SC Chuah | Yohanes 4:39-54 |

39 Dan banyak orang Samaria dari kota itu telah menjadi percaya kepadanya karena perkataan perempuan itu, yang bersaksi: “Ia mengatakan kepadaku segala sesuatu yang telah kuperbuat.” 40 Ketika orang-orang Samaria itu sampai kepada Yesus, mereka meminta kepadanya, supaya ia tinggal pada mereka; dan iapun tinggal di situ dua hari lamanya. 41 Dan lebih banyak lagi orang yang menjadi percaya karena perkataannya, 42 dan mereka berkata kepada perempuan itu: “Kami percaya, tetapi bukan lagi karena apa yang kaukatakan, sebab kami sendiri telah mendengar dia dan kami tahu, bahwa dialah benar-benar Juruselamat dunia.”

43 Dan setelah dua hari itu Yesus berangkat dari sana ke Galilea, 44 sebab Yesus sendiri telah bersaksi, bahwa seorang nabi tidak dihormati di negerinya sendiri. 45 Maka setelah ia tiba di Galilea, orang-orang Galileapun menyambut dia, karena mereka telah melihat segala sesuatu yang dikerjakannya di Yerusalem pada pesta itu, sebab mereka sendiripun turut ke pesta itu.

46 Maka Yesus kembali lagi ke Kana di Galilea, di mana ia membuat air menjadi anggur. Dan di Kapernaum ada seorang pegawai istana, anaknya sedang sakit. 47 Ketika ia mendengar, bahwa Yesus telah datang dari Yudea ke Galilea, pergilah ia kepadanya lalu meminta, supaya ia datang dan menyembuhkan anaknya, sebab anaknya itu hampir mati. 48 Maka kata Yesus kepadanya: “Jika kamu tidak melihat tanda dan mujizat, kamu tidak percaya.” 49 Pegawai istana itu berkata kepadanya: “Tuan, datanglah sebelum anakku mati.” 50 Kata Yesus kepadanya: “Pergilah, anakmu hidup!” Orang itu percaya akan perkataan yang dikatakan Yesus kepadanya, lalu pergi. 51 Ketika ia masih di tengah jalan hamba-hambanya telah datang kepadanya dengan kabar, bahwa anaknya hidup. 52 Ia bertanya kepada mereka pukul berapa anak itu mulai sembuh. Jawab mereka: “Kemarin siang pukul satu demamnya hilang.” 53 Maka teringatlah ayah itu, bahwa pada saat itulah Yesus berkata kepadanya: “Anakmu hidup.” Lalu iapun percaya, ia dan seluruh keluarganya. 54 Dan itulah tanda kedua yang dibuat Yesus ketika Ia pulang dari Yudea ke Galilea.

Sebelum membahas pegawai istana ini, saya akan memberikan sedikit gambaran tentang nas ini dengan memulai dari dua kejanggalan di sini. Dua kejanggalan tersebut, kalau kita pahami, akan membawa kepada kekayaan rohani yang besar.


KESUKSESAN YESUS DI TANAH SAMARIA

Di pasal 2, Yesus berada di Yerusalem dan melakukan banyak mukjizat di bait Allah. Setelah itu, kita melihat Nikodemus, seorang Farisi yang terkemuka, datang mencari Yesus. Percakapan mereka yang panjang tercatat bagi kita di pasal 3. Lalu, di pasal 4, Yesus berangkat dari Yerusalem dan harus melewati daerah Samaria.

Di daerah Samaria yang bukan daerah orang Yahudi itu, Yesus bertemu dan berbicara dengan seorang perempuan Samaria. Berawal dari perempuan Samaria ini, terjadi apa yang dituliskan di ayat 39-42, bahwa banyak orang dari kota Sikha datang kepada Yesus dan mereka sangat diberkati oleh Yesus sehingga banyak yang menjadi percaya. Bahkan di ayat 41, dikatakan bahwa lebih banyak lagi yang menjadi percaya karena perkataan yang keluar dari mulut Yesus. Walaupun tidak ada satu pun mukjizat yang terjadi di Yohanes 4, mereka sampai kepada kesimpulan dan membuat deklarasi bahwa Yesuslah Juru Selamat dunia ini.

Di dalam Alkitab, gelar “Juru Selamat dunia” hanya muncul dua kali. Yang satu di nas ini dan yang satu lagi di 1 Yohanes tentang tanda orang percaya, yaitu melihat dan bersaksi bahwa Allah Bapa mengutus anak-Nya untuk menjadi Juru Selamat dunia ini. Apakah saudara percaya yang saudara ikuti adalah Juru Selamat dunia ini? Sekiranya saudara benar-benar percaya bahwa dia adalah Juru Selamat dunia, itu pasti akan mengubah seluruh hidup saudara. Saudara akan hidup dengan penuh keyakinan. Oleh karena dia merupakan Juru Selamat dunia, kita akan hidup dengan penuh keyakinan. 1 Yohanes 4:14 berkata,

“Kami telah melihat dan bersaksi, bahwa Bapa telah mengutus anak-Nya menjadi Juruselamat dunia.”

Jadi, apa yang terjadi di Samaria merupakan suatu hal yang luar biasa. Meskipun hanya dua hari mendengarkan perkataan Yesus, mereka menarik kesimpulan bahwa Yesus adalah Juru Selamat dunia ini. Di Samaria, Yesus sedang mengalami satu pelayanan yang sukses. Sudah banyak yang percaya dan semakin banyak yang datang dan menjadi percaya.


YESUS MENINGGALKAN SAMARIA MENUJU GALILEA, YANG MENOLAKNYA

Lalu apa yang terjadi selanjutnya di ayat 43? Dikatakan di situ, setelah dua hari, Yesus berangkat dari sana ke Galilea. Inilah yang saya sebut sebagai suatu kejanggalan. Apa yang janggal dari kisah ini? Galilea merupakan negerinya sendiri di mana dikatakan di ayat 44, “Sebab Yesus sendiri sudah bersaksi bahwa seorang nabi tidak dihormati di negerinya sendiri.” Mengapa dia ke Galilea? Mengapa dia ke negerinya sendiri? Bukankah ia tidak dihormati di negerinya sendiri? Bukankah ini aneh? Mengapa meninggalkan tempat di mana dia diterima ke tempat di mana dia ditolak?

Sebagai contoh, seandainya saya memulai pelayanan di suatu tempat baru dan pelayanan itu sukses. Orang banyak berbondong-bondong datang. Tiba-tiba ada yang menyarankan kepada saya, “Pak, kamu terlalu dihormati di sini. Mari kita kembali ke tempat di mana kamu tidak dihormati dan tidak diterima.” Bukankah itu aneh? Akan tetapi, inilah alasan mengapa Yesus berangkat dari Samaria ke Galilea, karena dia tidak akan dihormati di Galilea.

Kemarin saya mendengar sebuah khotbah yang berkata bahwa hamba Tuhan harus memiliki mental seorang pedagang. Sebagai seorang pedagang yang hendak membuka warung, di manakah kita akan membuka warung kita? Pastinya kita akan mencari tempat ramai di mana dagangan kita laku dan laris manis. Sebagai seorang nelayan yang mencari ikan, kita pasti akan mencari di tempat yang banyak ikan, bukannya ke tempat yang tidak ada ikan. Dapatkah saudara melihat apa yang sedang dilakukan Yesus? Dia justru pergi ke tempat di mana dia tidak dihormati. Ini memberi kita suatu wawasan yang lebih mendalam tentang Yesus.


YESUS DIPIMPIN HANYA OLEH KEHENDAK BAPA

Di khotbah terakhir, saya berbicara tentang melakukan kehendak Bapa kita di surga. Kita berbicara tentang menyelesaikan dan melakukan pekerjaan yang Dia telah berikan kepada kita. Kita harus sangat memahami bahwa yang perlu kita lakukan adalah kehendak Dia, bukannya kehendak kita sendiri. Dengan kata lain, ke mana Yesus pergi tidak ditentukan oleh potensi atau kebutuhan tempat tersebut, tetapi dia pergi ke mana saja yang Bapa ingin dia pergi. Sejujurnya, ini merupakan cara kerja yang sangat unik. Sebagai pelayan Tuhan, kita cenderung pergi ke tempat Injil diterima dan juga tempat kita diterima, tetapi Yesus tidak demikian.

Inilah yang dimaksudkan oleh Yesus bahwa angin bertiup ke mana ia mau, kita akan mendengar suaranya, tetapi tidak tahu dari mana ia datang atau ke mana ia pergi. Seperti angin, tindakan-tindakan seorang yang melakukan kehendak Bapa benar-benar tidak terduga. Seorang yang dipimpin Roh tidak dapat dikotak-kotakkan. Kita bisa melihat begitu banyak contoh di dalam kehidupan Yesus bahwa tindakan-tindakannya tidak dapat dikotak-kotakkan. Itu sebabnya kita bisa melihat Yesus sebagai pribadi yang benar-benar melakukan kehendak Bapa. Ke mana Bapa meminta dia pergi, dia akan pergi. Dia datang kepada miliknya sendiri, tetapi miliknya sendiri tidak menerimanya. Kehendak Bapa adalah supaya terang itu bercahaya di Galilea, orang-orang Galilea yang berada di dalam kegelapan akan melihat terang itu (Matius 4). Itulah kejanggalan yang pertama. Yesus benar-benar merupakan pelaku kehendak Bapanya, pelayanan Yesus tidak ditentukan oleh lapangan, tetapi ditentukan oleh Bapanya.

Hal yang berikutnya, Yesus berkata bahwa seorang nabi tidak dihormati di negerinya sendiri, tetapi di ayat 45, saat Yesus tiba di Galilea, yaitu di negerinya sendiri, orang-orang Galilea juga menyambut dia. Jadi, dia tidak sepenuhnya ditolak. Ada sebuah catatan yang memberitahu kita mengapa mereka menerima dia. Orang-orang Galilea tersebut sebelumnya juga ada di Yerusalem dan telah melihat segala sesuatu yang dilakukan oleh Yesus pada pesta itu.


YESUS TIDAK MEMPERCAYAI ORANG-ORANG YANG MEMPERCAYAINYA

Sebagai referensi kita bisa membaca Yohanes 2:23-25,

23 Sementara ia di Yerusalem, selama hari Paskah, banyak orang percaya dalam namanya, karena mereka telah melihat tanda-tanda yang diadakannya. 24 Tetapi Yesus sendiri tidak mempercayakan dirinya kepada mereka, karena ia mengenal semua, 25 dan karena tidak perlu seorang pun memberi kesaksian kepadanya tentang manusia, sebab ia tahu apa yang ada di dalam hati manusia.

Jadi, mereka percaya Yesus, tetapi Yesus tidak mempercayai mereka. Mengapa mereka percaya Yesus? Mereka melihat mukjizat, lalu mereka menjadi percaya, tetapi Yesus sendiri tidak mempercayai mereka. Saya sudah sering mengatakan bahwa memang penting untuk kita percaya pada Tuhan, tetapi menurut firman Allah, yang jauh lebih penting adalah apakah Tuhan percaya kepada kita. Apakah kita bisa bertumbuh secara rohani sampai ke suatu tahap di mana Tuhan sendiri akan percaya pada kita. Saat Tuhan mulai percaya pada kita, berdasarkan kesetiaan kita kepada-Nya, kita akan mulai dipercayakan dengan tugas-tugas dari Dia. Tuhan sendiri akan memberikan tugas kepada saudara saat Dia mulai percaya pada kita. Itulah tandanya pertumbuhan.

Saya berharap saudara bisa melihat mengapa, di ayat 48, Yesus bereaksi seperti itu kepada ayah yang mulai putus asa tersebut. Kita melihat ayah yang putus asa ini datang kepada Yesus meminta agar anaknya disembuhkan. Seandainya saya Yesus, kedatangan seorang ayah yang putus asa dan meminta bantuan untuk menyembuhkan anaknya pasti akan membuat saya sangat bersimpati. Namun, Yesus mengucapkan satu kalimat yang cukup aneh, “Jika kamu tidak melihat tanda dan mukjizat, kamu tidak percaya.” Yesus seolah-olah sedang marah dan kesal, lalu berkata kepada ayah ini bahwa, “Kecuali kalian (bahasa aslinya dalam bentuk jamak) melihat mukjizat, kalian tidak akan percaya.” Dengan kata lain, menurut Yesus, iman yang timbul dari melihat mukjizat bukanlah iman yang terpuji. Bahkan, Yesus sebenarnya kesal. Di hadapan seorang ayah yang sedang putus asa, Yesus menunjukkan kekesalannya terhadap iman yang timbul hanya karena melihat mukjizat.


PERCAYA KARENA MELIHAT VS PERCAYA KARENA MENDENGAR

Itu sebabnya, hari ini kita mau melihat seperti apa sebenarnya iman yang menyenangkan hati Bapa. Ini poin yang cukup penting jika dilihat dalam terang sejarah Israel sendiri, seperti yang tercatat di 1 Korintus 10.

Meskipun demikian, Allah tidak berkenan dengan sebagian besar dari mereka.

Sebanyak 2 juta orang Israel melewati padang gurun. Kalau kita secara acak memilih salah satu dari mereka dan membawanya ke tempat ini dengan mesin waktu untuk bersaksi, kesaksiannya tentang apa yang mereka alami secara langsung dari Allah akan sangat luar biasa. Dia akan menyaksikan pengalaman-pengalaman mereka selama 40 tahun di padang gurun. Setiap hari mereka mengalami mukjizat yang berbeda-beda. Hanya berdasarkan mendengar kesaksian orang itu, kita tidak akan tahu bahwa Allah sama sekali tidak berkenan dengan orang itu. Saudara tidak akan sadar bahwa orang yang sedang bersaksi itu ditentukan oleh Allah untuk binasa. Dengan kata lain, pengalaman-pengalaman mukjizat yang kita alami sama sekali tidak membuktikan apa-apa tentang diri kita.

Itu sebabnya iman berdasarkan pendengaran jauh lebih superior daripada iman karena melihat. Iman karena pendengaran membuka mata hati kita. Lalu, kita melihat dengan mata hati itu. Itu sebabnya bisa dikatakan bahwa orang-orang Samaria itu jauh lebih superior daripada orang Yahudi. Kalau begitu, apa poin dari seluruh peristiwa ini?


ANAKMU HIDUP!

Kita akan melihat pada ayah ini dan pesan utama dari nas ini. Bayangkan ada seorang ayah di sini yang anaknya sudah hampir mati. Keadaan sudah gawat. Ayah ini adalah seorang bangsawan, pegawai Raja Herodes, jadi tentu saja lumayan kaya dan berpengaruh. Namun, kita tahu bahwa kekuatan kekayaan, atau pengaruh ada batasnya. Uang dan posisi tidak dapat berbuat apa saat berhadapan dengan hal-hal yang tertentu. Kekayaaan dan pengaruh tidak dapat menyembuh anaknya yang sedang sakit itu. Kapernaum dari Kanaan berjarak sekitar 27 kilometer. Apakah itu jauh? Untuk masa sekarang mungkin tidak terlalu jauh, tetapi pada waktu itu lumayan jauh, walaupun mungkin dia menunggang kuda atau unta. Jadi, ayah ini lumayan beriman karena setelah mendengar ada seorang pelaku mukjizat yang menyembuhkan banyak orang, dia menempuh perjalanan dari Kapernaum untuk mencari Yesus di Kanaan. Kemudian dia sedikit ditegur Yesus, tetapi dia tidak menghiraukan teguran dari Yesus dan langsung berkata kepada Yesus, “Datanglah, sebelum anakku meninggal.” Apakah Yesus menjawab permintaannya? Ya atau tidak? Ya dan tidak. Saya sudah lama belajar hal ini. Waktu saya mendoakan suatu masalah di hadapan Tuhan, jangan pernah memberitahu Dia bagaimana untuk menyelesaikannya. Karena seringkali, cara Allah menjawab itu tidak terduga. Seringkali, jawaban-Nya menuntut iman yang lebih besar lagi. apa yang dilakukan oleh Yesus terhadap ayah ini benar-benar menuntut ayah itu untuk meningkatkan imannya. Jadi, kalau kita mempunyai masalah, sampaikan saja kepada-Nya, tidak perlu memberitahu-Nya bagaimana untuk menyelesaikannya.

Jawaban Yesus kepadanya adalah, “Anakmu hidup!” Bukan anakmu akan hidup, hanya anakmu hidup. Orang ini awalnya percaya, dan kepercayaannya cukup untuk membawa dia mencari Yesus. Kedua, percayanya cukup untuk dia taat. Ketiga, percaya yang benar-benar takjub karena dia sekarang sadar akan timing atau pengaturan waktunya. Saya selalu berkata bahwa setiap orang yang sedikit saja mengalami Tuhan akan dipenuhi oleh rasa takjub. Karena saat Tuhan berbuat sesuatu untuk kita, perasaan bahwa Allah mau memperhatikan kita sudah cukup membuat kita tertegun dan takjub. Hal ini menimbulkan rasa riang dan semua beban kita hilang. Semakin saudara bertumbuh dalam kehidupan rohani, saudara akan merasakan bahwa waktu Allah sedikit marah pada kita saja, saat saya tahu Allah sedikit marah pada saya, saya sangat merasa senang. Sejujurnya apa yang tidak bisa kita tahan atau terima adalah kalau Allah diam saja dalam berhubungan dengan kita. Tidak ada suara, tidak bicara, tidak ada tanda-tanda bahwa Dia ada. Itulah yang lebih sulit untuk ditanggung. Itulah momen di mana saya harus benar-benar berlutut di hadapan-Nya, meminta Allah untuk memberikan sedikit reaksi, apakah marah atau apa pun itu.

Tuhan mau marah pada kita merupakan suatu tanda bahwa Dia mengasihi kita. Itu sebabnya, dikatakan di Ibrani 12 hajaran Tuhan merupakan tanda cinta kasih-Nya kepada kita. Apa pokok yang mau saya sampaikan pada saudara hari ini? Saya mau membicara tentang pentingnya firman Tuhan. Ayah itu mendengar kalimat, “Anakmu hidup!” Lalu, waktu hamba-hambanya datang dan memberitahu bahwa anaknya sembuh, dia bertanya, “Jam berapa anakku mulai sembuh?” Dia menyadari bahwa kesembuhan terjadi tepat pada saat Yesus mengucapkan kalimat, “Anakmu hidup!” Langsung seketika itu juga terjadilah kesembuhan. Jarak tidak mempengaruhi. Yesus berfirman dan terjadilah sesuai dengan firmannya.


FIRMAN ALLAH YANG KREATIF

Ini mengingatkan kita pada Yohanes 1:1, pada mulanya adalah firman dan melalui firmanlah segala sesuatu ada. Nas tersebut merujuk kepada Kejadian. Di halaman pertama dari Alkitab, pada awalnya segala sesuatu tidak berbentuk, kosong, gelap gulita, semuanya chaos—tidak ada apa-apa kosong dan gelap gulita. Namun, setiap kali Allah berfirman terjadilah sesuatu. Hari pertama, terjadilah terang, hari kedua cakrawala, dan selanjutnya. Setiap Allah berfirman, maka terjadilah sesuatu. Yang kacau, saat Allah berfirman, mulai terjadi keteraturan, mulai berbentuk. Mulai menjadi terang dan terbentuk taman penuh dengan kehidupan.

Tidak perlu menjadi seorang nabi untuk menubuatkan bahwa kalau saudara orang yang tidak pernah mendengar firman dan melakukan firman, tidak pernah membiarkan firman Tuhan berbicara kepada saudara, maka hidup saudara tidak berbentuk, kosong dan gelap gulita. Seberapa banyak dari kita yang hidup tanpa bentuk, kosong dan gelap gulita? Hanya apabila saudara mengizinkan firman-Nya masuk ke dalam hidup saudara, sesuatu akan mulai terbentuk, akan mulai terjadi kehidupan. Itulah apa yang terjadi di halaman pertama Alkitab. Sedangkan di halaman terakhir Alkitab, di Wahyu 22, dikatakan berbahagialah siapa pun yang mendengarkan firman ini. Siapa saja yang menambahkan sesuatu kepada firman ini akan ditambahkan kepadanya malapetaka demi malapetaka. Dan barangsiapa yang mengurangi sesuatu dari firman-Nya, maka bagiannya dari pohon kehidupan akan dipotong, termasuk bagiannya dari Yerusalem yang baru.

Sejak berusia 12 tahun, Yesus sudah berada di bait Allah, berdiskusi dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang firman Tuhan. Dengan cara itu, dia terlibat di dalam urusan Bapanya. Kemudian pada usia 30 tahun, setelah pembaptisannya, dia diperhadapkan dengan percobaan iblis. Adam dicobai di taman, dalam keadaan penuh makanan, buah-buahan, dalam kelimpahan dan hanya buah dari satu pohon saja yang dilarang. Sebaliknya Yesus dicobai di padang gurun, dalam keadaaan serba kekurangan, sama sekali tidak ada makanan, di mana pencobaan Iblis yang pertama adalah, “Kalau engkau anak Allah, jadikan batu ini roti.” Apa jawaban Yesus? “Manusia tidak hidup hanya dari roti, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah.”

Perkataan “firman yang keluar dari mulut Allah” tersebut dalam bentuk masa sekarang. Ini berarti, sampai hari ini, Allah tetap berbicara dan kita tidak hidup hanya dari roti saja. Apakah saudara hidup hanya dari roti? Hanya makan dan minum? Manusia tidak hidup dari roti, tetapi dari setiap kata yang keluar dari mulut Allah. Itulah sebabnya, tidak mengherankan kalau hidup kita tidak teratur, chaos, kosong dan gelap gulita jika kita tidak hidup berdasarkan firman-Nya.

Di 2 Timotius 3:16 dikatakan dalam Bahasa Indonesia bahwa Kitab Suci atau Firman diilhami oleh Allah, tetapi di dalam bahasa aslinya, Firman dihembusi nafas Allah. Dengan kata lain, Kitab Suci itu seperti Adam, dihembusi nafas Allah dan menjadi makhluk yang hidup. Demikian juga firman Tuhan dihembusi oleh nafas Allah dan membawa kehidupan kepada orang-orang yang menerimanya.

Saya berharap saudara dapat menangkap pesan hari ini, yaitu betapa pentingnya firman Tuhan. Mazmur 1 menggambarkan siapa saja yang merenungkan firman Allah, siang dan malam, adalah seperti pohon yang hijau terus. Sebuah pohon yang hijau melambangkan pohon yang segar. Seorang Kristen yang selalu merenungkan firman-Nya, selalu menerima firman dalam kehidupannya akan selalu segar, tidak loyo atau tidak ada semangat hidup. Jadi, jika kita membiarkan firman meresap ke dalam kehidupan kita, saudara akan menemukan bahwa saudara selalu segar dan menghasilkan banyak buah. Bahkan dikatakan di situ, “Apa pun yang dikerjakannya berhasil.” Saya pikir itu cara yang sangat luar biasa untuk hidup.


SIAPA GERANGAN YANG PERCAYA KEPADA TUHAN LALU DIKECEWAKAN?

Terdapat satu perkatan yang mengilustrasikan hal ini dalam kitab Sirakh, sebuah kitab dari Deuterokonika, kitab yang ada di Alkitab Katolik, kitab-kitab yang berada di antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Di antara kitab Maleakhi dan Injil Matius, terdapat satu kesenjangan selama 400 tahun. Selama 400 tahun ini, muncullah kitab-kitab ini. Dalam kitab Sirakh, dikatakan,

“Pandanglah pada angkatan yang sudah-sudah, pandanglah ke belakang dan perhatikanlah siapa gerangan yang percaya kepada Tuhan lalu dikecewakan? Siapa yang bertekun pada ketakutan pada-Nya dan ditinggalkan-Nya? Dan siapa berseru kepada-Nya dan tidak dihiraukan-Nya? Memang Tuhan adalah Penyayang dan Pengasih, Dia mengampuni dosa dan menyelamatkan pada saat kemalangan.”

Ini merupakan ayat yang cukup indah. Siapa yang percaya kepada Dia dan dikecewakan? Siapa yang takut akan Dia dan ditinggalkan? Siapa yang berseru kepada Dia dan tidak dihiraukan oleh-Nya? Jadi itu sebabnya, salah satu hal yang sangat membingungkan dan mengherankan saya sampai sekarang adalah mengapa begitu banyak orang yang lebih percaya pada politisi daripada Allah. Kita lebih tahu apa yang dikatakan politisi dan selebriti daripada firman Allah. Setahu saya, di dunia yang penuh dusta ini, di dunia yang penuh kebohongan ini, satu-satunya perkataan yang bisa diandalkan dan pasti ialah firman Allah dan janji-janji-Nya. Itulah yang paling bisa diandalkan.


KEKECEWAAN TERJADI KETIKA ALLAH TIDAK BERFIRMAN, KITA BERIMAN

Jadi, kalau Allah berfirman, apa yang Dia firmankan akan terjadi seketika itu juga. Sekalipun saya tidak menyangkal dalam kenyataannya banyak orang yang dikecewakan. Hal ini tidak saya sangkal. Namun, hal itu seringkali terjadi karena Dia tidak berfirman, tetapi kita beriman. Seorang penulis buku, Philip Yancey, pernah diwawancara. Penulis ini merupakan seorang ateis di sebagian besar hidupnya. Dia menjadi seorang ateis karena ayahnya meninggal pada usia 24 tahun pada saat dia hanya berusia satu tahun. Bagaimana ayahnya meninggal? Ayahnya mempersiapkan diri sebagai seorang misionaris ke Afrika, tetapi sebelum berangkat ayahnya mengidap penyakit polio yang membuatnya tidak bisa bernafas. Akhirnya ayahnya harus dibantu dengan alat penafasan dan orang-orang Kristen di sekitarnya berkata, “Tidak mungkin Allah membiarkan dia mati.” Lalu mereka beriman untuk melepaskan alat pernafasan. Mereka memutuskan suplai oksigen yang membantu pernafasan ayahnya dan mereka berdoa untuk kesembuhan ayahnya. Namun, tidak lama setelah alat bantu pernafasan dilepas, ayahnya meninggal. Ini contohnya, Allah tidak berfirman, tetapi kita beriman. Allah tidak berbicara, tetapi kita melangkah di dalam iman.

Mirip seperti orang berdoa meminta mobil mewah. Allah tidak berfirman dan menjanjikan, tetapi kita beriman. Seperti saya mau minum anggur dan saya menuangkan air putih lalu berharap ia menjadi anggur—Allah tidak berfirman, tetapi kita beriman. Itu sebabnya, hanya ketika Dia berfirman, khususnya untuk kita, kita beriman. Janganlah kita beriman sebelum Dia menjanjikan apa-apa.


MERENUNGKAN FIRMANNYA SIANG DAN MALAM

Allah sudah menjanjikan banyak hal kepada kita. Itu yang membuat kita merenungkan firman Tuhan siang dan malam. Di Yohanes 1 dikatakan, “Di dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia. Barangsiapa yang percaya kepada-Nya, diberinya kuasa untuk menjadi anak-anak Allah.” Kalau saudara anak Allah dan Allah menjadi Bapa saudara, saudara akan menghadapi hidup ini dengan yakin. Barangsiapa percaya kepada-Nya tidak akan binasa, tetapi memperoleh hidup yang kekal. Barangsiapa percaya kepada-Nya, dia tidak akan pernah haus lagi. Kita tidak akan seperti orang dunia yang kehausan terus, tetapi akan terjadi di dalam diri kita suatu kepuasan batin. Barangsiapa percaya kepada-Nya, akan mendengarkan suara Allah. Siapa yang percaya kepada-Nya, tidak akan lapar buat selama-lamanya. Barangsiapa percaya kepada-Nya, dari dalam hatinya akan timbul aliran-aliran air yang hidup. Bagi siapa saja yang percaya, semuanya itu akan menjadi kenyataan dalam hidupnya, seperti yang kita bacakan tadi, “Anakmu hidup,” lalu pada saat itu juga anaknya hidup.

Jadi harapan saya adalah, mulai hari ini, saudara akan menjadi seperti Pemazmur di Mazmur 1 yang merenungkan firman Tuhan siang dan malam. Kejadian 1 dikisahkan kepada kita untuk menunjukkan kepada kita betapa pentingnya setiap hari itu, betapa pentingnya hari-hari kita. Itu sebabnya, firman Tuhan selalu berbicara tentang “hari demi hari”. Kalau kita mengizinkan firman-Nya berbicara kepada kita hari demi hari, apa yang tidak berbentuk di dalam kita, kekosongan kita, kegelapan di dalam kita akan berubah menjadi sebuah taman terang yang penuh dengan kehidupan.

Sebagai penutup, di Ibrani 1:1-2 dikatakan bahwa Allah telah berbicara di dalam banyak kesempatan dan dengan pelbagai cara kepada para leluhur melalui para nabi, tetapi pada masa terakhir ini, Dia berbicara melalui anak-Nya. Dengan kata lain, kita yang mendengarkan perkataan Yesus termasuk orang yang sangat-sangat spesial. Apa yang saudara dengar dari Yesus sangatlah spesial. Dulu Allah berbicara melalui perantaraan nabi, tetapi masa terakhir ini, Dia berbicara kepada kita di dalam anak-Nya. Dengan kata lain, setiap kata yang muncul dari mulut Yesus adalah perkataan Allah sendiri, sama seperti yang kita baca di Kejadian 1.

Ibrani 2:1-2 berbunyi,

“Karena itu, kita harus lebih teliti memperhatikan apa yang sudah kita dengar supaya kita tidak terhanyut. Karena kalau berita yang disampaikan oleh para malaikat selalu terbukti kebenarannya dan manusia selalu mendapat hukuman sebab tidak mematuhinya, maka bagaimana kita dapat luput dari hukuman jika kita bersikap acuh-acuh terhadap keselamatan semulia itu yang sudah diberitakan oleh Tuan sendiri dan diteruskan kepada kita oleh orang-orang yang sudah mendengar pemberitaannya.”

Jadi dikatakan di sini, kalau perkataan malaikat itu terbukti benar, bagaimana kita dapat luput dari hukuman jika kita bersikap acuh tidak acuh terhadap apa yang diberitakan oleh Yesus kepada kita. Saya yakin kita semua menerima keselamatan. Akan tetapi, pertanyaannya bukan apakah kita terima atau tidak. Persoalannya adalah apakah kita bersikap acuh tidak acuh. Apakah kita, seperti dikatakan di ayat 1, memberikan perhatian terhadap hal-hal yang didengar itu. Kalau saudara benar-benar memberikan perhatian, saudara akan jadi seperti orang Samaria di Yohanes 4 dan berkata, “Dialah Juru Selamat dunia ini!” Kita akan melihat bahwa keselamatan yang sudah Tuhan berikan kepada kita adalah keselamatan yang benar-benar mulia dan besar. Mari kita mempunyai iman seperti yang dimiliki oleh bapak ini, dia bergerak dari iman yang memimpin pada iman—bertolak dari iman yang memimpin kepada iman. Terdapat suatu perkembangan. Iman untuk datang, iman untuk taat dan kemudian iman yang membuatnya takjub.

 

Berikan Komentar Anda: