak untuk dilahirkan. Ia dilahirkan bukan di tempat manusia lahir, tetapi di tengah-tengah binatang. Dengan kata lain, Yesus dilahirkan dalam kelemahan.

Ketika Yesus memulai pelayanannya, bagaimana ia men­jalani kehidupannya? Ia berkata, “Aku tidak dapat menger­jakan sesuatu dari diriku sendiri.” Ia hidup dalam kelemahan total. Itulah sebabnya di Yohanes 5:19, Yesus mengatakan,

Sesungguhnya aku berkata kepadamu, Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari dirinya sendiri, jikalau ia tidak melihat Bapa mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak.

Sekali lagi di Yohanes 5:30,

Aku tidak dapat berbuat apa-apa dari diriku sendiri; aku menghakimi sesuai dengan apa yang aku dengar, dan penghakimanku adil, sebab aku tidak menuruti kehendakku sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus aku.

Yesus berkata, “Aku tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diriku sendiri. Apa yang kulihat Bapa kerjakan, itulah yang aku kerjakan. Apa saja yang kudengar, itulah yang kuperbuat. Aku hidup hanya oleh kehendak-Nya. Aku tidak ada kekuatan dari diriku sendiri. Aku tidak berfungsi dari kekuatan diriku sendiri. Aku tidak berarti apa-apa dan Dialah segalanya.” Yesus dilahirkan dalam kelemahan dan ia hidup dalam kelemahan.


Kelemahan Yesus

Tahukah Anda apa yang terjadi di Taman Getsemani? Apa­kah Anda melihat dia dalam kekuatan? Dalam keagungan? Dalam jubah imam yang mulia? Tidak. Yang Anda lihat di Taman Getsemani adalah seorang yang mukanya menunduk sampai ke tanah, air mata tangisan membasahi mukanya sambil berseru, “Ya Bapaku, kalau boleh, biarlah cawan ini lalu dari padaku, tolonglah biarlah cawan ini lalu. Aku tidak dapat meminumnya. Aku tidak sanggup.” Apakah ini seorang pahlawan? Apakah orang ini, yang berlinangan air mata, akan menaklukkan dunia ini? Sangat memalukan. Ia tergeletak di atas tanah, seorang pria dewasa yang menangis. Dalam tradisi orang Tionghua, memalukan jika seorang pria menangis. Di Taman Getsemani, Yesus menan­gis sampai mukanya menyentuh tanah.

Di Ibrani 5:7, kita baca:

Dalam hidupnya sebagai manusia, ia mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan air mata kepada Dia, yang sanggup menyelamatkannya dari maut, dan karena kesalehannya ia telah didengarkan.

Apa? Menyelamatkannya dari maut? Memalukan! Lihatlah prajurit-prajurit kita yang berbaris maju dengan berani menuju kematian. Pantang mundur! “Serbu!” Mereka langsung maju menuju medan perang, meskipun sampai rebah dan rubuh ke atas tanah dan akhirnya mati tanpa keluhan. Orang-orang seperti inilah pahlawan! Itulah pria sejati. Namun, bagaimana dengan Yesus, sang anak domba? Lemah! Pernahkah Anda melihatnya seperti itu? Itulah kenyataannya.

“Ratap tangis dan keluhan” – gambaran untuk kelemahan yang dahsyat. Apakah Allah mendengarkan dia karena keberaniannya? Tidak. Allah mendengarkan dia karena “ketakutannya”. [Kata ‘takut’ diambil dari teks Yunani yang berarti “ketakutan, kekhawatiran” secara umum, tetapi banyak sarjana teologia berpendapat bahwa di sini dan di beberapa tempat yang lain dalam Perjanjian Baru, kata itu memiliki arti yang khusus, yaitu “takut akan Allah, atau kesalehan”.]  Yesus bukan seorang pahlawan, dan ia sendiri tidak bermaksud untuk menjadi seorang pahlawan. Ia adalah Anak Domba, yang lemah dan tidak berdaya, dilahirkan dalam kelemahan dan hidup dalam kelemahan. Di Taman Getsemani, Anda tidak dapat melihat apa-apa selain kelemahan. Tidak ada kekuatan yang dapat dilihat. Apakah Anda akan mengikut pahlawan seperti ini? Kemudian pada akhir­nya, saat disalibkan, apa yang Anda lihat di situ? Seorang pahlawan yang mulia tersalib tanpa mengeluh sedikit pun? Bukankah kedengaran Yesus berteriak,  “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku?” Bukankah ini kedengaran seperti keluhan terhadap Allah? Apa yang terjadi di sini? Apakah orang-orang yang berada di sekitar salib pada waktu itu tahu bahwa Yesus sedang mengutip Mazmur 22? Tahukah Anda bahwa mazmur ini sebenarnya adalah sebuah seruan dari hati dalam kelemahan total, tetapi pada waktu yang bersamaan, masih tetap percaya pada Allah untuk memberikan pembelaan dan kemenangan pada akhirnya?

Paulus menyimpulkan semua ini dengan kata-kata berikut:

Karena sekalipun ia telah disalibkan oleh karena kelemahan, namun ia hidup karena kuasa Allah. (1Kor 13:4)

Yesus tidak pernah hidup oleh kekuatannya sendiri. Ia disalibkan dalam kelemahan. Tanamkan hal ini dalam pikiran kita. Ia lemah dari awal sampai akhir, sejak dilahirkan sampai disalibkan. Seumur hidupnya ia adalah anak domba. Tidak ada sifat serigala di dalam dirinya. Ia adalah anak domba yang lemah, tetapi kuat karena kuasa Allah. Di Wahyu 5:5 Yesus secara menakjubkan disebut sebagai Raja dengan sebuah gelar deskriptif, “Singa dari Suku Yehuda”, sedangkan di ayat yang berikutnya, ia digambarkan sebagai “Anak Domba”, dan kemudian tiga kali lagi (5:8,12,13) di dalam pasal yang singkat ini, ia digambarkan sebagai “Anak Domba” yang dipuji oleh semua orang yang setia kepada Allah.


Gambaran Yesus yang Mengecewakan?

Barang kali Anda akan berkata, “Aku tidak tahu Yesus begitu lemah. Sekarang aku akan mencari pemimpin yang lebih kuat.” Ini menunjukkan bahwa Anda sudah terbiasa dengan masyarakat yang bersifat serigala, masih mencari “serigala alpha” untuk diikuti. Anda tidak tahu bagaimana untuk mengikut Yesus yang lemah seperti ini. Masalahnya, saudara-saudaraku, Anda masih belum memahami sifat dasar dari Injil. Apakah saya membingungkan Anda? Pernahkah Anda memahami Injil dengan cara ini? Apakah Injil itu? Injil adalah kelemahan Kristus, tetapi Injil juga adalah kekuatan Allah di dalam Kristus.

Terdapat banyak nas di dalam Alkitab yang tidak dapat dimengerti sebelum Anda memahami prinsip ini dengan jelas. Jika Anda membaca 2 Korintus 12, Anda dapat mem­pelajari rahasia bagaimana Injil bekerja. Cara kerjanya dapat kita lihat dalam pribadi rasul Paulus. Apakah rasul Paulus seorang yang berkarisma dan penuh kuasa? Ia memang seorang yang sangat pintar. Namun, menurut laporan yang ada dari jemaat mula-mula, Paulus adalah seorang yang bertubuh pendek, botak dan tidak mengesankan. Ia bukan serigala karismatik seperti anggapan kita, tetapi hanya satu lagi anak domba. Kalau kita baca surat-surat Paulus, kita dapat melihat bahwa sebenarnya ia memiliki kecerdasan pikiran yang tiada tandingannya. Namun, jemaat di Korintus mengungkapkan bahwa ketika Paulus berada di tengah-tengah mereka, ia tampak lemah (2Kor 10:10; 1Kor 2:3, 4:10) sehingga mereka menghinanya (2Kor 11:5,6,16). Mereka berani menggertaknya dan menghakiminya (1Kor 4:3,5). Aneh, semua kesan dan anggapan kita mengenai Paulus ternyata keliru. Tahukah Anda bahwa itulah yang diinginkan Paulus. Ia memilih untuk menjadi “lemah” (1Kor 2:1-3). Sudah pasti sifat kedagingan jemaat Korintus sangat mendukakan hati Paulus. Meskipun demikian, ia tetap memilih untuk menjadi “hambamu karena kehendak Yesus” (2Kor 4:5). Itulah caranya Paulus berfungsi karena ia mengetahui rahasia yang tidak kita ketahui.


Sifat Dasar Injil

Saya akan membacakan 2 Korintus 12:10,

Karena itu, aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesengsaraan karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat.

Jika Anda tidak dapat mengingat apa-apa dari khotbah ini, ingatlah kata-kata ini. Inilah intisari dari Injil – “sebab jika aku lemah, maka aku kuat”. Apakah Anda memahami kata-kata itu? Saya pikir tidak. Saya sendiri membutuhkan waktu yang sangat lama untuk memahaminya karena pada dasarnya saya tidak lemah, dan karena itu sulit bagi saya untuk memahaminya. Namun, saya harus memahaminya karena, kalau tidak, saya tidak dapat hidup dalam kuasa Allah. Jika saya membawa seseorang kepada Tuhan, saya hanya sekadar telah meyakinkan seekor serigala untuk setuju men­jadi orang Kristen. Saya telah meyakinkan mereka dengan sebuah ideologi yang lebih baik, tetapi mereka masih tetap serigala. Belum ada perubahan di dalam diri mereka. Mereka tidak mau menjadi lemah. Mereka ingin tetap kuat. Mereka hanya menginginkan sebuah ideologi yang lebih baik. Saya dapat memenangkan seluruh dunia dengan cara ini. Sayang­nya, gereja sebenarnya telah memenangkan dunia persis dengan cara ini. Dengan demikian, gereja telah mengkristen­kan dunia dan menghasilkan sebuah masyarakat “serigala” yang sudah dikristenkan. Gereja sudah menjadi serigala yang paling berkuasa. Gereja menjadi organisasi yang paling kaya, paling berpengaruh dan menurut ukuran apa pun, merupa­kan institusi yang paling terorganisasi. Gereja di Amerika menguasai negara itu. Mereka dapat menggoyangkan pemerintah. Setiap Presiden Amerika harus berjaga-jaga dalam berbicara, karena gereja dapat menurunkan dia kapan saja. Setiap Presiden Amerika akan mengaku sebagai orang Kristen, kalau tidak, ia tidak akan pernah dapat dipilih menjadi Presiden.

Pada dasarnya dunia sekarang dipenuhi oleh serigala-serigala yang telah dikristenkan. Itulah sebabnya saya menga­takan bahwa Anda akan menghadapi kesulitan menemukan Injil yang diberitakan dengan tepat di dunia ini. Kita dapat mengkristenkan seluruh dunia dengan mengatakan, “Anda boleh tetap menjadi serigala. Anda hanya perlu bersikap lebih baik sedikit terhadap sesama, hanya perlu lebih bermoral sedikit, atau percaya saja pada beberapa doktrin tertentu. Percaya saja bahwa Yesus telah datang ke dunia ini dan bahwa Yesus telah mati untuk kita. Oleh karena yang mati untuk kita adalah dia, kita tidak perlu mati. Jadi biarlah dia yang mati dan kita yang hidup. Oleh karena Yesus telah membayar hukuman bagi dosa kita, maka kita dapat terus hidup dalam dosa. Sesudah berbuat dosa, kita hanya perlu kembali dan melakukan pengakuan. Kita akan mendapatkan pengam­punan dan melanjutkan kehidupan kita.” Saya merasa nyaman dengan Injil seperti ini! Kehidupan Kristen sangat cocok untuk saya. Saya akan melahap beberapa anak domba lagi dan pada hari Minggu berikutnya, saya akan bertobat dan berkata, “Pak Pastur, saya minta ampun karena saya tertelan beberapa anak domba kemarin”. “Oh ya? Kamu serigala jelek, atau kamu domba jelek (kamu tampak seperti anak domba untuk sesaat), pergilah dan tebuslah dosamu, dan saya akan menjatuhkan beberapa tindakan disiplin ke atas kamu. Kamu berdoa dalam keadaan berlutut selama 15 menit setiap hari selama satu bulan. Pergilah dan jadilah domba yang lebih baik.” Seperti inilah kekris­tenan masa kini.

Jadi minggu yang berikutnya, Anda menelan anak domba yang lain dan Anda berkata, “Pastur, saya menyesal, saya agak lapar. Saya masih belum cocok makan rumput. Saya perlu sedikit waktu lagi untuk menyesuaikan diet. Saya sudah berusaha makan rumput, tetapi ternyata rumput tidak terlalu cocok dengan sistem pencernaan saya.”


Rahasia: Kekuatan dalam Kelemahan

Kita tidak tahu bahwa rahasia kehidupan Kristen adalah kekuatan dalam kelemahan, yaitu kuasa Allah melalui kelemahan kita. “Jika aku lemah, maka aku kuat.” Saya tidak tahu apakah saya berhasil menyampaikan pesan ini kepada Anda. Saya hampir tidak mau mengkhotbahkannya karena saya tahu hal ini sangat sulit untuk dimengerti. Saya curiga setelah Anda keluar dari tempat ini hari ini, Anda akan berkata, “Saya tidak tahu harus berbuat apa dengan khotbah itu. Saya tidak dapat mengubah diet saya. Saya suka makan daging domba. Saya masih belum biasa hanya makan sayur.” Anda dengan tenang tetap menyebut diri sebagai orang Kristen sekalipun dengan sifat serigala di dalam. Pada Hari itu, saat Anda berhadapan dengan Yesus, Anda akan menyesal sekali.

Anak Domba akan menatap Anda dan bertanya, “Mengapa kamu ada di sini?”

“Aku orang Kristen dan aku memanggil engkau ‘Tuhan, Tuhan’”.

“Kamu bukan milikku karena kamu memiliki sifat yang berbeda. Kamu seekor serigala.”

“Aku sesekali makan rumput, Tuhan,” Anda membela diri.

Itu tidak cukup untuk membuat perbedaan.

Kita harus mengerti rahasia ini. Seluruh kehidupan kekristenan, sama seperti kehidupan Yesus sendiri, diawali dalam kelemahan dan ditempuh dalam kelemahan. Anda harus mengaku bahwa Anda seorang berdosa dan bertobat dari dosa-dosa Anda. Adakah hal yang lebih lemah dan lebih memalukan daripada menjadi seorang berdosa yang merendahkan diri, merangkak dengan lutut dan bertobat? Sebelumnya Anda berdiri dengan tegak dan angkuh, tetapi sekarang Anda merendahkan diri, berlutut dalam kelemahan untuk menyatakan pertobatan. Dalam baptisan, seseorang mengangkat Anda dan membuang Anda ke dalam air. Setelah itu Anda merangkak keluar dalam keadaan yang basah kuyup dengan air menetes di semua tempat. Bukankah ini sebuah penghinaan? Jika seseorang berbuat seperti itu kepada saya sewaktu saya masih non-kristen, saya akan meninju matanya. Namun, sekarang Anda menundukkan diri kepada orang yang memegang leher Anda dan membe­namkan Anda ke dalam air. Apakah ini bukan kelemahan?

Pertobatan merupakan ekspresi kelemahan yang paling sempurna. Jika tidak ada ekspresi kelemahan, maka tidak ada pertobatan. Sebelumnya orang lain harus memohon belas kasihan kepada Anda. Jika tidak, Anda akan  menancapkan taring Anda ke lehernya. Namun sekarang, Anda pergi kepada orang-orang yang pernah Anda sakiti dan meminta belas kasihan dari mereka, “Ampunilah aku.”

Namun, bagaimana selanjutnya? Apakah Anda dapat bertahan dalam kelemahan? Sering kali tidak. Anda masih orang yang sama seperti dulu. Tidak ada perubahan dalam pemikiran dan kelakuan Anda. Tujuan Anda menjadi orang Kristen adalah untuk menjadi kuat. Anda tidak tahu dalam hal apa Anda harus berubah. Terdapat banyak orang yang walaupun sudah ke gereja selama bertahun-tahun, tetapi tidak kelihatan adanya perubahan pada diri mereka. Ini karena mereka belum menjadi lemah, dan tanpa menjadi lemah, mereka tidak akan pernah mengalami kuasa-Nya.

Pengalaman pertama saya dengan Allah juga merupakan pengalaman kali pertama saya menjadi lemah. Pada saat itu saya merendahkan diri secara total di hadapan Allah. Pada saat itu, saya dengan rela hati menjadi tidak berarti di hadapan-Nya dan pada saat itulah Ia menyatakan hadirat-Nya kepada saya. Itulah sebabnya saya menjadi orang Kristen sampai saat ini, karena Allah menunjukkan kemuliaan dan keagungan-Nya kepada saya. Sejak saat itu, saya tidak pernah mau berbalik lagi. Setiap kali saya menjadi lemah dan rela meren­dahkan diri di hadapan-Nya, Ia terus-menerus menyatakan diri-Nya kepada saya. Saya sudah membagikan di dalam kesaksian saya keajaiban demi keajaiban yang saya alami ketika Ia memelihara saya di dalam kelemahan, seperti saat saya kekurangan uang dan makanan. Demikianlah caranya Tuhan membuat saya menjadi lemah supaya saya dapat mengalami-Nya setiap saat.

Itulah sebabnya Paulus berkata, “Aku akan bermegah di dalam kelemahan,” karena hanya dengan cara itulah, ia mengalami Allah. Anda terlalu kaya. Anda terlalu kuat. Anda memiliki kedudukan yang tinggi. Itulah sebabnya Anda tidak mengalami Allah. Saya dapat menjamin hal ini: Jika Anda kaya, Anda tidak akan mengalami Allah mencukupi dan menyediakan segala kebutuhan Anda. Anda tidak membu­tuhkan Dia untuk memelihara Anda. Jika Anda mempunyai kedudukan yang tinggi, Anda akan merasa puas dengan diri sendiri. Sebagai seorang yang puas dengan diri sendiri, apakah Anda membutuhkan Allah? Saya jamin tidak. Anda mungkin akan mengalami sedikit pengalaman dengan Tuhan sana sini, tetapi Anda sendiri tahu bahwa semua itu bukan pengalaman yang mendalam. Jika Anda ingin mengalami Allah dengan cara yang lebih mendalam, Anda harus merendahkan diri dan merangkul kelemahan.


Merendahkan Diri di dalam Kelemahan

Jika aku lemah, maka aku kuat.” Mengapa? Karena di beberapa ayat sebelumnya, Tuhan berkata kepada Paulus, “dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.” Tuhan tidak pernah gagal menggenapi janji-Nya. Setiap kali Anda menjadi benar-benar lemah seperti anak domba, Allah akan menyatakan kekuatan dan kemuliaan-Nya. Anda dapat mengujinya. Jika prinsip ini tidak berhasil, Alkitab tidak menyatakan kebenaran. Jika Alkitab tidak menyatakan kebenaran, lebih baik jangan jadi orang Kristen. Jangan pernah datang ke gereja lagi karena semua ini omong ko­song. Apakah Injil itu benar atau tidak? Ini adalah persoalan yang berkaitan dengan kekuatan Allah yang menjadi nyata melalui kelemahan kita. Persoalan ini adalah persoalan hidup atau mati. Janganlah bermain-main dengan Injil. Apakah Allah nyata atau kita sedang menyia-yiakan waktu kita? Itulah kenyataannya.

Kita dapat menyimpulkan tiga poin tentang Injil.

  1. Diselamatkan: kita telah diselamatkan dan keselamatan berarti transformasi.
  2. Diutus: kita diutus sebagai anak domba ke tengah-tengah serigala. Hal ini tersendiri adalah sebuah keajaiban karena di dalam kelemahan anak domba, kuasa Allah dinyatakan. Anak domba akan mengalahkan serigala oleh kuasa Allah (Rm 12:21; 1Yoh 5:4).
  3. Kekuatan – pengalaman yang terus-menerus hidup di dalam kekuatan Allah sementara kita menerima dengan senang hati kelemahan kita. Dengan cara demikian kita mengalami kenyataan Allah setiap hari.

Inilah caranya kita menjadi seorang Kristen yang dinamis: anak domba yang mengalahkan serigala. Seluruh dunia akan melihat dan diherankan: anak-anak domba menaklukkan seluruh dunia dengan kuasa Allah (Yoh 16:33, Why 17:14).

 

Berikan Komentar Anda: