Pastor Boo | Kematian Kristus (23) |

Mari kita mulai dengan membaca Yohanes 3:14-21

14 Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, 
15 supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal. 
16 Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. 
17 Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia. 
18 Barangsiapa percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah.
19 Dan inilah hukuman itu: Terang telah datang ke dalam dunia, tetapi manusia lebih menyukai kegelapan dari pada terang, sebab perbuatan-perbuatan mereka jahat. 
20 Sebab barangsiapa berbuat jahat, membenci terang dan tidak datang kepada terang itu, supaya perbuatan-perbuatannya yang jahat itu tidak nampak; 
21 tetapi barangsiapa melakukan yang benar, ia datang kepada terang, supaya menjadi nyata, bahwa perbuatan-perbuatannya dilakukan dalam Allah.”

Kita semua sudah akrab dengan Yohanes 3:16, tetapi tidak dengan konteksnya. Dalam konteks kutipan ini, uraian yang disampaikan cukup keras, terutama ayat 19 dan 20. Di ayat 14, Yesus membuat perbandingan antara ular tembaga yang ditinggikan di padang gurun dengan dirinya yang juga akan ditinggikan, dalam arti dia akan disalibkan. Salib harus ditinggikan. Di bagian lain dalam Perjanjian Baru, uraian tentang Yesus ditinggikan terkait dengan kebangkitan dan kenaikannya. Jadi, kita bisa satukan saja semuanya, baik kematian dan kebangkitannya.

Jika anda perhatikan konteks mengapa Musa meninggikan ular tembaga di atas tiang, kita akan lebih menghargai perbandingan yang dibuat oleh Yesus. Untuk bisa memahami makna ditinggikannya ular tembaga itu, mari kita lihat Bilangan 21:4-6

4 Setelah mereka berangkat dari gunung Hor, berjalan ke arah Laut Teberau untuk mengelilingi tanah Edom, maka bangsa itu tidak dapat lagi menahan hati di tengah jalan. 
5 Lalu mereka berkata-kata melawan Allah dan Musa: “Mengapa kamu memimpin kami keluar dari Mesir? Supaya kami mati di padang gurun ini? Sebab di sini tidak ada roti dan tidak ada air, dan akan makanan hambar ini kami telah muak.”
6 Lalu YAHWEH menyuruh ular-ular tedung ke antara bangsa itu, yang memagut mereka, sehingga banyak dari orang Israel yang mati.

Bangsa Israel sedang mengembara di padang gurun, dan saat itu mereka sudah dekat dengan Tanah Perjanjian. Mereka bisa melintasi tanah Edom untuk mencapainya. Namun, saat itu mereka kehabisan makanan dan air minum. Mereka lalu menggerutu lagi kepada Musa. Di ayat 5 disebutkan dengan jelas bahwa mereka terang-terangan menentang Allah, bukan hanya menentang Musa. Mereka berkata, “Dan akan makanan hambar ini kami telah muak.” Mereka menghina manna yang disediakan oleh Allah bagi bagi kehidupan mereka. “Kami muak dengan makanan hambar ini.” Peristiwa ini terjadi menjelang 40 tahun sejak mereka keluar dari Mesir.

Sebenarnya, jika anda periksa semua catatan dari kitab Keluaran sampai Bilangan, anda akan dapati bahwa rakyat Israel menggerutu kepada Musa sebanyak 14 kali. Jadi jumlah 14 kali dalam masa 40 tahun sebenarnya tidak terlalu banyak. Rata-rata mereka hanya menggerutu sekitar satu kali dalam dua tahun. Hal ini sama sekali tidak terlihat buruk!! Ada berapa kali kita menggerutu? Dapatkah kita menahan untuk tidak mengeluh dalam seminggu saja? Hal ini sudah terasa berat bagi kita, bukankah begitu?

Dalam semua peristiwa itu, ada berbagai keluhan yang diajukan oleh bangsa Israel, dan persoalan makanan dan air minum menjadi urusan yang paling sering dikeluhkan. Sebenarnya, setiap kali mereka mengeluh tentang makanan dan air minum, Allah selalu memberikan apa yang mereka butuhkan. Akan tetapi, di ayat 5 ini terlihat sebenarnya mereka sudah punya makanan, yakni manna. Mereka sudah punya makanan! Mungkin mereka ingin menikmati makanan lain, dan itulah hal yang mereka ungkapkan, “Dan akan makanan hambar ini kami telah muak.” Dalam hal air minum, keluhan mereka memang memiliki dasar, mereka kehabisan air minum.

Jika kita lihat Yohanes 3, saya rasa kita akan bisa memahami apa maksud Yohanes saat berkata, “Manusia lebih menyukai kegelapan dari pada terang.” Anda mungkin bertanya, “Mengapa kita mengeluh?” Jawabannya adalah karena kita ingin agar segala sesuatu berlangsung sesuai dengan keinginan kita, lalu kita gagal mewujudkannya, atau karena kita menginginkan sesuatu, tetapi tidak dapat meraihnya. Kita merasa layak atau berhak memperoleh hal tersebut, dan akibatnya, kita menjadi tidak senang. Kemudian kita mulai mengeluh. Mari kita lihat Filipi 2:14-16

14 Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan,
15 supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia, 
16 sambil berpegang pada firman kehidupan, agar aku dapat bermegah pada hari Kristus, bahwa aku tidak percuma berlomba dan tidak percuma bersusah-susah.

Pokok yang penting di sini adalah jika kita berpegang pada Firman kehidupan, kita tidak akan mengeluh. Melalui Firman-Nya, anda bisa melihat dan memahami rencana Allah bagi anda, dan pada saat yang bersamaan, memahami kasih setia-Nya. Hidup anda akan berubah selaras dengan Firman; dengan demikian anda akan bersinar sebagai terang bagi dunia ini. Anda tidak perlu berbantah-bantah dan bertengkar dengan orang lain; anda juga tidak perlu mengeluh karena hidup anda berakar pada Firman kehidupan. Demikianlah jalan yang membuat orang mengenal anda sebagai anak Allah. “Angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini” akan selalu menjadi sumber ketegangan dan penderitaan bagi setiap orang. Pada masa kebodohan kita, kita ikut menambah masalah. Itu sebabnya kita berada dalam kegelapan. Gerutuan dan keluhan hanya menambah agresi dan kekerasan yang sudah menimbun di dunia ini. Akan tetapi, 1 Tesalonika 5:18 memberi kita sudut pandang yang positif:

Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.

Benar! Jadi sisi positifnya adalah: anda bersyukur kepada Allah. Ini adalah langkah iman. Anda bersyukur kepada Allah karena Dia mewujudkan rencana-Nya untuk hidup anda dengan menempatkan diri anda pada keadaan yang tidak menyenangkan bagi daging, yakni keduniawian kita. Tujuannya adalah manfaat atau buah Roh bisa muncul dari sana. Dalam hidup kita, akan ada banyak masalah. Hidup bukan pelayaran yang mulus; sekali waktu, kita harus menghadapi badai. Dalam Alkitab, dunia ini diibaratkan seperti laut karena bisa tenang barang sejenak, dan mendadak muncul badai dalam sekejap.

Kita tahu bahwa badai yang paling baru adalah wabah virus yang kita hadapi sekarang ini. Badai kali ini sangatlah kuat karena seluruh dunia terkena dampaknya. Ada wilayah yang terkena lebih parah daripada wilayah yang lainnya. Kita semua terkena badai ini, tetapi kita tidak berada dalam perahu yang sama. Ada orang yang masih bisa bekerja, sementara yang lain kehilangan pekerjaan. Yang kehilangan pekerjaan menderita karena tidak memilik penghasilan. Akibat wabah virus ini, setiap orang harus menghadapi sendiri kenyataan pahit yang harus mereka hadapi. Akan tetapi, bagaimana jika, seperti bangsa Israel, anda harus menghadapi panasnya padang gurun tanpa bekal utama seperti makanan dan ar minum? Secara naluri, bangsa Israel mulai menggerutu. Saya tidak yakin jika kita sanggup menahan diri. Kita yang hidup di zaman sekarang sudah memiliki lebih dari kebutuhan dasar, tetapi masih banyak alasan yang kita ajukan untuk mengeluh.

Rasa kesepian bisa menjadi salah satu alasan keluhan pada masa karantina ini. Kalangan muda cenderung ingin keluar rumah bersama teman-teman mereka dan tidak peduli dengan resiko tertulas virus. Jika kita adalah milik Tuhan, apakah kita akan mengeluhkan tentang pembatasan dan ketidaknyamanan ini? Terlebih lagi, dua minggu yang lalu,cuaca sangat panas di apartemen kami. Padahal ini hanya cuaca yang lazim pada musim panas. Saya merasa tidak nyaman dan mengalami kesukaran dalam berkonsentrasi menjalankan pekerjaan saya. Lalu saya membatin, “Apalah artinya cuaca panas ini dibandingkan dengan panas padang gurun yang dihadapi bangsa Israel zaman dulu?” Cuaca yang kita hadapi hanya berupa gelombang udara panas yang berlangsung dalam hitungan hari. Bukan panas yang berkelanjutan, jauh berbeda dengan yang dihadapi bangsa Israel dulu. Saya memang sedikit kesal, tetapi bangsa Israel zaman dulu tidak mengeluh tentang cuaca panas! Mereka mengembara di padang gurun sampai 40 tahun, dan jika ada orang yang memiliki ‘hak’ untuk mengeluh, sudah pasti merekalah yang berhak. Jadi saya tidak berminat menyalahkan mereka. Lagi pula, 14 kali mengeluh dalam 40 tahun bukanlah jumlah yang banyak.

Akan tetapi, Allah memandang ini sebagai persoalan yang serius. Dalam Bilangan 21, keluhan itu adalah keluhan terakhir yang mereka sampaikan, karena saat itu Yahweh mengirimkan ular tedung untuk menghukum mereka. Cara Yahweh menangani mereka memang unik. Itu sebabnya, setelah hukuman ini, tak ada lag keluhan yang muncul. Dengan kata lain, bangsa Israel akhirnya sadar. Membutuhkan waktu 40 tahun bagi mereka untuk belajar tidak mengeluh.

Mungkin kita beranggapan bahwa itu hanya masalah kecil, bukankah begitu? Akan tetapi, butuh waktu sampai 40 tahun bagi mereka untuk berhenti mengeluh. Kita sering berpikir, “Ini hanya pelajaran mudah dan tidak berlaku bagi saya karena saya sudah paham. Belajar untuk percaya kepada Allah adalah urusan yang terlalu gampang buat saya.” Benar, kita sudah mendapatkan pemahamannya di tingkat nalar, tetapi apakah pokok itu sudah masuk ke dalam hati, ke dalam cara hidup kita? Ini adalah persoalan yang besar! Allah saat itu sedang mengajarkan pokok yang paling penting melalui tindakan disiplin-Nya yang terakhir itu. Demikianlah, sesudah 14 kali mengeluh, akhirnya mereka tidak mengeluh lagi. Tahukah anda mengapa? Mari kita kembali ke Bilangan 21:7

Kemudian datanglah bangsa itu mendapatkan Musa dan berkata: “Kami telah berdosa, sebab kami berkata-kata melawan YAHWEH dan engkau; berdoalah kepada YAHWEH, supaya dijauhkan-Nya ular-ular ini dari pada kami.” Lalu Musa berdoa untuk bangsa itu.

Mereka berkata, “Berdoalah kepada TUHAN, supaya dijauhkan-Nya ular-ular ini dari pada kami.” Dan doa tersebut tidak dijawab, Allah tidak menyingkirkan ular-ular itu. Allah juga tidak memberi mereka air minum. Demikianlah, mereka mengeluh tentang makanan dan air minum, dan yang mereka dapatkan justru ular tedung. Ini adalah tindakan yang unik! Dalam berbagai kejadian sebelumnya, Allah akan menghentikan hukuman atau memberikan mereka apa yang mereka makanan dan air minum. Namun kali ini, Allah hanya menyuruh Musa untuk membuat ular tembaga dan menaruhnya di atas tiang supaya bisa dilihat oleh semua bangsa Israel, agar mereka sembuh jika sudah melihatnya.

Mengapa Yahweh menyuruh Musa untuk membuat ular tembaga? Karena jika bangsa Israel melihat ke arah ular tembaga itu, mereka akan mulai sadar bahwa mereka memang seperti ular itu. Saat itu mereka sudah sangat kesakitan, dan sudah ada sebagian yang mati. Ketika mereka sedang melihat orang-orang yang telah mati, sedangkan mereka sendiri dalam keadaan kesakitan, Yahweh menegur mereka, “Seperti ular inilah watak yang kalian tunjukkan melalui keluhan dan permusuhan itu.” Dengan kata lain, Yahweh sedang berkata, “Kalian memang keturunan ular beludak.” Sekarang kita bisa memahami mengapa Yohanes Pembaptis menyebut orang Farisi sebagai, “Keturunan ular beludak.” Gambaran tentang ular yang berbisa ini melambangkan manusia yang belum lahir baru. Mari kita lihat Yakobus 3:8-10,

8 tetapi tidak seorangpun yang berkuasa menjinakkan lidah; ia adalah sesuatu yang buas, yang tak terkuasai, dan penuh racun yang mematikan. 
9 Dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita; dan dengan lidah kita mengutuk manusia yang diciptakan menurut rupa Allah, 
10 dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk. Hal ini, saudara-saudaraku, tidak boleh demikian terjadi.

Yahweh sedang mengingatkan umat-Nya, “Segala perbuatanmu kepada hamba-hamba-Ku, dan kepada orang lain, semua itu akan kembali kepada dirimu sendiri.” Saat kita menganiaya orang lain dan membuat semua tuduhan kepadanya, maka semua itu akan kembali kepada diri kita sendiri. Jika anda melakukan hal itu kepada orang lain, yang menjadi korbannya adalah diri anda sendiri. Yahweh mendatangkan racun [dalam wujud ular berbisa] ke bangsa Israel agar mereka dapat merasakan sendiri akibat dari sikap hati penuh kebencian di dalam diri mereka.

Itu sebabnya mengapa Yesus membandingkan dirinya dengan ular tembaga, bukan karena dia sangat beracun kepada orang lain, melainkan karena Allah memakai dia sebagai sarana untuk mendisiplin umat. Mari kita lihat Yohanes 3:20

Sebab barangsiapa berbuat jahat, membenci terang dan tidak datang kepada terang itu, supaya perbuatan-perbuatannya yang jahat itu tidak nampak.

Apa yang terjadi saat muncul terang? Dalam konteks ini, Yohanes sedang menguraikan pelayanan Yesus, yang membawa terang Allah ke tempat-tempat kegelapan. Akan tetapi, orang-orang jahat, mereka yang tinggal dalam kegelapan, membenci terang karena terang akan memperlihatkan kelakuan mereka. Kata ‘memperlihatkan’ ini dapat memiliki makna ‘reprove (menginsyafkan)’. Dalam kamus Merriam Webster [kamus bahasa Inggris], kata ‘reprove’ bisa berarti, “to correct usually gently (mengoreksi, biasanya secara halus atau dengan dilandasi niat baik).” Anda mengoreksi orang lain dalam kelemhlembutan. Mengapa? Karena niat anda baik.

Kita lihat ayat 16 berisi pernyataan “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini,” dan inilah caranya Allah menangani kita. Itulah caranya Yesus saat berbicara kepada Nikodemus. Dia mengoreksi pemahaman Nikodemus, bukan dengan teguran keras, walaupun ada bagian ucapannya yang terdengar seperti ini, “Engkau adalah pengajar Israel, dan engkau tidak mengerti hal-hal itu?” Yesus lalu mengoreksinya dalam kelemahlembutan.

Kemarin saya menyaksikan sebuah video tentang dua anak muda. Mereka sedang berada di Huntington Beach (pantai Huntington) di California, AS, dan mereka membawa kotak berisi masker. Pantai itu dipenuhi oleh pengunjung, tak ada yang memakai masker, dan tak ada juga yang menjaga jarak aman. Demikianlah, kedua pemuda ini berniat untuk membuat semacam eksperimen sosial. Dua pemuda ini mulai menawarkan masker gratis kepada orang banyak, sambil berusaha menjelaskan kepada mereka bahwa saat ini sedang terjadi pandemi, dan pemakaian masker itu adalah demi keselamatan mereka sendiri. Di bagian akhir dari video ini, kedua pemuda itu berkomentar, “Wow, ini pengalaman yang sangat mendidik.” Mereka berkata seperti itu karena mereka mengalami banyak reaksi sengit dan marah dari orang banyak.

Masyarakat yang sedang berlibur di pantai itu tidak menyukai hal yang sedang dilakukan oleh kedua pemuda ini. Banyak yang memaki mereka, dan banyak juga yang secara fisik mengancam mereka. Mengapa? Menurut mereka berita tentang virus ini hanya berita bohong (hoax) dan mereka berhak untuk tidak memakai masker. Kedua pemuda ini tidak boleh melanggar hak mereka untuk tidak memakai masker. Lalu, ada bagian yang memperlihatkan percakapan dua pemuda ini dengan sepasang suami-istri lansia. Saya rasa, alasan yang mereka ajukan adalah alasan yang paling buruk. Mereka berkata, “Tak masalah jika kami meninggal karena virus ini. Setelah kami meninggal nanti, kami akan masuk ke surga. Bagaimana dengan kalian? Kalian ingin masuk neraka?” Orang-orang religius ini, khususnya pasangan lansia ini, mengira bahwa mereka sudah pasti masuk ke sorga. Jika anda tertular virus, anda akan menjadi salah satu sumber penularan virus kepada orang lain, dan bisa berakibat pada kematian orang lain, dan anda masih sangat yakin bahwa anda akan masuk ke surga? Mereka menolak untuk memakai masker karena mereka tidak sadar bahwa mereka sedang membahayakan hidup mereka sendiri dan hidup orang lain. Saya sangat menghargai upaya yang dilakukan oleh kedua pemuda itu. Mereka berusaha untuk melakukan hal yang bermanfaat, tetapi masyarakat menolak usaha mereka sepenuhnya. Tindakan koreksi dari kedua orang ini dijalankan dalam kelemhalembutan, tetapi tak ada orang yang mau menerimanya. Mereka justru membenci kedua pemuda ini.

Sekarang anda bisa memahami apa yang dilakukan oleh Yesus di sepanjang hidupnya. Segenap hidupnya dicurahkan untuk menolong anda dan saya untuk bisa melihat di mana letak kegagalan kita, dan untuk menunjukkan bagaimana jalan keluarnya. Salah satu pokok utama yang perlu kita pahami adalah bahwa kita perlu mempercayai Yahweh. Ini adalah perlajaran pertama yang harus kita pahami. Cara kita untuk mengatasi kebiasaan mengeluh dan menggerutu bukan dengan jalan memusatkan perhatian pada masalah yang sedang dihadapi, entah itu merupakan suatu peristiwa atau dampak dari hubungan kita dengan orang lain. Jangan biarkan hati dan pikiran anda diikat oleh masalah. Yahweh menyuruh Musa untuk membuat ular tembaga, supaya umat Israel bisa mengalihkan perhatian mereka dari rasa sakit mereka kepada ular tembaga itu. Ingatlah bahwa ular-ular tedung itu masih belum disingkirkan! Bahaya yang mengintai masih ada. Begitu perhatian anda teralih dari ular tembaga itu, maka anda akan digigit oleh ular tedung. Ini adalah keadaan yang lebih buruk dari semula! Anda bisa lihat di sini, orang Israel menghadapi keadaan terjepit. Mereka harus memusatkan perhatian ke arah ular tembaga dan tidak boleh berpaling ke arah lain!

Bagaimana kita akan mengatasi dosa di dalam kehidupan kita? Kita tidak boleh terpaku pada masalah yang dihadapi: bagaimana sampai bisa terjadi, mengapa hasilnya seperti ini, mengapa saya harus mengalami hal ini, mengapa orang lain tidak mengalami hal ini, mengapa selalu saya yang salah? Anda tidak akan bisa mengatasi dosa jika anda selalu memikirkan diri sendiri, tenggelam dalam sikap mengasihani diri sendiri. Jalan ini hanya akan memunculkan kepahitan di dalam hati, dan bisa berakhir pada tindakan yang menghujat Allah.

Terkait dengan persoalan tersebut adalah masalah keyakinan kita kepada Yesus. Apa maknanya? Bagaimana cara untuk percaya kepada Yesus? Landasan pertama untuk bisa percaya kepada Yesus, seperti yang sudah diuraikan sebelumnya, adalah mengalihkan perhatian. Anda memindahkan pusat perhatian dari diri sendiri kepada Yesus. Kita sudah membaca di Yohanes 3:15, yang menyebutkan, “Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepadanya beroleh hidup yang kekal.” Jadi, kita harus memusatkan perhatian pada Yesus, sama seperti bangsa Israel zaman dulu memusatkan perhatian mereka pada ular tembaga. Berlandaskan kasih Yahweh kepada kita di ayat 16, Yahweh mengutus AnakNya kepada kita supaya kita bisa berokus kepada dia. Jadi, pokok yang pertama adalah arah dari perhatian kita.

Pokok kedua dalam urusan mempercayai Yesus terdapat di kata ‘percaya’ itu sendiri. Di dalam tulisan Yohanes, makna kata ‘percaya’ berkaitan dengan komitmen atau berserah diri. Ini bukanlah makna percaya sebatas nalar, ajaran yang sering kita dengar di zaman sekarang. Kata ‘percaya’ melibatkan komitmen atau tindakan berserah diri sepenuhnya kepada Yesus. Kita bukan sekedar memperhatikan dia, kita harus berserah diri kepadanya. Makna dari kata komitmen atau berserah diri ini adalah menempatkan hidup anda sepenuhnya di bawah kendalinya. Dengan kata lain, kita sedang berbicara tentang pengabdian penuh, keberpihakan kepada Allah lewat tindakan berserah diri kepada Kristus yang sudah diutus oleh Allah kepada kita. Camkanlah bahwa langkah kita untuk berpihak kepada Allah juga akan memunculkan teguran dari Allah kepada kita. Artinya, Yahweh akan menunjukkan kepada kita hal-hal yang salah di dalam hidup kita. Apakah kita bersemangat untuk berubah? Jika kita tidak mau kehilangan watak yang lama dan membuang semua kepahitan maupun hasrat mempertahankan kenyamanan hidup, kita tidak akan bisa mengikut Yesus. Kita tidak akan mau menerima pengajaran Yesus sama sekali! Mengikut Yesus berarti menjalani proses latihan seumur hidup, dan seperti yang sudah kita lihat, ini adalah latihan menghayati dan menjalankan prinsip dasar kehidupan. Semua prinsip itu akan dipelajari melalui berbagai macam persoalan dalam kehidupan kita. Demikianlah, proses latihan ini tidak pernah berisi bahan latihan yang mudah. Berat-ringannya masalah yang muncul bisa berbeda dalam diri setiap orang. Akan tetapi, kita belajar untuk mengatasi dosa di dalam hidup kita melalui tekad kita untuk terus melangkah dan tetap setia kepada Yahweh dan Mesias-Nya, Yesus.

Sekarang kita masuk ke dalam pokok yang ketiga dari makna percaya. Kita perlu melihat Yohanes 6 untuk bisa memahaminya dengan lebih baik. Mari kita lihat Yohanes 6:40

Sebab inilah kehendak Bapaku, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya kepadanya beroleh hidup yang kekal, dan supaya aku membangkitkannya pada akhir zaman.

Di sini kita melihat lagi ungkapan, “setiap orang yang melihat Anak.” Ungkapan ini terkait dengan perubahan arah perhatian kita, arah itu sekarang dipusatkan kepada Yesus. Lalu, Yesus melanjutkan dengan ungkapan, “Yang percaya kepadanya beroleh hidup yang kekal.” Mari kita lihat Yohanes 6:54

Barangsiapa makan dagingku dan minum darahku, ia mempunyai hidup yang kekal dan aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman.

Seperti yang sudah kita lihat, pokok yang pertama terkait dengan arah perhatian, pokok yang kedua berkenaan dengan komitmen, dan sekarang, pokok yang ketiga berkaitan dengan partisipasi. Dalam ayat 54 disebutkan, “Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal.” Kalimat ini menjelaskan apa arti melihat dan percaya kepadanya.

Apa makna dari ayat ini? Hal ini terkait dengan pemahaman kita akan Bilangan 21. Saat kita melihat Yesus di kayu salib, hal apakah yang kita lihat? Kita melihat tubuh yang menanggung siksaan, orang yang diremukkan, tetapi menjadi sarana bagi Allah untuk menyembuhkan dan menyelamatkan. Itulah hidup yang kekal, yakni, hidup dari Allah telah masuk ke dalam diri anda. Hidup itu dianugerahkan melalui tubuh Yesus yang diremukkan. Itu sebabnya Yesus memakai ungkapan, “Barangsiapa makan dagingku.” Apa makna dari memakan daging? Makna simbolisnya adalah memakan tubuh yang sudah diremukkan ini, selanjutnya, darah kehidupan Yesus yang berarti hidup yang bersumber dari Allah akan masuk ke dalam hidup kita. Kita akan mulai memahami betapa diberkatinya pengalaman yang dilewati melalui penderitaan, aniaya dan penolakan. Sangat menantang, tetapi kita akan mengalami berkat dari sana.

Di Yohanes 6:32,33 Yesus berkata tentang roti yang dari surga, dalam ayat 35 Yesus berkata, “Akulah roti hidup.” Dia membandingkan dirinya dengan manna yang turun dari surga. Roti dari tepung biasa dan manna diolah dengan cara yang mirip. Setiap pagi, setelah mereka selesai mengumpulkan manna, maka manna itu harus dihaluskan. Mereka harus menggiling, memanggang, atau merebusnya. Jadi bukan sekedar dihaluskan; tahap akhirnya adalah pengolahan dengan api. Roti dari tepung biasa juga dipersiapkan dengan cara itu. Gandum dihaluskan terlebih dahulu. Kemudian mereka memasukkannya ke dalam panggangan. Tahap akhir pengolahannya juga menggunakan api. Dengan demikian, kita bisa melihat bahwa melalui api kehidupan dan kehancuran yang dijatuhkan oleh Allah, kita akan mulai mengalami hidup baru yang Dia berikan.

Kita tentu tidak lupa dengan saat Perjamuan di mana Yesus mengambil roti dan berkata kepada murid-muridnya, “Inilah tubuhku yang sudah dipecahkan untukmu.” Saat kita menatap salib Kristus, kita bukan sekadar memperhatikan Yesus. Ini harus merupakan langkah komitmen, tetapi komitmen untuk apa? Komitmen untuk berpartisipasi di dalam hidup Kristus. Sama seperti tubuhnya yang dipecahkan, tubuh kita juga akan dipecahkan; sama seperti darahnya yang dicurahkan, darah kita juga akan dicurahkan. Sekarang ini kita memahaminya secara simbolik karena penyaliban bukan realitas zaman sekarang. Namun, kita memang akan melalui berbagai penderitaan, dan semua itu adalah dampak dari komitmen kita untuk bersedia kehilangan nyawa demi Yesus dan Injil. Hanya dengan kerelaan semacam itu barulah kita bisa menyaksikan kuasa keselamatan Allah bekerja di dalam hidup orang lain. Kita melewati berbagai kesukaran bahkan ujian yang sangat berat! Namun dengan melewati semua itulah kita akan mengalami kemenangan atas dosa dengan kasih karunia Allah.

Di Yohanes 3:8, mereka yang lahir baru dipimpin oleh Roh. Roh bertiup kemanapun ia inginkan. Jadi, Roh Yahweh akan memimpin kita melalui jalan yang sempit (Matius 7:13,14), seperti yang sudah Dia lakukan pada bangsa Israel. Akan tetapi, persoalannya adalah: Apakah kita akan menjalaninya dengan sukacita, damai sejahtera dan bahagia? Apakah kita puas dengan fakta bahwa kemanapun kita melangkah, selama kita memiliki hubungan yang akrab dengan Allah dan Dia menyertai kita, dan kita merasa bahagia?

Mari kita baca kitab Bilangan lagi, selanjutnya kita akan tutup ibadah ini. Bilangan 21:16-17

16 Dari sana mereka ke Beer. Inilah sumur di mana TUHAN berfirman kepada Musa: “Kumpulkanlah bangsa itu, maka Aku akan memberikan air kepada mereka.” 
17 Pada waktu itu orang Israel menyanyikan nyanyian ini: “Berbual-buallah, hai sumur!

Seperti yang sudah saya sampaikan tadi, Yahweh tidak langsung memberi mereka makanan atau air minum. Dari tempat mereka dihukum dengan ular tedung, mereka harus melanjutkan perjalanan dulu. Mereka berjalan cukup jauh, dan akhirnya, mereka sampai di sumur ini. Mereka tidak mengeluh lagi. Tidak! Kali ini mereka menyanyi di depan sumur. Mereka sudah memahami pelajaran yang diberikan oleh Yahweh. Akhirnya, mereka menyanyi di depan sumur, “Berbual-buallah, hai sumur!” Dari kebiasaan menggerutu, berubah menjadi sikap hati yang menghasilkan lagu penuh sukacita. Sebagai tanggapannya, Yahweh dengan senang memberi mereka air minum. Pada akhirnya, mereka berhasil mengatasi kecenderungan untuk menggerutu, dan hal itu baru tercapai setelah 40 tahun!

Demikianlah, kita tidak boleh meremehkan prinsip dasar ini. Sekilas memang terlihat mudah, tetapi jika dipraktekkan, prinsip ini bukanlah hal yang mudah untuk dijalankan. Akan tetapi, Yahweh pasti akan memastikan bahwa setiap firman dari-Nya akan bisa dijalankan di dalam kehidupan kita sehingga kita bisa berbuah. Jika kita menghadapi kesukaran sekarang ini, sebenarnya itu adalah cara Yahweh untuk bertanya kepada kita, “Nah, apakah kamu benar-benar percaya kepada-Ku? Apakah kamu akan datang dan memohon pertolongan dari-Ku? Apakah kamu yakin bahwa Aku mampu menolongmu? Apakah kamu benar-benar ingin mengenal-Ku, mengetahui siapa Aku?” Puaskanlah diri anda di dalam Dia, melangkahlah bersama Dia, dan janganlah terpaku pada masalah yang sedang dihadapi. Hal ini mengingatkan kita pada kegiatan memanjat tebing. Semakin anda arahkan pandangan ke bawah, akan semakin buruk keadaan anda, karena anda akan dilumpuhkan oleh rasa takut! Kita perlu memusatkan perhatian ke atas dan tetap percaya kepada Dia. Itulah cara kita melanjutkan perjalanan.

Saya harap anda siap menghadapi tantangan dari Yahweh untuk menjalani proses pembebasan dan pemurnian di dalam hidup kita. Untuk menolong kita menjalaninya, Yahweh menyediakan sarana penolong yang sangat kuat, yakni salib Kristus. Bahkan sesudah itu, saat kita memperhatikan Kristus yang sudah bangkit, yang kita lihat adalah dia yang disalibkan! Saat kita berpartisipasi dalam tubuh dia yang disalibkan, sampai dengan zaman sekarang ini, tubuh itu adalah tubuh yang sudah diremukkan. Mari kita belajar untuk memusatkan perhatian pada Yahweh dan merenungkan salib Anak-Nya yang Dia kasihi.

 

Berikan Komentar Anda: