Pastor Eric Chang | Christian Living |
Apakah rahasia kebahagiaan atau kegembiraan?
Marilah kita lihat salah satu dari ayat-ayat ini:
“Bergembiralah (Berbahagialah) orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah” (Matius 5:8)
Di sini kita melihat bahwa Allah akan memberi kita kegembiraan kalau hati kita bersih, dan kegembiraan itu adalah karena kita akan melihat Allah. Menurut ayat ini, prinsipnya adalah kita tidak akan bisa bergembira di dalam Tuhan jika hati kita tidak suci. Kata yang diterjemahkan sebagai ‘suci’ secara harfiah berarti ‘bersih’. Jika ada ketidak-bersihan di hati anda, anda tidak akan memiliki kesukacitaan.
Ini bukan hanya sekedar teori. Ini merupakan hal yang praktis. Jika kita mempunyai semacam kepahitan di dalam hati kita, atau jika kita iri hati kepada seseorang, apakah kita masih bisa bergembira? Tidak bisa, karena dosa atau kotoran itu telah mencemarkan seluruh batin kita. Ambillah contoh sederhana seperti keserakahan. Selama keserakahan itu ada di dalam hati kita, kita tidak akan dapat menjadi gembira, karena kita tidak akan pernah puas dengan apa yang kita miliki. Jadi kalau saya iri hati dengan mobil yang dikendarai seorang jemaat gereja, kegembiraan saya akan lenyap. Kegembiraan itu tidak akan ada karena hati saya yang tidak bersih. Ini bukanlah teori yang abstrak. Hal ini bisa diuji, seperti tes yang dilakukan di laboratorium. Kita bisa mengetahuinya dari kehidupan kita sendiri.
Biarlah Roh Allah Menyelidiki Hati Kita
Itulah sebabnya, jika kita menginginkan kegembiraan dan kesukacitaan di dalam Tuhan, kita harus membiarkan Roh Allah menyelidiki setiap ketidakbersihan di dalam hati kita. Meskipun hanya ada sedikit saja ketidakbersihan di dalam hati, itu masih tetap akan merampas kesukacitaan kita. Ingatlah bahwa Allah menginginkan kita untuk menikmati hidup dengan sepenuhnya. Akan tetapi, ini bukanlah hanya untuk kepuasan diri sendiri, tetapi supaya kita bisa menjadi terang dunia! Sayangnya untuk menjadi terang bagi diri sendiri saja seringkali sulit, apalagi menjadi terang dunia. Kita hampir tidak bisa melihat ke mana arah tujuan kita, apalagi menolong orang lain menujukan arah tujuan mereka.
Kita semua mengerti jikalau saya memeras jeruk, sari jeruk yang akan keluar. Anak kecil pun tahu. Bagaimana kalau saya memeras jeruk itu dengan sekuat tenaga, apakah sari apel yang akan keluar? Bagaimana kalau saya memerasnya dengan lemah-lembut sambil berkata: “Tomat, tomat, tomat!”, apakah saya akan mendapatkan sari tomat? Kita tahu sendiri jawabannya. Akan tetapi, untuk kebanyakan orang Kristen, kita melihat fenomena yang menarik. Kalau anda ‘memeras’-nya dengan lemah-lembut, dengan hanya memberi sedikit tekanan, yang keluar masih kelihatan mirip seorang murid Kristus, masih kelihatan mirip sari jeruk. Akan tetapi, kalau hidup menghantam mereka dengan keras, misalnya kecelakaan mobil, yang akan keluar mungkin lebih jelek daripada sari tomat!
Jika rekan kerja anda dengan tidak sengaja menumpahkan kopi sehingga membasahi anda besok pagi di kantor, bagaimanakah reaksi anda? Apakah yang akan keluar itu sari jeruk, atau sari tomat, atau sari buah lain yang lebih jelek? Apakah anda akan melompat dari tempat duduk anda dan menarik kerah bajunya sambil berkata: “Kamu ini bagaimana? Buta ya matamu? Lihat bajuku, rusak semua!” Rekan kerja anda mungkin berpikir gereja anda melatih singa-singa sebagai murid-muridnya!
Belajar Melihat Diri Kita Sendiri Melalui Sari Buahnya
Apa yang dapat kita pelajari dari semuanya ini? Jika hati kita suci dan tanpa ketidak-murnian, reaksi kita tidak akan berbeda meskipun kita di-‘peras’ dengan sekuat tenaga atau dielus-elus dengan lemah-lembut. Tentu saja kita bisa berdalih; kalau kita tidak dikagetkan seperti itu, kita tidak akan bereaksi demikian. Saya bertanya-tanya bagaimana reaksi anda kalau tiba-tiba saya kagetkan. Suatu hari saya akan menyamar dan kemudian menubruk anda sampai jatuh. Bagaimana reaksi anda? Apakah anda akan berkata: “Kamu ini bagaimana? Buta ya matamu?” Mungkin anda akan memberi beberapa pukulan tinju kepada saya.
Namun, hanya dengan cara inilah Allah mencari tahu apa yang terkandung di dalam hati kita. Pernahkan anda memperhatikan bila Tuhan memberi anda sebuah sentakan secara mendadak, reaksi anda akan menyatakan siapa anda sesungguhnya?
Apakah reaksi anda jika tiba-tiba seseorang menanyakan tentang kehidupan perkawinan anda? Atau tentang anak-anak anda? Apakah anda mencoba menghindari topik itu? Apakah anda mendadak teringat akan janji pertemuan yang sudah terlambat? Hal-hal sensitif apakah yang tidak mau kita bicarakan? Kalau kita mempunyai hal-hal sensitif seperti ini, tidaklah mengherankan bila kita tidak mempunyai kesukacitaan.
Tuhan Ingin Kita Menjadi Bahagia
Apa yang saya katakan adalah suatu hal yang praktis. Allah menginginkan kita untuk mempunyai kesukacitaan. Tidak hanya agar anda bisa menjadi gembira, tetapi karena kesukacitaan itu mempengaruhi orang lain. Pernahkan anda memperhatikan jikalau kita merasa tidak senang , kita membuat setiap orang di dalam keluarga dan di gereja juga tidak senang? Kalau ada seseorang yang hadir di persekutuan dengan wajah murung, dalam waktu singkat setiap orang akan menatapnya, dan setiap orang akan mulai merasa tidak senang. Akhirnya ketidaksenangan itu mempengaruhi gereja secara menyeluruh.
Kita dipanggil untuk menjadi ‘terang dunia’. Ini kedengarannya sangat rohaniah. Namun, apa arti kerohanian itu sebenarnya? Dapatkah kita memberi definisinya? Banyak orang yang mempunyai dugaan kalau seorang yang rohaniah kerupakan seorang yang kelihatan sakit berat, dengan punggung terbungkuk karena kerendahan-hatinya, dan mempunyai citarasa yang buruk atas pakaian yang dipakainya karena dia tidak mempunyai waktu untuk hal-hal duniawi. Dia juga bersikap sangat serius di gereja, jarang tersenyum karena dia pikir sikap yang terlalu gembira bukanlah sikap yang pantas ditunjukkan di gereja. Apakah ini arti kerohanian yang benar? Saya percaya kalau kita mengerti Tuhan dengan lebih baik, kita akan banyak merubah ide-ide kita tentang kerohanian.
Apakah Kualitas Hidup Anda Membuat Orang Lain Tertarik?
Di tempat kerja kita, apakah rekan kerja kita tertarik kepada kita karena kita selalu mengacung-acungkan Alkitab? Apakah mereka tertarik kepada Tuhan karena kita mempunyai lencana yang bertuliskan “Aku milik Yesus”? Atau apakah karena kualitas hidup kita yang membuat mereka berkata: “Wah! Orang ini sungguh berbeda. Ada kasih, kesukacitaan, kedamaian. Saya tidak mengerti, tetapi yang jelas orang itu mempunyai sesuatu.” Kualitas seperti ini merupakan kualitas yang tidak bisa dibuat-buat. Kualitas seperti ini memberi kesan yang mendalam karena diri kita begitu dipenuhi dengan kualitas itu sehingga meluap keluar dengan sendirinya, tanpa mempedulikan bagaimana cara kita di-‘peras’.
Orang-orang yang mengenal Yesus menceritakan kepribadian Yesus supaya kita bisa menjadi seperti dia. Seperti apakah dia itu? Kita bisa membacanya di Yohanes 1:14,
“Kita telah melihat kemuliaannya, … penuh dengan kasih karunia dan kebenaran.”
Perhatikan kata ‘penuh’. Kasih karunia adalah ekspresi lain dari kasih. Di mana ada kasih, di situ ada kasih karunia. Di mana ada kasih karunia, disitu ada kasih. Kedua-duanya tidak terpisahkan. Lalu ada kata ‘kebenaran’, dan kebenaran itu selalu bersih. Kebenaran, kesucian, dan kebersihan juga tidak terpisahkan.
Oleh karena Yesus itu penuh dengan kasih karunia dan kebenaran, ‘sari buah’ yang keluar darinya tidak akan pernah mengejutkan kita. Apa yang sudah penuh di dalam akan meluap keluar. Meskipun dia dikejutkan, dipukul dan dicemooh, yang keluar masih tetap kasih karunia dan kebenaran. Inilah sebabnya ketika Yesus sedang dicaci-maki, dia tidak membalasnya. Begitu juga dengan rasul Paulus yang berkata: “Kalau kami dimaki, kami memberkati” (1Kor 4:12). Ketika mereka menyalibkan Yesus, kualitas hidupnya masah tetap sama: “Bapa, ampunilah mereka” (Luk 23:34). Penuh dengan kasih karunia dan kebenaran. Ketika tombak menembus sisi tubuhnya, darah dan air mengalir keluar: lambang bagi kasih karunia dan kebenaran.
Segala sesuatu yang terkandung di dalam anda dan saya akan mengalir keluar. Saya berdoa agar apa yang mengalir keluar akan sama seperti apa yang dikatakan oleh rasul Paulus: “Kami adalah bau harum dari Kristus yang menghidupkan” (2Kor 2:16). Jika anda ambil sehelai daun peppermint dan kemudian anda remas, anda dapat mencium bau harumnya. Kalau anda ‘diremas’, apa yang keluar? Apakah yang keluar itu suatu reaksi yang keji atau tetap kemanisan Yesus?
Perhatikan Stres Batiniah Kita
Saya ingin praktis dalam menolong kita semua meneliti reaksi batin kita. Perhatikanlah diri anda sewaktu anda beristirahat di rumah atau di tempat kerja. Perhatikanlah ketegangan di dalam tubuh anda, karena hal ini menyatakan sesuatu akan ‘sari buah’ kita. Pada saat anda menjadi tegang, anda tidak dapat mempunyai kesukacitaan. Ada orang-orang yang menggertakkan gigi sewaktu mereka tidur. Temukan dan tanganilah sumber-sumber dari ketegangan itu. Apakah sumbernya itu kecemasan? Contohnya, kita mempunyai banyak kekuatiran kalau tiba saatnya bagi kita untuk berbagi di dalam grup. Menjadi kuatir adalah hal yang biasa dan alamiah karena adalah alamiah bagi kita untuk peduli dengan pendapat orang lain tentang ‘sharing’ kita. Di segi lain, jikalau kita benar-benar mengasihi satu sama lain di dalam grup, ketakutan dan kecemasan itu akan lenyap. Ketakutan melahirkan kecemasan, dan kecemasan melahirkan ketegangan. Telitilah diri kita untuk melihat kalau sumber ketegangan itu berasal dari ketakutan akan manusia atau kekurangan kasih.
Menjaga Hidup Kita Supaya Tidak Bernoda
Setiap dari kita mempunyai noda-noda yang berbeda di dalam hidup kita yang perlu dibersihkan supaya hati kita dapat menjadi suci. Kalau hanya 1% dari air di botol itu tercemar, kita tidak akan mempunyai air yang murni lagi. Bagian 1% yang tercemar itu akan mencemari 99% yang lainnya. Untuk menjadi bersih berarti harus bersih total, kalau tidak maka tidak akan bersih. Seperti kalau ada noda kecil di atas sprei putih, sprei itu tidak bersih lagi.
“Berbahagialah orang yang suci hatinya” berarti hati itu harus suci, tidak boleh ada noda didalamnya. Karena itu Daud berdoa kepada Tuhan seperti ini:
“Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku. Ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku; lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal!” (Mazmur 139:23-24).
Daud ingin melihat apakah ada kejahatan atau ketidakbersihan dalam kehidupannya betapa pun kecilnya. Mengapa Daud begitu peduli akan hal ini? Bukankah ini adalah hal yang biasa bagi kita semua jika ada sedikit noda di dalam kehidupan kita? Tidak bisa, terutama kalau anda menginginkan kesukacitaan, kalau anda ingin menikmati hidup yang penuh di dalam Kristus. Bersamaan dengan maksud itu, kita berseru kepada Tuhan: “Bersihkanlah aku, ya Allah, dan aku akan menjadi bersih!”
Maka dengan sungguh-sungguh saya berdoa agar setiap dari anda dapat memasuki tahun yang baru ini dengan suatu pengalaman seperti apa yang dikatakan rasul Paulus: “Allah yang dalam kekayaanNya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati”. Paulus juga berkata di 1 Korintus 11:28: “Hendaklah tiap-tiap orang menguji dirinya sendiri” pada saat perjamuan kudus, tetapi tidak hanya pada saat perjamuan kudus saja. Dia meneruskan dengan berkata bahwa ada beberapa di antara mereka yang sakit, dan ada beberapa yang telah meninggal. Sedikit ketidakbersihan akan meracuni seluruh sistim hidup kita secara jasmaniah dan rohaniah.
Malam ini sebelum anda tidur, biarkanlah Tuhan menyelidiki hati anda dan anda juga menyelidikinya dengan Tuhan untuk melihat jikalau ada sesuatu (kebencian, kepahitan, atau hal lain yang mungkin telah anda lupakan) yang Tuhan ingin keluarkan. Dengan demikian anda dapat tidur nyenyak nanti malam, dan anda tidak akan menggertakkan gigi anda sewaktu tidur.