Pastor Eric Chang |
Kita tahu bahwa Allah itu Maha Besar, tetapi ketika kita menghadapi tantangan dalam kehidupan dan aniaya di dunia, kita langsung melupakan hal ini. Demikianlah, J.B. Phillips menulis sebuah buku berjudul “Your God Is Too Small” (“Allahmu Terlalu Kecil”). Allah begitu kecil di dalam iman kita. Allah seperti tak memiliki kuasa sama sekali. Berapa banyak dari kita yang dapat bertindak seperti ketiga anak muda yang tidak takut dilemparkan ke dalam api seperti tertulis dalam Kitab Daniel? Mereka berkata, “Allah kami adalah Allah Maha Besar. Dia akan menyelamatkan kami karena kami percaya dan taat kepada-Nya. Kami akan tetap menghormati, menaati dan mengasihi Dia sekalipun Dia mengizinkan kami untuk mati terbakar.” Lalu Allah menyelamatkan mereka dan memperkenankan nama-Nya dimuliakan melalui mereka. Saat orang mengamati kehidupan Anda, dapatkah mereka berkata, “Wah! Allah orang ini pasti Maha Besar dan ajaib”? Kita mengklaim bahwa Allah itu Maha Besar, tetapi kita menjerit saat menghadapi masalah keuangan kecil. Kita tahu tentang ajaran Yesus dari Khotbah di Bukit: “Perhatikan bagaimana Bapa di surga memenuhi kebutuhan burung-burung di udara dan bunga bakung di ladang. Bukankah Dia akan lebih memperhatikan kamu yang jauh lebih berharga?” Sungguh kata-kata yang menyejukkan! Akan tetapi kita cepat sekali melupakannya, kita lupa betapa Allah itu Maha Besar saat kita menghadapi dunia. Mengapa banyak orang tidak mau mempercayai Allah? Karena mereka tidak dapat melihat Allah yang Maha Besar di dalam kehidupan orang-orang Kristen. Sebagaimana yang ditulis oleh J.B. Phillips dalam bukunya, Allahmu terlalu kecil!
Bagaimana kita dapat berbuah? Bagaimana kita dapat memuliakan Allah? Saya dapat bersaksi tentang Allah kepada Anda sampai berjam-jam. Saya dapat bercerita kepada Anda tentang bagaimana Allah membawa saya keluar dari Tiongkok, bagaimana Allah memenuhi kebutuhan saya secara keuangan, secara jasmani dan terutama secara rohani. Saya memahami isi Khotbah di Bukit berdasarkan pengalaman. Saya tahu bahwa Allah saya adalah Allah yang sejati dan maha besar.
Saat saya baru datang kepada Tuhan, saya menghabiskan waktu tiga tahun di Tiongkok dalam keadaan tanpa kontak dengan orang tua saya. Saya tak punya dan tak ada orang yang menopang kehidupan saya. Siapa yang dapat saya andalkan? Allah. Pada awalnya, saya menjual semua yang saya miliki, dan yang terakhir saya jual adalah jam tangan saya. Benda ini sangat berharga buat saya, bukan harena harganya melainkan karena merupakan pemberian dari bibi saya. Dia begitu baik kepada saya dan saya sangat mengasihinya. Ini adalah benda yang penuh kenangan. Akan tetapi, saya harus menjualnya untuk bertahan hidup. Akhirnya, tak ada lagi barang yang bisa saya jual selain pakaian di tubuh saya. Jadi saya hanya dapat bergantung pada Allah. Apakah isi Khotbah di Bukit ini benar atau palsu? Akankah Allah memelihara saya? Saya tak punya pilihan selain mengandalkan Dia. Dan penyediaan dari Allah begitu luar biasa sampai selama tiga tahun!
Sekaleng lobak kering yang tak pernah habis
Saat saya masih baru menjadi Kristen, saya tidak tahu bahwa banyak peristiwa yang saya alami mirip dengan yang sudah tercatat dalam Alkitab. Saya sering membagikan kesaksian tentang hal yang terjadi dengan sekaleng lobak kering yang saat itu saya beli, lobak kering yang bisa dimakan cukup dengan menambahkan air. Makanan ini adalah sisa perbekalan tentara AS semasa PD II. Biasanya saya tidak menyukai lobak dari luar negeri karena tidak begitu enak. Saya membelinya karena saya kelaparan; bukan saatnya untuk mementingkan selera. Allah membuat mukjizat sehingga saya dapat hidup mengandalkan sekaleng lobak kering ini sampai dengan dua minggu dan isi kaleng itu tak pernah habis! Saya mengira lobak itu akan habis dalam waktu dua hari, tetapi saya heran melihat lobak itu tak pernah habis walau saya makan setiap hari! Saya sangat gembira memakannya dalam beberapa hari pertama, tetapi ketika memasuki hari kesepuluh, sebelas dan dua belas, terasa sukar bagi saya untuk mengucap syukur atas makanan tersebut. Akhirnya saya berdoa seperti ini, “Ya Tuhan, maafkan saya. Saya tak sanggup menikmatinya lagi.” Saya sering merasa malu jika mengingat doa saya saat itu. Demikianlah, lobak itu langsung habis keesokan harinya. Saya sering merenungkan mukjizat ini. Pada waktu itu saya tidak tahu bahwa Nabi Elia tercatat pernah membuat mukjizat yang mirip terhadap seorang janda. Minyak dan tepung janda itu tidak pernah habis sampai tiga tahun! Minyak dan tepung dapat dibuat menjadi banyak ragam makanan, namun variasi apa yang bisa dibuat dari lobak kering? Saya rasa saya akan mendatangkan tindakan disiplin dari Allah sekarang ini jika saya memanjatkan doa semacam itu lagi. Dengan murah hati Dia tidak menegur saya dan membiarkan mukjizat lobak kering itu berakhir karena saya masih bayi rohani saat itu. Sekarang ini, saya akan belajar untuk mengucap syukur jika mukjizat lobak kering itu terjadi lagi, entah Allah menghendaki saya untuk memakannya sampai dua minggu atau bahkan enam bulan. Sungguh ajaib cara Allah memimpin saya!
Bintik hitam di paru-paru: Paspor untuk keluar dari Tiongkok
Lalu bagaimana cara Allah membawa saya keluar dari Tiongkok sekalipun pada waktu itu terasa mustahil untuk melakukannya? Dia membuat mukjizat untuk itu! Pihak Komunis mengawasi saya dengan ketat untuk mengetahui apa yang akan saya lakukan. Mereka mulai memberi tekanan kepada saya, dan saya mulai mengalami kesulitan untuk bisa tetap bersekolah. Akan tetapi, Allah memiliki cara-Nya untuk melindungi saya. Suatu hari, saat saya sedang mengayuh sepeda, saya merasakan keringat dingin mengucur di kepala saya. Saya pernah mendengar bahwa keringat dingin dapat menjadi gejala dari tuberkulosis, dan saya sangat kuatir akan kemungkinan terjangkit TB akibat buruknya gizi makanan saya. Lalu saya pergi ke sebuah Rumah Sakit di Shanghai untuk dirontgen karena saya sangat cermat memperhatikan kesehatan saya. Ternyata benar, hasil foto sinar X menunjukkan adanya bintik hitam! Saya panik dan membatin, “Celaka!” Tamat sudah riwayat saya! Uang untuk makan saja sudah tidak cukup, bagaimana caranya membayar ongkos berobat? Saya mendatangi Rumah Sakit lainnya untuk melakukan pemeriksaan yang sama, dan hasilnya tidak berbeda, ada bintik hitam di sana! Pihak Rumah Sakit memberi saya gambar paru-paru saya berikut bintik hitamnya, dan kertas itu ternyata menjadi “paspor” saya di Tiongkok, membebaskan saya untuk bepergian kemanapun sementara orang lain tidak akan dapat melakukannya. Saya menjadi “orang merdeka” dengan mengandalkan “paspor” ini, gambar dua paru-paru saya dengan titik hitam di sana. Saya akan menunjukkan kertas ini setiap kali ada yang bertanya, “Mengapa kamu tidak sekolah?” Dan tanpa pernah gagal, orang-orang menghindar ketakutan karena tidak mau terjangkit TB. Setiap kali saya bepergian ke kota lain, dan dicegat di tengah jalan, hal yang perlu saya lakukan adalah menunjukkan kertas bergambar paru-paru saya itu kepada polisi, dan mereka akan berpikir: “orang ini akan mati tidak lama lagi, jadi dibiarin ajalah…”. Malah negara mungkin harus memberi dia makan dan perawatan kesehatan kalau dia masih hidup, dan menanggung pemakaman kalau dia sudah mati. Dia harus secepat mungkin dikirim ke negara lain! Saya sudah pernah mengajukan izin untuk meninggalkan China sampai dua kali dengan alasan untuk mengikuti kedua orang tua saya yang sudah pergi lebih dahulu. Akan tetapi kedua permohonan saya itu ditolak. Namun setelah ditemukan bintik hitam itu, mereka menyuruh saya untuk berangkat secepat mungkin! Ini adalah mukjizat dari Allah!
Hal yang lebih ajaib lagi adalah ketika saya melakukan foto Rontgen lagi di luar Tiongkok, titik hitam itu hilang begitu saja! Saya diberitahu bahwa tidak ada bintik apa pun di paru-paru saya, dan juga tak ada tanda masalah lain yang mungkin dapat memunculkan bintik hitam tersebut. Demikianlah, saya mengetahui betapa besar Allah saya dari semua peristiwa itu!
Seorang asing membayarkan ongkos saya ke Eropa
Waktu saya sampai di Hong Kong, saya menunggu dan berdoa di hadapan Dia: “Ya Allah, apa yang harus saya lakukan? Saya akan menjalankan semua petunjuk yang Kau berikan.” Allah menunjukkan bahwa Dia ingin saya berangkat ke Eropa, dan salah satu alasannya adalah karena ibu saya berada di Switzerland. Dia menderita penyakit paru-paru yang berat sehingga salah satu paru-parunya harus dibuang dan peluang hidupnya hanya 20%. Pembusukan paru adalah penyakit yang berbahaya; orang dapat meninggal dengan cepat karenanya. Demikianlah, dia menetap di Switzerland karena negara ini memiliki tempat perawatan paru terbaik dan udara yang paling segar. Saya berdoa dengan sepenuh hati buat dia dan dia tidak meninggal. Beberapa tahun kemudian, sambil sama-sama berlutut dan air mata mengalir di wajahnya, dia menyerahkan hidupnya kepada Tuhan. Ini juga merupakan mukjizat yang menunjukkan kebesaran Allah! Ibu saya berkata, “Aku memberimu kehidupan lahiriah, tetapi melalui kamu, Allah memberiku hidup yang kekal.”
Saya tahu bahwa Allah akan membawa saya ke Eropa sewaktu saya tinggal di Hong Kong, tetapi saya tidak punya uang. Bagaimana saya bisa berangkat? Jadi saya serahkan urusan ini ke dalam tangan-Nya. Saya mulai mencari pekerjaan di Hong Kong, tetapi sangat sukar mencari pekerjaan karena ada banyak tenaga terampil dan intelektual dari Tiongkok yang juga mencari pekerjaan di sana. Hal ini berlangsung di tahun 1956. Lalu Allah membuat mukjizat lain buat saya.
Suatu hari, seorang wanita berusia sekitar 60-an tahun yang berasal dari Oregon, AS, sedang berdoa. Puji Tuhan karena masih ada orang yang mengerti bagaimana datang mendekat kepada Allah. Allah berkata kepadanya, “Pergilah ke Hong Kong, ada tugas buatmu di sana.” Hong Kong? Di mana tempat ini? Dia lalu membuka peta dunia dan mencari lokasi Hong Kong. Mungkin dia belum pernah meninggalkan AS sebelumnya. Dia lalu berkata kepada suaminya, “Saat aku berdoa hari ini, Allah ingin agar aku berangkat ke Hong Kong.” Suaminya, orang yang juga mengasihi Tuhan, berkata, “Berangkatlah! Kerjakan apa yang Allah perintahkan kepadamu.” Saat dia sampai di Hong Kong, dia bertanya, “Ya Tuhan, apa yang harus kulakukan di sini?” Dan Tuhan menjawab, “Tunggulah, Aku akan memberitahumu.” Lalu dia menunggu. Di mana saya tinggal sewaktu di Hong Kong? Di gedung Lutheran Centre, sebuah gedung tua, di Jalan Granville Road di Tsim Sha Tsui. Ada orang gereja yang menempatkan saya di sana, dan ibu tua dari AS ini juga menginap di sana.
Suatu hari, saat saya sedang berdoa, saya mendengar ketukan di pintu. Waktu saya membuka pintu, ibu ini berdiri di sana, dan dia berkata, “Allah sudah berbicara kepadaku.”
“Apa yang Dia sampaikan?”, saya bertanya.
Dia berkata, “Kamu harus membeli tiket ke Eropa.”
“Puji Tuhan!” saya berkata, “Tetapi Anda mungkin ingin mendoakan lebih lanjut mengenai hal ini.”
Kemudian dia meninggalkan saya. Beberapa hari kemudian dia mendatangi saya lagi dan bertanya, “Sudah kamu beli tiketnya?” (Di tahun 50-an, orang bepergian dengan kapal laut karena harga tiketnya lebih murah.)
Saya menjawab, “Belum.”
“Mengapa belum?”, dia bertanya.
Saya menjawab, “Saya ingin agar Anda berdoa dan memastikan dulu perkara ini.”
“Allah sudah berbicara kepada saya dengan sangat jelas. Segera beli tiketnya!” kata ibu itu.
Lalu saya beli tiket ke Eropa. Bukankah penyediaan dari Allah luar biasa? Saya berangkat dari Shanghai ke Hong Kong, dan Dia mengutus seseorang dari AS ke Hong Kong dengan tujuan mengirim saya ke Eropa! Belakangan saya membatin, tidak adakah seseorang di Hong Kong yang dapat mendengar Allah berbicara? Mengapa Dia harus mengutus seseorang dari Amerika? Ibu ini kembali ke AS sehari setelah saya naik kapal. Dia berkata, “Saya sudah menyelesaikan tugas yang Allah berikan kepada saya.” Bukankah Allah Maha Besar? Saya sudah sering berbicara tentang kebesaran Allah karena jika Anda jalani kehidupan yang mengenal kebesaran Allah, maka Anda akan berbuah. Orang akan percaya kepada Allah karena kehidupan Anda.
Saya berangkat dengan kapal barang yang hanya mengangkut sebelas penumpang, dan saya berbagi kamar dengan orang lain, tetapi hanya untuk empat hari karena dia turun di Singapura. Orang ini tidak mengenal Allah, jadi saya berdoa, “Ya Tuhan, saya mohon sudilah Engkau menyelamatkan dia.” Saat pelabuhan Singapore sudah mulai tampak dari kabin kami, kawan ini berlutut bersama saya untuk menyerahkan hidupnya kepada Tuhan. Saya tak pernah memakai tekanan mental untuk memberitakan Injil. Biar Allah saja yang menarik orang tersebut. Setelah mengenal saya selama empat hari, orang ini berlutut untuk membuka hatinya kepada Allah.
Dua Jenis Buah
Untuk pesan firman Tuhan hari ini, kita ingin berbicara tentang “berbuah ke atas”. Saya percaya tujuan dari konferensi ini adalah supaya kita berakar ke bawah dalam rangka untuk menghasilkan buah bagi Tuhan. Saya akan membagikan empat prinsip dasar mengenai menghasilkan buah.
Ada dua jenis buah: yang pertama adalah buah Roh seperti yang dibahas dalam Galatia 5:22-23; yang kedua adalah jiwa-jiwa yang Anda bawa kepada Allah. Kedua jenis buah ini sangatlah penting dan tak dapat dipisahkan. Jika Anda tidak memiliki buah Roh, maka buah yang Anda bawa kepada Allah tidak akan bertahan lama, karena tidak berasal dari kuasa Allah yang bekerja dalam diri kita. Ada dua cara yang dapat kita pakai untuk membawa orang kepada Allah. Yang pertama adalah melalui hikmat dan usaha manusia, mendesak dan menganjurkan orang untuk percaya, tetapi saya tidak berani memakai cara ini. Yang kedua adalah Allah sendiri yang bekerja melalui kehidupan Anda untuk membawa orang lain kepada Dia. Cara yang kedua ini yang disebut sebagai menghasilkan buah. Jadi ada buah Roh Allah di dalam kehidupan Anda, dan ada juga buah eksternal, yaitu Anda membawa orang lain kepada Allah; dan kedua buah ini saling berhubungan serta tak dapat dipisahkan.
Mati untuk menghasilkan buah
Apakah prinsip untuk menghasilkan buah Roh di dalam hidup Anda? Mari kita baca Yohanes 12:24.
Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah.
Saya selalu membahas tentang hal mati di dalam setiap khotbah karena inilah Firman Allah. Tujuan hidup dari setiap orang Kristen adalah untuk menghasilkan buah, dan di sini, Yesus memberitahu kita bahwa rahasia untuk menghasilkan buah adalah dengan kematian. Jika Anda tidak bersedia mendengar Firman Allah untuk mati, Anda tidak dapat menghasilkan buah! Dapatkah Anda tunjukkan cara baru di mana Anda dapat menghasilkan buah tanpa mati? Jika ada, maka kita akan membahasnya sekarang. Kita tidak perlu membaca ayat ini jika Anda ingin memakai cara daging untuk membawa orang lain kepada Allah. Akan tetapi Anda harus membaca ayat ini jika Anda ingin menghasilkan buah secara rohani. Yesus memberitahu kita bahwa tidak cukup sekedar jatuh ke tanah, orang itu harus mati. Jika sebiji benih jatuh ke tanah dan tidak mati, maka ia tidak dapat menghasilkan buah. Ia harus terkubur di tanah, lalu kulit biji itu membusuk, kemudian kehidupan muncul dari dalamnya. Demikianlah, hanya jika sisi duniawi dari kehidupan sudah terkupas dan hancur, barulah kehidupan rohani muncul dari dalam batin. Jika tidak, benih itu akan tetap menjadi sebiji benih, tidak berbuah. Namun jika dia mati terhadap dunia, terhadap diri sendiri, terhadap daging, maka ia akan menghasilkan buah.
Banyak orang Kristen yang tidak paham apa artinya mati terhadap daging, apa artinya meninggalkan nafsu duniawi; mereka masih dikendalikan oleh hasrat seksual mereka. Jadi mereka tak dapat menghasilkan buah Roh, dan Allah tak dapat membawa orang lain kepada-Nya melalui orang-orang Kristen ini karena kehidupan mereka tidak berubah. Saya tidak tahu sudah berapa tahun Anda menjadi Kristen, mungkin sudah dua, lima atau sepuluh atau bahkan dua puluh tahun, dan berapa buah yang sudah Anda hasilkan? Berapa banyak orang yang sudah Anda bawa kepada Tuhan? Apakah Anda maih mampu bertahan secara rohani? Sangatlah memalukan melihat orang Kristen, bahkan yang sudah melayani secara penuh, atau orang-orang di sekolah teologia, yang tak pernah membawa orang kepada Tuhan. Sangatlah menyedihkan jika tidak menghasilkan satupun buah. Tahukah Anda apa tujuan hidup setiap orang Kristen? Apakah tujuan Allah dalam menyelamatkan kita? Apakah supaya kita boleh menikmati keselamatan sendirian? Atau apakah Dia menyelamatkan kita supaya kita menghasilkan buah?
Di Yohanes 12:24, Yesus memberitahu kita bahwa rahasia menghasilkan buah adalah dengan mati. Perhatikan bahwa hal ini juga berlaku pada diri Yesus sendiri, sebagaimana disebutkan di ayat 23. Melalui kematiannya dan juga kehidupan dari kebangkitannya, kita menjadi buah buat dia. Kita memiliki kehidupan karena kematiannya. Kebenaran ini juga berlaku terhadap setiap orang Kristen sebagaimana tertulis di ayat 25 dan 26.
Empat prinsip untuk menghasilkan buah
Mari kita jajarkan dua nas dalam rangka meneliti empat prinsip penting dalam menghasilkan buah. Nas pertama adalah Yohanes 15:1-8. Nas yang satunya lagi adalah Roma 11:16-18.
Yohanes pasal 15 berbicara tentang pokok anggur, sementara Roma pasal 11 berbicara tentang pohon zaitun. Kedua nas ini sama-sama membahas tentang hubungan antara pokok utama dengan cabang-cabangnya. Suatu cabang dapat menghasilkan buah jika ia terhubung kokoh dengan pokok utamanya. Akan tetapi, suatu cabang tak akan dapat menghasilkan buah jika ia tidak dicangkokkan ke batang utama, atau jika ia terpisah dari batang utama.
Pohon anggur dan zaitun dibudidayakan dengan cara yang mirip satu sama lain. Tahukah Anda bagaimana cara pohon anggur dibudidayakan? Apakah maksud Yesus saat berkata, “Tinggallah di dalam aku dan aku di dalam kamu”? Sebatang ranting dari pohon anggur dipotong dan dicangkokkan ke pohon anggur yang baik. Bagaimana cara ranting itu dicangkokkan? Sebuah potongan dalam dan mendatar akan dibuat di pohon anggur utama sebagai tempat untuk menempelkan cabang anggur yang akan dicangkokkan. Dapatkah Anda melihat makna rohaninya? Suatu cabang akan mati jika ia dipotong dari pohon asalnya dan tidak dicangkokkan ke pohon anggur yang lain. Saat ia dipotong dari pohon asalnya, dapat diartikan ia mengalami proses kematian, ibaratnya dia sudah dipisahkan dari kehidupan lamanya di pohon anggur liar. Ia harus dipotong untuk dapat masuk ke dalam kehidupan yang baru milik pohon anggur utama. Sungguh indah Firman Allah!
Apakah makna dari potongan lebar di pokok anggur itu? Pokok anggur harus dilubangi, dilukai, sebelum cabang liar itu dapat ditempelkan ke sana. Hal ini menggambarkan dengan jelas proses baptisan. Seperti yang disampaikan dalam Yesaya 53, Yesus harus dipandang hina, dilukai, dan ditikam di kayu salib supaya kita bisa diselamatkan, supaya kita bisa memperoleh hidup. Kita harus dipotong dari pohon liar yang menjadi asal kita, dipisahkan dari dunia, untuk dapat dicangkokkan ke dalam dia. Inilah prinsip, “Tinggallah di dalam aku dan aku di dalam kamu.” Apa yang terjadi setelah Anda dicangkokkan ke dalam pokok anggur yang benar? Getah dari pokok anggur itu mulai mengalir ke dalam ranting; cabang itu dapat menerima pemenuhan kehidupan dari akar pokok anggurnya. Dia sekarang bergantung sepenuhnya kepada akar dari pokok anggur yang baru untuk dapat tetap hidup dan menghasilkan buah. Suatu gambaran yang sangat indah! Jika Anda ingin belajar lebih banyak tentang budidaya anggur, Anda dapat membaca kamus Alkitab atau Encyclopedia Britannica. Saya sudah membaca buku-buku tersebut, agar dapat membagikan isinya kepada Anda. Oleh karenanya, kematian yang menjadi prinsip bagi biji benih juga berlaku dalam hal pokok anggur.
Roma pasal 11 berbicara tentang pohon zaitun, hal yang sangat mirip. Rasul Paulus di sini membahas tentang cabang zaitun yang harus dipotong untuk dicangkokkan ke pohon zaitun yang baik. Siapakah cabang yang dipatahkan? Mereka adalah orang Yahudi. Mengapa mereka dipatahkan? Karena mereka tidak percaya; mereka ingin membangun kebenaran mereka sendiri, dan mengejar keselamatan berdasarkan perbuatan baik, dengan menjalankan hukum Taurat secara legalistik. Cabang zaitun liar kemudian dicangkokkan ke dalam potongan, ke bagian luka dari pohon zaitun tersebut. Demikianlah, Paulus berkata di Roma 11:16-21, “Kalian yang bukan Yahudi, cabang dari pohon zaitun liar, dicangkokkan ke pohon zaitun yang baik.” Dan bagaimana hal ini bisa terjadi? Karena orang Yahudi, cabang asli, sudah dipatahkan. Dan Paulus berkata kepada orang yang bukan Yahudi, yakni orang Kristen, agar tidak membanggakan diri atas orang Yahudi karena mereka telah kehilangan peranan mereka dalam rencana Allah akibat ketidakpercayaan mereka, supaya orang Kristen dicangkokkan karena percaya. Jadi kebenaran yang disampaikan di sini adalah: kita dicangkokkan ke dalam hidup yang baru berdasarkan dua alasan: karena sudah dipisahkan, sudah mati kepada, dunia; karena Yesus sudah dilukai dan mati bagi kita.
Prinsip 1: Kita hidup oleh kasih karunia Allah yang memberi kekuatan
Prinsip pertama dalam hal menghasilkan buah ada di Roma 11:16,
Jikalau roti sulung adalah kudus, maka seluruh adonan juga kudus, dan jikalau akar adalah kudus, maka cabang-cabang juga kudus.
Ayat ini dengan jelas memberitahu kita bahwa kedudukan, karakter, kualitas kehidupan kita bersumber dari Allah dan tentu saja, melalui Kristus, Yesus. Jadi, kita memiliki persekutuan yang akrab dengan Allah. Kita menjadi kudus bukan karena kita menaati hukum Taurat, melainkan karena Allah, akar yang kudus, menopang kita, cabang yang dicangkokkan. (Tidak seperti pohon zaitun, pohon anggur tidak memiliki pohon utama; anggur terutama terdiri dari cabang-cabang dan akar.) Anda akan merasa sangat lelah jika mengandalkan kekuatan Anda sendiri untuk menjalani kehidupan Kristen, bukankah begitu? Akan tetapi jika Anda bergantung pada hidup Allah, pada kuasanya, Anda tak akan menganggap bahwa hal yang Anda jalani itu berat. Kekuatan Anda akan diperbarui setiap hari, seperti melayang tinggi dengan sayap rajawali. Pernahkah Anda mengalami hal ini? Anda tidak mungkin dapat menjalani kehidupan yang berkemenangan dengan kekuatan Anda sendiri; Anda akan selalu dikalahkan. Ini karena Anda belum memahami prinsip dicangkokkan ke dalam Yesus, tentang berdiam di dalam dia sebagai cabang yang akan menyerap kehidupan dan kuasa Allah yang mengalir dalam dirinya, yang akan mengalir ke diri Anda. Prinsip yang pertama adalah kita secara total dan absolut selalu hidup bergantung pada kasih karunia Allah.
Orang Kristen zaman sekarang kebanyakan memohon kasih karunia Allah hanya sekali saja. Kapankah itu? Pada waktu pertama kali mereka membuka hati untuk menerima kasih karunia Allah. Seolah-olah menerima kasih karunia satu kali sudah cukup; tidak merasa perlu untuk terus menerus menerima kasih karunia Allah karena, “Aku sudah diselamatkan. Aku hanya perlu menunggu naik ke surga.” Jadi, di antara hari mereka membuka hati kepada Allah sampai pada hari penghakiman, mereka tidak membutuhkan kasih karunia Allah sama sekali. Banyak orang Kristen mengira bahwa mereka sudah diselamatkan, jadi mereka merasa tidak lagi memerlukan kasih karunia Allah. Seorang Kristen sejati bergantung pada kasih karunia Allah untuk menjalani hidupnya, detik demi detik, karena hanya dengan cara ini mereka baru bisa menghasilkan buah yang baik.
Rasul Paulus dengan jelas memberi gambaran tentang pokok anggur dan cabang-cabangnya di 1 Korintus 1:30-31:
“Tetapi oleh Dia kamu berada dalam Kristus Yesus, yang oleh Allah telah menjadi hikmat bagi kita. Ia membenarkan dan menguduskan dan menebus kita. Karena itu seperti ada tertulis: “Barangsiapa yang bermegah, hendaklah ia bermegah di dalam Tuhan.”
Allah adalah sumber kehidupan kita, akan tetapi kehidupan itu mengalir lewat – pokok anggur, pohon zaitun – Kristus Yesus “yang oleh Allah dijadikan sebagai hikmat, kebenaran, kekudusan dan penebusan kita.” Anda boleh bayangkan Kristus sebagai pokok anggur yang akarnya adalah Allah, dan ketika pokok anggur itu menyerap nutrisi dan kekuatan dari akar, ia menyalurkan semua itu ke ranting-ranting. Kita jalani hidup kita dengan sepenuhnya bergantung kepada Allah. Kita menerima kasih karunia Allah berdasarkan iman. Kita tak dapat hidup tanpa kasih karunia. “Karena itu seperti ada tertulis: Barangsiapa yang bermegah, hendaklah ia bermegah di dalam TUHAN.”
Allah Membayar Semua Ongkos Kuliah saya
Anda telah mendengarkan kesaksian saya. Siapakah yang saya megahkan? Apakah saya sedang membanggakan kemampuan saya? Tidak. Saya sedang membanggakan kebesaran Tuhan Allah; betapa Dia mampu memenuhi kebutuhan saya; bagaimana Dia melindungi saya; bagaimana Dia membawa saya ke Eropa; bagaimana Dia membimbing saya belajar di Inggris. Selama bertahun-tahun saya kuliah di Inggris, tak ada seorangpun yang memberi saya dukungan finansial, dan saya tidak punya penghasilan. Saya tinggal di Inggris dengan visa pelajar yang tidak mengizinkan saya untuk bekerja. Jadi saya tidak dapat kuliah sambil bekerja di saat yang bersamaan. Visa pelajar untuk saya berisi pernyataan tegas: “Tidak untuk memasuki lapangan pekerjaan baik yang berbayar ataupun yang tidak berbayar.” Saya membatin, adakah pekerjaan yang tidak berbayar? Adakah orang yang mau bekerja tanpa dibayar? Saya tidak pernah mendengar hal ini! Akan tetapi, pihak pemerintah harus mengambil langkah-langkah pencegahan terhadap setiap celah hukum, sebagai contoh misalnya, ada orang yang bekerja tetapi menyatakan bahwa mereka tidak menerima gaji tetapi hanya mendapatkan bantuan keuangan. Jadi pihak pemerintah menetapkan bahwa saya tidak boleh bekerja sama sekali. Ibu saya sedang sakit keras; untuk membayar biaya medis saja sudah sangat kesulitan, orang tuanya harus membantu keuangannya. Saya sudah kehilangan segalanya saat saya meninggalkan Tiongkok; saya benar-benar tak punya uang. Jadi saya harus benar-benar bergantung kepada Allah. Dan Allah begitu besar dan ajaib! Jika tidak demikian, bagaimana Dia dapat memenuhi kebutuhan saya selama bertahun-tahun? Apakah Anda percaya bahwa Allah dapat memenuhi kebutuhan Anda? Berangkatlah ke Inggris untuk belajar di sana selama enam, delapan atau sepuluh tahun, dan lihat apakah Anda dapat bertahan hidup. Saya tidak memiliki teman saat tiba di Inggris. Jadi saya hanya dapat bergantung sepenuhnya kepada Allah. Allah menyediakan semua kebutuhan saya setiap hari dan setiap semester, entah di saat saya masih di Sekolah Alkitab atau di Fakultas Ilmu Ketuhanan.
Saya berpegang pada prinsip: jangan memberitahu orang lain tentang kondisi keuangan saya. Buat apa saya memiliki iman, jika saya bersaksi: “Biaya kuliah saya tahun depan adalah $20.000, tolong doakan saya”? Jika saya memberitahu orang lain tentang kebutuhan saya, buat apa saya memiliki iman? Saya percaya bahwa Allah pasti memelihara saya, dan saya mengalami kuasa Allah ketika saya tidak memberitahu orang lain tentang kebutuhan saya. Allah memang Maha Besar!
Saya tinggal bersama beberapa orang di London, dan mereka sangat ingin membantu keuangan saya. Mereka tahu bahwa saya tidak punya cukup uang, tetapi mereka tidak tahu persis berapa jumlah uang saya. Ada seorang saudara seiman yang mengajukan usul – karena kasihnya kepada saya – dan berkata, “Saya siapkan uang lima pound di dalam buku ini. Silakan ambil kalau ada kebutuhan mendadak.” Bukan usulan yang baik, begitu pikir saya. Dia akan tahu bahwa saya sedang tidak punya uang kalau saya mengambil lima pound itu. Saya sering kehabisan uang, tetapi saya tidak pernah menyentuh uang lima pound itu. Jadi dia tidak pernah tahu apakah saya sedang punya uang atau tidak. Betapa ajaib Allah saya!
Dalam beberapa kejadian, di awal tahun pelajaran, saya tidak punya uang untuk membayar ongkos kuliah. Jadi saya membatin: Tidak jadi masalah kalau saya memiliki gelar atau tidak. Yang penting adalah mengikut Allah dengan sepenuh hati. Saya tidak akan risau akan hal ini. Dan ternyata uang tetap tidak ada sampai satu hari menjelang tahun ajaran baru. Saya hanya menunggu di hadapan Allah, dan Dia selalu menyediakan uang yang diperlukan untuk membayar kuliah dari berbagai sumber. Begitulah cara saya menjalani kuliah sampai lulus universitas. Bukankah ini ajaib? Demikianlah, saya tidak dapat membanggakan gelar yang saya raih; seperti kata Paulus, “Bermegahlah dalam Tuhan.” Saya tidak berkontribusi sama sekali dalam pembiayaan kuliah saya; jika Allah tidak memenuhi kebutuhan saya, maka saya tidak akan mampu menyelesaikan kuliah saya. Orang lain mungkin dapat berkata, “Saya bekerja untuk membiayai kuliah saya,” atau, “Si Anu yang membiayai kuliah saya.” Namun saya tidak dapat berkata apa-apa. Kalau Allah tidak membiayai saya, maka saya tidak akan memiliki gelar sarjana. Dia menghadapkan saya pada berbagai tantangan. Bukankah ini ajaib?
Allah menolong saya mengerjakan ujian akhir!
Masih ada pengalaman ajaib yang akan saya sampaikan kepada Anda! Saat saya masih kuliah, saya begitu sibuk melayani di gereja. Saya sudah lulus dari Sekolah Alkitab sebelum masuk ke universitas, jadi saya diminta untuk mengajar PA karena hanya ada sedikit tenaga di gereja yang terdidik dalam studi Alkitab. Saya juga berkhotbah jika Bapak Gembala sedang berhalangan hadir. Saat Bapak Gembala berkhotbah, maka saya harus menerjemahkan bahasa Mandarinnya ke dalam bahasa Inggris. Saya juga harus banyak melakukan konseling karena Roh Allah bekerja sangat kuat di tengah jemaat, dan kebangkitan rohani sedang terjadi di tengah-tengah gereja. Saya begitu terikat dengan kesibukan di gereja sehingga tak ada waktu untuk belajar. Akhirnya saya membatin, “Ya Tuhan! Apa yang harus kulakukan? Apakah aku harus utamakan belajar atau melayani di gereja?” Saya yakin ada beberapa di antara Anda yang pernah mengalami kesulitan yang sama, dan Anda tidak tahu harus memilih yang mana. Akan tetapi Allah saya Yang Maha Besar dan Perkasa selalu mendukung saya.
Tahukah Anda seberapa sibuk saya saat itu? Setiap tahun akan ada ujian pertengahan semester di London University, dan semua mahasiswa harus lulus ujian tersebut, karena jika tidak lulus, maka Anda harus keluar dari universitas. Tidaklah mudah untuk masuk ke London University, dan untuk bertahan kuliah di sana bahkan lebih sulit. Sekalipun Anda berhasil masuk ke London University, 20% dari mahasiswa terpaksa dikeluarkan dari sana karena gagal di ujian. Walaupun nilainya hanya berselisih sedikit saja, dia tetap harus keluar. Tahukah Anda seberapa sibuk saya saat itu di gereja? Saya bahkan sampai lupa dengan tanggal ujian! Apa bisa begitu? Itulah yang terjadi dengan saya.
Untungnya saat itu saya bertemu dengan profesor saya di pintu gerbang universitas pagi itu. Para profesor di Inggris tergolong sangat ramah, dan mereka menyapa mahasiswa dengan sebutan “Tuan”. Dan dia berkata, “Selamat pagi, Tuan Chang, ujian Anda di ruang sana.” Untungnya lagi, saya tidak bertanya, “Ujian apa?” Dia lalu mengulangi ucapannya, “Di ruang sebelah sana.” Lalu saya pergi ke ruangan tersebut. Saya membatin, “Ya Tuhan, ini sungguh celaka! Aku lupa ada ujian! Tamat sudah!” Saya bahkan tidak berani menatap kertas ujian saya. Begitu saya duduk di bangku dengan pena di tangan, saya menundukkan kepala dan berdoa, “Ya Tuhan, saya benar-benar habis kali ini. Maafkan saya! Bukannya saya tidak mau belajar, tetapi pekerjaan di gereja memang sangat banyak. Maafkan saya.” Setelah berdoa, saya beranikan diri dan berkata, “Tuhan, saya serahkan perkara ini ke dalam tangan-Mu. Pimpinlah saya. Saya akan mengikuti ujian ini sepenuhnya.” Demikianlah, saya lalu mulai menjawab soal ujian sampai tiga jam. Saya tidak berani memikirkan bagaimana hasil jawaban saya setelah kertas ujian itu saya serahkan.
Sekali lagi, saya lupa dengan tanggal pengumuman hasil ujian karena begitu banyaknya kesibukan. Waktu saya sampai di kampus, saya berlari ke tempat sekretaris profesor dan dia berkata, “Selamat, Tuan Chang!” Selamat? Mengapa dia memberi selamat kepada saya? Biasanya orang memberi selamat kepada Anda jika Anda bertunangan atau menikah. Dia berkata, “Hasil ujian Anda sangat bagus!” Saya membatin, bagaimana bisa saya mendapat hasil sangat bagus padahal saya tidak belajar sama sekali? Hasil ujian pertengahan biasanya hanya berupa pengumuman ‘lulus’ atau ‘gagal’; angka hasil ujian tidak diumumkan. Dia melanjutkan, “Nilai ujian Anda begitu tinggi sehingga saya perlu memberitahukan Anda apa adanya. Hasil semacam ini sangat jarang terjadi di London University! Anda mendapat nilai 94%!” London University sangat ketat dalam memberikan nilai. Jika ada seorang mahasiswa yang meraih penghargaan kelas satu, nama mahasiswa itu bisa terkenal di koran-koran. Saat dia masih berbicara, saya merasa ini semua sangat ajaib! Namun saya tidak berani tertawa atau berbicara saat itu.
Kemudian profesor saya juga memberi selamat kepada saya ketika kami bertemu. Dia berkata, “Saya harap Anda datang ke kantor saya. Saya ingin memberi Anda hadiah. Melihat hasil ujian Anda, saya rasa Anda akan membuang-buang waktu jika harus kuliah sampai dua tahun. Anda harus bisa lulus dalam setahun.” Ini berarti saya tidak punya kesempatan untuk menikmati kuliah lebih lama; saya harus lulus dalam satu tahun. Apa keuntungannya? Saya dapat menghemat biaya kuliah. Kerugiannya adalah bahwa saya harus menanggung beban pendidikan yang lebih berat karena sisa dua tahun yang ada harus saya habiskan dalam setahun. Hal ini akan sangat berat bagi saya.
Lalu sebuah gereja Tionghoa mengundang saya untuk berkhotbah di hari raya Paskah. Saya membatin, “Sebentar lagi ujian akhir dan saya diundang berkhotbah. Mana yang harus diutamakan? Di mana letak beban tanggung jawab yang utama?” Saya merenungkan urusan ini dan memutuskan, “Baiklah, kalau harus mengorbankan gelar tidak jadi masalah! Saya akan terima undangan untuk berkhotbah, karena Yesus berkata, ‘Carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya akan ditambahkan kepadamu.’ Saya akan utamakan melayani Allah dahulu dan kepentingan saya belakangan.” Saya harus mempersiapkan diri dengan baik untuk menyusun bahan khotbah, dan setelah selesai Paskah, hanya tersisa beberapa minggu saja untuk bersiap menghadapi ujian akhir.” Saya serahkan semuanya ke dalam tangan Tuhan. Setelah selesai ujian akhir, saya mengira bahwa hasilnya akan sangat buruk. Ya sudah! Tamat sudah riwayat saya! Saya bercerita kepada para saudara seiman bahwa mungkin saya akan gagal kuliah. Ketika hasil ujian diumumkan, bukan saja saya dinyatakan lulus, tetapi hasil ujiannya juga meraih penghargaan!
Semua ini berkat kasih karunia Allah. Saya sampaikan sejujurnya, semua ini tak dapat saya lakukan dengan kemampuan saya sendiri. Bagaimana mungkin saya menjalani ujian akhir, sekalipun saya mengerahkan segenap kemampuan saya, jika bahan ujiannya tidak saya pelajari terlebih dahulu? Apakah ini mungkin? Tentu saja, saya tidak sedang menganjurkan Anda untuk menjadi malas. Tidak. Anda tidak bisa berkata kepada Allah, “Tuhan, maafkan aku belum belajar. Tolonglah supaya aku bisa lulus ujian.” Hal ini tidak akan dikabulkan. Yang ingin saya sampaikan adalah, di dalam melayani Tuhan, kadang-kadang kita harus siap berkorban buat Dia, misalnya mengorbankan waktu belajar. Anda harus melihat bagaimana Allah memimpin Anda. Bukan berarti Anda harus meniru apa yang saya lakukan. Yang saya maksudkan adalah bahwa kita harus meletakkan kemuliaan Allah di atas segalanya, dan kita akan mengalami kuasa Allah.
Prinsip 2: Kasih Karunia Allah yang berkelimpahan
Rasul Paulus memberitahu kita prinsip kedua dari hal menghasilkan buah di Roma 11:17.
Karena itu apabila beberapa cabang telah dipatahkan dan kamu sebagai tunas liar telah dicangkokkan di antaranya dan turut mendapat bagian dalam akar pohon zaitun yang penuh getah.
“Akar pohon zaitun yang penuh getah” bukan sekadar mengungkapkan bahwa kita bergantung sepenuhnya pada kasih karunia Allah untuk menjalani hidup, tetapi kasih karunia itu sendiri tersedia secara berkelimpahan! Apakah hal yang disampaikan oleh Paulus melalui gambaran ini? Di Yohanes 10:10, Yesus juga menyampaikan hal yang sama: “Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.” Bukankah ini hal yang indah? Sudahkah Anda merasakan kelimpahan hidup di dalam kehidupan Anda? Atau Anda hanya merasa sekadar bertahan hidup saja? Anda sekadar ada, Anda tidak merasa hidup, karena Anda menjalani kehidupan dalam kepalsuan. Seekor anjing juga memiliki kehidupan; apakah kehidupan Anda sama dengan kehidupan anjing? Mengapa begitu banyak orang Kristen yang menjalani kehidupan rohani dalam kepalsuan? Kita tidak mengalami kemuliaan dan kelimpahan Allah dari akar, seperti dikatakan oleh Paulus. Jika Anda dicangkokkan ke dalam Kristus, Anda dapat memperoleh kehidupan Allah – suatu kehiduan yang berkelimpahan – dari Dia. Anda dapat menikmati kuasa dan kelimpahan yang bersumber dari hidupnya.
Saya sangat berharap bahwa melalui KKR ini Anda akan sampai pada kehidupan yang berkelimpahan dan penuh buah. Anda akan meninggalkan jenis kehidupan yang dicekam kemiskinan padang gurun dan masuk ke tanah perjanjian yang penuh madu dan susu, tanah yang diberikan kepada kita untuk ditinggali dengan segenap kekayaan rohaninya di dalam Kristus.
Prinsip 3: Allah Penopang kita
Poin yang ketiga terdapat di Roma 11:8, ayat berikutnya. “Janganlah kamu bermegah,” demikian kata Paulus, “terhadap cabang-cabang itu! Jikalau kamu bermegah, ingatlah, bahwa bukan kamu yang menopang akar itu, melainkan akar itu yang menopang kamu.” Harap diperhatikan, “Akar itu yang menopang kamu.” Dari manakah kelimpahan hidup kita berasal? Dari kemahakuasaan Allah. Dia menopang kita detik demi detik. Pernahkah Anda mengalami kuasa semacam ini menopang Anda? Sungguh luar biasa, ajaib, sangat indah untuk dialami, kuasa yang menopang kita setiap hari itu.
Ranting, sebagaimana yang sudah kita lihat di ayat sebelumnya, menerima segala sesuatu dan kelimpahan dari akar. Jika kita hidup berdasarkan kasih karunia, maka kita tidak punya alasan untuk bermegah. Saya tak punya sesuatu hal yang layak untuk dibanggakan. Saya berhutang segalanya kepada Dia.” Sebagian orang berbicara seolah-olah Allah berhutang kepada mereka. Saya pernah bertemu dengan orang-orang yang berkata, “Oh, sudah banyak hal yang saya kerjakan buat Allah. Saya sudah korbankan hidup saya selama 30 tahun buat Dia. Saya sudah meninggalkan pekerjaan saya, profesi, bisnis…” dan sementara Anda menyimak ucapannya, Anda mungkin bertanya-tanya apa yang dapat diperbuat oleh Tuhan tanpa orang ini? Apa yang bisa dilakukan oleh Allah tanpa dukungan finansial mereka? Mereka sudah memberi dukungan finansial yang luar biasa berikut waktu dan tenaga mereka, sehingga Allah akan terjerat kemiskinan tanpa adanya orang-orang Kristen yang “mulia” ini! Mereka mengira bahwa ada banyak hal yang dapat mereka banggakan. Malahan, ketika saya berbicara dengan salah satu “saudara seiman” macam ini di Inggris, dia begitu dipenuhi oleh kebanggaan pribadi, dan saya heran apakah dia sama sekali tidak tahu apa artinya menjadi ranting. Saudara yang miskin ini (saya perlu menyebut dia miskin, bukan secara finansial karena dia memiliki banyak rumah di Inggris, melainkan secara rohani) berjuang sangat gigih selama bertahun-tahun untuk bekerja buat Allah di Inggris, tetapi sama sekali tidak berbuah. Dia tidak dapat berbuat apa-apa. Bahkan semua hasil jerih payahnya di bidang pelayanan hancur lebur. Pekerjaan itu tidak dapat bertahan karena tidak dibangun dengan kuasa Roh Kudus dari Allah.
Saya sampaikan hal ini kepada para hamba Tuhan. Ingatlah: bukan Anda yang menopang akar; akar itulah yang menopang Anda. Bukan ranting yang memberi makan pokok anggur, pokok anggurlah yang memberi makan ranting-ranting.
Mari kita pelajari kata ‘menopang’. Ini adalah kata yang menarik. Ingatlah bahwa pokok anggur itu menopang kita terus menerus, setiap hari dan setiap saat, entah kita menyadarinya atau tidak. Saya ingin menggambarkannya sebagai berikut. Tangan saya terhubung dengan badan saya, dan tangan ini menerima semua kekuatan, nutrisi berikut segala kemampuannya dari tubuh. Akan tetapi tangan ini tidak menyadari hal tersebut. Saya tidak memperhatikan tangan saya. Perhatian saya terarah ke tangan saya hanya saat ia gagal menjalankan fungsinya. Selama ia menjalankan fungsinya dengan baik, saya tidak begitu memperhatikan tangan saya. Jika Anda mencoba mengangkat tangan Anda, dan ia tidak dapat bergerak, Anda akan sadar bahwa Anda sedang menghadapi masalah. Dengan demikian, orang Kristen sejati adalah orang yang secara terus menerus memiliki hubungan yang hidup dengan Allah di dalam Kristus sedemikian rupa sehingga, di sebagian besar waktunya, dia sendiri tidak menyadari hal itu. Akan tetapi dia menunjukkan hasil kepada orang lain yang menyadari akan manfaat keberadaannya, dari kehidupannya yang menyiarkan kemuliaan Allah. Akan tetapi dia sendiri tidak menyadarinya.
Mengapa saya menekankan hal ini? Sekali lagi, ini untuk menyingkirkan semua alasan untuk menyombongkan diri. Orang yang memberi kepada orang lain tidak perlu mengingat bahwa dia sudah memberi. Di hari minggu, seseorang mungkin akan berkata kepada dia, “Bukankah kamu sudah memberi kepada saya ini kemarin?” Dia tidak ingat. Entah berupa uang, waktu, perhatian atau apapun itu, dia memberi karena sudah menjadi wataknya untuk selalu memberi. Dia tidak dapat menahan dorongan untuk terus menghasilkan buah karena dia berdiam di dalam kelimpahan pokok anggur. Oleh karenanya, dia bahkan tidak mengingat apakah dia sudah memberi atau hal apa yang dia berikan. Dia bahkan tidak berminat untuk mengingatnya. Dengan demikian, dia menggenapi ajaran Yesus – tangan kanan tidak perlu tahu apa yang diberikan oleh tangan kiri. Sudah menjadi wataknya untuk memberi.
Allah adalah penopang kita. Bahkan kekuatan jasmani saya berasal dari Dia. Seringkali saya merasa letih dan lesu secara jasmani. Tampaknya seperti mustahil bagi saya untuk melanjutkan. Tuhan menopang kebutuhan fisik kita juga. Dalam suatu peristiwa, saya mengalami kelelahan saat baru tiba untuk berkhotbah dalam sebuah KKR di suatu tempat bernama London, di Ontario. Saya harus berkhotbah pada malam hari, tetapi saya mengalami kelelahan luar biasa di pagi hari itu, bahkan ketika bangkit dari tempat tidur, saya terjatuh lagi ke tempat tidur karena kaki saya tak kuat berdiri. Seluruh panitia menjadi cemas karena acara KKR itu sudah dipromosikan. Banyak orang sudah datang dan panitia kuatir jika saya tak mampu hadir di acara KKR itu.
Saya mencoba lagi untuk bangkit berdiri, tetapi usaha saya sia-sia. Tak ada tenaga untuk bangkit berdiri. Seluruh panitia menggerombol di depan pintu kamar, mengamati saya dan menjadi cemas, “Apa yang harus kami lakukan?” Akan tetapi saya tidak kuatir. Saya berkata kepada mereka, “Berdoalah kepada Tuhan. Carilah Dia. Karena Dia sudah menyuruh saya untuk berkhotbah di dalam KKR ini, berarti saya harus hadir, bukankah begitu?” Pada malam harinya, kuasa Tuhan menguatkan saya secara harafiah untuk bisa bangkit berdiri. Saya lewati malam itu dengan kekuatan dan energi yang membuat panitia terkejut. Mereka tidak dapat mempercayai apa yang mereka lihat saat itu. Saat saya berkhotbah, saya berkhotbah dengan semangat dan kekuatan yang membuat mereka memandangi saya dengan heran. Setelah itu mereka berkata, “Kami belum pernah melihat hal semacam ini sebelumnya! Orang yang di pagi harinya bahkan tak mampu untuk bangkit berdiri, pada malam harinya dapat menyampaikan khotbah dengan semangat seperti itu dalam ibadah dan masih melanjutkan dengan memberi konseling selama beberapa jam sesudahnya.”
Prinsip 4: Hubungan yang terus menerus
Mari kita masuk ke poin yang terkhir. Seperti yang sudah saya singgung tadi, pokok anggur selalu dalam keadaan terhubung dengan cabang-cabangnya. Dan hubungan ini bukanlah peristiwa temporer, bukan kejadian sporadis, melainkan hal yang konstan. Dalam keadaan terhubung, getah dari pokok anggur akan selalu mengalir ke dalam cabang-cabangnya, dan sebaliknya. Ini melambangkan sebuah komunikasi timbal-balik yang terus-menerus.
Saya akan berikan sebuah ilustrasi mengenai pokok ini sebelum kita akhiri. Ini adalah peristiwa yang belum lama terjadi. Peristiwa ini menggambarkan bagaimana Roh Allah bekerja melalui persekutuan yang konstan. Saat Anda sedang berkendaraan, sedang berjalan, dan di dalam kegiatan itu Anda selalu terhubung dengan Allah, baik secara sadar maupun tidak. Dan jika Anda terus melakukannya, maka hal itu akan menjadi suatu kebiasaan bagi Anda, dan Anda dapat selalu berada dalam kondisi terhubung tanpa harus melakukannya secara sadar. Jika sudah terbiasa, maka Tuhan dapat membuat Anda menghasilkan banyak buah melalui berbagai cara yang tidak terduga.
Beberapa bulan yang lalu, saya sedang mengendarai mobil menuju Toronto untuk mengikuti suatu ibadah dan cuaca saat itu sangat buruk; sangat sulit memperhatikan jalan karena tertutup kabut. Sekalipun saya harus berkonsentrasi dalam mengendarai mobil tersebut, saya tetap dalam kondisi terhubung dengan Tuhan. Saya mengarahkan pikiran saya ke atas di saat menyetir mobil, dan saya menyetir sambil menikmati kebersamaan yang indah dengan Tuhan. Lalu Dia memimpin saya untuk berdoa bagi seorang saudara seiman di gereja, yang sedang mengalami gangguan mental. Tadinya dia adalah seorang mahasiswa yang berprestasi. Awalnya dia belajar di fakultas teknik dan meraih hasil istimewa di sana. Lalu dia kehilangan minat dengan bidang kuliahnya, memutuskan untuk keluar dan belajar psikologi karena dia berminat mempelajari perilaku manusia. Akan tetapi, setelah setahun di fakultas psikologi, dia juga kehilangan minatnya. Menurut dia, bidang psikologi terlalu teoritis dan tidak praktis. Lalu dia keluar dan memilih bidang biokimia, dan di sini dia juga menunjukkan prestasi luar biasa. Dia selalu mampu menguasai bidang ilmu yang dia pelajari, dan akibatnya dia menjadi arogan. Dia hanya ingin berada di atas dan tidak mau merendah; dia sangat percaya diri dan meremehkan orang lain.
Jadi Allah perlu menangani dia dengan merendahkan dia. Dia mengalami keambrukan mental, hal yang tidak mau dia ceritakan ke orang lain; dan kegemilangannya sebagai mahasiswa berprestasi hancur berantakan. Akan tetapi dia masih mampu menyelesaikan kuliahnya di bidang biokimia setelah menjalani perawatan. Sayangnya, dia tidak dapat mencari pekerjaan. Dia datang ke gereja setelah sekian tahun tersiksa. Dia berperilaku agak aneh; rambutnya jatuh menutupi wajah, dan pandangan matanya terlihat aneh. Jemaat gereja merasakan keanehannya; kita semua ingin menolongnya tetapi mengalami kesulitan. Setiap kali dia meminta waktu untuk berbicara dengan saya, saya akan menyanggupinya dan kami berbicara di dalam gereja. Yang dia lakukan biasanya sekadar duduk di lantai, kadang bergulingan di sana, dan berkata, “Tolonglah saya! Tolonglah saya!” Saya menyaksikan bagaimana Allah merendahkan seseorang. Hal ini menggambarkan poin yang sudah saya sebutkan sebelumnya. Dia meninggikan dirinya; dia sangat sombong karena mampu menguasai semua bidang pendidikan yang dia jalani. Namun sekarang, saya menyaksikan dia terbaring di lantai memohon pertolongan. Pada hari itu, kami tidak mampu menolongnya karena sikap hatinya masih salah.
Demikianlah, seperti yang saya sampaikan tadi, saya sedang mengendarai mobil ke Toronto sambil menikmati persekutuan dengan Allah, dan memikirkan bagaimana cara menolong orang ini? Kemudian Tuhan berkata, “Berdoalah buat orang itu sekarang.” Dan saya menyahut, “Bagaimana cara berdoa buat dia?” Saya merenungkan sesaat dan kemudian saya berkata, “Ya Tuhan, pada saat ini, saya mohon di dalam namamu untuk menyelamatkan orang ini dari kondisinya.” Demikianlah, dengan iman saya mendoakan dia.
Setelah saya sampai di Toronto, kegiatan di sana begitu padat dan saya tidak punya waktu lagi untuk memikirkan dia. Beberapa hari kemudian, di suatu pagi, saya mendengar suaranya memanggil saya, “Pastor Chang! Pastor Chang!” dan suara itu membangunkan saya dari tidur. Ada semacam kekuatan rohani di dalam suaranya, dari situ saya menyadari bahwa Allah sudah mengerjakan perkara yang ajaib dalam hatinya; Allah sudah menyelamatkan dia. Allah memberitahu saya melalui kejadian tersebut bahwa Dia sudah melakukan karya ajaib-Nya untuk menyelamatkan orang ini.
Ketika saya sampai di Montreal di hari berikutnya, dan begitu sampai di depan pintu, hal pertama yang disampaikan oleh istri saya adalah bahwa orang tersebut sempat menelepon untuk mencari saya. Saya berkata bahwa saya tahu hal apa yang ingin dia ceritakan. Saya tahu bahwa Allah sudah mengerjakan karya perubahan yang ajaib di dalam kehidupan orang tersebut. Dia sudah menyerahkan dirinya kepada Tuhan. Istri saya terkejut melihat bahwa saya mengetahui hal tersebut tanpa bertemu dengan orang itu. Lalu saya menelepon dia dan hal pertama yang dia ceritakan adalah, “Saya sudah serahkan hidup saya kepada Tuhan.” Saya berkata, “Saya tahu. Allah sudah memberitahu saya.” Tahukah Anda mengapa Allah memberi saya penglihatan tersebut? Karena saya mengenal benar orang itu, akan sulit bagi saya untuk mempercayai dia kalau mendengar berita ini dari dia saja. Tuhan perlu memakai cara ini untuk memberi penegasan buat saya: “Inilah hasil karya-Ku. Dia menceritakan semua itu secara jujur. Aku memimpinmu untuk bersyafaat buat dia dan Aku sudah menyelamatkan dia.”
Baru-baru ini dia dibaptis. Segenap hidupnya sudah berubah. Hal yang ajaib adalah gangguan mentalnya telah hilang. Dia sekarang mampu tersenyum, padahal dia biasanya tidak pernah tersenyum; kemuliaan Allah juga sudah mulai terlihat dalam dirinya. Sungguh ajaib karya Allah! Inilah contoh menghasilkan buah melalui persekutuan dengan Allah, melalui doa syafaat, melalui kesaksian, melalui kehidupan yang memuliakan Allah.