Pastor Eric Chang | Matius 20:29-34 | Markus 10:46-52 | 


Para murid tidak percaya pada apa yang Yesus sampaikan

Kita melanjutkan pembahasan kita di Markus pasal 10 dan 11. Di Markus 10.32, Yesus memberitahu murid-muridnya bahwa dia akan dihukum mati. Ini adalah ketiga kalinya Yesus memberitahu murid-muridnya bahwa dia akan menderita dan mati. Akan tetapi para muridnya tidak memahaminya. Mereka mengharapkan untuk berada di jalur menuju kemuliaan, bukan di jalan menuju salib. Akibatnya mereka harus bergumul dan tidak bisa memahami apa yang disampaikan oleh Yesus.

Kita juga melihat adanya persoalan besar yang muncul mulai dari ayat 35 dan seterusnya. Setelah Yesus berbicara tentang kematian dan penderitaannya, dan bahwa dia akan dibangkitkan setelah hari yang ketiga, para murid itu, ternyata masih berpikir dalam kerangka kemuliaan pribadi. Mengapa mereka hanya berbicara tentang kemuliaan pribadi mereka saja (ingin diberi tempat di sebelah kanan dan kiri Kristus), padahal Yesus sedang berbicara tentang kematian, penderitaan dan penghinaannya. Ini sangat mengherankan. Tampaknya tidak ada hubungan yang nyata antara percakapan di antara para murid dengan apa yang disampaikan oleh Yesus.

Lalu bagaimana menjelaskan hal ini? Penjelasannya sederhana saja. Ini adalah masalah ketidakpercayaan. Para murid tidak percaya pada apa yang disampaikan oleh Yesus. Mereka benar-benar tidak mempercayainya. Ada banyak bukti di dalam Kitab Suci yang memberi kita petunjuk bahwa mereka tidak mempercayai hal itu. Mereka tidak mempercayai bahwa Yesus akan bangkit lagi dari kematian sebagaimana yang telah dia beritahukan di ayat 34, “Dan sesudah tiga hari Ia akan bangkit.” Mereka tidak mempercayai hal itu.

Mari kita ambil beberapa contoh. Bahkan setelah Yesus bangkit dari kematian, dan para perempuan itu datang memberitahukan para rasul bahwa Yesus telah bangkit dari kematian – di Lukas 24:11, ayat itu memberitahu kita bahwa di mata para rasul, perempuan-perempuan itu seperti sedang melantur, yakni berbicara ngawur. Para rasul itu menilai laporan para perempuan itu sebagai omong kosong. “Yesus bangkit dari kematian? Omong kosong!” Kira-kira seperti itulah reaksi para rasul ini. Bahkan walaupun sebelumnya Yesus telah berulang kali memberitahukan mereka, mereka tidak bisa mempercayainya.

Saya tidak tahu seberapa kuat keyakinan Anda akan peristiwa kebangkitan. Kita telah begitu terbiasa mendengar bahwa Yesus telah bangkit dari antara orang mati, dan karena begitu seringnya hal ini diucapkan, maka kita cenderung berkata, “Baiklah, baiklah. Dia telah bangkit dari antara orang mati.” Tapi apakah kita sebenarnya menghayati kebenaran tentang kebangkitan ini?

Ada kalanya, terdapat penolakan di dalam hati kita tapi penolakan itu telah dikikis habis oleh pemberitaan yang berulang-ulang disampaikan. Ini adalah hal yang sangat berbahaya karena pada dasarnya ini berarti Anda masih belum mempercayainya, Anda hanya sekadar tidak menunjukkan penolakan lagi terhadap doktrin ini. Dan karena Anda tidak lagi menunjukkan penolakan terhadap doktrin ini, maka Anda mengira bahwa hal itu sama dengan menerimanya. Bukan begitu! Hanya karena Anda tidak lagi menolak suatu doktrin bukan berarti bahwa Anda telah menerima doktrin tersebut. Anda belum tentu telah menerima sesuatu hanya karena Anda tidak menolaknya.

Terdapat hal yang disebut sebagai penolakan secara pasif – fakta bahwa saya tidak menolak sesuatu bukan berarti bahwa saya berpihak pada hal tersebut. Itu hanya sekadar berarti bahwa saya memilih untuk tidak lagi mempersoalkan pokok tersebut. Atau lebih buruk lagi, kita mungkin berpikir bahwa kita ini telah mempercayai sesuatu hal hanya karena kita tidak lagi menolaknya. Saya pikir ada banyak sekali orang Kristen di tengah gereja di zaman sekarang ini yang hanya sekadar berada pada kategori non-resisten (tidak menolak), dan beranggapan bahwa dengan berada dalam kategori non-resisten ini berarti mereka telah mempercayainya.

Para murid secara terang-terangan tidak mempercayainya. Apa yang mereka percayai? Yang mereka percayai adalah bahwa Yesus itu Mesias, bahwa dia adalah Anak Daud, Raja yang dijanjikan akan datang. Itulah hal-hal yang mereka percayai. Jika mereka tidak percaya akan hal itu, maka mereka tidak akan meminta tempat di kanan dan kirinya. Mereka tahu bahwa Yesus akan menjadi Raja dunia ini. Dia akan menegakkan Kerajaannya di bumi ini. Hal itu mereka percayai.

Dan kadang kala, kita mempercayai sesuatu hal karena kita mengharapkan hal tersebut untuk terjadi. Alasan kita mempercayainya adalah karena kita berharap akan memperoleh manfaat dari hal tersebut. Kita berharap untuk Yesus akan menjadi Raja. Malahan, kita cukup yakin bahwa Yesus akan menjadi Raja. Lagi pula, kuasanya sedemikian besar, dan dia juga diterima cukup luas di kalangan masyarakat. Karena kepercayaan mereka yang sedemikian pada pemerintahan Mesias, bahwa Kristus akan memerintah sebagai Raja, maka mereka tidak bisa melihat bagaimana dia akan mati dengan cara yang ia gambarkan. Mereka tidak bisa mempercayainya. Bagaimana Anda akan mempercayai bahwa di satu sisi dia akan menjadi Raja, sedangkan di sisi lain dia akan dihina dan mati? Kedua hal tersebut tak bisa terjadi bersama-sama! Kedua hal tersebut tidak bisa dipahami secara bersamaan. Dan seperti itulah penolakan mereka terhadap apa yang telah disampaikan oleh Yesus. Kedua hal itu tidak bisa eksis bersamaan. Anda harus memutuskan apakah akan menjadi Raja atau mati? Pada hemat mereka, kedua hal itu tidak dapat terjadi bersamaan. Terdapat suatu penolakan yang nyata untuk menerima apa yang dikatakan oleh Yesus tentang kematian dan penghinaan yang akan diterimanya.

Apakah uraian ini terlalu berlebihan? Saya rasa tidak. Ketidakpercayaan mereka akan kebangkitan ini bisa dilihat di berbagai ayat. Misalnya, di Lukas 24:25, Yesus berbicara dengan dua orang murid yang sedang dalam perjalanan menuju Emaus. Dia menegur mereka karena ketidakpercayaan mereka, karena kelambanan mereka dalam mempercayai. Kedua murid itu sedang bercakap-cakap dengan seseorang yang mereka kira adalah ‘orang asing’, tanpa mengetahui bahwa orang tersebut adalah Yesus, dan kedua murid ini berkata, “kami kira dia akan membebaskan kami. Sedangkan sampai sekarang, dia belum bangkit juga. Dia berkata bahwa dia akan bangkit setelah tiga hari, ternyata ucapan itu tidak terbukti. Akan tetapi memang ada beberapa perempuan yang menyebutkan tentang kubur yang kosong, tetapi kami tidak tahu bagaimana memahami perkataan mereka.”

Bahkan yang lebih jelas lagi, ketidakpercayaan yang kuat terdapat dalam diri para rasul, dan hal ini bisa terlihat misalnya di Yohanes 20:25, di mana Tomas dengan tegas berkata, “Aku tidak akan percaya bahwa Yesus telah bangkit dari antara orang mati sebelum aku melihat dengan kedua mataku sendiri luka-luka di tubuhnya. Aku hanya akan percaya jika kedua tanganku ini menyentuh bekas luka-luka itu. Aku akan memasukkan jariku ke dalam lubang bekas paku itu. Melihat dulu baru percaya. Aku tidak akan percaya sebelum aku melihat sendiri.” Di sini Anda bisa melihat sikap hati para rasul itu. Mereka memang mendengar bahwa Yesus mengatakan tentang kematian dan kebangkitannya, akan tetapi mereka tidak mempercayainya.

Jika mereka tidak percaya pada kebangkitannya, lalu dengan cara apa mereka akan mempercayai bahwa penegakkan Kerajaannya itu harus diawali dengan kematiannya? Tanpa melibatkan kebangkitannya, maka pemahaman mereka akan semua hal ini menjadi tidak utuh. Dan karena pemahaman mereka tidak utuh, maka mereka harus memilih untuk menolak salah satu bagian dari semua itu. Dan tentu saja, bagian yang mereka tolak adalah bagian yang berbicara tentang kematian dan mereka memilih untuk mempercayai tentang pemerintahannya. Proses ini sangat mudah untuk diamati. Ketidakpercayaan di kalangan para murid, malahan di kalangan para rasul! Mereka memang tidak percaya! Mereka memilih untuk mempercayai apa yang ingin mereka percayai. Dan bagaimana mereka akan mempercayai hal yang tidak bisa mereka pahami? Bagaimana kita bisa memahami hal kebangkitan dengan pikiran kita yang dikendalikan oleh keduniawian dan yang sangat sempit ini? Semua itu berada di luar pemahaman kita. Kita tidak bisa memahami hal-hal tersebut.

Hal inilah yang akan saya bahas hari ini dan saya ingin membawa perhatian Anda di satu sisi, pada ketidak-percayaan – yang bahkan ada di tengah-tengah mereka yang mengaku sebagai orang Kristen. Di sisi lain, apakah yang Allah cari dari umat-Nya? Apa yang Dia cari dari tengah umat-Nya? Dia mencari iman. Apakah gereja bisa melihat keadaannya sendiri yang ternyata berada di tengah-tengah ketidakpercayaan? Bagaimana kita akan memberitakan Firman dengan efektif jika ketidakpercayaan telah melumpuhkan hati kita? Ketika Allah mencari iman di tengah-tengah umat-Nya, apakah Dia menemukannya?


Yesus mengajar murid-muridnya tentang iman

Sedemikian menyoloknya ketidakpercayaan ini sehingga Yesus sekarang bermaksud memberi pelatihan tentang iman kepada para muridnya. Dan hal itulah yang terjadi selanjutnya di ayat 46, yakni segera setelah percakapan tentang prinsip yang terdahulu dan yang terakhir – prinsip yang tidak akan bisa diterapkan tanpa adanya iman. Di sinilah letak arti penting dari iman. Anda tidak akan bisa menerapkan ajaran Tuhan tanpa adanya iman. Dan Yesus akan memberikan dua macam pelajaran: satu yang positif dan yang satunya lagi negatif. Ada dua obyek pelajaran. Dia ingin menunjukkan kepada mereka bahwa mereka perlu dibuka mata rohaninya. Dan itulah isi ayat 46 dan selanjutnya. Mari kita baca bersama-sama Markus 10:46-52:

Lalu tibalah Yesus dan murid-murid-Nya di Yerikho. Dan ketika Yesus keluar dari Yerikho, bersama-sama dengan murid-murid-Nya dan orang banyak yang berbondong-bondong, ada seorang pengemis yang buta, bernama Bartimeus, anak Timeus, duduk di pinggir jalan. Ketika didengarnya, bahwa itu adalah Yesus orang Nazaret, mulailah ia berseru: “Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!” Banyak orang menegornya supaya ia diam.

 

Namun semakin keras ia berseru: “Anak Daud, kasihanilah aku!” Lalu Yesus berhenti dan berkata: “Panggillah dia!” Mereka memanggil orang buta itu dan berkata kepadanya: “Kuatkan hatimu, berdirilah, Ia memanggil engkau.” Lalu ia menanggalkan jubahnya, ia segera berdiri dan pergi mendapatkan Yesus. Tanya Yesus kepadanya: “Apa yang kaukehendaki supaya Aku perbuat bagimu?” Jawab orang buta itu: “Rabuni, supaya aku dapat melihat!” Lalu kata Yesus kepadanya: “Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau!” Pada saat itu juga melihatlah ia, lalu ia mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya.

Inilah bahan pelajarannya. Yang kurang di dalam diri para murid adalah iman. Dan di sini kita mendapati obyek pelajaran yang pertama, yang positif. Mata mereka perlu dibuka dan Yesus akan menunjukkan bahwa melalui imanlah mata mereka akan terbuka. Dan tanpa iman, mereka akan buta sepenuhnya!

Mari kita perhatikan beberapa poin di dalam perikop ini


1. Si pengemis buta itu sudah memiliki iman bahwa Yesus adalah Mesias

Pertama, di ayat 47, mari kita perhatikan bahwa pengemis buta ini sudah memiliki iman kepada Yesus. Dia memanggil Yesus sebagai ‘Anak Daud.’ Istilah ‘Anak Daud’ adalah gelar bagi mesias. Dia percaya bahwa Yesus adalah Mesias. Dia percaya bahwa Yesus adalah Raja. Sama seperti para murid. Pengemis buta ini percaya bahwa Yesus adalah Kristus, adalah Mesias. Jika tidak, maka dia tidak akan memakai istilah ini.


2. Imannya yang pantang mundur

Hal kedua yang perlu diperhatikan adalah imannya yang teguh. Imannya sangat teguh. Dia tidak mundur. Dia tidak menuruti tekanan orang-orang tidak percaya yang banyak jumlahnya itu. Demikianlah, ketika orang banyak itu menyuruhnya untuk diam dan berhenti berseru-seru, dia menolak untuk tutup mulut. Dia tidak akan membiarkan orang banyak itu membungkamnya.

Ini melampaui kebanyakan iman orang Kristen. Saya rasa kebanyakan orang Kristen akan cukup mudah untuk ditekan oleh orang banyak. Bahkan dalam hal mengucapkan syukur di tempat umum, mereka takut-takut. Saat orang berpikir, “Wah, coba lihat! Lihat orang sok alim ini! Zaman orang mengucap syukur untuk makanan yang akan dinikmati sudah lama berlalu. Tapi orang sinting ini masih mau berdoa untuk makan?” Dengan demikian kita terintimidasi. Kita takut dengan pendapat orang terhadap kita.

Akan tetapi orang buta ini tidak, dia tidak akan membiarkan siapapun untuk membungkamnya. Dia justru berteriak lebih keras lagi. Semakin mereka berusaha untuk membungkamnya, semakin keras dia berseru memanggil. Dia memiliki iman yang teguh. Mirip dengan situasi yang diajarkan oleh Yesus di dalam perumpamaan tentang Hakim yang Tidak Benar, bahwa si janda itu bertekad agar keadilan ditegakkan dan dia tidak mau dibungkam.


3. Tanggapannya yang bersemangat

Hal ketiga yang perlu Anda perhatikan adalah semangat dari tanggapannya. Saat mereka berkata, “Kuatkan hatimu. Dia memanggilmu.” Yesus saat itu memang menghentikan perjalanannya. Dia bersedia berhenti bagi orang yang memiliki iman. Yesus tidak pernah terlalu sibuk untuk memperhatikan satu orang yang beriman. Dia mau mengabaikan orang banyak demi satu orang yang tidak berarti. Pengemis miskin yang buta ini bisa menghentikan langkah perjalanan Yesus. Yesus bersedia berhenti bagi setiap orang yang memiliki iman.

Jadi perhatikanlah semangat dari tanggapannya! Dia melompat! Dia mencampakkan jubahnya – segala sesuatu yang bisa memperlambat langkahnya, dibuangnya semua itu. Tak peduli seberapa besar nilai hal-hal yang dia campakkan itu, dia buang semuanya, dan dia bergegas berjalan menuju ke hadapan Yesus.


4. Kuasa Allah tersedia bagi orang yang memiliki iman

Hal keempat dari pokok ini adalah bahwa Yesus ingin agar dia mengerti, bahwa kuasa Allah tersedia bagi mereka yang memiliki iman. Dia ingin agar orang ini mengerti dan para muridnya juga mendapat pelajaran dari sini. Dia ingin para muridnya mendengarkan kalimat ini, “Imanmu telah menyelamatkanmu.” Di dalam iman tidak ada kuasa magis; kuasa Allah-lah yang disalurkan ke dalam hidup kita melalui iman itu. Iman kitalah yang akan membuka atau menutup pintu bagi kuasa Allah. Kuasa Allah bisa masuk ke dalam hidup Anda jika Anda membuka pintu itu melalui iman. Akan tetapi tak semua kuasa Allah akan menolong Anda jika Anda menutup pintu itu dengan ketidakpercayaan Anda. Inilah hal yang ingin Yesus sampaikan agar bisa dimengerti oleh para muridnya.


5. Kuasa Allah bekerja secara langsung

Dan yang terakhir, perhatikan sifat kuasa Allah yang bekerja dengan segera. Si buta ini dengan segera disembuhkan, hal itu disebutkan dalam ayat yang terakhir. Dengan segera dia mendapatkan penglihatannya, dengan segera matanya terbuka. Kuasa Allah, selama ini belum bisa menjamah si buta itu. Kita tidak tahu seberapa tua usia orang buta ini, akan tetapi yang jelas dia sudah tidak muda lagi. Dia telah menjadi pengemis dalam waktu yang lama, jadi dia bukanlah anak-anak atau remaja. Dia telah membawa kebutaannya itu untuk waktu yang cukup lama. Kuasa Allah ada di sana, tersedia, akan tetapi tidak menjamahnya, sampai dengan saat dia mengungkapkan imannya. Kemudian, kuasa Allah masuk, dan mengubah dia, membuka matanya, mengubah segenap hidupnya. Dan dia menjadi seorang murid, mengikuti Yesus kemanapun Yesus pergi. Ini sungguh sangat indah!


Apakah kita seperti para murid yang mengaku percaya, namun sebenarnya tidak?

Oh ya, kami percaya ini. Itu semua tertulis di dalam Alkitab, bukankah begitu? Demikian juga saat kita berbicara tentang kesembuhan. Kita katakan kita percaya akan tetapi kita tidak sebenarnya percaya. Sama seperti para murid. Kita percaya, bisa saja Yesus memang melakukannya 2000 tahun yang lalu karena saat itu Yesus memang hadir secara jasmani. Akan tetapi sekarang ini dia tidak hadir secara jasmani. Dia memang berkata, “Aku akan menyertai kamu sampai akhir zaman,” akan tetapi tentunya dia tidak bermaksud untuk mengartikannya secara harfiah. Jadi, hari-hari penuh keajaiban sudah berlalu. Semua sudah berlalu. Anda percaya atau justru tidak percaya? Saya bersyukur atas kejujuran mereka yang mengaku bahwa mereka tidak percaya saat kita mendiskusikan hal ini di pendalaman Alkitab (PA). Walaupun tidak percaya tapi kita mengaku percaya karena kita sudah lelah dan tidak memiliki tenaga lagi untuk menolak. Akhirnya kita sampai pada keadaan ‘kepercayaan yang pasif’, yakni, penolakan pasif yang dianggap sebagai percaya. Sungguh suatu keadaan yang tragis.

Di dalam PA tersebut saya mendapati satu hal yang sangat menarik. Banyak orang yang merasa bahwa Anda seharusnya menaruh kepercayaan kepada Tuhan tapi khususnya pada dokter karena Tuhan memberi kesembuhan melalui para dokter. Dan hal ini kita anggap sangat benar. Dia menyembuhkan melalui para dokter. Dengan demikian, kebanyakan dari mereka secara jujur percaya bahwa Allah, secara teoritis, mampu menyembuhkan orang-orang, akan tetapi tidak dalam setiap kasus kecelakaan. Kecelakaan masuk ke dalam kategori yang berbeda. Untuk kasus-kasus kecelakaan, Anda harusnya mencari dokter.

Untuk kasus-kasus yang bukan kecelakaan, terutama di saat para dokter kita yang sangat ahli itu ternyata tidak mampu berbuat apa-apa, dan harapan bagi orang malang ini sudah lenyap, saat sang dokter berkata kepadanya, “Sobat, ilmu kedokteran sudah tak bisa berbuat apa-apa lagi untuk Anda,” itulah saatnya bagi Anda untuk mencari Tuhan. Itulah saatnya bagi Tuhan untuk bertindak, karena batas kemampuan manusia sudah buntu dan Anda sedang menunggu ajal, para dokter itu sudah mengangkat tangan mereka, lalu kepada siapa lagi Anda akan berpaling selain kepada Allah? Sekarang adalah kesempatan terakhir bagi Anda. Jika Allah tidak berhasil membantumu, maka tak akan ada orang lain yang bisa, jadi tidak ada ruginya jika Anda taruh kepercayaan Anda kepada Allah. Malahan, Anda tidak punya pilihan lain selain menaruh kepercayaan Anda kepada Allah. Sangat mudah untuk mengaku punya iman saat ketidakpercayaan Anda tidak lagi bisa berbuat apa-apa.

Dan dalam kasus kecelakaan, maka dokter adalah orang pertama yang akan dicari. Dalam kasus-kasus penyakit kronis, Anda akan mencari dokter dan Allah, mungkin dengan menempatkan dokter di urutan pertama. Dalam kasus-kasus menunggu ajal, maka hanya Allah sebagai pilihan yang tersisa. Demikianlah, kita telah membuat suatu rumusan resep yang sangat bagus di dalam benak kita. Semuanya sudah tersusun rapi. Sebagaimana yang telah saya sampaikan, saya benar-benar sangat menghargai kejujuran mereka yang membagikan pendapat.


Saat ilmu kedokteran semakin berkembang, kita semakin tidak membutuhkan Allah

Kebutaan, penyakit ini masuk ke dalam kategori yang mana? Untuk zaman sekarang ini, mungkin, kebutaan masuk ke dalam kategori ‘di luar jangkauan ilmu kedokteran’, yakni area di mana para dokter sudah tidak bisa berbuat apa-apa. Akan tetapi, ilmu kedokteran terus berkembang, akibatnya pekerjaan Allah menjadi semakin berkurang karena kemampuan para dokter terus saja meningkat. Dan jika bidang kedokteran nanti berkembang cukup pesat, maka Allah bisa jadi akan benar-benar tidak diperlukan lagi. Namun untuk saat ini, kita masih bisa dengan lega berkata bahwa bidang ilmu kedoktran masih belum cukup maju sehingga mampu menjadikan Allah pengangguran. Masih ada kasus-kasus yang tidak bisa ditangani oleh para dokter. Sebagai contoh, Anda bisa lihat bahwa kebutaan termasuk sesuatu yang masih belum bisa disembuhkan oleh bidang kedokteran di zaman sekarang ini.

Di zaman sekarang ini, bidang ilmu kedokteran juga masih belum bisa menangani beberapa jenis kebutaan. Namun ada juga jenis-jenis kebutaan yang sudah mulai bisa disembuhkan oleh bidang kedokteran. Anda bisa menjalani operasi pencangkokan kornea mata jika Anda mengalami kekaburan pandangan, Anda juga bisa menjalani operasi katarak dan lensa mata Anda dibersihkan. Itu adalah hal-hal yang sudah bisa dilakukan oleh bidang ilmu kedotaeran di zaman sekarang ini. Dan sebagian dari operasi katarak itu sekarang ini sudah menjadi operasi yang sederhana dan mudah, dan banyak orang yang penglihatannya sudah disembuhkan dengan operasi-operasi yang telah dipermudah itu. Demikianlah, dengan cara berpikir seperti ini, kita menjadi semakin tidak membutuhkan Allah.

Jadi, mungkin saja, jika kita tunggu sekitar 100 tahun lagi, jika dunia memang masih ada saat itu, mungkin bidang ilmu kedokteran sudah sangat maju sehingga Allah sudah benar-benar dijadikan pengangguran oleh manusia. Kita akan mengakui Dia hanya sebatas tambahan ‘jaminan’ saja, sambil berharap bahwa para dokter tidak gagal saat dibutuhkan, dan untuk inilah maka kita memohon kepada Allah, supaya dokter tersebut tidak gagal. Dan ini sangat penting untuk diperhatikan. Kita mengaku percaya. Benarkah? Itulah persoalannya.

Mari kita teliti lagi keyakinan kita. Ada begitu banyak hal yang seharusnya bisa dilakukan oleh Allah buat kita, seandainya saja kita mau percaya. Kalau saja kita percaya. Saya rasa, di dalam masa kekal nanti, kita akan mengilas balik dan merenungkan tentang kesempatan-kesempatan yang luput dari kita akibat ketidakpercayaan kita, begitu banyak hal yang kita luputkan karena itu.


Seorang dokter bersaksi bahwa Allah menyembuhkan puluhan kasus penyakit yang parah

Setelah melakukan pembahasan tentang hal kesembuhan kemarin, saya lalu mampir di sebuah toko buku, yang saat itu sedang melakukan obral atas cukup banyak buku. Saya menemukan ada dua buku yang sangat menarik. Satu adalah buku yang berjudul The Miracle (Mukjizat). Buku ini ditulis oleh seorang dokter, dan dokter ini secara pribadi menguji serta memastikan puluhan kasus kesembuhan yang merupakan hasil dari kuasa Allah. Dokter yang bernama Richard Gastorf ini cukup layak untuk dipercayai. Daftar riwayat hidup dan keahliannya dilampirkan pada bagian akhir dari buku ini, sekitar satu setengah halaman buku dipakai untuk menjelaskan tentang siapa dokter ini, untuk memastikan bahwa Anda bisa memahami tingkat keahliannya. Di samping memiliki gelar MD (Medical Doctor, Doktor bidang Kesehatan), dia juga memegang gelar PhD, dan hal itu menunjukkan bahwa dia punya pengetahuan yang cukup dalam hal penelitian. Dokter ini meneliti tentang puluhan kasus penyakit berat yang disembuhkan oleh para pendoa. Ada beberapa kasus kanker, ada kasus arterioclerosis, ada juga multiple-sclerosis, osteoporosis, di mana punggung penderita mengalami kelumpuhan akibat berbagai macam sebab, dan saya sendiri tidak begitu paham akan hal tersebut. Dia meneliti sekitar sepuluh kasus dari antaranya, semuanya dari tingkatan yang paling parah. Dia juga mencatat langsung riwayat penyakit dari para pasien, meneliti riwayat kesehatan para pasien, dan juga memeriksa kondisi mereka setelah kesembuhan itu untuk memastikan bahwa kesembuhan itu memang benar-benar terjadi. Dia mengesahkan bahwa kesembuhan mereka itu memang benar-benar terjadi. Kesembuhan mereka tidak diragukan sama sekali.

Jika kita membaca hal-hal tersebut dari buku, kita cenderung berkata, “Memang, Allah bisa melakukan hal itu pada diri orang lain.” Kita percaya bahwa, secara teoritis, Dia mampu, akan tetapi ketika masalah itu terjadi pada diri kita, maka ceritanya jadi berbeda, karena kali ini iman kitalah yang diuji. Selama iman kita tidak diuji, semuanya baik-baik saja bagi kita. Kekristenan adalah hal yang bagus buat tetangga akan tetapi tidak begitu berkaitan dengan kehidupan kita sendiri. Akibatnya, kita bisa saja bersukacita atas kesaksian-kesaksian semacam itu; membuat kita terpesona; sangat membangkitkan minat kita. Apa hasilnya terhadap iman kita? Setelah selesai membaca buku itupun kita tetap saja tidak percaya, tidak menjadi lebih percaya daripada sebelumnya.


Guy Bevington, hamba Allah yang besar imannya

Dan buku lain yang saya beli berjudul Remarkable Miracles (Mujizat Yang Luar Biasa). Secara khusus, saya sangat terpesona pada buku ini yang adalah otobiografi seorang hamba Allah, yang sebelumnya tidak pernah saya dengar namanya. Saya sering berkata bahwa suatu hari nanti, saat kita datang di hadapan Tuhan, kita akan bertemu dengan beberapa raksasa rohani yang sama sekali tidak terkenal di dunia, namun mereka adalah para hamba Allah yang hebat. Dan ketika saya pelajari buku otobiografi seorang hamba Allah yang bernama Guy Bevington, saya membatin, “Ya Tuhan, saya begitu kecil di hadapan orang ini.” Orang ini secara rohani begitu jauh di atas saya, sehingga jika mendapat kesempatan bisa berada di bawah pelayananya, itu pun sudah merupakan suatu penghargaan besar bagi saya.

Kehebatannya terletak bukan pada pemahamannya yang mendalam akan isi Kitab Suci, melainkan karena imannya yang luar biasa dan tak tergoyahkan kepada Tuhan. Imannya kepada Tuhan memang luar biasa! Begitu dekat dia melangkah bersama dengan Tuhan sehingga tidak menjadi soal baginya untuk menghabiskan waktu sembilan atau sepuluh hari dalam satu rangkaian doa berkepanjangan, tanpa makan, hanya minum beberapa teguk air. Dia memiliki kebiasaan yang cukup aneh saat berdoa, yakni berbaring di dalam lubang balok kayu. Balok kayu adalah bagian batang pohon yang telah dipotong, dan balok berlubang adalah balok kayu yang telah dikeruk bagian tengahnya. Dia memiliki kebiasaan untuk masuk ke dalam hutan dan masuk ke balok kayu yang berlubang ini, hanya tinggal bagian kepalanya saja yang berada di luar lubang, dan biasanya dia akan berdiam di dalam balok berlubang itu selama beberapa hari sambil berdoa kepada Tuhan. Setiap kali menghadapi masalah, dia akan segera menghadap kepada Tuhan dan Tuhan seringkali memberinya penglihatan. Dia bisa melihat apa yang telah terjadi dalam suatu peristiwa yang khusus – dalam kaitannya dengan masalah tertentu, atau juga apa yang akan terjadi. Tampaknya tak ada hal yang tersembunyi baginya.


Dia memiliki kasih yang sangat besar kepada orang-orang dan secara khusus berdoa buat mereka

Dan terutama dalam hal berdoa buat orang lain, kasihnya kepada orang lain sungguh menyentuh hati saya. Dia mendoakan orang lain sampai berhari-hari, apapun yang menjadi persoalan orang itu. Jika masalahnya adalah kesembuhan, maka dia akan berdoa sampai orang yang bersangkutan itu disembuhkan. Dia tidak mengerti arti kata membiarkan sesuatu hal berlalu begitu saja; dia tidak tahu bagaimana menerima penolakan dari Allah. Baginya tidak ada kata tidak. Dia akan terus bertahan. Akan tetapi, mula-mula dia akan berdoa untuk mencari tahu apakah dia boleh mendoakan seseorang, dan selanjutnya – jika dia boleh yakin bahwa Tuhan menghendaki agar dia berdoa buat orang itu – maka dia akan segera bersiap untuk berdoa bagi orang tersebut. Dan dia akan mulai berbaring di dalam balok kayu itu, biasanya dengan cara tertelungkup. Dan baru belakangan saya mengerti mengapa dia memiliki kebiasaan untuk masuk ke dalam lubang kayu itu. Bukan karena dia ingin melakukan sesuatu yang aneh, melainkan karena cuaca yang dingin di dalam hutan. Dan karena dia akan berada di udara terbuka, maka balok kayu itu akan memberinya perlindungan dan kehangatan, di mana dia bisa menjaga kehangatan tubuhnya untuk waktu yang cukup lama, selama dia berdoa.

Akan tetapi suatu peristiwa yang dicatatnya sangat mengesankan saya. Dia menyebutkan tentang sebuah kecelakaan yang terjadi padanya. Namun, saya ingin sampaikan satu peringatan, jangan coba meniru apa yang disebutkan di sini jika Anda tidak memiliki iman seperti dia. Mencoba meniru dia hanya akan membuat Anda menjadi konyol. Anda tidak meniru perbuatan eksternal dari seorang manusia Allah. Anda harus memiliki jenis iman seperti yang dia miliki, jika tidak maka hasilnya akan berbeda.

Mari kita ikuti sedikit riwayat hidupnya. Tuhan memakai orang ini dengan sangat luar biasa, dia adalah seorang penginjil di bagian tengah Amerika Serikat, sebagian besar pelayanannya dilakukan di wilayah pedesaan dan pertanian, di tempat-tempat yang agak terpencil. Oleh karena itu, wajar jika tak seorangpun yang tampaknya mengenal nama orang ini. Tuhan memakai dia dengan begitu dahsyat sehingga ada banyak orang yang dibangkitkan, dipulihkan dan diselamatkan, “dilahirkan kembali serta dikuduskan,” begitu istilah yang dia pakai. Yaitu menerima kepenuhan Roh Kudus dan terus bertumbuh. Dia dikenal sebagai penginjil yang menekankan kekudusan (holiness preacher), dan itulah sebabnya mengapa saya katakan bahwa saya merasa cukup mudah untuk beridentifikasi dengannya. Hanya sedikit orang yang memberitakan kekudusan belakangan ini. Para manusia Allah, manusia yang diliputi kuasa, seperti John Sung, dan juga Bevington, mereka semua sangat menekankan pada kekudusan. Dia secara terus menerus berkhotbah tentang kekudusan. Tuhan memakai dia sedemikian rupa, sehingga jumlah orang yang datang kepada Tuhan semakin bertambah. Mereka memulai ibadahnya dari rumah ke rumah, dan terjadi pertumbuhan jumlah orang yang melebihi kemampuan daya tampung tempat ibadahnya.

Dalam peristiwa ini mereka menyewa sebuah ruang kelas di satu sekolah, dan di sana mereka memasang tungku perapian berikut cerobong asapnya, karena cuaca yang dingin. Dan Bevington ini, karena semangat dan kerelaannya untuk melayani, selalu siap bahkan untuk melakukan pekerjaan yang paling remeh sekalipun. Dia lalu siap untuk membersihkan ruangan dan menggosok pipa cerobong asap. Dia berdiri di atas kursi untuk bisa membersihkan bagian atas dari cerobong tersebut. Akan tetapi, karena dia seorang yang bertimbang rasa, dia tidak mau menginjakkan kakinya di bagian tengah dari kursi itu, bagian yang dilapisi oleh kain satin. Jadi dia berdiri di bagian tepi kursi dan melanjutkan kegiatannya membersihkan bagian atas dari cerobong itu dengan cara berdiri yang seperti itu. Saat dia berusaha menjangkau lebih ke atas lagi, kursi itu tiba-tiba terbalik. Ketika kursi itu terbalik, entah bagaimana posisi tubuhnya saat itu, bagian sandaran kursi itu menghantam rusuknya dengan sangat keras dan kursi itu hancur berkeping-keping. Lalu saudara yang terkasih ini terbaring dalam kesakitan di sana! Sedemikian sakit rasanya sehingga, menurut kesaksiannya, ketika dia berusaha untuk berdoa, dia tidak sanggup memanjatkan doa karena rasa sakit yang luar biasa. Akhirnya dia berbaring saja di atas lantai itu, tidak mampu bergerak. Pinggulnya terasa sangat sakit, dan dadanya juga terasa sangat sesak sehingga dia nyaris tidak sanggup bernafas karena rasa sakit itu. Dia berkata bahwa rasanya seperti ditusuk ribuan jarum di pahanya. Akhirnya dia berbaring saja di lantai. Pada saat itu, tidak ada orang lain di sana, jadi dia terus saja berbaring di sana.

Ketika kawan sekamarnya masuk, dan berniat untuk menolongnya, dia berkata, “Jangan, biarkan saja aku di sini. Aku tidak bisa bergerak, rasanya terlalu sakit.” Lalu dia lanjutkan berbaring di lantai, menyerahkan persoalan ini kepada Tuhan. Kemudian kawannya itu berkata, “Setidaknya kamu harus pergi ke dokter.”

Dia menjawab, “Tidak, aku akan tinggal di sini, berserah kepada Tuhan saja.”

Kawannya itu terus saja menganjurkan dia untuk pergi ke dokter akan tetapi dia tetap menolak. Hal ini berlangsung sampai enam hari! Sampai dengan enam hari! Dia mengatakan bahwa rasa sakit itu begitu menyiksa sehingga dia tidak bisa makan, sedangkan untuk menelan seteguk air saja, dia harus menahan rasa sakit yang luar biasa. Dia tidak bisa bergerak sama sekali. Dia bahkan sama sekali tidak berani bergerak. Selama enam hari dia berbaring di sana. Akhirnya, kawannya itu terus saja merayunya, “Kamu harus pergi ke dokter.”

Akhirnya dia berkata, “Baiklah, aku akan pergi dan memeriksakan diri ke dokter.”

Demikianlah, di dalam rasa sakit yang luar biasa, dia lalu diberdirikan, dan kemudian berjalan sejauh sekitar tiga blok (sekitar 500 meter) menuju ke tempat dokter. Dan di tempat praktek dokter itu, dia masih harus menunggu sekitar 40 menit lagi karena ada beberapa pasien lain yang sedang antri sebelum dia. Dan dia menunggu sambil berdiri, karena dia tidak bisa mengubah posisi tubuhnya. Jadi dia memilih untuk tetap berdiri selama sekitar 40 menit itu. Dan ketika tiba gilirannya untuk diperiksa oleh dokter, dokter itu bertanya kepadanya, “Apa masalahnya?”

Dia menjawab, “Saya merasa sangat sakit di bagian ini.” Dan ketika dokter meraba bagian tersebut, dia nyaris jatuh pingsan karena kesakitan akibat sentuhan tangan dokter tersebut.

Akhirnya, dia dibawa ke bagian pembedahan dan dokter tersebut berkata, “Saya harus mengambil foto rontgen di bagian tersebut untuk bisa mengetahui kondisi Anda.” Demikianlah, dia lalu difoto rontgen, dan dokter mendapati bahwa tulang rusuknya patah-patah. Tiga tulang rusuk patah, salah satunya memiliki patahan yang berbentuk seperti kail besar, mirip paku sepatu besi pada kuda. Bagian patahan yang panjang seperti paku sepatu kuda itu posisinya melintang di atas tiga tulang rusuk lain yang patah. Lalu dokter berkata, “Sobat, bagaimana Anda bisa bertahan sampai enam hari dengan kondisi tiga tulang rusuk patah seperti ini? Kami harus segera membawa Anda ke rumah sakit. Tidak ada yang bisa Anda lakukan untuk kondisi ini. Anda bahkan membutuhkan operasi karena adanya patahan yang melintang itu.”

Dan operasi ini, dalam hitungannya yang paling murah, biayanya sekitar $700. Uang sebanyak $7 saja dia tidak punya, apalagi uang $700? Jadi, dia kembali ke kamarnya lagi dan berbaring lagi di lantai. Beberapa teman Krsiten mencoba untuk menolongnya. Ternyata dokter yang pernah memeriksanya itu juga seorang Kristen, dan dokter ini lalu mencoba untuk menawar biaya operasi di rumah sakit tersebut karena dokter yang akan menjalankan operasi di rumah sakit itu adalah kawan dekat dari dokter Kristen ini.

Pada hari yang ketujuh, kawannya ini datang dengan penuh sukacita, dan memberitahu saudara Bevington ini bahwa kesepakatan telah diatur – pihak rumah sakit setuju untuk menurunkan biayanya menjadi $80, jumlah yang ternyata juga tidak dia miliki padahal segenap daya upaya telah dikerahkan untuk menolongnya. Para saudara Kristen yang lain akan membantu biaya rawat inap di rumah sakit, suatu hal yang termasuk luar biasa bagi mereka, karena mereka semua rata-rata adalah orang miskin. Dan saudara yang merupakan kawan sekamar dari Bevington ini mengira bahwa dia akan sangat berbahagia mendengarkan kabar bahwa dia boleh menjalani operasi dengan biaya yang murah dan juga bantuan biaya rawat inap di rumah sakit. Akan tetapi Bevington berkata, “Saudaraku, aku tidak akan pergi menjalani operasi.”

“Apa? Jadi susah payahku untuk melakukan semua ini akan sia-sia saja?”

Dan Bevington berkata, “Aku tidak akan pergi ke rumah sakit.”

Lalu saudara ini menjadi sangat marah, demikian pula halnya dengan dokter Kristen itu – mereka sangat marah kepadanya. “Keras kepala! Bodoh! Sudah cukup banyak orang religius fanatik yang sinting, akan tetapi orang ini benar-benar sudah jauh dari kewarasan! Dia sudah gila! Dia tidak mau dioperasi padahal tulang rusuknya patah-patah dan ada yang posisinya melintang! Ada apa dengan orang ini?” Kemudian, mereka mulai menakut-nakutinya, dengan berkata bahwa kalau dia tiak mau pergi ke rumah sakit, maka mereka akan memasukkannya ke dalam rumah sakit jiwa. Mereka tidak akan mau menolongnya lagi. Malahan, untuk meyakinkannya bahwa ancaman mereka itu tidak main-main, beberapa petugas dari rumah sakit jiwa kemudian mendatanginya dan memberinya waktu 24 jam untuk mempertimbangkan lagi keputusannya, untuk berhenti bersikap bebal dan bodoh. Mereka mengancamnya agar di mau segera pergi ke rumah sakit untuk dioperasi. Dan waktu 24 jam itu akan berakhir pada pukul 11 keesokan harinya.

Demikianlah, saudara Bevington ini mulai berdoa lagi, berseru kepada Tuhan, dan berserah kepadaNya. Waktu terus berlalu dan akhirnya, lewat sudah batas waktu yang ditetapkan, para pertugas itu mulai berdatangan, saat itu Bevington bukan sekadar tidak mengalami kesembuhan akan tetapi dia juga sedang dalam rasa sakit yang luar biasa.

Lalu mereka berkata, “Apakah sekarang kamu siap utnuk pergi ke rumah sakit? Doamu tidak terjawab. Batas waktu sudah lewat. Sekarang saatnya pergi ke rumah sakit.”

Lalu dia berkata, “Tolong berikan saya waktu 20 jam lagi, cukup 20 jam saja sampai pukul 7 pagi besok.”

Wah! Orang ini benar-benar keras kepala! Allah sudah tidak memberi jawaban atas doa Anda, dan tentunya hal itu sudah merupakan suatu tanda yang memadai bagi Anda bahwa Allah ingin agar Anda dioperasi. Allah ingin agar Anda pergi ke rumah sakit. Sikap ngotot berdasarkan dalih agama, seberapa jauh kengototan itu akan dilanjutkan? Pada saat itu, dokter Kristen tersebut sudah sangat marah. Teman sekamarnya juga sangat marah. Semua jemaat Krsiten di sana juga sangat marah kepada orang sinting yang keras kepala ini.

Di atas lantai itu dia berbaring, tidak makan apa-apa selama delapan hari. Selama delapan hari dia tidak makan apa-apa. Dan hal itu berarti bahwa kondisi tubuhnya menjadi semakin lemah, bukankah begitu? Akan tetapi dia tetap berpegang teguh kepada Tuhan dan waktu terus berlalu, saat pagi sudah semakin dekat dan batas waktu yang kedua ini juga sudah semakin habis, namun dia masih berpegang kepada Tuhan. Dia masih bertahan. Keteguhan imannya mirip dengan pengemis buta ini, dia tidak mau menerima penolakan, sedangkan rekan-rekannya sesama Kristen justru menyuruhnya untuk menutup mulut. Bevington terus bertahan.

Sekitar pukul 4 subuh, dia merasa sesuatu telah terjadi pada dirinya. Dia merasakan dirinya menjadi semakin mengecil. Dia merasa seperti sedang lenyap – rasanya seperti tubuh jasmaninya menghilang. Dan akhirnya dia merasa seperti sedang melayang di udara. Kuasa Allah sedang bergerak masuk ke dalam hidupnya! Kuasa Allah sedang berkerja. Dia mulai merasa ada sesuatu yang sedang bergerak di dalam dirinya. Saat itu pukul 4 subuh. Dia berkata, “Haleluyah! Sudah terjadi! Allah sudah menyembuhkanku.” Dan ketika dia mengatakan hal itu, dia bersyukur kepada Allah dan berkata, “Sudah terjadi!” Dia bahkan bisa mendengar suara tulang-tulangnya bersambungan kembali.

Dia berkata, saat dia berbaring di sana [sambil mengalami kesembuhan ini], dia tidak mau membangunkan teman sekamarnya. Demikianlah, dia ingin memuliakan Allah, “Haleluyah! Puji Tuhan!” akan tetap dia tidak berani bergerak karena akan membangunkan temannya. Namun dia terus saja berkata, “Glory! Glory!” dan suaranya semakin lama semakin bertambah kencang, dia tidak bisa menahannya. Ucapan ‘glory’- nya itu semakin lama semakin keras saja. Selama ini dia tidak bisa menarik nafas panjang karena tekanan rasa sakit itu; dia hanya bisa menarik nafas pendek-pendek saja. Lalu dia berpikir untuk mencoba menarik nafas panjang. Kemudian mulailah dia menarik nafas dalam-dalam, dan sama sekali tidak ada rasa sakit di sana! Dia bangun dan berkata, “Glory! Glory!” dan semakin keras saja dia mengucapkan kata “Glory!” sampai akhirnya teman sekamarnya terbangun dan menatapnya. Lalu Bevington berdiri.

Lalu kawannya itu bertanya, “Apa yang kau kerjakan dengan berdiri di sana? Kamu mau mati? Kalau kamu tidak mau pergi ke rumah sakit, jangan pula mengambil keputusan untuk mati di kamarku!”

Lalu dia berkata kepada temannya itu, “Allah telah menyembuhkanku.”

Dan kawannya ini berkata, “Omong kosong! Jangan bicara ngawur!” Bahkan sampai dengan saat itu, kawan ini masih belum mau percaya.

Bevington berkata, “Lihat ini!” Dan dia mulai memukuli bagian yang tadinya cedera itu.

“Stop! Stop! Stop!” lalu kawan ini melompat dan segera memeluknya untuk mencegah agar dia tidak melakukan hal yang sangat bodoh ini. Kawan ini mengira bahwa sembilan hari berada dalam deraan rasa sakit tentunya telah membuat Bevington menjadi gila. Bevington telah benar-benar lepas kendali. Sebelumnya, dia sudah setengah gila, dan sekarang dia sudah benar-benar gila. Lihat, dia sedang melompat-lompat sambil memukuli bagian rusuknya, dan hal ini dilakukannya sampai sekitar tiga jam!

Sekitar pukul 7 pagi, ketika orang-orang mulai berdatangan untuk memeriksa keadaannya, mereka nyaris tidak percaya pada apa yang mereka lihat. ‘Orang gila’ ini sedang melompat-lompat dan memukuli bagian rusuknya sambil berkata, “Lihat! Aku sudah disembuhkan!” lalu akhirnya mereka berkata, “Ini sudah keterlaluan! Mari kita pergi ke dokter dan biarkan dokter yang memastikan apakah engkau sudah sembuh atau belum. Hanya dokterlah yang dapat memastikan.”

Akan tetapi dokter Kristen tersebut sudah terlanjur tersinggung akan urusan ini, dan dia sangat marah terhadap orang ‘fanatik’ ini. Demikianlah, ketika Bevington sampai ke bagian bedah, dokter ini bahkan tidak mau menatapnya, dan hanya berkata, “Kalau kamu ingin mati, silakan mati. Aku sudah mencoba untuk menolongmu akan tetapi kamu benar-benar orang fanatik yang aneh, jadi kalau kamu mau mati silakan mati di luar saja. Saya tidak mau bertemu denganmu.” Dokter ini masih beranggapan bahwa Bevington datang kembali hanya karena rasa sakit itu sudah tidak tertahankan lagi.

Lalu, untuk menarik perhatian dokter ini, Bevington lalu berdiri dan memukul bagian rusuknya. Si dokter kebingungan! Ada apa ini? Dia lalu membawa Bevington masuk ke ruang rontgen, dan hasilnya ternyata tidak menunjukkan adanya tanda-tanda cedera, tak ada sama sekali! Bevington menceritakan bahwa dokter itu lalu memeluk pundaknya dan menangis. Dokter itu menangis. Mungkinkah hal ini terjadi? Dia tidak pernah melihat kejadian yang seperti ini selama masa prakteknya sebagai dokter. Dia lalu memeriksa hasil foto rontgen itu – tidak ada tanda cedera! Bahkan bagian yang melintir sampai melintang di atas tulang rusuk yang lainnya, telah kembali ke posisinya yang normal. Semuanya telah disembuhkan!

Itulah iman! Dan saya justru lebih takjub daripada dokter itu. Kebanyakan dari kita, sekalipun kita memilih untuk teguh bertahan, cenderung akan menyerah jika batas waktu telah terlewati dan Tuhan belum memberikan jawaban. Kita cenderung akan menyerah, bukankah begitu? Mari kita jujur saja. Sekalipun kita memiliki sikap yang ‘tidak bertanggung jawab’ yang begitu ngotot bergantung kepada Tuhan dalam waktu beberapa hari, jika batas waktunya telah terlewati dan Tuhan belum juga memberikan jawaban, saya rasa kebanyakan dari antara kita akan menyerah. Saya akan berterus terang kepada Anda, saya sendiri mungkin sudah akan menyerah pada saat itu.  Saya mungkin akan berpikir, “Jawabannya adalah tidak.” Akan tetapi hal itu tidak berlaku bagi Bevington. Dia tidak mengenal kata ‘tidak’ dalam hal permohonannya kepada Allah. Dia masih bertahan lagi selama 20 jam berikutnya! Dia bertahan dan Tuhan menyembuhkan dia.

Saya peringatkan sekali lagi kepada Anda. Jangan coba meniru orang ini jika iman Anda belum setaraf dengannya. Dibutuhkan waktu yang lama untuk memiliki iman seperti itu, hal yang juga diketahui oleh Bevington. Bevington adalah orang yang mudah sakit. Dia sudah sakit-sakitan sejak berusia 12 tahun. Sebagian besar masa kecilnya dia habiskan dalam kondisi sakit. Dia menjalani kehidupannya dalam dukungan obat-obatan sepanjang waktu. Saat dia mulai berkeliling memberitakan Firman, dia selalu membawa kotak obatnya, menjejalkan berbagai macam pil ke dalam mulutnya. Jadi dia belajar cukup lama untuk sampai pada keyakinan mempercayai Allah. Anda tidak akan sampai pada iman yang semacam ini tanpa melalui perjalanan panjang belajar dari hal-hal yang kecil, mempercayakan hal-hal kecil kepada Allah. Dia memulainya dengan hal-hal yang kecil. Dia memulai dengan mempercayakan hal-hal yang kecil sampai akhirnya dia tahu kuasa dari Allah yang hidup. Imannya bertumbuh dari kekuatan menuju kekuatan yang baru. Namun jika kita mencoba meniru dia pada tingkatannya yang terakhir itu, kita bisa saja akan terlihat seperti orang bodoh karena hanya bisa meniru sisi luarnya saja tanpa memiliki sisi iman yang menyertainya.

Hal ini akan tampak seperti orang yang ingin belajar menyelam padahal dia bahkan tidak tahu cara berenang. Ini jelas akan mematahkan leher Anda. Jika Anda ingin belajar menyelam, setidaknya Anda harus belajar berenang dulu. Jika Anda tidak tahu cara berenang, lalu Anda naik ke papan loncat, dan melompat dari sana, bisa dipastikan bahwa Anda akan segera tenggelam. Kita tidak bisa menoba melakukan ‘penyelaman’ secara rohani jika kita tidak tahu bagaimana cara berenangnya. Jadi janganlah mencoba untuk menjadi seorang raksasa rohani sebelum Anda mulai menjadi manusia yang rohani dan memulainya dari sesuatu yang kecil.


Allah adalah Allah yang hidup, yang memberi kesembuhan pada abad pertama
& juga pada abad ke-20

Jadi di sini, kita bisa melihat bahwa Allah adalah Allah yang hidup! Ada buku yang ditulis oleh seorang dokter yang menceritakan berbagai macam kesembuhan. Allah tidak hanya di abad pertama saja memberikan kesembuhan, Dia juga memberi kesembuhan di abad ke-20 ini. Saya tidak melayani dengan memakai kesembuhan, dan saya juga tidak menjadikan pelayanan kesembuhan sebagai bagian dari khotbah-khotbah saya, akan tetapi saya memberitakan tentang iman. Penekanannya bukan pada kesembuhan, melainkan pada iman. Apakah Anda percaya bahwa Allah bisa melakukan hal ini? Seberapa besar iman Anda kepada Allah? Seberapa besar kuasaNya yang pernah Anda alami? Inilah hal yang ingin saya bagikan kepada Anda pada hari ini?

Bagian kedua dari eksposisi tentang iman ini akan kita lakukan di pesan yang berikutnya. Hari ini kita telah melihat pada sisi yang pertama, melalui pengajaran dari Yesus yang bergaya parabolis. Apakah kita ini sama seperti para murid, yang mengaku percaya akan tetapi tidak benar-benar percaya, menjadi tidak percaya ketika iman kita diuji? Apakah kita benar-benar memiliki iman atau tidak, akan segera tampak ketika kita dihadapkan dengan krisis. Di dalam kenyamanan, Anda bisa saja berkata, “Kami memiliki iman.” Lalu apa bukti dari pernyataan itu? Tidak ada. Tidak ada bukti pendukungnya. Akan tetapi, jika kita dihadapkan pada krisis, misalnya – masalah keuangan atau kesehatan, apapun itu, bisa juga krisis dalam hubungan antar pribadi, maka iman kita akan dihadapkan pada ujian, dan kita bisa melihat apakah kita benar-benar memiliki iman atau tidak. Pada saat-saat seperti itulah, kita bisa tahu seperti apa iman kita.

Kiranya kita dapat berkata, “Aku kenal Siapa yang kupercayai.” Seberapa jauh Anda mengenal Dia? Seberapa besar kuasa Allah di mata Anda? Apakah Anda percaya bahwa Dia adalah Sang Pencipta? Apakah terlalu sukar bagi Dia untuk menyembuhkan rusuk Anda? Secara teoritis, kita semua percaya bahwa Dia mampu melakukannya. Mungkin Dia tidak mau melakukannya. Mungkin bukan saatnya bagi Dia untuk melakukannya. Mungkin Dia sudah menyerahkan pekerjaan ini kepada orang lain. Apapun alasannya, iman kita terbukti hanya sebatas teori. Atau lebih buruk lagi, hanya sekadar sikap tanpa penolakan terhjadap konsep iman. Akan tetapi Allah kita sungguh luar biasa! Apakah Anda mengenal-Nya?

 

Berikan Komentar Anda: