Pastor Eric Chang |

Di khotbah yang ketiga ini, kita akan membahas apa artinya mengarah ke atas. Apakah kita berhasrat untuk mengarah ke atas? Ada apa di atas sana? Di sana, tentu saja, ada Penebus kita yang ajaib.

Sebagai orang Kristen baru di Tiongkok, saya bersahabat dengan seorang hamba Allah yang bernama Saudara Yang. Saya tidak tahu bagaimana nasibnya sekarang; mungkin dia sudah ditangkap oleh pihak Komunis. Namun saya sempat belajar banyak hal dari dia selama beberapa bulan kebersamaan kami. Setiap kali kami mengobrol, hamba Allah yang setia ini selalu berbicara tentang betapa menakjubkan dan berharganya Yesus. Kami bisa mengobrol sampai berjam-jam mengenai pengalamannya dengan Yesus yang luar biasa. Dia menjalani kehidupan yang berbahaya karena mengikut Yesus. Dia kerap diundang oleh berbagai gereja dan seringkali dia harus bergegas pergi setelah berkhotbah, seperti orang yang sedang menjalankan “gerilya rohani”. Dia tidak bisa berkhotbah terlalu lama karena pihak kepolisian akan segera dapat melacaknya. Semua ini terjadi di tahun 1950-an ketika banyak gereja masih belum ditutup. Jika ada orang yang ingin mengenal Allah, maka dia akan memberikan bimbingan setelah ibadah, suatu hal yang membahayakan keselamatannya.

Jemaat tidak tahu di mana dia tinggal, tetapi saya tahu karena saya tinggal bersama dia. Pada suatu hari, ibu pemilik rumah menanyai saya apakah saya tidak keberatan berbagi kamar dengan seorang hamba Allah. Saya katakan bahwa saya akan senang sekali! Dengan demikian, Saudara Yang tinggal bersama saya mulai saat itu dan kami tinggal bersama dalam kamar yang lumayan besar. Saya belajar banyak hal rohani dari dia. Saya mengikuti kegiatan khotbahnya di setiap acara ibadah, dan mengamati cara dia berkhotbah dan berdoa. Inilah yang disebut sebagai pemuridan. Saya sangat ingin bisa berdoa dengan penuh kuasa seperti dia. Dia dapat berdoa bagi para jemaat sampai keringat menetes di wajahnya, padahal kami tinggal di ruang tanpa alat pemanas di musim dingin di Shanghai! Demikian kuatnya kuasa Allah bekerja di dalam dirinya! Saya belajar bahwa melayani Allah berarti bergantung sepenuhnya pada kuasa Allah.

stock-photo-eaten-fish-on-clean-plate-with-intact-head-46887052Pelajaran lain yang saya dapatkan adalah memiliki hati yang penuh rasa syukur, dan sampai sekarang saya tidak pernah berani menggerutu. Saudara Yang ini tidak memiliki banyak uang, jadi dia sering makan bersama saya. Kami hanya dapat menikmati sepotong ikan kecil karena saya juga tidak punya banyak uang. Dia akan berdoa mengucap syukur kepada Allah atas makanan yang berlimpah-limpah itu. Saya heran dan melihat ke sekeliling saya, di mana makanan yang berlimpah-limpah itu? Di bawah meja? Dapatkah sepotong ikan kecil disebut sebagai makanan yang berlimpah? Itulah pembelajaran saya saat tinggal bersamanya.

Setiap bangun dari tidur, dia mengarahkan pikirannya ke atas, selalu berpikir tentang Allah dan memuji Dia. Hal yang berulangkali dia katakan pada saya adalah, “Saudara Chang, saya baru selesai menuliskan lagu pujian hari ini!” Lalu dia akan membacakan syair lagu tersebut. Hatinya selalu penuh dengan suka cita. Walaupun dia sedang menghadapi aniaya dan kesukaran, hal itu tidak menghilangkan rasa suka cita di hatinya; tidak ada tanda-tanda ketakutan. Di Tiongkok, ketukan di pintu dapat berarti polisi sedang berdiri di luar untuk menangkap Anda. Akan tetapi dia tidak takut. Mengapa? Karena hatinya selalu tertuju kepada Allah. Seorang hamba Allah yang luar biasa! Kita akrab dengan nama-nama besar di dunia Kekristenan, tetapi kita tidak pernah mendengar prajurit atau orang kudus seperti Saudara Yang. Setidaknya, saya belum pernah menemukan sosok yang menyebarkan kewangian Allah seperti dia. Saudara yang terkasih ini menolong saya mengenal kemuliaan dan keajaiban Allah karena dia sendiri sudah banyak mengalami mukjizat dari Allah – bagaimana Allah membimbing, melindungi dan mendisiplin dia. Dia juga menegur dan memperingatkan saya untuk tidak terjatuh, kalau tidak saya harus berhadapan dengan tindakan disiplin dari Allah. Jadi saya sangat bersyukur dapat belajar dari hamba Allah yang hebat ini, pelajaran yang lebih berharga dibandingkan dengan pendidikan di sekolah teologi. Saya sampaikan semua ini untuk menggambarkan apa artinya mengarahkan pikiran ke atas. Sekalipun Anda sedang menghadapi ujian yang mencekam pikiran Anda, yang membuat Anda susah tidur, yang menarik Anda begitu jauh ke bawah sehingga tak mampu memikirkan hal-hal yang di atas, ingatlah akan situasi yang selalu dihadapi oleh Saudara Yang ini dan bagaimana dia selalu mengarahkan pikirannya ke atas.

Saudara Yang adalah seorang mantan guru. Suatu hari, setelah kaum Komunis mulai bergerak ke bagian selatan, dia mendengar Allah memanggil dia untuk berangkat menyebarkan Injil. Hal itu terjadi ketika dia sedang duduk di halaman rumahnya. Istrinya mengira dia sudah kehilangan akal sehat saat mendengar hal ini. “Berhenti mengajar? Bagaimana dengan anak-anak? Bagaimana keluarga bisa hidup dengan cara ini?” Akan tetapi Sudara Yang berkata, “Allah sudah memanggil, aku harus berangkat!” Sangat berat penderitaannya, tetapi dia selalu penuh dengan sukacita! Belakangan istri dan anaknya datang kepada Tuhan. Mengapa dia selalu kekurangan uang? Karena dia selalu mengirimkan hampir semua uangnya kepada istrinya, untuk menghidupi keluarganya, untuk memastikan bahwa semua kebutuhan mereka terpenuhi sesuai dangan ajaran di dalam Kitab Suci. Jadi kesaksiannya yang baik kepada keluarganya telah membawa mereka kepada Allah. Mengapa dia tidak menunggu sampai istrinya datang kepada Allah sebelum memberitakan Injil? Seiring dengan kemajuan pasukan Komunis ke selatan; pintu bagi pemberitaan Firman tertutup dengan cepat. Tak ada waktu yang boleh disia-siakan. Dia harus langsung berangkat untuk menginjili.

Pikirannya selalu diarahkan ke atas, berkomunikasi akrab dengan Allah dan dengan Kristus. Saya mengamati kehidupannya dari dekat; dia berlutut di lantai untuk berdoa segera sesudah bangun tidur. Orang yang tidak biasa berlutut akan mengalami kesulitan untuk berlutut di lantai karena terlalu keras atau terlalu dingin. Saya sangat bersyukur kepada Allah karena membawa saya bertemu orang yang sangat kudus di saat saya masih baru menjadi Kristen.

Saudara Yang membaca Firman sepanjang hari, sayangnya, saya tidak dapat mengimbanginya karena tidak terlalu paham isi Alkitab pada waktu itu. Akan tetapi, kasihnya kepada Firman Allah sangat mempengaruhi saya dan saya membatin, “Pasti ada hal yang sangat berharga di dalamnya!” Belakangan, Roh Allah membuka Firman-Nya kepada saya sehingga saya juga dapat memandangnya sebagai hal yang paling berharga. Di Kolose 3:1-2 disebutkan,

“Karena itu, apabila kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah hal-hal yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah. Pikirkanlah hal-hal yang di atas, bukan yang di bumi.”

set mind belowArahkan hati dan pikiranmu ke atas. Sekarang ini, orang Kristen rata-rata berperilaku seperti anjing. Seperti apakah perilaku anjing itu? Mereka berjalan dengan kepala tertunduk, sibuk mengendus tanah setiap saat. Anda mungkin heran ada apa yang menarik di tanah sehingga harus terus diendus, akan tetapi minat anjing memang terhadap apa yang di atas tanah dan mereka sangat jarang melihat ke atas karena mereka tidak punya minat dengan hal-hal yang di atas. Banyak orang Kristen yang berperilaku seperti ini dalam kehidupan keseharian mereka. Mereka sudah kelelahan dengan kegiatan mengendus keduniawian sehingga tak ada waktu atau energi tersisa untuk menikmati saat teduh bersama Allah. Lalu bagaimana mereka akan memenangkan peperangan rohani? Kehidupan Saudara Yang sangat berkemenangan; dia dipenuhi oleh sukacita dan damai sejahtera. Kaum Komunis ingin menangkap dan memenjarakan dia, tetapi dia tidak terintimidasi karena dia memang siap dengan hal itu, dia sudah menghitung ongkosnya. Dia memandang penderitaan bagi Allah sebagai suatu kehormatan.

Saya jadi teringat dengan Pendeta Wang Ming Dao, yang saya kenal di Beijing. Dia ditangkap di tahun 1955. Sebelum penangkapannya, dia sudah merasakan bahwa masa merdekanya tidak akan berlangsung lama lagi. Saya selalu ingat akan ucapannya, “Jika Allah memberi saya kesempatan untuk menanggung penderitaan buat Dia, saya akan merasa tidak layak untuk itu.” Dia menanggung beban yang sangat berat dalam pelayanannya. Sekalipun saya masih baru menjadi Kristen dan tidak tahu harus mengatakan apa, saya tetap ingin mengucapkan sesuatu untuk menguatkan dia. Lalu saya mendatangi dia setelah kebaktian, menjabat tangannya dan berkata, “Kami akan berdoa buat Anda dan mendukung Anda. Anda tidak sendirian.” Sekitar dua atau tiga minggu kemudian dia ditangkap. Bagi dia, hal ini adalah suatu kehormatan dan bukan kesengsaraan. Inilah kehidupan yang berkemenangan.

Berapa banyak dari Anda yang dapat dengan tulus berkata bahwa Anda menjalani kehidupan yang berkemenangan, bahwa Anda selalu mengarahkan pikiran Anda ke atas, memikirkan Allah, memikirkan Kristus Yesus yang duduk di sebelah kanan Allah, memiliki persekutuan yang akrab dengan Dia? Berapa banyak dari Anda yang memiliki pengalaman seperti ini? Apakah orang lain akan melihat Anda memancarkan kemuliaan dan kuasa Allah sebagaimana yang terlihat di dalam diri Saudara Yang? Kami tidak berbicara tentang hal-hal rohani ketika itu. Dia hanya berkata, “Kita akan tinggal sekamar. Terima kasih sudah mengizinkan saya tinggal bersamamu.” Lalu dia segera berangkat, sementara saya masih terkesan dengan kemuliaan Allah yang tampak dari cara dia berkhotbah, cara dia membawa diri. Entah bagaimana, saya merasakan bahwa ada sesuatu yang khusus dalam dirinya – dia membawa kuasa ilahi, ada sukacita ilahi dalam dirinya. Seorang hamba Allah yang selalu bersukacita.

Saya pernah diundang untuk berkhotbah di sebuah KKR, dan di salah satu hari acaranya, karena sedang memikirkan sesuatu, saya tidak tersenyum hari itu. Lalu ada seorang pendeta berkata kepada saya, “Ah! Beginilah seharusnya caramu tampil! Kamu harus terlihat lebih serius. Jangan terlalu banyak tersenyum.” Baru saat itu saya menyadari bahwa dia tidak begitu setuju dengan cara saya membawa diri. Tahukah Anda mengapa? Karena saya selalu ceria dan senyum sepanjang hari, dan menurutnya, saya harus terlihat lebih serius agar dihormati orang. Saya agak terkejut atas kekecewaannya; dia beranggapan bahwa saya adalah orang yang tidak serius. Saya masih ingat kekecewaannya terhadap saya. Buah Roh adalah sukacita, jadi saya tak dapat menahan sukacita tersebut. Bukan berarti bahwa saya tidak pernah menghadapi kesukaran – saya selalu berhadapan dengan kesukaran setiap hari. Saya selalu diserang dari segala sisi dalam melayani Tuhan, tetapi semua itu tidak dapat merampas sukacita dan damai sejahtera saya. Bagaimana agar kita dapat menjalani kehidupan Kristen yang berkemenangan? Jika kehidupan rohani seseorang selalu dalam kekalahan, berarti dia sedang dalam belenggu dosa, belenggu kedagingan, atau keangkuhan hidup. Bagaimana dia bisa bersukacita? Orang yang kalah tak dapat bersukacita; hanya yang berkemenangan yang bersukacita, bukankah demikian? Lalu apa rahasia sukacita? Saya ingin belajar rahasia kemenangan dari Saudara Yang dan beberapa gelintir raksasa rohani saat saya bertemu dengan mereka.


Hidup Berkemenangan sebagai Persembahan yang Hidup

Bagaimana seorang Kristen dapat hidup berkemenangan? Saya ingin bagikan hal ini dalam empat pokok bahasan. Saya akan berkonsentrasi pada ayat di Roma 12:1,

“Karena itu, Saudara-saudara, oleh kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: Itulah ibadahmu yang sejati.”

Anda semua pasti sangat hafal dengan isi ayat ini, tetapi apakah Anda memahami makna rohaninya yang mendalam? Sudahkah Anda genggam rahasianya?

living-sacrificePertama, kita harus mengerti bahwa ayat ini berlaku bagi setiap orang Kristen. Rasul Paulus berkata kepada setiap orang Kristen, “Persembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah.” Jika Anda sudah lama menjadi orang Kristen, Anda mungkin sudah begitu terbiasa mendengar ungkapan tersebut sehingga maknanya yang sangat menonjol justru terlewatkan oleh Anda. Akan tetapi pikirkanlah hal ini: persembahan yang hidup. Ini adalah pernyataan yang kontradiktif. Suatu persembahan tidak mungkin hidup. Seekor hewan kurban harus disembelih mati sebelum dipersembahkan. Mustahil memberikan persembahan yang hidup kecuali: persembahan itu dibangkitkan kembali. Yesus adalah satu contohnya, bukankah begitu? Di Wahyu 1:18, dia berkata, “…aku telah mati, namun lihatlah, aku hidup, sampai selama-lamanya…” Juga di Wahyu 5:12 disebutkan, “Anak Domba yang disembelih itu layak untuk menerima kuasa.” Anda baru bisa menjadi persembahan yang hidup jika Anda sudah dibangkitkan kembali. Tidak ada jalan lain, bukankah demikian? Jika kita ingin menjadi persembahan yang hidup, maka kita harus “menjadi satu dengan apa yang sama dengan kematiannya, kita juga akan menjadi satu dengan apa yang sama dengan kebangkitannya.” (Roma 6:5)

Kata Yunani yang dipakai oleh rasul Paulus, yang diterjemahkan sebagai “persembahan”, menggambarkan persembahan yang diletakkan di altar bagi Allah. Di sini Paulus membayangkan tentang persembahan syukur, atau persembahan pujian dari Perjanjian Lama. Ini adalah semacam persembahan pendamaian. Yesus telah mati untuk menebus kita dengan darahnya; dia adalah sumber dari penebusan. Jika dia tidak mempersembahkan dirinya, jika dia tidak mencurahkan darahnya, kita tidak akan pernah diselamatkan. Oleh karenanya persembahan yang kita berikan bukan supaya kita diselamatkan, tetapi sebagai ungkapan syukur kepada Allah. Itu sebabnya mengapa Paulus berkata, “…itu adalah ibadahmu yang sejati.” Mengapa kita harus beribadah kepada Allah dengan cara ini? Karena Kristus telah memberikan dirinya kepada kita sepenuhnya sebagai persembahan di kayu salib, mati dengan bentuk kematian yang paling kejam. Dia mengasihi kita dan mengorbankan dirinya bagi kita bahkan sejak kita masih menjadi musuh Allah. Setelah menerima keselamatan yang ajaib ini, masih dapatkah kita berkata, “Bagus! Engkau sudah memberikan segalanya, engkau sudah mati bagi saya, engkau sudah korbankan segalanya. Lalu bagaimana dengan saya? Tak banyak yang dapat saya berikan kepadamu.” Anda mungkin tidak punya banyak hal yang dapat diberikan, tetapi setidaknya Anda dapat mempersembahkan diri Anda. Inilah maksud dengan ungkapan “ibadah yang sejati,” Anda harus beribadah kepada Allah dengan mempersembahkan diri Anda sebagai ucapan syukur, karena Dia telah memberikan Kristus Yesus kepada Anda. Tentu saja, nilai kehidupan Anda tidak akan pernah setara dengan kehidupan Kristus Yesus. Lalu apa yang dipersembahkan oleh rata-rata orang Kristen kepada Allah? Setiap orang Kristen seharusnya beribadah kepada Allah sebagai ungkapan syukur dengan cara mempersembahkan dirinya sebagai persembahan yang hidup kepada Allah – yakni hidup bagi Allah sebagai manusia yang baru.

Kita sedang membahas tentang iman – apalah artinya iman jika bukan sebagai tanggapan kepada kasih karunia Allah? Apakah Allah hanya menginginkan tanggapan yang berupa kepercayaan secara mental saja? Jika teman Anda mempertaruhkan nyawanya demi menyelamatkan Anda, cukupkah bagi Anda sekadar berkata, “Terima kasih! Aku menerimamu sebagai sahabat terbaik karena sudah sangat bermurah hati”? Tentu saja, tanpa perlu diucapkan, Anda sudah mengerti bahwa Anda juga rela mempertaruhkan nyawa Anda bagi dia. Paulus menyatakan dengan sangat jelas di sini bahwa kewajiban setiap orang Kristen untuk mempersembahkan dirinya sebagai persembahan yang hidup kepada Allah – artinya, menjalani hidup bagi Allah sebagai orang yang sudah diubah, sebagai manusia baru – sebagai tanggapan bagi keselamatan yang sangat berharga dari-Nya. Di dalam buku tafsirannya tentang Kitab Roma, H.A.W. Meyer, seorang teolog Jerman yang terkenal, berkata bahwa orang Kristen harus menyerahkan kehidupannya sepenuhnya tanpa syarat kepada Allah. Inilah ungkapan iman yang sejati.

Sekarang mari kita bahas empat poin mengenai persembahan yang hidup. Perjanjian Lama menetapkan dengan tegas persembahan seperti apa yang harus dipersembahkan kepada Allah, dan hanya persembahan yang memenuhi semua persyaratan itulah yang layak diberikan.


1. Persembahan harus sempurna

lambPoin yang pertama adalah persembahan itu harus sempurna, tanpa cacat. Hal ini ditetapkan dengan ketat di Perjanjian Lama. Di zaman sekarang ini, gereja tampaknya tidak mengerti prinsip tersebut, jadi banyak orang Kristen yang mempersembahkan berbagai sampah, semua hal yang tidak mereka inginkan ke dalam gereja; mereka menyimpan segala hal yang mereka sukai yang mereka pandang masih bagus. Ibarat menjual barang loak. Hal ini sama sekali tidak memuliakan Allah. Allah tidak menerima persembahan yang cacat, sekalipun hanya sedikit saja yang cacat, apalagi persembahan sampah atau segala barang bekas. Terlebih lagi, Anda akan mengalami murka-Nya karena telah menghina Dia. Bagaimana mungkin Anda dapat berkata kepada Raja, “Tuanku, saya sedang berbaik hati, jadi saya akan memberi baju bekas saya kepada tuanku karena saya sudah membeli yang baru”? Dapatkah Anda memperlakukan Allah dengan cara seperti ini? Atau mari kita lihat betapa kita hanya menyediakan waktu bagi Allah jika tak ada kesibukan lain, dan ketika kita memberi waktu lebih buat Allah, maka kita merasa sudah berbuat banyak bagi gereja. Kita selalu menyimpan uang untuk berjaga-jaga dan hanya memberi sedikit buat Allah. Jadi, poin pertama tentang persembahan adalah bahwa hukum dalam Perjanjian Lama menetapkan kesempurnaan sebagai syaratnya.

Imamat 22:17-25 menetapkan dengan ketat syarat bahwa persembahan hewan kurban harus sempurna. Ini berarti hanya yang terbaik, hanya yang sempurna yang akan diterima. Tak boleh ada yang kurang atau tidak sempurna dari hewan kurban tersebut. Tak boleh ada anggota tubuh yang hilang atau bercela, bahkan telinga dan ekornya harus utuh. Anda mungkin heran apa masalahnya jika hewan itu tidak berekor? Hewan tersebut tidak akan diperkenankan untuk dipersembahkan. Tak boleh ada cela sedikitpun. Hewan itu tak dapat dipersembahkan jika memiliki cacat tubuh, jika timpang atau terlihat rabun walau hanya sebelah. Hewan kurban itu mungkin sempurna dalam aspek yang lain, tetapi tetap tidak boleh dipersembahkan jika memiliki sedikit saja cacat atau ketidaknormalan lainnya.

Dengan demikian, jika kita ingin menjadi persembahan yang hidup, maka kita harus memahami poin ini. Anda akan menghormati Allah sepenuhnya jika Anda memandang Dia sebagai Raja Yang Mulia. Jadi bukan sekadar perkara Anda ingin mempersembahkan diri Anda. Pertama-tama Anda harus memohon kepada Allah untuk membersihkan diri Anda karena kita semua memiliki cacat, tidak sempurna, bukankah demikian? Kita harus memohon Allah untuk membersihkan dan menyingkirkan hal-hal yang tidak sempurna dalam diri kita.

Anda mngkin bertanya apa arti sempurna? Apakah saya harus menjadi tanpa dosa? Menjadi sempurna berarti sikap hati Anda yang sempurna; Anda tidak menahan apapun bagi diri Anda. Anda tidak berkata, “Sekalipun aku rela memberikan yang terbaik buat Allah, bagian yang satu ini tetap menjadi bagianku.” Itu berarti tidak sempurna. Kita harus pahami dengan jelas bahwa menjadi sempurna adalah perkara sikap hati. Menurut Alkitab, menjadi sempurna tidak berarti Anda sempurna secara moral. Anda tidak akan memerlukan perbaikan rohani lagi jika Anda sudah sempurna secara moral. Anda dapat langsung berhubungan dengan Allah jika sudah seperti itu. Kita tidak pernah menjadi sempurna dalam perilaku; selalu ada bagian yang tidak sempurna dalam perilaku kita. Mungkin kita tidak cukup tenggang rasa, sabar, atau kurang pengertian terhadap orang lain karena kita masih terpengaruh oleh kesombongan pribadi kita. Allah masih akan terus menangani kita dalam tahun-tahun kehidupan kita karena semua ketidaksempurnaan itu. Akan tetapi Alkitab memberitahu kita bahwa ada satu jalan menjadi sempurna, yakni dalam sikap hati kita.

Saya sering teringat hal yang dikatakan oleh John Sung saat dia membandingkan dirinya dengan orang lain: “Saya tak dapat menandingi orang ini dalam hal berkhotbah; saya juga tak dapat menguraikan isi Alkitab sebaik orang itu, tetapi oleh kasih karunia Allah, saya akan menjadi yang pertama dalam mengasihi Allah dengan segenap hati saya, tanpa syarat, sepenuhnya mengikut Dia, sepenuhnya menaati Dia.” Anda tidak dapat memberi apa-apa lagi jika Anda sudah memberikan diri Anda kepada Allah. Hal yang diucapkan oleh John Sung sangat menantang dan bermakna bagi saya. Saya sangat ingat akan ucapannya ini karena saya ingin meniru teladannya dalam melayani Allah dengan sikap hati yang sempurna; inilah jalan menuju kemenangan. Mengapa Allah memakai John Sung dengan penuh kuasa? Apakah itu disebabkan oleh tingkat pendidikannya? Dia adalah seorang berpendidikan tinggi di bidang kimia, tetapi pemahamannya akan Firman Allah agak lemah. Saya harap Anda tidak keberatan saya berkata seperti ini karena dia sendiri mengakui bahwa khotbah atau eksegesisnya akan Firman Allah memang lemah. Akan tetapi Allah memakai seseorang bukan karena luasnya pengetahuan atau kefasihan berbicara orang tersebut, melainkan karena Roh Allah dapat bekerja melalui orang tersebut. Allah dapat memakai John Sung. Menurut kabarnya, logat John Sung membuat khotbahnya tidak mudah dipahami karena dia adalah orang Fujian, tetapi Allah memakai dia karena kualitas hidupnya. Leluhur saya juga berasal dari Fujian, tetapi saya bertumbuh di Shanghai. Sangat jarang saya berbicara dalam dialek Fujian, jadi saya tidak berani mengaku sebagai orang Fujian. Mereka yang sudah ke Asia Tenggara akan tahu bahwa kehidupannya telah mempengaruhi banyak orang dengan sedemikian kuatnya. Dia adalah persembahan hidup yang sempurna; dia orang yang sangat berharga. John Sung melangkah di jalur berkemenangan.

Ada seorang mahasiswa yang bertanya kepada John Sung, “Mengapa Anda mengabaikan gelar Ph.D. Anda dan melayani Allah sepenuhnya? Seharusnya Anda tidak melangkah sejauh itu.”

Lalu John Sung menanyai mahasiswa ini, “Apakah yang menjadi tujuan hidup Anda?”

Dia menjawab, “Saya ingin lulus kuliah.”

Lalu John bertanya, “Lalu apa yang Anda lakukan setelah lulus?”

Dia menjawab, “Saya ingin menikah.”

“Lalu apa?” tanya John Sung.

“Selanjutnya saya akan membangun keluarga.”

“Lalu apa lagi keinginan Anda?”

“Mengejar kehidupan yang lebih nyaman dan lebih damai.”

“Terus, apa lagi yang menjadi tujuan Anda?”

“Uh, mungkin tak banyak lagi karena mungkin kematian adalah tahap selanjutnya.”

Lalu John Sung berkata, “Bukankah di situ letak persoalannya? Anda tidak punya tujuan hidup. Anda bertanya mengapa saya mengabaikan status akademik saya, itu karena saya sudah menetapkan arah pikiran saya ke atas, melangkah di jalur menuju hidup kekal. Ke mana arah tujuan Anda? Anda menuju ke kuburan tetapi saya menuju Allah yang kekal. Seharusnya Anda tidak perlu bertanya mengapa saya mengabaikan gelar akademik saya.”

John Sung memiliki kejernihan berpikir, bukankah demikian? Demikianlah, jika kita serahkan segalanya kepada Allah, hal ini bukan sekedar urusan memperoleh hidup yang kekal di masa depan, tetapi juga memperoleh kuasa rohani, damai sejahtera dan sukacita di masa sekarang. Bukankah semua itu sangat berharga? Apakah Anda berpikir bahwa John Sung kehilangan segalanya?

Saya sempat mengenal sekelompok orang Kristen dari Rusia ketika masih di Shanghai. Sangat jarang bertemu dengan orang Kristen Rusia. Mereka melarikan diri dari revolusi Komunis Uni Soviet ke Xinjiang, dan tinggal di sana selama beberapa tahun. Akan tetapi ketika Partai Komunis berkuasa di Tiongkok, mereka berusaha meninggalkan Tiongkok melalui Shanghai. Akan tetapi mereka kehabisan bekal dan terdampar di Shanghai; mereka bahkan tak mampu membayar ongkos bus! Mereka harus berjalan selama beberapa jam dari tempat tinggal mereka di bagian barat Shanghai, menuju gereja kami di distrik Hongkou yang berada di bagian timur laut Shanghai untuk bisa beribadah. Mereka harus berjalan sampai berjam-jam karena Shanghai adalah kota besar. Mereka sampai di gereja dalam keadaan lapar, lelah dan hanya mengenakan baju tipis di musim dingin. Akan tetapi mereka dapat berkata, “Saudara-saudari seiman, kami sungguh bahagia bisa bertemu dengan Anda semua! Bolehkah kami menyanyikan lagu lagu pujian untuk menguatkan Anda?” Mereka ingin menguatkan kami? Mereka penuh dengan sukacita! Mereka tidak datang dan berkata, “Kami kelaparan. Dapatkah Anda memberi kami makanan?” Tidak, mereka tidak berpikir tentang makanan melainkan untuk menguatkan kami! Bukankah mereka orang Kristen yag luar biasa? Kemuliaan hidup ada dalam diri mereka! Kita melihat ada banyak orang Kristen yang memiliki rumah besar, mobil besar, dan banyak uang, tetapi apakah mereka memiliki sukacita? Tidak, tidak ada sukacita; dan mereka selalu kalah, karena mereka tunduk pada dunia. Akan tetapi orang-orang Kristen Rusia ini dipenuhi oleh sukacita sekalipun mereka tidak memiliki apa-apa.

Saat kami membahas tentang hal “mati”, ini bukan karena kami sangat berminat dengan kematian melainkan karena kami berminat pada kehidupan. Anda mungkin heran mengapa saya begitu banyak berbicara tentang kematian di dalam kedua khotbah saya yang sebelumnya, mengapa saya seperti tidak memiliki bahan lain untuk disampaikan. Karena memang inilah jalan menuju kehidupan. Banyak orang yang masih bingung, mengira bahwa uang dapat memberikan kebahagiaan. Ini hal yang sangat keliru. Sebagian orang yang paling bersedih hati tinggal di istana-istana megah. Malahan, orang-orang Kristen Rusia ini mampu menyanyikan lagu pujian yang indah dengan segenap hati mereka. Lagu itu mereka nyanyikan setelah acara ibadah di gereja, dan mereka masih harus menghadapi tiga setengah jam untuk pulang berjalan kaki menempuh cuaca dingin sesudahnya. Salah satu dari mereka bahkan dengan menggendong anaknya! Orang Kristen yang luar biasa!

Suatu hari mereka mengundang penatua gereja dan saya untuk makan malam bersama mereka. Apa hidangan makan malamnya? Semangkuk sup dan sepotong roti. Karena masih baru menjadi Kristen dan juga masih muda, saya melihat ke sekeliling ruangan untuk mencari tahu apakah hidangan utamanya. Penatua menatap saya dan berbisik, “Kamu tahu, mereka hanya punya sup. Mereka sudah mengeluarkn semua makanan mereka.” Astaga! Saya menjadi sangat malu. Bagaimana mungkin para saudara seiman ini masih bisa bersukacita? Dapatkah Anda bayangkan seperti apa kemiskinan mereka? Akan tetapi mereka dipenuhi oleh sukacita. Ingatlah mereka baik-baik. Tidak tahukah Anda betapa banyak orang kaya yang tidak memiliki sukacita?


2.  Korban persembahan harus mati

Poin kedua dari persembahan adalah harus ada kerelaan untuk mati. Tak ada persembahan tanpa kematian. Tahukah Anda mengapa sukacita datang dari kematian rohani? Apakah saya sedang bercanda? Sukacita melalui kematian? Tentu saja, yang saya bicarakan adalah kematian rohani, bukan yang jasmani.

dead-lamb-lying-down-covered-in-blood-possibly-a-fox-kill-A0HGCFMari kita teliti lebih lanjut dan melihat bagaimana Paulus memandang hal kematian jasmani di Filipi 1:23. Dia berkata, “Aku didesak dari dua pihak: aku ingin pergi dan diam bersama-sama dengan Kristus itu memang jauh lebih baik.” Dia sudah tidak sabar untuk mati, untuk dapat bersama-sama dengan Kristus! Akan tetapi, di ayat 24, dia berkata, “Tetapi lebih perlu untuk tinggal di dunia ini karena kamu.” Mengapa dia menantikan kematian? Karena hatinya diarahkan kepada perkara-perkara yang di atas; dia ingin segera bersama dengan Kristus dan dengan Allah. Sangat banyak orang, termasuk orang Kristen, yang sangat takut mati. Mengapa seseorang harus takut untuk mati jika dia sudah mempersembahkan dirinya kepada Allah sebagai persembahan yang hidup? Saudara Yang tidak takut menghadapi kematian. Anda dapat membaca riwayat orang-orang Kristen dalam sejarah gereja yang dipenuhi oleh sukacita, memuji Allah saat menghadapi eksekusi. Orang-orang yang melihat hal itu terheran-heran, “Apakah mereka ini gila? Apa arti pujian dan ucapan syukur kepada Allah saat menghadapi maut?” Anda tidak akan terintimidasi oleh maut jika Anda menatap maut dalam sikap rohani yang baru. Ibrani 2:15 memberitahu kita tentang “mereka yang seumur hidupnya berada dalam perhambaan karena takutnya kepada maut.”

Kita memasuki kehidupan melalui kematian. Kematian adalah jalan untuk ke dalam kuasa kehidupan yang baru. Anda mungkin berkata, “Baiklah, kami sudah mati karena kami sudah dibaptiskan bersama Kristus. Kita tidak perlu berbicara tentang kematian lagi.” Tidak demikian halnya, kita harus terus berbicara tentang hal kematian. Alkitab berbicara tentang kematian rohani. Namun orang yang dikuasai kedagingan tidak mau membahas tentang maut dan kematian.

Mari kita melangkah lebih jauh, apa yang terjadi setelah baptisan? Hal apa yang disampaikan oleh Paulus di Roma 8:13 misalnya? “Jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup.” Anda harus memilih hidup; ini adalah urusan hidup dan mati. Mana yang Anda pilih: hidup atau mati? Jika Anda memilih hidup, maka Anda harus memilih jalan kematian, mematikan perbuatan daging. Inilah hal yang perlu kita lakukan secara internal.

Hal yang harus kita jalani digambarkan di Roma 8:36: “Oleh karena Engkau kami ada dalam bahaya maut sepanjang hari, kami telah dianggap sebagai domba-domba sembelihan.” Lalu apakah Paulus memandang kehidupan jasmani sebagai penderitaan? Saya jamin bahwa jika Anda berkesempatan bertemu dengan dia, maka Anda akan dapati dia sebagai orang yang dipenuhi oleh sukacita. Bacalah Kisah Para Rasul pasal 16, dan lihat apa hal pertama yang dilakukan oleh Paulus dan Silas setelah dicambuk dan dipenjarakan. Mereka menyanyikan pujian kepada Allah! Dia dipenuhi oleh sukacita, menyanyi di tengah malam sekalipun sedang menghadapi maut, sekalipun mengalami aniaya demi kebenaran. Lalu kuasa dari nyanyian mereka menimbulkan gempa yang dahsyat! Karena sikap hati mereka, Allah menyatakan kuasa-Nya, dalam bentuk gempa bumi. Dan sebagai hasilnya, kepala penjara berikut segenap isi rumahnya menjadi percaya kepada Allah. Inilah kuasa rohani.

Sebagai contoh, Paulus juga berkata di 2 Korintus 4:10, “Kami senantiasa membawa kematian Yesus di dalam tubuh kami, supaya kehidupan Yesus juga menjadi nyata di dalam tubuh kami.” Dan di ayat 12 dia berkata, “Maka demikianlah maut giat di dalam diri kami dan hidup giat di dalam kamu.” Inilah semangat dari Kristus Yesus, semangat pengorbanan: kami bersedia mengakhiri hidup kami supaya kalian memperoleh hidup.

Demikianlah, pokok kedua dari persembahan adalah jika kita terapkan makna menjadi persembahan yang hidup dalam kehidupan sehari-hari kita, maka kita akan menjalani hidup ini sebagai persembahan bagi Allah. Rasul Yohanes berkata di 1 Yohanes 3:16, “Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa ia telah menyerahkan nyawanya untuk kita; jadi kitapun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita.” Apakah kehidupan Anda dan saya adalah kehidupan yang berupa persembahan buat Allah dan bagi orang lain?

Apakah kehidupan sebagai persembahan itu? Ini bukan sekadar urusan menunggu kesempatan untuk mengorbankan nyawa buat orang lain. Hal tersebut merupakan kejadian langka, bukankah demikian? Ini berarti jika ada yang sedang kesulitan, Anda akan mengorbankan uang, waktu dan tenaga Anda untuk menolongnya; inilah inti dari menjalani kehdiupan sebagai persembahan; inilah wujud dari kehidupan sebagai persembahan. Demikianlah, di 2 Korintus 11:27, Paulus berkata, “Aku banyak berjerih lelah dan bekerja berat; kerap kali aku tidak tidur; aku lapar dan dahaga; kerap kali aku berpuasa, kedinginan dan tanpa pakaian.” Kerap kali tidak tidur demi orang lain adalah salah satu semangat dari menjalani kehidupan sebagai persembahan. Pernahkah Anda berdoa sepanjang malam bagi orang yang sedang dalam kesulitan? Anda mungkin berkata, “Tak ada waktu buat hal itu. Biar Allah saja yang mengurusi orang itu; Allah pasti mengasihi orang itu lebih dari saya, jadi saya tidak perlu berdoa untuk orang itu.” Ayat di 2 Korintus 11:27 memberitahu kita tentang kerja keras dan segala macam kesukaran – inilah pokok kedua dari persembahan, semangat pengorbanan.


3.  Persembahan tidak akan terjadi tanpa api

14obfirespan-jumboPokok yang ketiga adalah kaitannya api dengan persembahan. Bagaimana mungkin ada persembahan tanpa ada api? Kita tahu bahwa semua persembahan dipersembahkan di atas altar. Apakah hal yang dilambangkan oleh api dalam Perjanjian Baru jika bukan Roh Allah? Pada hari Pantekosta terlihat lidah-lidah api berada di atas kepala para murid yang sedang berkumpul (Kis.2:3). Apa karakteristik khusus dari api? Api selalu menuju ke atas. Hanya jika kita sudah menerima api dari Roh Allah yang kudus menyala dalam diri kita barulah Dia dapat membakar kita dan memenuhi segenap keberadaan kita, dan itu hanya terjadi setelah kita benar-benar menjadi persembahan yang hidup. Kita hanya dapat menuju ke atas karena Roh Kudus dari Allah membawa kita ke atas. Pernahkah Anda mengalami pikiran Anda melesat ke atas seperti roket hanya untuk turun kembali, sekalipun Anda benar-benar ingin mengarahkan pikiran Anda ke atas, karena tidak cukup tenaga untuk membawanya naik? Saat Anda berdoa, apakah pikiran Anda melayang-layang hanya untuk turun mengurusi perkara duniawi? Memang mustahil mempertahankan pikiran Anda untuk tetap mengarah ke atas. Akan tetapi jika Roh Allah sudah menyala dalam diri Anda, apinya sudah menyala, api itu akan mengarah ke atas membawa pikiran Anda pada hal-hal yang di atas. Kita menjalani hidup yang berkemenangan bukan dengan kekuatan kita sendiri melainkan dibawa oleh api Roh Allah yang bekerja dalam hidup kita. Akan tetapi, api tidak akan ada tanpa adanya persembahan! Api hanya akan ada jika ada persembahan, dan jika persembahan itu sudah menyala, maka ia akan naik menuju Allah.

Selanjutnya kemuliaan Allah terwujud saat api Roh Allah membakar persembahan. Mengapa Saudara Yang, seorang hamba Allah, dipenuhi oleh kuasa dan kemuliaan Allah? Karena api Roh Allah menyala dalam dirinya, dan hal ini membangkitkan kuasa yang dahsyat. Silakan lihat di sekeliling Anda dan perhatikan berapa banyak orang Kristen yang membawa kemuliaan Allah bersama mereka? Berapa banyak orang yang dapat Anda ingat? Di Yohanes 17:22, Yesus berkata, “Dan aku telah memberikan kepada mereka kemuliaan, yang Engkau berikan kepadaku.” Seorang Kristen yang membawa kemuliaan Allah bersinar sebagai terang. Setiap orang Kristen seharusnya menjadi terang dunia. Jadi dengan cara apa Anda menjadi terang dunia? Bagaimana Anda dapat menjadi terang dunia kecuali Anda menjadi persembahan yang hidup, kecuali api Allah menyala dalam diri Anda?

Kita memakai berbagai teknik ketika kita ingin membawa seseorang untuk percaya kepada Allah. Ijinkan saya memberitahu Anda bahwa orang-orang akan mencari Anda untuk membawa mereka kepada Dia jika kemuliaan Allah bersinar dalam hidup Anda. Mereka akan menanyai Anda, “Bagaimana Anda bisa memiliki kemuliaan seperti itu? Mengapa Anda bisa memiliki sukacita seperti itu? Saya ingin tahu apa hal yang spesial dalam hidup Anda,” seperti yang disampaikan oleh rasul Petrus di 1 Petrus 1:8. Anda bahkan tidak perlu membuka mulut dan orang-orang sudah mencari Anda. Sungguh ajaib! Jadi Anda tidak memerlukan berbagai teknik penginjilan. Anda hanya perlu menjalani kehidupan yang benar-benar rohani. Silakan dicoba dan buktikan sendiri. Orang-orang di tempat kerja dan di kampus akan memperhatikan bahwa Anda bukan orang biasa, bahwa kemuliaan Allah ada dalam diri Anda.

Sangat mudah bagi saya untuk bersaksi buat Allah di manapun saya berada, di dalam pesawat terbang atau di tempat lain. Banyak orang berusaha berpikir: bagaimana cara memulai perbincangan dengan orang di sebelah saya? Mungkin saya perlu menunjukkan Alkitab saya dan menanyakan apakah dia berminat membaca Alkitab? Atau mungkin saya perlu menunjukkan kalung salib saya? Saya tidak memakai tehnik-tehnik semacam itu. Biasanya saya hanya perlu duduk diam karena saya tahu bahwa tak lama lagi orang di sebelah saya akan membuka percakapan. Ajaib, bukankah begitu? Jadi, saya akan menanggapi saja jika dia memulai percakapan. Akan tetapi, saya tidak ingin larut dalam pembicaraan saya sendiri; saya akan berhenti setelah beberapa kalimat untuk melihat apakah dia mau mendengarkan. Jika dia tidak tertarik, saya akan berhenti; akan tetapi jika dia meminta saya untuk melanjutkan, saya akan melanjutkannya, dan saya mungkin harus berbicara sampai beberapa jam.

Suatu kali, dalam sebuah pesawat, saya di dekat seorang pengusaha yang tampaknya memiliki perusahaan besar. Jadwal penerbangan sudah tertunda sekitar satu jam, dan semua orang tampaknya lelah dan kesal. Pengusaha ini mengumpat dalam bahasa yang cukup kasar karena dia akan terlambat datang ke acara makan malam hari Thanksgiving yang sudah disiapkan oleh istrinya di rumah. Semakin lama penundaan, semakin marah dia dan semakin kasar umpatannya. Saya hanya tersenyum kepadanya dan tidak berkata apa-apa. Tak lama kemudian, dia memulai percakapan dengan saya, dan ketika dia tahu bahwa saya adalah seorang pendeta, dia meminta maaf akan ucapannya yang sempat saya dengarkan. Saya berkata, “Tidak masalah. Mari kita berbicara hal yang lain saja.” Akhirnya saya terbawa masuk ke dalam kesaksian mengenai Tuhan. Setiap kali saya berhenti, dia meminta saya untuk melanjutkan. Puji syukur kepada Tuhan, dia begitu berminat dengan kesaksian tersebut sehingga saya dapat menaburkan banyak benih ke dalam hatinya. Sebelum kami berpisah, dia mengundang saya untuk mengunjungi dia di Toronto. Dia bahkan mengundang saya untuk ikut terbang bersamanya dengan pesawat pribadinya! Sungguh ajaib cara Tuhan bekerja! Saya mampu menjalankan tugas memberitakan Injil karena kemuiaan Allah di dalam diri saya, bukan karena tehnik.


4.  Persembahan menghasilkan aroma yang naik ke atas

Fragrance_Fotor2Sekarang kita masuk ke dalam poin yang keempat dan terakhir mengenai persembahan. Apa yang terjadi setelah persembahan diletakkan di atas altar dan dilahap api? Aroma atau harum bakaran persembahan akan naik kepada Allah dan manusia. Anda tentu pernah menikmati aroma daging panggang. Perjanjian Lama bercerita tentang aroma persembahan yang dinyatakan harum oleh Allah jika persembahan tersebut diterima. Inilah tepatnya hal yang dinyatakan oleh Paulus di Roma 12:1, “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.” Bagaimana cara kita menyenangkan Allah? Kita harus mempersembahkan persembahan syukur kepada Dia dengan menyerahkan hidup kita sebagai persembahan yang hidup, hidup buat Dia sebagai manusia baru.

Kata Yunani yang bermakna “berkenan” di Roma 12:1 adalah kata yang sama dengan kata yang diterjemahkan “harum” di Kejadian 8:21. Kata ini juga sering dipakai di Kitab Keluaran, Imamat dan Bilangan, yang merujuk kepada persembahan, dan diuraikan secara khusus di kitab Imamat. Apakah kehidupan Anda dan saya menyebarkan aroma yang harum kepada orang-orang di sekitar kita?

Sebenarnya dua kata yang mengandung makna sama, ‘aroma (aroma)’ dan ‘fragrance (harum)’, dipakai berbarengan dalam Perjanjian Lama. Paulus juga sering memakai kedua kata ini. Dia berbicara tentang fragrance dan aroma di 2 Korintus 2:14-16.

14 Tetapi syukur bagi Allah, yang dalam Kristus selalu membawa kami di jalan kemenangan-Nya. Dengan perantaraan kami Ia menyebarkan keharuman (fragrance) pengenalan akan Dia di mana-mana.  15 Sebab bagi Allah kami adalah bau yang harum (fragrance) dari Kristus di tengah-tengah mereka yang diselamatkan dan di antara mereka yang binasa.  16 Bagi yang terakhir kami adalah bau (aroma) kematian yang mematikan dan bagi yang pertama bau (aroma) kehidupan yang menghidupkan. Tetapi siapakah yang sanggup menunaikan tugas yang demikian?

Kita adalah ‘keharuman pengenalan akan Kristus’, akan tetapi bagaimana mungkin aroma itu menyebar jika api Allah tidak menyala dalam diri Anda karena Anda belum menjadi persembahan syukur buat Dia? Paulus memakai kata ‘keharuman (fragrance)’ dalam kaitannya dengan aroma persembahan di atas altar. Dia mengatakan bahwa dengan dipersembahkan sebagai korban bakaran barulah keharuman itu keluar. Kemuliaan, keharuman, kuasa, kehidupan, damai sejahtera, semua begitu berharga!

Allah tidak berkata, “Baiklah, Aku akan mengampuni dosa-dosamu, tetapi kamu akan menjalani kehidupan yang kalah dengan wajah murung sampai Kristus Yesus datang kembali.” Jika saya seorang pecandu narkoba, dan hakim memutuskan, “Kami akan menghukum Anda dengan berat karena Anda seorang pecandu narkoba dan karena Anda melanggar hukum dengan pemilikan narkoba tersebut.” Lalu ada seseorang yang berkata, “Jangan hukum dia; diberi denda saja; dan aku akan melunasi denda tersebut.” Tentunya orang ini menjadi penyelamat buat saya, bukankah demikian? Akan tetapi, jika saya tidak dapat membuang kebiasaan saya, apa gunanya dia membayarkan denda saya? Saya masih hidup di bawah kendali kecanduan narkoba. Biarpun dia sudah menyelamatkan saya hari ini, dia terpaksa harus menyelamatkan saya lagi esok hari dan seterusnya, dan kapan hal ini bisa berakhir? Allah menyelamatkan kita melalui penebusan Yesus tidak sekadar dengan mengampuni dosa-dosa kita. Kita harus pahami hal ini dengan jelas. Pengampunan dari Allah memang sangat berharga, tetapi jika kita tidak dibebaskan dari belenggu dosa, sama seperti kecanduan narkoba, kita akan terus hidup dalam dosa. Jika Anda hidup dalam belenggu dosa setiap hari, sama seperti orang yang kecanduan narkoba, bagaimana Anda akan menjalani kehidupan yang berkemenangan? Bagaimana Anda akan bersaksi bagi Allah di rumah atau di tempat kerja? Bagaimana Anda akan menjadi terang atau garam dunia? Saudara-saudari terkasih, harap pahami dengan jelas pokok ini. Yesus adalah Juruselamat yang ajaib pilihan Allah. Melalui dia, kita memperoleh pengampunan dosa. Selain dari itu, dia juga membebaskan kita dari perbudakan dosa. Inilah kesaksian yang terbesar. Orang akan berkata tentang Anda, “Dia orang yang berbeda! Tadinya dia orang yang susah bergaul, tetapi sekarang kita melihat kemuliaan Allah di dalam dirinya; keharuman Allah ada di dalam dia.”

Mari kita rangkum. Kita membahas tentang empat prinsip penting terkait dengan persembahan. Pertama, persembahan harus sempurna (yakni, sikap hati Anda kepada Allah harus total tanpa syarat). Kedua, persembahan harus mati; dia harus hidup sebagai persembahan yang hidup. Ketiga, persembahan tidak akan terjadi tanpa adanya api dari Roh Allah yang kudus. Keempat, persembahan yang sudah terbakar akan menyebarkan keharuman yang naik menuju Allah.

 

Berikan Komentar Anda: