Mark Lee |


TUJUAN ALLAH MENCIPTAKAN MANUSIA

Tema diskusi yang sebelumnya adalah tentang tujuan Allah dalam menciptakan manusia. Apakah tujuan Allah dalam menciptakan manusia? Saat kita menelaah masalah ini dari sudut pandang Alkitab, kita menyadari bahwa Allah tidak sekadar menciptakan sekumpulan orang lalu membuat pengamatan dari atas untuk melihat bagaimana cara orang-orang itu menjalani kehidupannya, seperti peneliti yang melakukan pengamatan di laboratorium.

Niat Allah menciptakan manusia adalah untuk bersahabat dengannya! Ia ingin membangun hubungan yang hidup dengan manusia! Untuk menjalin persahabatan yang sangat akrab! Allah tidak menciptakan kita supaya kita berjuang mempertahankan hidup ini selama beberapa puluh tahun lalu lenyap begitu saja. Dia ingin menjadi sahabat kita.

Kita juga melihat bahwa banyak orang di dunia ini yang masih belum tahu apa itu persahabatan. Banyak orang yang masih belum merasakan apa arti persahabatan yang sejati. Tidak masalah, kita punya kesempatan untuk melakukannya. Kita punya peluang untuk bersahabat bukan hanya dengan manusia tetapi dengan Allah di surga. Pencipta langit dan bumi bersedia mengulurkan tangan-Nya untuk bersahabat dengan kita!

Sebenarnya pesan ini tidak melulu ditujukan kepada orang yang belum kenal Tuhan. Pesan ini juga tertuju kepada orang-orang yang sudah percaya. Apakah tujuan menjadi orang percaya jika bukan untuk bersahabat dengan Allah? Jika Anda sudah menjadi orang percaya, sudahkah Anda menjadi sahabat Allah? Seberapa dekat Allah dengan Anda?

Ada seorang pengabar Injil terkenal yang bernama John Sung di China. Dia berkata bahwa Tuhan berdiri tepat di sampingnya saat dia berlutut untuk berdoa setiap hari. Dia bukan sedang berdusta. Setiap hari, saat dia berdoa, Tuhan akan berdiri di sampingnya. Apakah ini juga merupakan pengalaman Anda? Inilah maksudnya Allah bersahabat dengan manusia. Persahabatan Allah dengan manusia bukanlah persahabatan jarak jauh. Bukan seolah-olah kita harus menggunakan telepon jarak jauh. Berhubungan dengan Allah tidaklah seperti itu. Dia bisa sangat dekat. Dia bisa berada di sisi Anda setiap hari.

Sahabat mendampingi Anda di saat Anda dalam kesusahan. Pernahkah Anda mengalami persahabatan semacam ini? Inilah isi hati Allah. Dia ingin berhubungan sedekat itu dengan kita. Saya harap Anda tidak menampik hasrat Allah ini. Janganlah mengira sudah cukup hanya dengan datang ke gereja  mendengarkan khotbah, percaya kepada Yesus, dan dibaptiskan. Allah menginginkan lebih dari itu, Ia ingin bersahabat dengan kita.


MENGAPA SEDIKIT YANG MENJADI SAHABAT ALLAH?

Apakah Anda sahabat akrab Allah? Tentu saja, kita tahu bahwa hanya sedikit orang yang dapat menjadi sahabat Allah. Alkitab dengan sejujurnya mengakui hal ini. Sekalipun Allah menginginkan setiap orang bisa menjadi sahabat-Nya, tetapi berapa orang dari kita yang telah menjadi sahabat-Nya? Ada berapa orang dari kalian yang dapat disebut sebagai sahabat Allah? Atau, dengan kata lain, apakah Allah itu sahabat Anda? Tanya pada diri Anda – apakah ada hubungan persahabatan antara Anda dengan Allah? Jika tidak, lalu mengapa tidak ada? Allah ingin bersahabat dengan kita, menjadi sahabat kita, lantas mengapa kita tidak bisa menjadi sahabat-Nya? Apa alasannya?

Apakah karena dosa? Tentu saja jawaban ini benar tetapi masih terlalu kabur. Banyak orang yang berkata bahwa dosa membuat kita terpisah dari Allah. Ini bukanlah jawaban yang salah. Akan tetapi, jika hanya karena dosa, maka akan ada beberapa persoalan yang tidak akan dapat dijelaskan.

Contohnya dalam persahabatan antara Anda dengan kawan Anda, apakah yang akan Anda lakukan jika kawan itu menyinggung hati Anda? Apakah Anda tidak mau lagi berurusan dengannya? Apakah Anda akan memutuskan hubungan? Begitukah cara Anda memperlakukan teman Anda? Hanya karena dia telah menyinggung hati Anda, lalu Anda tidak mau lagi berurusan dengannya? Tidakkah persahabatan semacam ini terlalu dangkal?

Apakah penyebab mengapa banyak orang tidak dapat menjadi sahabat Allah walaupun Dia sungguh-sungguh ingin bersahabat dengan kita? Apakah karena kita telah menyinggung hati-Nya, lalu Dia tidak mau peduli lagi dengan kita? Saya kira bukan.

Saya mau bertanya apakah reaksi yang lazim dari orang-orang ketika Anda mengundang mereka untuk mendengar Injil? Bukankah reaksi mereka umumnya adalah, “Aku sibuk, tidak ada waktu?” Sebagai contoh, hari ini topik kita adalah Pengenalan Injil, dan Anda mengundang teman Anda untuk bergabung. Anda bertanya, “Apakah Anda punya waktu luang? Kami ada acara khusus untuk memperkenalkan Injil pada hari Minggu ini.” Atau, Anda mengundang orang lain untuk kegiatan diskusi Injil, “Apakah Anda punya waktu?” Bagaimanakah tanggapan normal dari kawan Anda itu? “Oh. Kebetulan sekali ini adalah hari ulang tahun ibu saya. Saya tidak ada waktu walaupun sebenarnya saya ingin sekali untuk hadir. Seluruh keluarga kami akan keluar makan-makan. Maaf, saya benar-benar tidak ada waktu.” Atau, “Saya harus kerja lembur minggu ini. Ada banyak urusan yang harus dikerjakan di kantor. Saya benar-benar tidak ada waktu.”

Mereka selalu sibuk. Dengan demikian, jika Anda mencoba untuk mengundang kawan-kawan Anda ke gereja, reaksi mereka bukan karena mereka tidak mau mendengarkan khotbah melainkan karena mereka tidak ada waktu. Tentu saja ada beberapa orang yang memang tidak mau mendengarkan segala sesuatu yang berkaitan dengan Tuhan, akan tetapi mereka itu jumlahnya tidak banyak. Banyak orang yang mau mendengar akan tetapi sayangnya mereka terlalu sibuk. Mereka harus bekerja selama lima hari dan hanya punya hari Sabtu dan Minggu untuk bersama keluarga. “Anak-anak perlu kehadiran saya, dan jika sekolah sudah masuk lagi, saya harus mencari buku pelajaran dan buku-buku latihan buat mereka. Saya benar-benar tidak punya waktu.”

Orang-orang di kota besar menjalani kehidupan yang sangat sibuk, sedemikian sibuknya sehingga mereka tidak punya waktu untuk bersahabat dengan Allah! Itu sebabnya, bagi beberapa orang, pergi ke gereja adalah suatu kesempatan istimewa yang hanya dapat dinikmati oleh para pensiunan. Setelah pensiun, kita tinggal di rumah dari Senin sampai Minggu, dan karena kita tidak punya kegiatan untuk dikerjakan, maka sebaiknya kita pergi ke gereja untuk mendengarkan khotbah.


MANUSIA MENOLAK ALLAH

Hari ini, saya ingin bagikan kepada Anda sebuah perumpamaan dari Yesus Kristus. Silakan buka Lukas 14:15,

Mendengar itu berkatalah seorang dari tamu-tamu itu kepada Yesus: “Berbahagialah orang yang akan dijamu dalam Kerajaan Allah.”

Pada waktu itu, Yesus Kristus sedang makan bersama beberapa orang, dan salah satu dari orang itu berkata, “Berbahagialah orang yang akan dijamu dalam Kerajaan Allah.” Gambaran tentang perjamuan adalah hal yang biasa ditemukan dalam Alkitab. Gambaran jamuan makan bersama Allah melukiskan keakraban hubungan antara Allah dengan manusia. Ini menggambarkan satu hubungan yang sangat santai, seperti para sahabat lama yang sedang duduk mengitari meja sambil mengobrol. Gambaran tentang perjamuan juga dipakai untuk menjelaskan tentang perjamuan keselamatan. Orang ini berkata, “Berbahagialah orang yang akan dijamu dalam Kerajaan Allah.” Lalu, bagaimanakah tanggapan Yesus Kristus? Kita lanjutkan dengan melihat Lukas 14:16-24,

Tetapi Yesus berkata kepadanya: “Ada seorang mengadakan perjamuan besar dan ia mengundang banyak orang. Menjelang perjamuan itu dimulai, ia menyuruh hambanya mengatakan kepada para undangan: Marilah, sebab segala sesuatu sudah siap. Tetapi mereka bersama-sama meminta maaf. Yang pertama berkata kepadanya: Aku telah membeli ladang dan aku harus pergi melihatnya; aku minta dimaafkan. Yang lain berkata: Aku telah membeli lima pasang lembu kebiri dan aku harus pergi mencobanya; aku minta dimaafkan. Yang lain lagi berkata: Aku baru kawin dan karena itu aku tidak dapat datang. Maka kembalilah hamba itu dan menyampaikan semuanya itu kepada tuannya. Lalu murkalah tuan rumah itu dan berkata kepada hambanya: Pergilah dengan segera ke segala jalan dan lorong kota dan bawalah ke mari orang-orang miskin dan orang-orang cacat dan orang-orang buta dan orang-orang lumpuh. Kemudian hamba itu melaporkan: Tuan, apa yang tuan perintahkan itu sudah dilaksanakan, tetapi sekalipun demikian masih ada tempat. Lalu kata tuan itu kepada hambanya: Pergilah ke semua jalan dan lintasan dan paksalah orang-orang, yang ada di situ, masuk, karena rumahku harus penuh. Sebab Aku berkata kepadamu: Tidak ada seorangpun dari orang-orang yang telah diundang itu akan menikmati jamuan-Ku.”

Yesus Kristus menggunakan gambaran ini untuk menyatakan betapa Allah sangat ingin mengundang orang-orang untuk masuk ke dalam hidup kelimpahan, untuk bersahabat dengan-Nya, untuk menikmati perbincangan dan makan bersama. Perjamuan besar ini mirip dengan pesta pernikahan. Setiap orang akan berpartisipasi dengan penuh semangat dan sukacita. Di perjamuan, para tamu akan makan sepuasnya, sampai mereka benar-benar kekenyangan. Tidaklah sukar untuk memahami, bahwa perjamuan ini melambangkan keselamatan Allah yang berkelimpahan. Allah dengan setulus hati mengundang manusia untuk berpartisipasi di dalam perjamuan besar keselamatan.

Dari perumpamaan ini kita melihat bahwa tak seorang pun dari mereka yang telah diundang itu mau datang sekalipun pesta itu sudah siap untuk dilaksanakan. Yang satu berkata, “Aku baru saja membeli tanah, dan aku harus memeriksanya, maafkan.” Jika Anda baru saja membeli sebuah apartemen, saya rasa Anda ingin segera melihat apartemen itu. Itu sebabnya, jawabannya adalah “Maafkan saya, saya tidak bisa datang.” Orang yang kedua baru saja membeli lima pasang lembu kebiri. Dia tentunya seorang pengusaha; jika tidak, dia tidak akan membeli lima pasang lembu sekali beli. Dia tidak dapat menunda untuk segera mencoba hewan belanjaannya itu, untuk melihat seberapa bagus hewan-hewan itu, untuk melihat apakah mereka dapat melakukan pekerjaan yang perlu dilakukan; kalau tidak, maka dia perlu membeli beberapa pasang lagi!

Apakah orang-orang ini berminat untuk pergi ke perjamuan tersebut? Tentu saja mereka mau, mereka tidak berkata bahwa mereka tidak ingin hadir. Mereka semua agak malu mengakui bahwa mereka tidak dapat hadir di perjamuan itu. Mereka merasa tidak ada pilihan lain kecuali meminta maaf, dan mereka sangat berat hati. Mereka benar-benar tidak ada waktu. Mungkin lain kali. Mereka akan hadir di lain kesempatan! Mereka tidak mengarang alasan. Mereka tidak berkata, “Kami tidak mau menghadiri perjamuan Anda. Kami harus menempuh perjalanan jauh. Di samping itu, kami juga tidak tahu apakah akan ada hidangan yang sesuai dengan selera kami. Perjamuan itu tentu akan selesai pada larut malam, dan esok harinya kami masih harus bekerja lagi. Begitulah, kami bahkan tidak akan dapat pulang jika sudah terlalu larut malam! Terlalu banyak kerugiannya… kami tidak mau datang!” Mereka bukan jenis orang seperti itu. Mereka benar-benar ingin hadir di perjamuan. Masalahnya adalah mereka harus mengurusi hal yang lain di waktu yang bersamaan. Mereka tidak mengarang alasan untuk menolak undangan tersebut. Saya pikir, kita semua pernah menghadapi keadaan seperti itu.

Orang yang terakhir disebutkan di dalam perikop ini bahkan memiliki alasan yang sangat kuat. Dia baru saja menikah, jadi, dia bahkan tidak menunjukkan rasa penyesalan sama sekali. Dia cukup terus terang dalam memberi jawaban dan berkata, “Aku baru saja menikah, jadi aku tidak dapat datang! Apakah kamu akan bersikap kejam dengan memaksa aku mengabaikan istriku?” Secara umum, jika ada orang yang baru saja menikah di hari Sabtu, maka dia tidak akan hadir di ibadah hari Minggu. Hal pertama yang dilakukan setelah menikah adalah menikmati bulan madu. Bagaimana mungkin kita bisa hadir di kebaktian hari Minggu! Pasti tidak cukup waktu! Aku mengambil cuti selama lima hari, ditambah dengan akhir minggu, berarti aku hanya punya 7 hari! Dengan begitu, Allah pasti akan memaafkanku, dan pasti akan memahami keadaan-ku. Belum terlambat untuk hadir jika aku sudah ada waktu nanti. Ada banyak orang yang berpikir seperti itu.

Kita sering mendengar, “Aku harus kerja lembur minggu ini. Aku tidak dapat datang. Kita perlu penghasilan untuk hidup! Aku akan dipecat kalau menolak kerja lembur. Kebanyakan orang menempatkan makanan sebagai prioritas utamanya. Hal yang paling penting adalah makanan. Tak ada alasan bagiku untuk kehilangan pekerjaan hanya karena aku ingin pergi ke gereja. Tingkat pengangguran sekarang ini tinggi sekali. Jika aku kehilangan pekerjaanku, aku mungkin harus menunggu sampai setengah tahun lagi sebelum mendapatkan pekerjaan lain. Bagaimana aku bisa hidup tanpa pekerjaan?” Bagi orang semacam ini, akan ada satu alasan minggu ini, dan alasan lain lagi di minggu berikutnya. Jadi, sekalipun dia benar-benar ingin datang, sangat susah buatnya untuk dapat datang beribadah.


APAKAH ANDA MEMBUTUHKAN ALLAH?

Mari kita lihat ayat yang terakhir di dalam perumpamaan ini – “Sebab Aku berkata kepadamu: Tidak ada seorangpun dari orang-orang yang telah diundang itu akan menikmati jamuan-Ku..” Sang tuan berkata, “Sesungguhnya kukatakan kepadamu, tak seorang pun dari mereka yang telah diundang itu, yang telah menolak undanganku, tak seorang pun dari mereka yang akan menikmati jamuanku, tak satu pun!” Jika Anda merasa bahwa perjamuan-Nya tidak penting, maka Dia tidak akan memaksa Anda untuk datang. Akan tetapi, harap jangan berpikir bahwa Anda bisa mendapatkan yang terbaik dari dunia dan akhirat. Tak ada hal semacam itu!

Apakah yang akan Anda lakukan jika Anda merupakan salah satu dari orang yang di dalam perumpamaan ini, dan Anda menghadapi keadaan yang sama, apakah Anda akan hadir atau tidak hadir di perjamuan itu? Anda akan pergi atau tidak? Anda baru saja membeli sebuah apartemen dan Anda ingin melihat tempatnya untuk memperkirakan hal-hal apa saja yang perlu diperbaiki; atau mungkin Anda seorang pengusaha, dan waktu yang tersedia bagi klien Anda untuk bertemu dengan Anda adalah pukul 8 pagi di hari Minggu, dan jika Anda tidak menemuinya, maka dia akan mencari rekan bisnis yang lain. Apa yang akan Anda pilih? Akan lebih berat lagi jika Anda baru saja menikah. Pernahkah Anda melihat pasangan Kristen yang baru menikah menghadiri acara PA? Sangat jarang bisa melihat yang seperti itu. Jika Anda adalah satu dari mereka, bagaimana pilihan Anda?

Demikianlah, perumpamaan yang disampaikan Yesus Kristus bukan perumpamaan yang sederhana. Mungkin Anda akan berkata, “Ya Allah, apakah hal yang Kau ingin aku kerjakan? Apakah Engkau ingin agar aku menjadi bangkrut atau menganggur? Apakah Kau ingin agar bisnisku gagal? Apakah Kau ingin agar aku bertengkar dengan istriku? Apakah menghadiri ibadah adalah satu-satunya hal yang akan membuat-Mu senang? Apakah Engkau ingin membuat aku sengsara? Ya Allah, apakah sebenarnya yang Engkau mau?”

Apakah yang Allah kehendaki dari Anda? Sangat sederhana. Anda hanya perlu meneliti perumpamaan ini dan Anda akan mengerti. Begitu mereka berkata tidak punya waktu untuk datang, sang tuan menyuruh para hambanya untuk mengundang orang-orang lain. Siapa orang lain itu? Para hamba pergi ke berbagai tempat, jalan raya dan lorong-lorong, untuk mengundang orang-orang miskin, orang buta dan orang lumpuh ke pesta perjamuan. Tidakkah Anda mendapati bahwa hal ini aneh? Mengapa mengundang orang-orang semacam itu? Tak ada satu pun dari antara kita yang memiliki cacat tubuh seperti itu, akan tetapi jika berbicara tentang kemiskinan, mungkin Anda akan berkata, “Aku orang miskin.” Di beberapa negara, pemerintah menetapkan garis batas kemiskinan dan mereka yang berada di bawah garis itu boleh menerima tunjangan dan tidak perlu membayar pajak. Apakah Anda termasuk yang berada di bawah garis kemiskinan? Apakah yang dimaksudkan oleh Alkitab saat berbicara tentang hal menjadi miskin?

Kemiskinan yang dibahas di dalam Alkitab jauh berbeda artinya dengan kemiskinan yang kita pahami. Definisi kemiskinan di Hong Kong dan Amerika mungkin masih kaya bagi ukuran kita. Kenyataannya, sudah sekitar dua puluh tahun saya hidup di bawah garis kemiskinan. Saya tidak perlu membayar pajak. Pemerintah tidak menuntut saya untuk membayar pajak. Jika digabungkan dengan penghasilan istri saya juga, kami tetap tidak perlu membayar pajak, karena gabungan penghasilan kami berdua tidak akan melewati garis kemiskinan. Akan tetapi, ini bukan kemiskinan yang dimaksud oleh Alkitab.

Orang-orang miskin, menurut Alkitab, adalah para pengemis. Saya tidak perlu meminta-minta, jadi saya tidak dianggap miskin. Saya pikir Anda juga tidak pernah merasakan bagaimana menjadi pengemis. Orang miskin di dalam Alkitab adalah para pengemis. Sebagai contoh, di dalam perumpamaan tentang orang Kaya dan Lazarus di dalam Lukas pasal 16, si orang kaya sangatlah makmur, sementara Lazarus sangatlah miskin. Bagaimana orang miskin digambarkan di dalam Alkitab? Mereka digambarkan sebagai orang yang meminta-minta makanan di depan rumah orang kaya, harus mengharapkan belas kasihan orang lain. Kata ‘miskin’ dan ‘pengemis’ di dalam Alkitab, memiliki arti yang sama.

Dengan demikian, orang miskin yang dibicarakan di dalam Alkitab berbeda dengan orang miskin yang kita bayangkan. Mungkin pada awalnya Anda akan mengira, “Aku ini cuma pekerja biasa, untuk kebutuhan makanku saja sudah susah. Aku harus bangun sebelum fajar dan berdesakan di angkutan umum untuk berangkat kerja.”

Alkitab tidak berbicara tentang orang miskin yang semacam ini; yang dibicarakan adalah mereka yang bahkan tidak punya pekerjaan. Orang cacat, orang buta dan orang lumpuh merupakan orang-orang yang tidak punya pekerjaan. Mereka semua pengemis. Mereka yang memiliki cacat tubuh pada zaman dulu berbeda dengan yang kita lihat di zaman sekarang ini. Orang cacat di zaman sekarang menikmati berbagai perlakuan istimewa. Ada penampungan buat mereka. Bagi yang bermasalah dengan kakinya, tersedia kursi roda atau angkutan khusus yang mengantarkan mereka pergi dan pulang kerja. Mereka juga menerima tunjangan orang cacat. Dan juga, sebagian besar orang cacat sekarang ini memiliki sikap hati yang kurang baik yaitu, “Seluruh dunia berhutang kepadaku.” Mereka merasa bahwa semua orang harus menolong mereka dan mereka ingin menerima semua pertolongan secara gratisan. Sementara itu, orang cacat di masa Yesus tidak akan memiliki sikap hati semacam ini. Taka ada orang yang mau mempekerjakan mereka. Hanya ada jalan buntu bagi mereka. Satu-satunya harapan adalah jika ada seseorang yang mau memberi mereka makanan.

Tahukah Anda mengapa sang tuan ini mengundang semua orang yang cacat itu? Karena hanya merekalah yang mau datang ke pesta itu! Hanya orang-orang seperti itu yang tidak akan ragu untuk menerima undangan ini! Mereka akan segera bergegas datang jika ada orang yang mengundang mereka ke pesta perjamuan atau makan besar. Yang timpang akan berusaha merangkak datang, yang buta akan berpegangan pada pundak orang lain dan dibimbing ke sana…begitu semangatnya mereka untuk datang ke pesta perjamuan tersebut. Bagi mereka, tidak akan ada alasan, “Aku tidak punya waktu.”


WAKTU, BUKAN MASALAHNYA

Apakah sekarang Anda mengerti arti perumpamaan itu? Apakah yang sedang disampaikan oleh perumpamaan ini kepada kita? Apakah hal yang mau disampaikan oleh perumpamaan ini? Apakah bahwa karena kita tidak punya waktu maka kita tidak pergi ke gereja, tidak mendengarkan pengajaran Yesus Kristus dan tidak bersahabat dengan Allah? Apakah kita harus menunggu sampai pensiun baru kita bisa punya waktu? Apakah kita harus menunggu sampai setiap orang di dunia ini kehilangan pekerjaannya atau sampai tingkat pengangguran mencapai 100% baru kita punya waktu untuk pergi ke gereja? Lantas, apakah seluruh dunia akan mempercayai Yesus Kristus pada waktu itu?

Masalahnya bukanlah hal waktu. Masalahnya adalah banyak orang tidak melihat bahwa mereka tidak punya arah tujuan dalam hidup ini. Masalahnya adalah Anda tidak merasa bahwa Anda sedang berada di jalan buntu! Itu sebabnya Anda merasa tidak begitu memerlukan Allah. Anda tidak bersedia meluangkan waktu untuk mengejar Allah. Persoalannya tidak terletak pada ketersediaan waktu, melainkan pada apakah Anda merasa punya kebutuhan. Apakah Anda merasa membutuhkan Allah?

Orang dunia senang dengan kesibukan. Mengapa? Karena kesibukan adalah lambang dari kesuksesan. Pernahkah Anda perhatikan hal itu? Setiap orang membawa handphone. Saat mereka sibuk menjawab panggilan demi panggilan telepon, mereka akan merasakan suatu kebanggaan yang tersembunyi – “Lihat betapa sibuknya aku! Semua orang memerlukanku!” Anda lihat, kesibukan menimbulkan rasa sukses pada diri seseorang.

Di Jepang, orang tidak langsung pulang setelah bekerja. Jika langsung pulang, maka istri mereka akan berkata bahwa mereka tidak berguna. “Mengapa kamu tidak pergi menjalin hubungan kerja dengan orang lain? Apakah kamu tidak punya janji pertemuan dengan seseorang? Mengapa kamu begitu tidak berguna?” Itu sebabnya, beberapa pria Jepang tidak berani langsung pulang setelah bekerja, walaupun sebenarnya mereka sudah tidak ada pekerjaan yang harus dilakukan lagi. Mereka akan pergi makan-makan bersama, dan kumpul-kumpul sampai menjelang pagi baru mereka berani pulang. Jika tidak, jika mereka terlihat oleh tetangga mereka pulang terlalu awal, mereka akan kehilangan muka. Jika seseorang pulang terlalu awal, sebagian orang akan menilai bahwa mereka orang yang tidak berguna. Mereka juga memperkirakan bahwa orang ini tak lama lagi akan dipecat atau jatuh bangkrut. Itu sebabnya mengapa banyak pria Jepang yang harus memainkan ‘peran sebagai orang sibuk’ agar terlihat seolah-olah banyak orang yang membutuhkannya, karena kesibukan adalah lambang kesuksesan.

Apakah Anda seorang yang sukses? Anda mungkin berkata, “Tentu saja! Perusahaan membutuhkanku, keluarga membutuhkanku, aku dibutuhkan di mana-mana – aku orang yang sangat sukses!” justru karena masalah inilah, maka Anda jadi tidak membutuhkan Allah! Untuk apa lagi Anda membutuhkan Allah? Anda sudah sangat sukses! Tak ada kebutuhan akan Allah sama sekali!

Orang macam apakah Anda? Orang yang sukses? Atau orang yang jatuh bangun? Jika Anda orang yang sukses, menghadiri ibadah mungkin menjadi sesuatu yang tidak penting. Mungkin Anda memandang ikut beribadah di hari Minggu hanya sebagai kesempatan untuk bersantai. Anda sudah muak melihat wajah atasan Anda selama enam hari. Setidaknya, saat Anda datang ke gereja di hari Minggu, Anda akan menerima senyuman bersahabat dari pendeta dan saudara-saudari seiman. Tidak seperti yang Anda terima dari rekan kerja Anda di kantor yang kerjanya hanya mempergunjingkan orang di balik punggung.

Kita sering mendengar ucapan orang yang tidak percaya seperti ini, “Kamu mau supaya aku percaya kepada Allah? Sederhana. Minta Allah muncul di hadapan saya! Kalau Allah muncul di hadapan saya, maka saya akan percaya kepada-Nya.” Banyak orang yang berpikir seperti ini. Hal yang menyedihkan adalah, Allah tidak akan pernah menunjukkan diri-Nya kepada orang semacam itu! Tahukah Anda mengapa? Karena orang-orang semacam itu tidak benar-benar memerlukan Allah. Jika Anda tidak membutuhkan Allah, hal apakah yang akan Anda lakukan? Anda akan membuat persyaratan kepada Allah – “Nah, Engkaulah yang membutuhkanku agar percaya kepadaMu. Dan karena Engkau yang membutuhkanku untuk percaya kepadaMu, dengarkan baik-baik persyaratanku. Malam ini, pukul delapan malam, tolong tunjukkan diriMu kepadaku. Apakah aku akan puas dengan penampakan-Mu itu, akan kukabarin besok pagi.”

Negosiasi adalah prinsip bisnis. Akan tetapi negosiasi bukanlah prinsip dalam mengenal Allah. Allah tidak akan menunjukkan diri-Nya kepada orang semacam itu. Karena orang-orang itu tidak membutuhkan Allah di dalam hidup mereka. Percuma saja memperlihatkan diri-Nya kepada mereka.

Faktor yang sangat menentukan apakah Anda mengenal Allah atau tidak bukanlah apakah Allah muncul di hadapan Anda atau tidak, melainkan apakah Anda membutuhkan Dia? Apakah hadir ke gereja itu hanya merupakan kegiatan bersantai-santai? Jika demikian halnya, maka kita bisa datang di saat kita ada waktu dan tidak datang di saat kita tidak ada waktu. Sama seperti mengunjungi bioskop, jika kita ada waktu, maka kita bisa bersenang-senang di bioskop. Jika kita tidak ada waktu, maka kita bisa menyewa film dan menontonnya di rumah saja. Pergi ke gereja sama seperti itu juga. Jika kita tidak ada waktu, maka kita hanya perlu meminjam beberapa rekaman dan mendengarkan khotbah di rumah.


KAPAN KITA SADAR KITA MEMBUTUHKAN ALLAH?

Masalahnya adalah: Apakah Anda orang yang sukses? Atau apakah Anda seorang yang merasa hidup ini kosong? Jika Anda adalah orang yang sukses, maka Anda tidak membutuhkan Allah. Maka, Anda akan pergi ke gereja dengan niat bersantai saja. Anda datang jika Anda ada waktu tetapi menghilang jika Anda tidak punya waktu. Jika demikian halnya, maka Anda tidak akan pernah mengenal Allah sebelum Anda jatuh dalam kesusahan. Orang-orang yang putus asa tidak akan menetapkan syarat untuk Allah. Mereka tidak akan meminta Allah untuk muncul di hadapan mereka. Malahan, mereka akan merendahkan diri mereka di hadapan Allah, memohon belas kasihan-Nya. Jadi, hal itu bergantung kepada kondisi hati Anda, bergantung pada sikap Anda. Apakah di dalam hati Anda, Anda membutuhkan Allah?

Ada pepatah Inggris yang mengatakan, “Tak ada ateis di parit perlindungan.” Apakah parit perlindungan itu? Parit perlindungan di medan perang adalah parit yang digali oleh pasukan di garis depan. Biasanya, mereka yang berada di parit perlindungan tersebut adalah orang-orang yang paling duluan mati. Mereka bisa disebut sebagai umpan peluru. Mereka tidak punya tempat untuk melarikan diri jika diserang, atau jika ada bom yang menghantam. Jika mereka telah keluar dari parit perlindungan itu, mereka akan menjadi sasaran empuk penembak lawan. Demikianlah, tidak ada ateis di parit perlindungan. Jika Anda tanyakan kepada mereka yang pernah bertahan di parit perlindungan, mereka akan berkata, “Sebaiknya ada Allah, jika Allah tidak ada, maka aku mungkin akan mati.”

Itu sebabnya, yang menjadi persoalan adalah apakah Anda memang benar-benar membutuhkan Allah? Sayangnya, jika orang tidak sedang dalam keadaan terdesak, masih mampu, tidak cacat, tidak buta, mereka tidak bisa melihat kebutuhan ini. Hal apakah yang membuat orang tidak merasa memerlukan Allah? Atau, hal apakah yang membuat Anda merasa tidak memerlukan Allah? Pekerjaan Anda, kesehatan Anda, keluarga Anda, segala yang Anda miliki! Semua itu akan membuat Anda merasa tidak ada yang kurang dan Anda berkata, “Aku punya pekerjaan yang bagus, rumah yang bagus. Aku tidak cacat, tidak buta. Aku tidak merasa memerlukan Allah di dalam hati ini.” Dalam kenyataannya, apakah kebutuhan itu ada atau tidak, sangat bergantung pada apakah Anda bisa melihat kebutuhan itu!

Beberapa tahun yang lalu, saya membagikan Injil kepada seorang teman. Dia adalah seorang perempuan yang sangat cerdas. Ketika kami membicarakan tentang Injil, dan saya menjelaskan tentang beberapa prinsip alkitabiah kepadanya, dia bersedia ikut dalam kelompok Pendalaman Alkitab. Dia mempelajari Perjanjian Lama dan Baru. Dia mengajukan banyak pertanyaan setiap kali datang ke kelompok diskusi Alkitab kami. Sebagai contoh, “Mengapa Allah ingin membasmi bangsa lain di dalam Perjanjian Lama? Mengapa harus membunuh semua, termasuk orang tua dan anak-anak? Mengapa laki-laki boleh masuk ke dalam Bait Allah sedangkan perempuan tidak? Mengapa Allah memperlakukan perempuan seperti itu?” Dalam dua tahun, dia terus saja mengajukan banyak pertanyaan. Mengapa dia mengajukan banyak pertanyaan? Alasannya sangat sederhana – karena dia tidak membutuhkan Allah! Bagi dia, Allah hanyalah sekadar bahan diskusi yang menarik. Dia tidak membutuhkan Allah dalam hidupnya.

Setelah setahun berlalu, dia tetap mengikuti diskusi Alkitab setiap minggu. Di tahun kedua, dia masih bertahan. Di tahun yang ketiga, dia mengalami perampokan. Dalam perjalanan pulang, seorang pria berkulit hitam merampoknya. Pria itu merampas tas tangannya dan mendorongnya jatuh ke tanah. Pada saat itu, kepalanya terbentur keras dan mengalami sedikit gegaran otak. Setelah peristiwa itu, seluruh kepribadiannya berubah!

Melalui kejadian ini Allah mengingatkan dia, “Jangan mengandalkan dirimu sendiri. Segala yang kamu anggap sebagai hal yang bisa kau andalkan itu adalah hal yang semu. Apakah kamu pikir karena kamu punya pekerjaan yang bagus, keluarga yang bagus, tubuh yang sehat, kecerdasan dan kecantikan, lalu engkau tidak membutuhkan Allah? Semua itu telah mengelabui pikiranmu, semua itu semu! Saat bencana terjadi, semua itu tidak bisa menolongmu.” Setelah kejadian ini, dia benar-benar tersadar. Sesudah itu, sikapnya benar-benar berbeda dalam mempelajari Firman Allah. Semua yang tadinya dia anggap baik ternyata memang tidak berguna di saat yang sangat menentukan. Hal-hal yang ia anggap penting benar-benar tidak bisa menolongnya. Dia tahu sekarang bahwa satu-satunya yang bisa menolong dia di dalam hidup ini adalah Allah!

Banyak orang yang seperti perempuan ini. Mereka merasa bahwa segala sesuatunya berada di dalam kendali mereka, dan mereka berkata, “Aku punya ini, aku punya itu, semuanya tidak ada yang buruk, aku tidak membutuhkan Allah.” Akan tetapi, di dalam keadaan tertentu, dalam hitungan detik muncul kesadaran bahwa semua yang dimiliki itu kosong belaka. Rasanya seperti jatuh ke lembah yang kelam. Di saat seperti itu, baru dia menyadari bahwa segala sesuatunya itu hanya semu belaka. Tak ada satupun hal yang bisa diandalkan.

Setahun yang lalu, salah satu saudari dirampok. Tahun ini, ada saudari lainnya lagi yang dijambret. Tampaknya peristiwa penjambretan sekarang ini sering sekali terjadi. Pernahkah Anda berpikir tentang apa yang akan Anda lakukan jika Anda yang mengalami hal tersebut?

Kemarin, saya mendengar seorang saudari yang bersaksi – malam sebelumnya, sekitar tengah malam, dia dirampok di dalam sebuah lif sepulangnya dari kantor. Kedua perampok itu merampas tasnya dan salah satu perampok itu memukul kepalanya berkali-kali dengan botol Coca Cola. Dia berkata bahwa dia sangat bersyukur kepada Allah. Petugas polisi berkata bahwa dia beruntung karena perampok itu menggunakan botol Coca Cola dan bukannya botol bir. Botol bir mudah pecah. Jika dipukulkan ke kepala seseorang, maka orang itu pasti akan menderita luka-luka, dan bahkan bisa cacat. Sementara botol Coca Cola tidak mudah pecah. Botol Coca Cola baru akan pecah kalau dilemparkan sekuat tenaga dari tempat yang tinggi.

Hidup tidak berada di dalam kendali Anda atau saya – inilah perlindungan dan peringatan dari Allah! Di permukaannya, kita mungkin terlihat memiliki segala banyak hal akan tetapi, pada saat-saat yang genting, Anda akan menyadari semua hal tersebut tidak bisa menolong Anda. Semua yang Anda miliki di dunia ini kosong melompong.

Jepang adalah negara dengan penelitian tentang gempa bumi yang paling maju di dunia. Setiap hari, mereka membelanjakan sekitar satu milyar dolar AS untuk riset pencegahan gempa bumi. Sasaran penelitian mereka mencakup perkiraan gempa bumi, bagaimana mencegah runtuhnya bangunan selama terjadi gempa bumi dan sebagainya. Menurut suatu penelitian, 50% orang Jepang percaya bahwa gempa bumi dapat dicegah dengan kemajuan teknologi. Mereka juga percaya dengan kemampuan perkiraan tentang tempat dan waktu akan terjadinya gempa bumi.

Siapakah yang tahu bahwa gempa di Kobe akan terjadi? Tak ada yang tahu. Gempa di Kobe tak hanya menghancurkan seluruh kota, tetapi juga menghancurkan mitos bahwa teknologi bisa melakukan keajaiban,  bahwa teknologi bisa menjamin keselamatan. Orang Jepang tidak lagi berpikir seperti itu sekarang dan mimpi indah mereka tentang kemampuan teknologi sudah berantakan.

Dua hari yang lalu, di awal bulan September, merupakan hari latihan penanganan gempa di Jepang. Jumlah pesertanya jauh lebih banyak daripada yang sebelumnya. Jumlah peserta pada tahun-tahun sebelumnya sangatlah sedikit. Setiap orang tahu mengapa ada begitu banyak peserta di dalam latihan tahun ini. Karena gempa yang terjadi di Kobe baru-baru ini.

Saya tidak tahu apakah Anda sampai membutuhkan terjadi sesuatu dengan hidup Anda, sampai Allah menarik Anda dari tempat yang tinggi untuk menempatkan Anda pada kedudukan sebagai orang miskin, tidak mampu, buta dan cacat. Saat hal-hal tersebut terjadi, Anda akan melihat bahwa Anda benar-benar membutuhkan Allah! Saya harap Anda tidak perlu sampai mengalami hal-hal semacam itu baru Anda mau melihat kebutuhan Anda. Jika Anda bisa melihat, Anda akan menemukan bahwa kenyataannya Anda berada dalam kondisi yang sama dengan orang-orang yang miskin itu. Segala sesuatu yang Anda kira bisa menolong Anda pada kenyataannya hampa dan tidak bisa menolong Anda. Apakah Anda mampu melihat dengan jelas?

 
TAHUKAH ANDA KEADAAN ANDA YANG SEBENARNYA?

Terakhir, saya ingin menyimpulkan khotbah hari ini dengan satu ayat. Mari kita buka Wahyu 3:17

Yesus Kristus berkata, “Karena engkau berkata: Aku kaya dan aku telah memperkayakan diriku dan aku tidak kekurangan apa-apa, dan karena engkau tidak tahu, bahwa engkau melarat, dan malang, miskin, buta dan telanjang.”

Ayat ini dengan tepat menjelaskan tentang jenis orang yang sedang kita bicarakan tadi. Ayat ini juga merangkum perumpamaan tentang perjamuan besar.

Apakah Anda pikir bahwa Anda kaya dan bahwa Anda terpuaskan sehingga Anda tidak membutuhkan apa-apa? Kadang kala, saat seorang teman berulang tahun dan Anda ingin membeli kado buat dia, Anda memeras otak Anda dan berpikir keras tanpa hasil tentang apa yang harus Anda berikan padanya. Karena, dia tidak kekurangan apa-apa, dia memiliki segalanya. Sama seperti yang dikatakan oleh ayat ini, kamu kaya, kamu makmur, dan tidak membutuhkan apa-apa. Anda tidak membutuhkan apa-apa; Anda tidak membutuhkan keselamatan Allah. Anda datang ke gereja hanya sekadar untuk mengisi waktu dan bersantai saja. Keselamatan bukanlah suatu pilihan.

Bagaimana bunyi bagian akhir ayat itu? Yesus Kristus berkata, “dan karena engkau tidak tahu…” Persoalan terbesarnya adalah bahwa Anda tidak tahu. Anda tidak tahu apa yang akan terjadi, Anda tidak tahu Anda sekarang ini berada dalam kondisi apa. Banyak hal yang tidak Anda ketahui.

Sama seperti orang yang merasa tidak sehat dan mereka pergi memeriksa kesehatannya di rumah sakit. Jika tidak ada pemeriksaan kesehatan, maka mereka tidak akan tahu. Setelah mereka diperiksa, mereka menjadi ketakutan karena diberitahu doktor bahwa kanker telah menggerogoti tubuhnya. Masalah terbesar dari umat manusia adalah ini: Anda tidak tahu bahwa Anda “melarat, dan malang, miskin, buta dan telanjang.” Apakah arti dari semua itu? Semuanya itu dapat dijelaskan dengan satu kata, yaitu  belenggu.

Apakah yang terjadi pada seseorang yang lumpuh? Bagaimana rasanya duduk di kursi roda? Apakah terasa sakit? Tidak, tidak terasa sakit. Jika Anda duduk di kursi roda dan Anda melihat orang lain bebas bergerak, anak-anak berlarian dengan gembira, Anda akan merasa terbelenggu.

Tahukah Anda bahwa ketika seseorang mengalami kelumpuhan, segenap dirinya berada dalam belenggu? Tahukah Anda bahwa hidup Anda berada dalam belenggu? Apakah Anda manusia yang merdeka? Ada berapa dari kita yang merdeka? Anda bisa saja kaya. Anda bisa makmur, tetapi di saat yang sama, Anda juga bisa menjadi budak uang. Uang tidak bisa membeli kemerdekaan. Kemerdekaan tak bisa ditukar dengan uang. Orang miskin bisa menjadi budak uang; orang kaya lebih rawan lagi terhadap perbudakan oleh uang. Apakah Anda sekarang ini orang yang merdeka? Atau apakah Anda seorang budak? Sangatlah mungkin bahwa Anda adalah budak uang kelas kakap (dalam perbudakan ada juga perbedaan kelas).

Alkitab berbicara tentang berbagai macam belenggu. Kita tidak punya waktu untuk membahas semuanya hari ini. Pada dasarnya, ada delapan macam belenggu. Pertama, belenggu kekayaan, yang membuat seseorang menjadi budak uang. Kedua, belenggu kedagingan, yang membuat seseorang menjadi budak nafsu (ada berapa banyak orang dari antara kita yang masih menjadi budak nafsu? Anda dibuat melakukan apa yang tidak Anda kehendaki). Ketiga adalah belenggu dosa. Manusia tidak punya kuasa untuk berhenti berbuat dosa. Kita terus saja berbuat dosa dan terus saja menjadi budak dosa tak peduli sekeras apapun usaha kita. Keempat, belenggu ketakutan, banyak orang di dunia ini yang menjadi budak dari rasa takut. Anda perlu tahu bahwa obat yang paling laris terjual adalah obat penenang, banyak orang yang tidak dapat tidur tanpa obat penenang – ketakutan dan kekhawatiran saling berhubungan. Kelima adalah belenggu manusia. Banyak orang yang menjadi budak orang lain. Mereka begitu takut kalau-kalau orang lain tidak menyukai mereka. Dan mereka berjuang untuk bisa tampil baik di hadapan orang lain dengan harapan mendapat penghormatan dari orang lain. Mereka tersanjung oleh pujian orang lain tetapi mundur jika dikecam oleh orang lain. Mereka dibelenggu manusia. Yang keenam adalah budak peraturan. Sangat terikat pada berbagai macam peraturan – tentang apa yang harus dan yang tidak boleh dilakukan. Mereka sangat kaku dan tidak bisa luwes. Ketujuh, belenggu roh jahat, penyembahan berhala. Ada orang yang tidak berani keluar di jalan pada Hari Perayaan Hantu (All Souls Day) karena mereka pikir hari itu sangatlah angker. Mereka hidup di dalam bayang-bayang ketakutan pada roh jahat. Mereka menjadi budak penyembahan berhala. Terakhir, yang kedelapan, adalah belenggu maut. Apakah hidup Anda masih dicekam ketakutan pada maut?

Apakah Anda yakin dengan hidup Anda? Apakah Anda merasa yakin pada hidup yang kekal? Hari ini, Anda perlu memikirkannya dengan jelas. Apakah Anda memiliki kebutuhan akan Allah atau tidak, sangat bergantung pada keadaan Anda sendiri. Jangan mengandalkan hal-hal yang jasmaniah. Yang jasmaniah akan segera berlalu. Semua itu tidak akan bertahan menghadapi ujian. Akan sangat terlambat jika Anda menyadari bahwa Anda salah pada Hari Penghakiman!

 

Berikan Komentar Anda: