SC Chuah | Yohanes 8:12 |

Kita mulai dengan membaca tiga pernyataan Yesus:

“Jangan menghakimi berdasarkan yang kelihatan, melainkan hakimilah dengan penghakiman yang benar.” (Yoh 7:24)

“Orang yang tidak berdosa di antara kalian hendaklah dia menjadi yang pertama melempar perempuan ini dengan batu.” (Yoh 8:7)

“Akulah terang dunia. Setiap orang yang mengikut aku tidak akan berjalan dalam kegelapan, tetapi akan mempunyai terang hidup.” (Yoh 8:12)


MENGHAKIMI DIRI SENDIRI

Di pesan yang lalu, ketika membahas Perempuan yang Berzinah, kita menarik satu prinsip rohani yang penting, “Janganlah menghakimi orang lain, hakimilah diri sendiri”. Kita akan lanjutkan dari situ. Camkanlah bahwa kemajuan rohani kita bertumbuh dalam proporsi dengan kesanggupan kita mengkritik diri kita sendiri. Dalam kenyataannya, kita tidak mungkin dapat mengalami perubahan dalam karakter jika kita tidak belajar bercermin. Sebenarnya, saya tidak dapat memikirkan jalan lain untuk mengalami kehidupan yang transformatif melainkan kita belajar mencari kesalahan diri sendiri.

Jika kita memahami hal ini, kita juga akan memahami pekerjaan Iblis dalam kehidupan kita. Iblis tidak muncul kepada kita dalam keadaannya yang sebenarnya. Pekerjaannya yang paling utama dalam kehidupan kita ialah menyibukkan atau menghibur kita sedemikian rupa kita tidak memiliki waktu untuk bercermin. Semua orang punya waktu yang sama panjangnya, tetapi hampir tidak ada waktu yang disisihkan untuk bercermin. Ia juga akan selalu menunjukkan kesalahan orang lain kepada kita supaya kita sibuk melempar batu. Sebaliknya pekerjaan Tuhan yang utama dalam kehidupan kita ialah membawa kita untuk bercermin diri. Siapa yang dapat bertobat tanpa menyadari kesalahannya? Demikianlah, pekerjaan pemberita firman Tuhan yang terpenting ialah melukiskan firman Tuhan seperti sebuah cermin.

Hal ini berlaku dalam semua bidang. Semua kemajuan dalam segala bidang dicapai dengan mencari kesalahan diri sendiri. Baru-baru ini saya menonton wawancara dengan Tai Tzu Ying, pemain bulu tangkis wanita peringkat satu dunia. Ia memegang rekor sebagai pemain peringkat satu dunia paling lama sepanjang sejarah BWF. Rahasia kehebatannya? Setelah setiap permainan, ia mencari dan memperbaiki kesalahan sendiri. Tidak banyak waktu yang diberikan untuk mengagumi kehebatan diri sendiri. Tentu saja, sebuah pukulan yang jelek sangat berbeda dengan karakter yang jelek. Ego kita membuat kita ogah melihat diri kita yang sebenarnya. Namun, saya berharap saudara dapat melihat prinsipnya. Semua kemajuan diawali dengan kritik terhadap diri sendiri.

Dalam usaha untuk menjalankan kehidupan yang berkenan kepada Bapa, saya sering harus bertanya pada diri sendiri, “Mengapa saya bicara seperti itu? Apa kesan yang ingin kamu berikan? Apakah karena ingin memberikan kesan yang lebih baik daripada kenyataan? Mengapa saya jengkel? Mengapa saya meninggikan suara? Apa saya benar di sini? Apakah ini dari daging, atau Roh? Mengapa saya memiliki perasaan seperti ini? Apakah perasaan ini benar? Mengapa saya tersinggung? Haruskah saya tersinggung karena itu?… “ Kalau tidak demikian, bagaimana lagi kita dapat berubah dan menjadi lebih baik?

Kemampuan menilai perilaku sendiri inilah yang menjadikan kita manusia, yang membedakan diri kita dari hewan. Pernahkah saudara melihat ayam, bebek atau monyet yang merenungkan benar salah jalan hidupnya?


JANGANLAH MENGHAKIMI ORANG LAIN

Pada waktu yang bersamaan, kita juga harus membuang sebuah kebiasaan yang sangat sulit dibuang, yaitu kecenderungan untuk menghakimi orang lain. Kita semua memiliki nafsu besar untuk menghakimi orang lain. Sebaiknya kita belajar mengarahkan jari telunjuk kita pada diri sendiri daripada kepada orang lain.

Ibrani 9:27 berkata,

Seperti manusia, yang ditentukan untuk mati satu kali saja dan sesudah itu menghadap penghakiman…

Kita semua ditetapkan untuk hidup sekali dan mati sekali saja. Saya pikir kita semua meyakini hal ini. Akan tetapi, menurut firman Tuhan, sesudah kematian hal berikut yang sudah pasti datang ialah menghadap penghakiman. Bagian yang kedua ini menuntut iman. Dari cara kebanyakan orang hidup, saya kurang yakin banyak yang mempercayainya. Kita seperti siswa yang tahu ujian nasional akan datang akhir tahun, tetap hidup seolah-olah tidak ada ujian. Namun, surat Yakobus menghimbau orang-orang percaya untuk, “berbicara dan bertindaklah sebagai orang-orang yang akan dihakimi…” (Yak 2:12).

Sebenarnya, seluruh tujuan dari kehidupan kita di dunia ini ialah sebuah persiapan untuk menghadapi hari itu. Hal ini saja sudah cukup untuk menahan kita dari sembarangan menghakimi orang lain, dan menghakimi diri sendiri. Seperti yang kita baca di 1 Korintus 11:31, “Sebab jika kita memeriksa diri kita sendiri, kita tidak akan dihukum”. Kita hidup setiap hari sebagai sebuah persiapan menghadapi hari itu, dan seluruh tujuan dari pelayanan firman Tuhan di gereja ini bermaksud untuk mempersiapkan saudara untuk menghadapi hari itu.

Bagi yang suka mengorek kesalahan orang lain, saya pikir hari itu bukan hari yang menyenangkan. Namun, orang-orang yang menghakimi diri mereka sendiri, merekalah yang memahami tujuan kedatangan Yesus, memahami makna yang sesungguhnya dari darah Yesus dan kematian Kristus, memahami pengampunan. Merekalah orang-orang yang merindukan kedatangan hari itu. Mereka memandang hari itu sebagai hari keselamatan.

… demikian juga Kristus; ia dipersembahkan hanya satu kali saja untuk menanggung dosa banyak orang, dan akan datang untuk kedua kalinya, bukan untuk menanggung dosa, melainkan untuk membawa keselamatan bagi mereka yang menantikan dia.

Hal ini dapat diumpamakan dengan ujian nasional. Siswa yang sepanjang tahun mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian nasional menantikan kedatangan hari itu. Untuk itulah mereka hidup sepanjang tahun. Mereka merindukan sukacita besar dan kelegaan yang menanti di balik hari itu. Siswa yang berfoya-foya sepanjang tahun berharap hari itu tidak akan pernah tiba. Mereka akan menghadapi hari itu dengan ketakutan. Semuanya bergantung hanya pada satu hal: apakah saudara mempersiapkan diri dengan baik.

Bagi kita yang suka menghakimi, Paulus memberikan sebuah nasihat khusus:

Karena itu, janganlah menghakimi sebelum waktunya, yaitu sebelum Tuhan datang. Ia yang akan menerangi hal-hal yang tersembunyi dalam kegelapan dan akan menyatakan maksud-maksud hati. Lalu, setiap orang akan menerima pujian dari Allah.

Janganlah menghakimi sebelum waktunya. Jika saudara begitu ingin menghakimi, oke! Akan tetapi, tunggulah sehingga Tuhan datang. Hari itu, Ia akan menerangi hal-hal yang tersembunyi dan akan menyatakan maksud-maksud hati. Dengan kata lain, sebelum hari itu datang, kita tidak mungkin dapat mengadili dengan adil karena kita tidak cukup fakta. Kita tidak tahu terlalu banyak hal, yaitu hal-hal yang tersembunyi dalam kegelapan dan maksud hati orang. Kita tidak tahu apa yang ada di hati dan pikiran pasangan kita. Demikian pula, pasangan kita juga tidak tahu apa yang di hati dan pikiran kita. Kita bahkan tidak terlalu memahami diri kita sendiri.


JANGANLAH MENGHAKIMI BERDASARKAN APA YANG KELIHATAN

Tadi kita baca pernyataan Yesus di Yohanes 7:24, “Janganlah menghakimi berdasarkan apa yang kelihatan”. Ada yang menilai bahwa perintah ini merupakan perintah Yesus yang paling banyak dilanggar oleh orang-orang percaya. Saya sempat memprotes dan berpendapat mungkin ini hanya “salah satu” perintah yang paling dilalaikan. Namun, setelah berpikir dengan lebih panjang, saya menjadi sadar bahwa ini besar kemungkinan merupakan perintah yang paling diabaikan.

Kita menilai segala sesuatu berdasarkan apa yang kelihatan. Di toko supermarket, kita menilai semua produk berdasarkan kemasannya. Kita menilai isi sebuah buku berdasarkan sampulnya. Kita melihat orang sekilas, kita menarik berbagai kesimpulan. Kita melihat pakaian orang, merek sepeda motor orang, merek mobilnya lalu menarik bermacam-macam kesimpulan. Kita berbicara beberapa kalimat dengan seseorang, kita mulai berbicara dengan yakin tentang motifnya.

Mari kita membaca sebuah nas Mesianik di Yesaya 11. Nas-nas Mesianik sering kali menyimpulkan kehidupan Sang Mesias dalam beberapa kalimat. Dalam perjuangan kita menjadi serupa dengan Kristus, nas-nas Mesianik ini sangat menolong karena ia menyimpulkan kehidupan Yesus dalam beberapa prinsip.

1  Sebuah tunas akan keluar dari batang pohon Isai, sebuah cabang dari akarnya akan menghasilkan buah.
2  Roh Yahweh akan berdiam di dalamnya, Roh hikmat dan pengertian, Roh nasihat dan kekuatan, Roh pengetahuan dan takut akan Yahweh.
3  Ia senang dalam takut akan Yahweh, dan ia takkan menghakimi berdasarkan apa yang dilihat matanya ataupun membuat keputusan berdasarkan yang didengar telinganya.
4  Akan tetapi, dengan kebenaran ia akan menghakimi…

Tanda utama seorang yang dipenuhi Roh Yahweh ialah ia takkan menghakimi berdasarkan apa yang dilihat matanya ataupun membuat keputusan berdasarkan yang didengar telinganya. Saya harap saudara menghafal kalimat ini. Itulah tanda orang yang dipenuhi Roh, yang berhikmat, yang berpengertian, yang kuat, yang berpengetahuan dan yang takut akan Yahweh. Ia memang melihat dengan mata; ia juga mendengar dengan telinga; tetapi ia juga berdoa. Ia menilai dan membuat keputusan berdasarkan indera keenam. Itulah yang membuat Yesus berbeda dari semua manusia yang lain.

Kita lihat “ganteng”, dengar “I love u”, lalu memutuskan untuk kawin, ternyata orangnya seorang serial killer. Kita lihat “cantik”, dengar “I love u”, lalu terburu-buru kawin, ternyata kita mengawini nenek sihir. Itu bukanlah caranya seorang percaya berfungsi.

Tidak menghakimi tidak berarti saya memikirkan setiap orang itu sempurna. Saya tidak menganggap setiap orang yang saya jumpai itu malaikat. Itu konyol. Kita harus membedakan sikap menghakimi dengan kearifan untuk membedakan apa yang benar dan apa yang salah. Sebagai pemimpin jemaat, kita harus selalu membedakan nabi palsu dari nabi benar; pengajaran yang salah dari yang benar; serigala dari domba, penipu dari orang jujur, perilaku yang tak berkenan dari perilaku benar dan lain-lain.  Bilamana perlu, kita juga akan menegur dan menjalankan disiplin atas perilaku yang buruk. Kita diminta untuk menghakimi dengan penghakiman yang adil, bukan tidak menghakimi sama sekali. Jadi, “Jangan menghakimi” itu bukanlah suatu perintah yang mutlak, mutlak dalam arti tidak menghakimi dalam keadaan apa pun. Yang jelas, tugas menghakimi merupakan tugas penting seorang pemimpin jemaat (1Kor 5:12).

Yang menjadi perhatian kita di sini ialah sikap suka menghakimi yang bersifat mengutuk, yang menjatuhkan, mendakwa dan tidak dilandasi kasih dan belas kasihan. Sikap seperti ini menjadikan kita makin lama makin serupa Iblis, yang disebut “penuduh saudara-saudara kita” di Wahyu 12:10. Sebaliknya, menghakimi dengan kebenaran akan menjadikan kita seperti seperti Kristus (Yes 11:4).

Untuk menutup bagian ini, mari kita baca 1 Petrus 4:15.

Akan tetapi, jangan ada di antara kamu yang menderita sebagai pembunuh, pencuri, pelaku kejahatan, atau sebagai orang yang suka mencampuri urusan orang lain.

Ada empat hal yang didaftarkan di sini. Saya percaya di dalam jemaat kita tidak ada lagi pembunuh, pencuri dan pelaku kejahatan. Mungkin di antara kita ada mantan pembunuh, pencuri dan pelaku kejahatan. Namun, saya cukup yakin kemungkinan hal-hal semacam itu terjadi di antara kita sangatlah kecil. Yang paling berbahaya ialah yang keempat “suka mencampuri urusan orang lain” alias busybody atau kepo.

Kamus Yunani-Inggris mendefinisikan kata yang diterjemahkan sebagai “suka mencampuri urusan orang lain” sebagai:

  • one who meddles in things alien to his calling, spy, informer
  • orang yang mencampuri urusan yang asing bagi panggilannya


DITELANJANGI TERANG

Terakhir, saya ingin menarik kaitan antara “menghakimi diri sendiri” dengan “berjalan dalam terang”. Apa maksudnya menghakimi diri sendiri?

Walaupun tidak dituliskan, saya percaya ketika Yesus berdiri dan berkata, “Orang yang tidak berdosa di antara kalian hendaklah dia menjadi yang pertama melempar perempuan ini dengan batu”, sesuatu terjadi di tingkat rohani di antara orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat. Seketika itu juga mereka merasa berada di hadirat pribadi yang disebut Terang Dunia dan dosa-dosa mereka ditelanjangi, semuanya terekspos. Seperti kecoak yang terekspos, mereka pergi menjauhi terang.

Orang yang berjalan dalam terang, setidaknya ialah orang yang hidup “tanpa ada yang tersembunyi”, atau nothing to hide. Orang yang tidak banyak rahasia. Jika kita berjalan dalam terang sekarang, pada hari Tuhan datang kembali, tidak ada apa-apa yang tersembunyi dalam kegelapan yang perlu diterangi. Demikian pula, tidak ada maksud hati yang beda dari yang telah dinyatakan. Apakah saudara pribadi yang suka menutupi dosa saudara? Saudara tidak akan menyukai terang.

Di seluruh kitab Yesaya, kata “Celakalah… “ dipakai sebanyak 21 atau 22 kali. Semua pernyataan celaka tersebut tentu saja merupakan kata-kata penghakiman dari Allah yang disampaikan melalui nabi Yesaya. Namun, hanya sekali kata “celakalah aku” dipakai, yaitu di Yesaya 6 ketika Yesaya berada dalam hadirat Allah. Di dalam hadirat Allah, tidak ada yang salah dengan orang lain. Di dalam terangnya, kita akan melihat kenajisan diri kita, dan berseru, “Celakalah aku! Aku binasa! Aku seorang yang najis bibir!” Najis bibir? Seorang nabi besar, penyambung lidah Allah seperti Yesaya najis di bibir? Habislah kita! Terang kekudusannya menelanjangi segala-galanya.

Kita melihat hal yang sama pada Paulus, seorang Farisi yang saleh, “Aku manusia celaka! Siapakah yang akan menyelamatkan aku dari tubuh maut ini?” Di dalam terang Allah, kealiman kita tidak dapat menahan tembusan cahaya-Nya. Kita tidak dapat berbuat apa-apa selain berseru meminta tolong.

Namun, di sinilah keindahannya, salah satu serafim terbang menuju Yesaya membawa batu bara di tangan dan menyentuhkannya ke mulut Yesaya dan berkata, “Kesalahanmu telah dihapuskan, dosa-dosamu telah diampuni”. Demikian pula, Paulus berseru, “Syukur kepada Allah melalui Tu(h)an kita, Kristus Yesus!” Menghakimi diri sendiri berarti berdiri dalam terang-Nya. Di dalam terang-Nya, tidak ada yang tersembunyi. Di dalam terang-Nya jugalah, kita mengalami penyucian, pengampunan dan kebebasan.

Sewaktu berbicara tentang menghakimi diri sendiri, janganlah kita melakukannya dalam kegelapan. Itu hanya akan membawa depresi tanpa jalan keluar. Mencari-cari kesalahan sendiri dan mengutuk-ngutuk diri sendiri tidak akan membawa kita ke mana-mana. Itulah yang dimaksudkan Paulus di 1 Korintus 4:3-4,

… Bahkan, aku sendiri tidak menghakimi diriku. Sebab, aku tidak menyadari apa pun akan diriku sendiri. Namun, bukan karena hal itu aku dibenarkan, melainkan Tuhanlah yang menghakimi aku.

Jika kita datang kepada Kristus, Terang Dunia, segala sesuatu yang tersembunyi dalam kegelapan akan ditelanjangi. Pada waktu yang bersamaan, segala kegelapan akan lenyap seketika itu juga. Di permulaan Injil Yohanes, dituliskan bahwa,

“Terang itu bercahaya di dalam kegelapan, dan kegelapan tidak dapat menguasai-Nya”.

Akankah kita pergi satu per satu? (Yoh 8:9) Atau, mengikut dia? (Yoh 8:12)

 

Berikan Komentar Anda: