Pastor Boo | Kematian Kristus (24) |

Kita mulai dengan Yesaya 11:6-9

6 Serigala akan tinggal bersama domba dan macan tutul akan berbaring di samping kambing. Anak lembu dan anak singa akan makan rumput bersama-sama, dan seorang anak kecil akan menggiringnya. 
7 Lembu dan beruang akan sama-sama makan rumput dan anaknya akan sama-sama berbaring, sedang singa akan makan jerami seperti lembu. 
8 Anak yang menyusu akan bermain-main dekat liang ular tedung dan anak yang cerai susu akan mengulurkan tangannya ke sarang ular beludak. 
9 Tidak ada yang akan berbuat jahat atau yang berlaku busuk di seluruh gunung-Ku yang kudus, sebab seluruh bumi penuh dengan pengenalan akan TUHAN, seperti air laut yang menutupi dasarnya.

Kita akan membahas tentang “Yesus sebagai Anak Domba Allah.” Alasan mengapa saya menyajikan Yesaya 11 adalah karena kutipan ini berkaitan dengan Zaman Mesias. Di sini anda mendapatkan suatu gambaran yang indah. Kita melihat berbagai hewan pemangsa yang hidup damai bersama hewan ternak, bukan hanya bersama hewan ternak dewasa, tetapi juga bersama anak-anak hewan ternak. Bahkan anak-anak kecil, yang masih tergolong bayi, juga bermain-main di sana. Semua hewan buas keluar dari persembunyian mereka untuk berdiam di padang rumput terbuka. Mereka tidak lagi bersembunyi di hutan, mreka keluar untuk hidup damai bersama semua hewan ternak dan manusia.

Hal yang lebih mengagumkan adalah uraian tentang singa, di sini dikatakan bahwa singa akan “makan jerami seperti lembu.” Sekalipun penampilan mereka tidak berubah (singa dan beruang tetap terlihat seperti apa adanya), tetapi sisi internal mereka sudah berubah. Semua hewan ternak itu tidak menjadi mangsa mereka lagi. Urutan rantai makanan tidak berlaku lagi, semua hewan memakan makanan yang sama.

Kutipan ini mungkin merupakan sebuah lukisan tentang watak manusia. Watak dasar manusia bersifat pemangsa. Kita senantiasa mencari kesempatan dan mengekspoitasi orang lain. Bahkan ada di antara kita yang melangkah sampai ke arah mengeksploitasi orang lain untuk mendapat keuntungan dari kerugian orang lain. Demikianlah, bagian kutipan ini memberitahu kita bahwa Allah sudah mengubah sisi batin kita sehingga ketika kita melihat orang yang lebih lemah, kita tidak lagi berminat untuk mengambil kesempatan atas mereka. Watak predator kita hilang.

Ada satu lagi gambaran yang muncul di ayat 8. Bayi yang baru disapih bisa bebas bermain di dekat sarang ular beludak. Sekalipun dia menjulurkan tangannya ke dalam lubang ular itu, sang ular tidak akan menggigitnya. Mengapa? Karena watak ular itu sudah berubah. Semua hewan itu sudah menjadi jinak. Mengapa ular menggigit anda jika anda memasukkan tangan anda ke dalam sarangnya? Karena mreka ingin melindungi rumah mereka. Mereka merasa terancam. Hal itu membuat mereka menjadi agresif terhadap mahluk lain yang mendekati sarang mereka. Di Amerika Utara, masyarakatnya memiliki kebiasaan untuk protektif atas area pribadi mereka, dan merasa sangat tidak suka dengan siapapun yang menerobos batas itu. Saya rasa, kita perlu mengakui bahwa seringkali kita juga ingin menyendiri tanpa diusik oleh siapapun.

Selain itu, kita juga akan bereaksi melawan jika ada orang yang ingin mengambil hal-hal yang berharga bagi kita, terutama uang kita. Akan tetapi, seperti yang anda lihat di ayat 8, si anak tidak memasukkan tangannya ke lubang ular dengan sengaja. Dia hanya bermain-main di sana tanpa mengetahui bahwa lubang itu adalah sarang ular. Seringkali memang seperti itu yang terjadi. Kebanyakan dari mereka yang digigit ular tidak mengetahui bahwa di dekat mereka ada sarang ular. Jadi, hal ini terjadi tanpa disengaja. Jika ada orang yang ingin mengambil keuntungan dari anda atau ingin mencuri barang milik anda, tindakan anda berjaga-jaga adalah hal yang bisa dimaklumi. Kadang kala, ada orang yang secara tidak sengaja melakukan hal yang kita anggap sudah melewati batas, dan jika kita bereaksi agresif, kita perlu memahami makna dari bagian kutipan ini.

Jika ditelaah lebih jauh lagi, kalau kita bayangkan pelayanan yang dijalankan oleh Yesus, masyarakat selalu mengerumuni dia sehingga dia sendiri bahkan tidak sempat makan! Dia tidak sempat memikirkan ‘area’ pribadi buat dirinya. Dia berbelas kasihan kepada mereka yang memang sangat membutuhkan pertolongannya. Jika dia mengutamakan urusan pribadinya sendiri, dia tidak akan bisa menggenapi karya keselamatan Yahweh. Demikianlah, kasih Allah tidak mengenal batas.

Perhatikan bahwa ketika Allah melakukan sesuatu, semua pihak dibawa masuk ke dalam suasana damai! Tak ada orang yang berpikir untuk merugikan orang lain demi kepentingan sendiri. Tak ada orang yang merasa perlu untuk melindungi kepentingan mereka, atau merasa terancam oleh orang lain. Masyarakat dunia menjalani hidupnya justru dalam watak predator ini. Selanjutnya, ayat 9 merangkum semua itu dalam ungkapan, “Mereka tidak akan menyakiti ataupun merusak...” (AYT). Mengapa? Karena segenap bumi penuh dengan pengenalan akan Yahweh. Mereka semua sudah ikut ambil bagian dalam kodrat ilahi.

Mari kita pelajari lagi gambaran yang luar biasa di ayat 6: seorang bayi yang baru disapih bermain-main bersama singa, macan tutul dan serigala. Anak itu mungkin akan berkata, “Ayo kita ke sana,” dan rombongan binatang itu akan mengikuti dia. Bahkan bayi yang baru disapih bisa memiliki kewenangan sebesar itu! Dia memerintahkan hewan-hewan buas, dan mereka taat. Keganasan dan watak ingin menang sendiri sudah tidak ada lagi di dalam diri hewan-hewan itu. Dengan kata lain, mereka sudah menjadi mirip dengan domba dan menjalani hidup mereka bersama-sama sebagai suatu komunitas. Jika anda menjadi predator yang sangat kuat, anda tidak akan bergantung pada orang lain. Anda akan mengandalkan diri sendiri, dan mereka yang lemah akan menjadi mangsa anda. Hal itu tidak berlaku lagi!

Jika anda pelajari Perjanjian Baru, terutama kitab Wahyu, Yahweh telah menetapkan satu simbol yang mewakili semua hewan dan anak kecil yang digambarkan dalam Yesaya 11 ini, dan simbol itu adalah anak domba. Tentu saja, anak domba juga disebutkan di Yesaya 11, bersama dengan hewan lainnya. Kita juga diingatkan bahwa Yesus berkata, “Kalau kamu tidak berubah dan menjadi seperti anak-anak kecil ini, kamu tidak akan bisa masuk ke dalam Kerajaan.” Demikianlah, hanya ada satu simbol yang melambangkan semua itu, dan simbol itu adalah “Anak Domba Allah”.

Kata “Anak Domba” di kitab Wahyu muncul sebanyak 30 kali. Dari jumlah 30 itu, 28 di antaranya mengacu pada Yesus. Di Zaman Mesias nanti, sebagaimana digambarkan dalam Yesaya 11, semua hewan akan memiliki karakter anak domba. Sangat mengagumkan! Saya harap kita semua bisa menangkap visinya, visi tentang Yesus sebagai Anak Domba. Saya harap anda senang membaca kita Wahyu, anda akan lihat bagaimana Yesus ditonjolkan sebagai Anak Domba.

Terkait dengan masalah penebusan di kitab Wahyu, hanya ada satu kata yang menjelaskannya di sana: menang. Ini adalah kemenangan dari Anak Domba. Kembali ke Yesaya 11, bagaimana mungkin hewan buas menjadi sangat jinak, menjadi hewan yang membawa damai? Hal ini menuntut adanya kuasa yang sangat besar, dan hanya kuasa Yahweh yang bisa mengubah mereka.

Jika anda perhatikan tampilan beberapa orang, dari luar mereka terlihat sangat garang. Hal ini jelas terlihat kalau anda bertemu dengan orang-orang yang terlibat dalam dunia kejahatan, atau yang dibesarkan di lingkungan yang keras. Ketika mereka sudah mengenal Tuhan dan mengalami perubahan di dalam batinnya, walaupun dari luar mereka tetap terlihat garang, tetapi jika anda sudah mulai berbicara dengan mereka, ternyata mereka tidak seperti itu sama sekali.

Saat saya masih kuliah, ada seorang anak muda yang menjadi sahabat dari teman sekelas saya. Saat pertama kali bertemu dengan saya, orang itu tampaknya agak takut melihat saya. Lalu, teman saya berkata kepada saya, “Temanku yang tadi terlihat takut karena menurut dia, kamu tampak garang.” Saya menyahut, “Bagaimana mungkin? Mengapa dia berpikir seperti itu tentang saya?” Beberapa waktu kemudian, setelah kami semakin akrab, teman sekelas saya ini bertanya kepadanya, “Nah, apakah kamu masih takut kepadanya?” Dia menjawab, “Ah, dia hanya macan kertas.” Begitulah, saya harap kita semua bisa semakin menghayati perubahan ini saat kita masuk ke dalam Firman Allah. Yesus berpenampilan seperti  singa, tetapi sisi dalamnya adalah anak domba. Mari kita lihat Wahyu 5:5-6

5 Lalu berkatalah seorang dari tua-tua itu kepadaku: “Jangan engkau menangis! Sesungguhnya, singa dari suku Yehuda, yaitu tunas Daud, telah menang, sehingga Ia dapat membuka gulungan kitab itu dan membuka ketujuh meterainya.” 
6 Maka aku melihat di tengah-tengah takhta dan keempat makhluk itu dan di tengah-tengah tua-tua itu berdiri seekor Anak Domba seperti telah disembelih, bertanduk tujuh dan bermata tujuh: itulah ketujuh Roh Allah yang diutus ke seluruh bumi.

Tua-tua itu menyebutkan, “Singa dari suku Yehuda.” Ketika Yohane melihat ke arah singa dari suku Yehuda itu, apakah yang dia lihat? Dia melihat anak domba, dan bukan sekadar anak domba, tetapi anak domba seperti telah disembelih. Dengan kata lain, tanda-tanda Yesus, bekas luka penyalibannya masih ada. Singa memang sangat perkasa, tetapi di sisi dalamnya, dia adalah anak domba. Dengan kata lain, kuasa Allah menyertai dia karena dia adalah anak domba yang telah disembelih.

Jadi, sebagai jemaat Yahweh, ingatlah akan hal ini: Dia akan menjadikan kita sama seperti Yesus supaya kita bisa berfungsi dengan kuasa-Nya. Inilah jalannya, jalan yang harus dilalui. Allah dapat mengubah serigala, singa, atau hewan buas apapun di dalam batin kita menjadi anak domba.

Jka anda menonton superhero di film seperti Power Rangers, berbagai karakter di dalam film ini memperlihatkan kekuatan dari hewan buas tertentu. Orang China akrab dengan naga, tetapi jika kita melihat isi Alkitab, segala sesuatunya justru berlawanan. Yang kita lihat bukan sekadar domba, bukan pula domba muda, melainkan anak domba yang sudah disembelih. Dia telah mati, dan sudah dibangkitkan juga. Jadi, yang kita bicarakan di sini bukan sekedar orang yang dipandang rendah di dunia ini, tetapi orang yang telah mati, menjadi bukan apa-apa, lalu kuasa Allah datang membangkitkan dia dari kematian. Inti pesannya adalah: Yahweh bukan hanya membangkitkan dia dari antara orang mati, tetapi juga membangkitkan semua yang mengikuti anak domba dari kematian. Anak domba merupakan simbol dari ciptaan yang baru.

Dalam lingkungan masyarakat duniawi, kita bicara tentang the survival of the fittest (yang kuatlah yang bertahan). Akan tetapi, Alkitab justru berbicara tentang kemenangan mereka yang lemah. Atau bisa dikatakan sebagai kemenangan orang yang lemah dan siap menghadapi maut. Jadi, hal yang diuraikan di Yesaya 11 ini bukanlah perubahan di pihak hewan ternak; perubahan itu terjadi di pihak hewan buas.

Ada satu pola yang dapat dilihat dalam Perjanjian Baru, dan pola itu sekilas terlihat saling bertentangan. Kita terbiasa membuat pemilahan dalam kehidupan. Pada masa lalu, kita adalah pelajar atau mahasiswa. Saat kita sudah lulus, kita bukan lagi murid. Jika kita sudah mendapat banyak pengetahuan dan pengalaman, kita bisa menjadi seorang guru. Jika anda sudah menjadi guru, status anda adalah guru dan tidak bisa dipandang sebagai murid lagi. Akan tetapi, di dalam Perjanjian Baru, yang menjadi guru juga menjadi murid. Dengan kata lain, mereka yang berada “di puncak” adalah mereka yang berada “di dasar”. Itu sebabnya, jika kita mengamati Yesus, sebagai apakah kita akan memandangnya? Dia adalah Gembala dari Jemaat Allah, tetapi gambaran yang menekankan jati dirinya adalah Anak Domba. Tidak ada upacara wisuda di sini. Demikian pula halnya dengan uraian di dalam kitab Ibrani, di sini disebutkan tentang Yesus sebagai Imam Besar yang sekaligus menjadi korban persembahan. Hal yang sama berlaku juga dengan kita: sebagai bagian dari imamat, dan kita juga bagian dari korban persembahan.

Sekalipun anda memandang seseorang sebagai bapa rohani anda, orang itu juga sekaligus adalah anak. Di dalam Kerajaan Allah, kita semua adalah anak. Contoh-contoh bisa berlanjut tanpa akhir. Yesus adalah Tuan dan Raja, Tuan dari segala tuan dan Raja dari segala Raja, tetapi dia juga adalah hamba. Sampai dengan sekarang ini, dia selalu melayani Yahweh. Penabur benih adalah benih juga, demikianlah paradoks ini selalu muncul di dalam Perjanjian Baru. Saya rasa kita tidak perlu mencari contoh lagi, ada terlalu banyak contoh di sana. Pokok yang penting di sini adalah bahwa Allah tidak akan memberi kita posisi yang mengemban tanggung jawab jika kita belum pernah menjadi obyek dari tanggung jawab itu. Dengan kata lain, anda tidak bisa menjadi gembala jika anda bukan domba atau anak domba. Anda tidak bisa menjadi imam jika anda bukan korban persembahan. Anda tidak bisa mengambil posisi kepemimpinan, atau menjadi penguasa jika anda bukan seorang hamba. Anda tidak bisa menjadi seorang guru jika anda bukan murid.

Yesus berkata, “Yang terakhir akan menjadi yang terdepan.” Untuk bisa memahami isi Perjanjian Baru, maka ini adalah aspek yang penting. Anda akan dapati bahwa di dalam realitas kehidupan, ketika kita menjadi Kristen dan belajar melayani Allah, Dia akan terus membentuk kerendahan diri dalam hidup kita, guna menolong kita untuk menjadi semakin serupa dengan Yesus, seperti anak domba.

Saya ingin menekankan bahwa ketika kita belajar untuk memusatkan segenap arah hidup kita kepada Yesus, Anak Domba, anda kaan mengalami kemenangan. Kita akan tahu apa arti menang melawan dosa dan menjadi seorang hamba Allah yang efektif. Wahyu 1:5

dan dari Yesus Kristus, Saksi yang setia, yang pertama bangkit dari antara orang mati dan yang berkuasa atas raja-raja bumi ini. Bagi dia, yang mengasihi kita dan yang telah melepaskan kita dari dosa kita oleh darahnya

Saya menelaah isi kitab Whyu dan mencoba untuk mencari kata ‘pengampunan’, dan saya sadari bahwa kata ini tidak terdapat di sana. Kitab Wahyu adalah kitab tentang peperangan rohani di akhir zaman. Akan tetapi, hal pengampunan sama sekali tidak ditekankan di sana. Tidak ada yang salah dengan hal memohon pengampunan. Tentu saja, kita memang harus mencari pengampunan, tetapi kitab Wahyu tidak menekankan urusan ini. Pokok yang diutamakan adalah hal menjadi pemenang. Kitab Wahyu memberitahu kita bahwa Allah menyatakan kuasa-Nya, dan pesan penting yang disampaikan di sana adalah: jika anda mengikuti anak domba, maka anda akan menjadi pemenang.

Di Wahyu 14:4,

Mereka adalah orang-orang yang tidak mencemarkan dirinya dengan perempuan-perempuan, karena mereka murni sama seperti perawan. Mereka adalah orang-orang yang mengikuti Anak Domba itu ke mana saja Ia pergi. Mereka ditebus dari antara manusia sebagai korban-korban sulung bagi Allah dan bagi Anak Domba itu.

Saya ingin menekankan ungkapan, “Mereka adalah orang-orang yang mengikuti Anak Domba itu ke mana saja Ia pergi.” Ungkapan ini mengacu pada orang percaya yang sejati, murid-murid sejati. Pokok penting yang pertama adalah: kita sama-sama tahu bahwa anak domba itu sangat penurut, itu sebabnya Yesus disebut taat. Anak domba tak pernah melawan. Anda tak akan pernah mendapatkan perlawanan dari anak domba. Saya rasa, inilah hal yang ditanamkan oleh Allah dalam hati bangsa Israel yang sedang mengembara di padang gurun, hal yang sudah saya bahas pada minggu yang lalu. Setelah hampir 40 tahun, bangsa Israel akhirnya memahami satu pokok yang sangat penting: Taatilah Yahweh tanpa menggerutu. Anak domba tidak menggerutu, mereka juga tidak menentang gembalanya.

Jika anda menyaksikan pelaksanaan pemerintahan negara-negara di Amerika Utara di TV, yang kita lihat adalah perselisihan setiap saat. Perhatikan bagaimana mereka menggunakan kata-kata untuk saling menyerang. Rencana apapun yang diusulkan, akan selalu menimbulkan reaksi penolakan di beberapa pihak. Jika anda perhatikan sistem yang berlaku di dunia ini, reaksi awal untuk segala hal selalu berupa reaksi menentang. Mengapa? Karena kita memperjuangkan sudut pandang kita dan hal-hal yang kita yakini sebagai kebenaran. Jika pola ini kita terapkan kepada Allah, hasilnya hanya akan merugikan diri kita sendiri. Mengapa Allah harus selalu berurusan dengan orang yang selalu menentang-Nya? Mereka tidak akan pernah bisa menjadi selaras dengan Allah. Itu sebabnya Kitab Suci senantiasa memperingatkan kita, misalnya, di Ibrani 3:7,8, “Hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, jangan keraskan hatimu seperti mereka yang sudah mencobai Dia saat di padang gurun dulu.” Saat Allah berbicara kepada anda melalui Firman, jadilah seperti anak domba, belajar untuk tunduk. Janganlah menentang! Ini adalah pelajaran dasar, tetapi perlu waktu yang lama untuk menghayatinya. Sebenarnya, Kitab Suci memeritahu kita bahwa setelah mengembara selama 40 tahun di padang gurun, kebanyakan dari mereka yang keluar dari Mesir gagal menghayatinya.

Apakah kita sudah bisa menghayati pelajaran penting tentang hal tunduk kepada Yahweh? Jika Yesus adalah Anak Domba, lalu siapakah yang dia ikuti? Hanya ada satu Pribadi yang dia ikuti, Dia yang duduk di Takhta, Yahweh sendiri. Sampai dengan hari ini, Anak Domba masih mengikuti segala firman dari Yahweh. Jadi, ini adalah pelajaran yang sangat sederhana, tetapi sangat penting.

Demikianlah, jangan turuti pemikiran kita sendiri, atau kepentingan pribadi apapun itu, untuk menyingkirkan Firman Allah, yang pada akhirnya membuat kita tidak lagi tunduk kepada-Nya. Ini akan menciptakan ketegangan antara Firman Allah dan kita. Kita tidak akan pernah menjadi serupa dengan Anak Domba. Kita perlu berseru kepada Yahweh untuk memberi kita perubahan di dalam batin kita, supaya gambaran yang diberikan dalam Yesaya 11 dapat kita alami, yakni ketika singa, macan, dan serigala akan memiliki kerendahan hati untuk mau menurut, bahkan menuruti anak kecil.

Pokok penting yang kedua tentang anak domba adalah hal yang sangat jelas, yakni lemah lembut. Akan tetapi, jika anda pelajari makna kata ‘lemah lembut’ ini dalam bahasa Yunani, ternyata makna yang diberikan adalah: “tidak memiliki rasa bahwa dirinya terlalu penting.” Ini adalah pokok yang terus ditekankan karena jika anda baca kitab Wahyu, Anak Domba, Yesus, adalah sosok yang penuh kuasa. Dia hadir di sana, di hadapan takhta Yahweh. Bahkan Wahyu 5 memberitahu kita bahwa jaraknya dengan Yahweh lebih dekat daripada makhluk yang lain. Jika anda mendapat posisi sedekat itu, tetapi tidak memiliki rasa bahwa diri anda terlalu penting, itu adalah hal yang sangat luar biasa! Itu “wow” besar!

Sebaliknya, manusia durhaka di 2 Tesalonika 2:4, walaupun dia menentang penyembahan berhala, tetapi niatnya adalah untuk meninggikan diri sendiri sampai ke taraf ingin menggantikan Allah! Itu adalah dosa yang paling besar. Jika kita ditinggikan atau dipuji untuk berbagai alasan, reaksi alami kita adalah merasa sebagai orang penting, dan muncul kesombongan dalam diri kita. Sekalipun untuk hal yang tidak penting, seperti ijazah, kita merasa perlu untuk memamerkannya di dinding agar bisa dilihat oang lain. Jika anda memiliki gelar Ph.D., orang lain mungkin akan memanggil anda Doktor. Hal ini akan meninggikan hasrat kesombongan kita. Saya rasa, ini adalah masalah yang terkait erat dengan kehidupan umat manusia di sepanjang masa. Di Amerika Utara, sistem pendidikan diarahkan untuk memacu kesombongan masyarakat: Kamu orang yang spesial; kamu bisa melakukan segalanya. Itu sebabnya banyak orang muda memiliki dorong kuat untuk merasa berhak atas banyak hal, ini karena dorongan dari hasrat mementingkan diri sendiri. Dengan sikap hati seperti ini, maka setiap orang akan berada dalam keadaan saling menentang satu sama lain. Selalu ada alasan untuk menyatakan bahwa pandangan kita lebih benar. Padahal, dalam memahami gambaran Yesus sebagai Anak Domba, kita bisa segera melihat bahwa Yahweh memberitahu kita, “Bukan itu jalannya. Singkirkan hasrat mementingkan diri sendiri dan arahkan hasratmu untuk melayani kepentingan orang lain.” Arah tujuannya berubah, dan anda mulai memandang orang lain lebih penting daripada diri anda. Filip 2:3,4

3 dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; 
4 dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.

Jadi saya harap kita semua bisa mempelajari semua pokok rohani yang penting ini. Karena orang lain sudah menjadi lebih penting bagi anda, anda akan menjadi lebih peduli dalam hubungan anda dengan orang lain. Saya masih akan lanjutkan definisi lain dari kata ‘lemah lembut’ ini di dalam bahasa Yunani. Kata ini juga bisa bermakna ‘peduli’. Anda akan menjadi lebih peduli pada orang lain, dalam arti memperhatikan apa yang bisa anda perbuat untuk memenuhi kebutuhan mereka. Ada lagi makna ‘sopan-santun’ untuk kata lemah lembut ini. Anda akan memperlakukan orang dengan ramah. Anda tidak memandang mereka sebagai pengganggu, lalu memperlakukan mereka dengan sikap merendahkan, kasar dan jahil. Jadi anda bisa melihat adanya berbagai makna yang tercakup dalam kata ‘lemah lembut’. Ketika orang lain berada dalam masalah rohani, anda akan berusaha mencari jalan untuk menolong mereka. Itu sebabnya mengapa Paulus berkata di Galatia 6:1-2

1Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut, sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan.  2 Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus.

Belakangan ini, banyak orang yang berbicara tentang akhir zaman. Memang agak mengerikan jika membayangkan hal-hal yang akan dilakukan oleh antikristus. Akan tetapi, tiba-tiba saya melihat sesuatu yang lain. Dalam Wahyu 13:18, antikristus sudah menyatakan diri, dan bilangan tandanya adalah 666. Lalu, di ayat berikutnya, 14:1, disebutkan, “Dan aku melihat: sesungguhnya, Anak Domba berdiri di bukit Sion dan bersama-sama dengan Dia seratus empat puluh empat ribu orang.” Bagian belakang dari ayat ini berbunyi, “Dan di dahi mereka tertulis nama-Nya dan nama Bapa-Nya.” Ayat ini menimbulkan kesan yang sangat kuat di hati saya. Ketika antikristus tampil, Anak Domba dan Yahweh, Dia yang duduk di atas takhta itu, membuat hadirat mereka menjadi semakin kuat dirasakan oleh dunia. Dengan kata lain, pada masa yang penuh dengan gejolak ini, mereka tidak mengabaikan kita. Mari kita lihat, sebagai contoh, di Yohanes 14:23, Yahweh dan Anak Domba selalu peduli pada orang-orang kudus. Yahweh dan Anak Domba adalah kekuatan yang menopang kita di dalam kelemahan kita. Jadi kita bisa meyakini jaminan kedamaian di sana! Sekalipun antikristus menggertak dan menciptakan kehancuran di sana-sini, kita tahu bahwa Yahweh dan Kristus-Nya, Yesus Sang Anak Domba, adalah sumber kekuatan dan kedamaian di hati kita dalam menghadapi masa yang penuh tantangan ini.

Daripada memikirkan tentang penderitaan macam apa yang akan ditimpakan oleh antikristus kepada kita nanti, bahkan sekalipun hal itu memang benar-benar mengerikan, kita harus tetap memusatkan perhatian kita pada Anak Domba dan Yahweh. Kita sudah menyaksikan kelemahlembutan Yesus serta kepeduliannya atas situasi kita, dan dia tetap hadir, dia tidak mengabaikan kita. Saya harap anda bisa menghayati pokok yang kedua ini.

Kita sampai pada pokok yang terakhir. Pokok penting yang ketiga berkenaan dengan kekudusan, hal yang juga dilambangkan oleh Anak Domba di dalam kitab Wahyu. Jika seseorang sudah menjadi lemah lembut, saat dia melihat orang lain, dia tidak akan memiliki niat untuk mencari keuntungan dari orang itu. Dia juga tidak akan bisa didorong untuk melakukan hal yang bertentangan dengan kehendak Allah. Hal ini ditunjukkan oleh Anak Domba, yakni dia kudus dan tidak berdosa. Dia memiliki keteguhan di dalam kebenaran dan kekudusan Allah. Anak Domba akan teguh berdiam di dalam kebenaran. Dia tidak akan menyerah kepada hal-hal yang bersifat menentang Yahweh.

Di Wahyu 14:5, disebutkan bahwa mereka yang mengikuti Anak Domba tidak mengucapkan dusta dan tidak bercela. Di akhir zaman ini, jika seluruh penghasilan, keadaan keuangan, kehidupan jasmani dan dan keluarga anda terancam, godaan untuk berkompromi sangatlah kuat. Anda tidak bisa menjalankan kehidupan dalam kompromi dengan keduniawian sambil mengaku sebagai pengikut Yesus. Perkara kekudusan, hal tidak berdosa, atau kemurnian ini adalah pokok yang sangat diperhatikan oleh Anak Domba. Hal ini menjadi salah satu ciri dari karakternya. Mari kita lihat Wahyu 6:16

Dan mereka berkata kepada gunung-gunung dan kepada batu-batu karang itu: “Runtuhlah menimpa kami dan sembunyikanlah kami terhadap Dia, yang duduk di atas takhta dan terhadap murka Anak Domba itu.”

Demikianlah, bahkan Anak Domba juga bisa marah, walaupun anak domba yang alamiah tidak memiliki kemampuan seperti itu. Jadi, jika Anak Domba sampai marah, berarti urusannya benar-benar serius. Ayat tersebut berada dalam konteks Hari Penghakiman. Jika kita menjalani kehidupan yang berkompromi dengan nilai-nilai serta perilaku duniawi, kita akan mengalami murka Anak Domba.

Kita hidup di tengah dunia yang tidak berisi kebenaran, sekalipun yang dibicarakan mencakup masalah fakta atau bukan fakta. Ini masalah yang muncul karena kita hidup di zaman yang sudah meninggalkan kebenaran. Hal ini sudah menjadi kelaziman yang meluas di Amerika Utara, segala sesuatu dinilai berdasarkan perasaan anda. Jika sebuah peristiwa terasa sesuai dengan kepentingan atau agenda anda, anda akan mendukungnya sebagai kebenaran. Semua fakta yang tidak cocok dengan kepentingan anda langsung dinilai sebagai kabar bohong. Ada juga perilaku memanipulasi fakta untuk dicocokkan dengan kepentingan kita, hal yang dikenal dengan sebutan “fakta yang dipelintir”. Inilah hal yang terjadi di zaman sekarang. Padahal mungkin yang kita bicarakan adalah kejadian yang seharusnya bisa langsung dibuktikan secara ilmiah. Hal yang sudah jelas masih dipandang ringan atau dianggap bohong jika tidak sejalan dengan kepentingannya. Dalam hal kebenaran rohani, masalahnya justru lebih gawat lagi. Meremehkan atau menolak Firman Allah adalah masalah yang sangat serius dan akibatnya adalah jatuh ke dalam penghakiman-Nya.

Lalu, apa sikap hati kita terhadap yang benar dan yang salah? Di Mazmur 15:4, yang dipandang sebagai orang yang benar adalah mereka yang berpegang pada sumpah walaupun rugi, dan dia tidak akan mengingkari kebenaran, sekalipun dia harus mengakui hal-hal yang akan mempermalukan dirinya. Dia selalu siap untuk mengaku salah. Saat dia mengakui kesalahan, maka dia menjadi rentan. Orang lain bisa saja memakai kesempatan ini untuk menginjaknya. Akan tetapi, demi kebenaran dan menjaga hubungan dengan Allah, dia tidak menutupi hal apapun. Harga diri bukan hal yang penting untuk dibela. Demikianlah, pokok ketiga dari gambaran Anak Domba adalah bahwa kelemah-lembutan Anak Domba diimbangi oleh kekudusannya. Dia akan teguh berdiam di dalam kebenaran Allah, tidak akan pernah mengingkari kebenaran Allah.

Jika anda lihat Yesaya 11:9, di sini ada ungkapan, “Mereka takkan menyakiti, ataupun merusak...” Mengapa? Karena seluruh bumi penuh dengan pengenalan akan Yahweh. Semua orang taat pada prinsip-prinsip Yahweh. Jika kita menjalankannya, bahkan pada masa hidup kita sekarang ini, kita akan mengalami damai sejahtera dan harmoni dalam lingkungan umat-Nya.

Kiranya Yahweh berkenan menolong kita untuk berubah dan belajar tentang kerendahan hati. Kiranya kita semua bisa belajar menyerahkan hidup kita sepenuhnya kepada Dia. Kita sekarang mengerti mengapa Yesus mati dan mengapa Yahweh membangkitkan dan meninggikan dia. Yahweh ingin mewujudkan generasi baru masyarakat yang memiliki watak yang serupa dengan Yesus, Anak Domba. Di zaman sekarang ini, mayoritas masyarakat berada di jajaran ‘kelas bawah’. Mereka mungkin para pekerja di pabrik dan sebagainya. Ada sebagian kecil yang memiliki kedudukan tinggi. Siapapun kita, kiranya Yahweh berkenan mengubah hati kita supaya kita tidak lagi memiliki kecenderungan untuk menilai dari luar, tetapi melihat apa yang ada di dalam hati. Kiranya setiap orang yang menjadi bagian dari umat Allah bisa menjadi seperti Anak Domba, hanya dengan demikianlah, maka bisa terwujud damai sejahtera dan kesatuan di dalam jemaat.

 

Berikan Komentar Anda: