Pastor Eric Chang | Matius 6:9 |


SEBUAH MODEL DOA

Doa Bapa Kami sering dipakai untuk berdoa, tetapi apakah kita memahami artinya? Seringkali kita mengucapkan kata-katanya tanpa memahami apa yang sedang kita diucapkan. Dituliskan di Matius 6:9 “Karena itu berdoalah demikian“, perhatikan bahwa tidak dikatakan Anda perlu mendoakan kata-kata tersebut, tetapi “Berdoalah demikian“. Dengan kata lain, ini merupakan model sebuah doa. Bukan berarti kita perlu mengulang-ulanginya setiap kali kita berdoa tanpa menghayati artinya. Tentu saja tidak salah kalau kita mengulanginya. Namun, doa ini bukanlah semata-mata untuk diulang-ulangi tanpa sesungguhnya memahami apa yang mau disampaikannya.

Mari kita melihat sekali lagi pada doa ini. 

Bapa kami yang di surga, Dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga. Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami; dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat. (Matius 6:9-13)

Di dalam naskah asli, doa ini berhenti di “lepaskanlah kami dari pada yang jahat”. Bagian “Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya, Amin” ditambahkan belakangan karena dirasakan bahwa doa itu tidak lengkap. 


KESADARAN AKAN HADIRAT ALLAH SANGAT PENTING DALAM DOA

Saat kita datang kepada Allah dalam doa, terdapat dua hal yang amat penting. Pertama adalah hadirat Allah. Ini berarti, kita perlu sadar akan kehadiran Allah. Tidak ada gunanya berbicara dengan seorang yang ternyata tidak ada. Saya berbicara dengan seorang saudara beberapa hari yang lalu tentang merekamkan pembicaraan kita sendiri ke dalam pita rekaman. Bagi saya, ini hal yang sangat sulit. Saya tidak terbiasa berbicara kepada sebuah alat perekam suara dan coba membayangkan bahwa perekam suara ini adalah teman saya atau saudara saya. Tidak kira bagaimana saya menatap alat perekam suara itu, ia tidak kelihatan seperti saudara saya. Karena itu, saya merasa agak janggal saat berbicara kepada alat ini. Barangkali ada orang yang imajinasinya lebih baik, tetapi bagi saya sangat sulit. Saya pernah, dari waktu ke waktu, mengirim pesan melalui pita rekaman karena cara ini jauh lebih cepat daripada menulis surat, dan saya mendapati bahwa saya dapat berbicara jauh lebih banyak. Namun, saya mendapati ketika saya berbicara kepada alat perekam suara, suara saya terdengar monoton. Sepertinya saya sedang berbicara kepada diri sendiri karena saya tidak merasakan hadirnya orang lain di situ, dan memang tidak ada yang hadir di situ! Itulah kenyataannya. Itulah masalahnya bagi banyak orang ketika mereka berdoa.

Persoalan dalam doa adalah kita seringkali tidak sadar akan hadirat Allah. Ini menyebabkan kita tidak mempunyai keinginan untuk berdoa karena siapa ingin berbicara kepada tembok? Siapa mau berbicara pada tempat tidur (jika Anda berdoa dengan berlutut di samping tempat tidur), atau berbicara kepada kursi (jika Anda berlutut di samping kursi)? Doa bukanlah semata-mata suatu latihan mental atau suatu latihan spiritual. Doa adalah berbicara kepada Allah, atau lebih tepatnya berbicara dengan Allah.

Kurangnya pengertian akan hadirat Allah merupakan pokok yang ditangani oleh Yesus di sini. Aransemen (susunan) Khotbah di atas Bukit ini sangatlah indah. Semuanya disusun dalam proporsi yang sempurna dan indah. Alasan mengapa kita tidak menyadari hadirat Allah adalah karena kurangnya pengertian dan wawasan rohani. Ada semacam kebutaan rohani yang menimpa orang-orang Kristen. 


1) Kehadiran Allah Dapat Ditemukan Di Mana-mana

Di Mazmur 139 dikatakan bahwa Allah dapat ditemukan di mana-mana. Pemazmur berkata bahwa tidak ada suatu tempat pun di mana hadirat Allah tidak dapat ditemukan. Allah secara mutlak berada di mana-mana! Ia berada di surga, tetapi jika Anda turun ke dunia orang mati, Anda tidak dapat luput dari Dia. Banyak orang berpikir mereka dapat luput dengan membunuh diri. Membunuh diri tidak menuntaskan masalah sama sekali. Anda tidak dapat melarikan diri dari hadirat Allah melalui bunuh diri atau dengan cara apa pun. Tidak ada cara untuk melepaskan diri dari hadirat Allah. Allah dapat ditemukan di mana-mana!

Hal ini merupakan sesuatu yang sudah kita ketahui, tetapi kita tidak menghargai arti dari kebenaran ini secara mendalam. Kita berkata, “Oh ya, Allah ada di mana-mana.” Akan tetapi, pikirkan sejenak apa artinya ini. Allah ada di mana-mana, pada setiap waktu, Ia tahu persis apa saja yang perlu diketahui tentang Anda dan tidaklah mungkin Anda dapat luput dari hadirat-Nya. Pikirkan hal-hal ini ketika Anda berdoa.

Setelah Adam dan Hawa berbuat dosa, mereka menyembunyikan diri. Mereka tidak terlalu pintar, bukan? Menyembunyikan diri dari Allah dalam semak duri? Tidaklah mungkin Anda dapat menyembunyikan diri dari Allah, meskipun Anda menggali sebuah lubang besar dan masuk ke tengah bumi atau mencari gua di padang gurun yang terpencil untuk menyembunyikan diri. Tidak ada caranya Anda dapat menyembunyikan diri dari Allah. Allah ada di mana-mana! Kitalah yang menyembunyikan diri dari Allah, kitalah yang menjauhi hadirat-Nya. Kitalah yang berusaha untuk menyembunyikan diri, tetapi semuanya itu sia-sia.  Ingatlah poin yang pertama ini: hadirat Allah tidak dapat dihindari. Anda tidak perlu mencarinya. Anda tidak dapat melarikan diri dari hadirat-Nya. Inilah ajaran Alkitab. 


2) Allah Hadir Di Dalam Kita

Poin yang kedua adalah: apabila kita menjadi seorang Kristen, persoalan tentang apakah Allah hadir atau tidak menjadi lebih tidak berarti lagi karena sekarang Roh Allah hidup di dalam diri kita. Roh Kudus datang dan tinggal di dalam kita. Seluruh Perjanjian Baru memberitahu kita bahwa Roh Kudus sekarang diam di dalam kita dan kita telah menjadi bait Allah. Apakah bait Allah? Jika Roh Kudus tidak diam di dalam kita, kita bukan bait Allah. Namun, Paulus memberitahu kita dalam suratnya kepada jemaat Korintus bahwa tubuh kita (di 1Kor 6 dan 1Kor 3) adalah bait Roh Kudus. Allah diam di dalam kita! Betapa mudahnya berhubungan dengan Allah apabila Anda menyadari kebenaran ini. Renungkan dengan mendalam akan kenyataan bahwa Allah diam di dalam tubuh kita yang hina ini. Kata Paulus, kami mempunyai harta di dalam bejana tanah liat ini (2Kor 4:7). Allah tinggal di dalam diri saya. Ini merupakan satu kenyataan yang luar biasa. Hidup dengan kesadaran bahwa Allah diam di dalam saya, ini merupakan suatu realitas yang menjadi menara kekuatan bagi saya. Di dalam bejana tanah liat ini, Allah tinggal di dalam diri saya. Pikirkan hal ini sekali-sekali. Jangan mengambil kebenaran spiritual yang begitu besar, dan hanya berkata, “Ya! Ya!”. Renungkan secara saksama hal itu. Di sinilah letaknya perbedaan antara orang Kristen yang bersubstansi dan orang Kristen yang dangkal. Orang Kristen yang dangkal adalah tipe orang Kristen yang berkata ‘ya’ pada segala sesuatu. Orang Kristen yang bersubstansi merenungkan segala sesuatu dengan mendalam, mempertimbangkan apa artinya, mengerjakan implikasinya – bahwa Allah diam di dalam dirinya. Jadi, poin yang kedua menjelaskan ajaran Firman Tuhan bahwa Allah hadir di dalam kita. 


3) Allah Hadir Secara Khusus Di Dalam Jemaat

Poin yang ketiga menangani hadirat Allah yang khusus. Ia tinggal di dalam kita semua, itu memang benar, tetapi Ia tinggal di dalam kita khususnya di tengah-tengah jemaat-Nya. Inilah hadirat Allah yang khusus. Allah ada di mana-mana, ya, tetapi Ia hadir secara khusus di dalam kita dan Ia juga hadir secara khusus di dalam jemaat. Di Israel, Allah ada di mana-mana, tetapi Ia hadir secara khusus di Bait Suci. Di situlah bangsa Israel pergi untuk mencari wajah Allah. Tidak ada artinya berkata, “Nah, Allah ada di mana-mana, jadi mengapa aku harus menyusahkan diri pergi ke Bait Suci?” Bangsa Israel menyusahkan diri pergi ke Bait Suci karena kehadiran Allah yang khusus ada di dalam Bait Suci.

Anda mungkin berkata, “Allah ada di mana-mana, jadi mengapa aku harus menyusahkan diri pergi ke gereja untuk berdoa? Allah hadir di mana-mana, maka Ia ada juga di rumahku.” Ya, Ia ada! Akan tetapi, hadirat-Nya yang khusus dapat ditemukan di dalam jemaat.

Itulah alasan mengapa adalah baik untuk mempunyai seorang teman doa. Berdoa seorang diri memang baik, tetapi mempunyai seorang mitra doa menjadikan doa jauh lebih efektif karena berkat Allah yang khusus, hadirat-Nya yang khusus menyertai. “Sebab di mana dua atau tiga sepakat meminta apapun juga,” Yesus berkata, “permintaan itu akan dikabulkan” (Mat 18:19). Anda akan mendapati di mana umat Allah berkumpul bersama, jauh lebih mudah untuk berdoa. Pernahkah Anda mengalaminya? Bukan karena Anda sadar akan kehadiran mereka, tetapi kehadiran mereka entah bagaimana memiliki suatu kuasa untuk membuat Anda lebih dekat dengan Allah. Saat Anda berdoa bersama mereka yang benar-benar mengasihi Tuhan, terdapat suatu hadirat yang khusus. Tidaklah mengherankan banyak kali di dalam perkumpulan umat Tuhan tiba-tiba terjadinya pencurahan Roh Kudus yang luar biasa.

Jadi, kita melihat bahwa dalam berdoa, kita harus tahu bahwa hadirat Allah ada bersama kita. Pada saat kita menyadari akan ketiga poin di atas, kita tahu bahwa hadirat Allah ada bersama kita. Meskipun kita seorang diri, berdasarkan dua poin yang pertama: bahwa Allah ada di mana-mana dan Allah diam di dalam kita, itu sudah cukup. Apabila Anda berdoa, Anda tahu bahwa Allah hadir di situ, dan Anda dapat berbicara dengan-Nya. Di atas semua itu, jika Anda mengalami kesulitan dalam berdoa, carilah saudara-saudara yang benar-benar mengasihi Tuhan, dan berkata, “Bisakah aku berdoa bersama kamu? Bisakah kita menghabiskan sedikit waktu bersekutu dan berdoa bersama?” Anda akan mendapati bahwa Anda akan diberkati secara dahsyat.


KONSEP KITA TENTANG ALLAH MEMPENGARUHI DOA KITA

Namun, masih ada persoalan yang kedua dalam doa, yaitu konsep kita akan Allah. Persoalannya tidak terbatas pada pengertian bahwa Allah hadir, tetapi bagaimana Allah berhubungan dengan saya? Sangat sulit untuk kita berbicara dengan orang yang tak dikenal. Sangat sulit untuk membuka hati Anda kepada seorang yang tidak kita kenal. Banyak hal yang tidak akan Anda bicarakan kepada seorang yang tidak Anda kenal. Dengan seorang yang tidak dikenali, Anda harus berkelakuan dengan cara yang sangat khusus; Anda memamerkan perilaku yang terbaik; Anda memberikan senyuman yang paling manis. Anda berbicara dengan cara yang tertentu. Namun, ketika Anda sampai di rumah, Anda bersantai dan melupakan semua tatakrama yang luaran itu. Anda lupa mengenakan senyuman yang manis itu, karena bagaimanapun juga, mereka semua adalah saudara-saudara Anda. Anda tinggal bersama mereka. Anda melihat mereka tiap hari. Anda tidak perlu berpura-pura.

Hal ini sangat menarik untuk diperhatikan: banyak orang Kristen apabila mereka datang pada Allah, mereka mengenakan perilaku yang terbaik. Mereka memberikan senyuman yang manis khusus untuk Allah. Mereka memakai nada suara yang agak tidak normal seolah-olah telinga Allah lebih terbiasa dengan suara yang lebih tinggi nadanya dan karena itu Anda berbicara dengan nada yang lebih tinggi ini agar didengar Allah. Ini menunjukkan betapa menggelikan situasinya apabila kita tidak mempunyai konsep Allah yang benar. Sangat melelahkan mendengar nada berbicara seperti ini, yang satu atau dua not lebih tinggi, dan juga melihat perilaku yang khusus itu. Apabila kita berdoa kepada Allah, kita sebenarnya sedang berbicara dengan siapa? Jika Anda memikirkan Dia sebagai semacam diktator, atau raja lalim, atau raja, atau presiden, atau apa saja, tidak mengherankan Anda berkelakuan seperti itu.

Dengan demikian, kita datang pada pesan yang ingin disampaikan oleh Yesus kepada kita dalam Doa Bapa Kami ini. Apa yang diajarkan dalam kalimat “Bapa kami” ini, adalah satu konsep tentang Allah yang sama sekali baru. Kita telah melihat bahwa seluruh Khotbah di atas Bukit membahas tentang manusia baru dan di sini Yesus sedang berkata, apabila Anda menjadi seorang murid, seluruh konsep Anda tentang Allah menjadi baru. Kita telah melihat bahwa ciptaan baru adalah seorang yang memiliki cara berpikir yang baru, dan di sini Yesus sedang mengajarkan cara berpikir yang baru tentang Allah. Cara berpikir yang lama tentang Allah harus ditiadakan.


KONSEP YANG SALAH TENTANG ALLAH HARUS DIHAPUSKAN!

Mungkin Anda memikirkan Allah seperti seorang guru sekolah yang galak, seorang kakek yang jahat, atau apa saja yang membuat Anda menjadi takut. Di sekolah Katolik dan Kristen, kami sering melihat Allah digambarkan berterbangan di awan sebagai seorang tua dengan jenggot yang sangat-sangat panjang yang menghilang dibawah awan. Anda bertanya-tanya, seberapa panjang jenggotnya itu? Nah, bagi kami anak-anak di sekolah Kristen, tentu saja kami memikirkan Allah berterbangan di langit dengan jenggot yang panjang, dan pertanyaannya adalah, “Nah, apakah Ia baik hati? Apakah Ia keras? Apakah Ia sabar? Apakah Ia…?” Pada umumnya, kami merasakan bahwa Ia kelihatan sangat keras dan Anda tidak boleh terlalu dekat kepada-Nya. Anda harus pergi ke Maria karena Maria begitu baik dan lembut. Jika Anda melihat patungnya, Anda dapat melihat bahwa ia sangat baik hati dan lemah lembut. Tangannya selalu tertutup seperti sedang berdoa. Wajahnya adalah wajah seorang perempuan muda. Jadi, ia muda dan hatinya lembut dan sabar dan baik hati. Allah terlihat galak dan menakutkan bagi saya yang baru berusia 6 atau 7 tahun. Jadi, kita pergi ke Maria dan berkata, “Bisa tolong bicara dengan Kakek?” Ia memang kelihatan seperti seorang kakek dan malah lebih dari kakek! Kakek saya bahkan tidak mempunyai jenggot seperti itu, jadi Ia jauh lebih mengesankan dari kakek.

Akan tetapi, Yesus sedang berkata bahwa saat Anda menjadi seorang murid, seluruh konsep Anda tentang Allah harus berubah secara radikal. Harus diubahkan secara total. Pemikiran tentang Allah seperti ini membuat kita tidak berani mendekati Dia dan kita harus mencari Maria untuk membantu kita membisikkan beberapa kata manis ke dalam telinga-Nya. Nah, mengapa Anda berdoa kepada Maria? Alasan Anda berdoa kepada Maria adalah karena Anda tidak berani mendekati Allah. Allah terlalu mengerikan untuk didekati!

Kita harus mengingat juga bahwa konsep tentang Allah yang seperti ini bukanlah hanya ciri khas umat Katolik. Saya yakin jika Anda mencermati banyak orang Protestan, Anda akan mendapati inilah juga caranya mereka berpikir tentang Allah, meskipun mereka tidak akan mengatakannya dengan cara yang sama. Jadi, kita membutuhkan suatu konsep yang baru, suatu pengertian yang baru akan Allah.

Yesus mengajar kita bahwa konsep kita tentang Allah perlu menjadi baru, dan tidak menganggap Allah seperti satu diktator yang harus ditakuti, atau di lain pihak, seperti seorang kakek yang boleh diambil kesempatan. Ketika saya masih muda, saya memikirkan kakek-kakek sebagai orang-orang yang sabar dan penuh kasih. Mereka memiliki kesabaran yang tak terbatas dengan cucu-cucu mereka, sedangkan orangtua kita, tampaknya begitu berbeda. Umpamanya ibu saya, adalah seorang yang sangat bersih dan rapi. Ah, rumahnya begitu rapi dan tak berdebu. Lantainya berkilap! Mejanya berkilau! Segala sesuatu harus tak bernoda! Jika saya berani meninggalkan sidik jari di atas kaca meja, astaga, saya benar-benar berada dalam masalah besar. Namun, ketika anak perempuan saya, cucunya pergi ke rumahnya dan meninggalkan sidik jari di mana-mana dan membuat rumahnya berantakan, ibu saya sabarnya bukan main! Ibu saya berkata, “Tidak apa-apa! Tidak apa-apa!” Apabila kita memandang Allah, dan karena Ia mempunyai jenggot yang begitu panjang, Ia pasti lebih baik hati daripada seorang kakek. Oleh karena kakek-kakek semuanya begitu baik hati, maka Allah pasti sama seperti ‘sugar daddy’ dan kita bisa meminta darinya permen, meminta popcorn dan es-krim  dan apa saja. Kita harus menghindari kedua ekstrim pemikiran yang keliru tentang Allah ini.


YESUS MENGAJARKAN ALLAH SEBAGAI BAPA

Jadi, ingat, Yesus berkata, “Bapa”, bukan kakek. Ada perbedaan yang besar di sini. Pertama-tama, mari kita terlebih dulu perhatikan bahwa tidak ada ajaran dalam ajaran Yesus tentang ke-Bapaan Allah yang universal. Mari kita menghapuskan gagasan itu saat ini juga. Tidak ada ajaran dalam Firman Tuhan tentang ke-Bapaan yang universal, yang mana Allah adalah bapa kepada semua orang. Tidak ada ajaran seperti itu sama sekali. Terdapat beberapa kelompok, misalnya, penganut ajaran Universalisme, yang merupakan satu cabang Kekristenan, yang menganut ajaran yang palsu ini, ajaran palsu bahwa Allah adalah bapa kepada semua orang. Allah bukanlah bapa kepada semua orang. Yesus dengan jelas mengajarkan bahwa Allah bukan seorang bapa universal, tetapi Ia dapat menjadi “Bapa kita”. Inilah tujuannya Injil. Injil adalah Kabar Baik bahwa Anda dan saya, manusia biasa seperti kita, justru dapat menjadi anak-anak Allah. Ini merupakan sesuatu yang terlalu menakjubkan untuk dipikirkan.

Ada apa pada diri kita sehingga kita dapat menjadi anak-anak Allah? Ini benar-benar sesuatu yang sangat berharga. Kita tahu bahwa menjadi seorang Kristen bukanlah hanya untuk menghindari neraka. Itu bukan maksudnya menjadi seorang Kristen. Maksud Kabar Baik bukanlah hanya agar kita bisa luput dari neraka, tetapi supaya kita dapat menjadi anak-anak Allah. Kita telah melihat bagaimana di dalam hirarki surgawi, terdapat banyak pangkat yang berbeda-beda. Ada makhluk-makhluk rohani. Ada malaikat-malaikat. Ada penghulu-penghulu malaikat. Ada 4 makhluk yang aneh yang tidak ada namanya; yang tidak dapat digambarkan, seperti yang kita baca dalam kitab Wahyu dan Yehezkiel, mahkluk-mahkluk yang aneh yang tampaknya lebih tinggi kedudukannya dari malaikat-malaikat, bahkan penghulu-penghulu malaikat, karena merekalah yang paling dekat dengan Allah. Namun, hal yang paling menakjubkan tentang Injil adalah ini: Allah mengangkat kita dari bagian ciptaan yang paling hina menjadi yang paling tinggi, dan menempatkan kita di tempat paling atas dalam seluruh hirarki ciptaan Allah dan menjadikan kita anak-anak-Nya!

Kita sering mendengar bahwa kita adalah anak-anak Allah, tetapi tahukah Anda apa artinya? Kita diangkat ke atas, ditempatkan di samping Allah. Seperti kata Paulus, kita diberikan tempat bersama-sama dengan Yesus Kristus, tepat di samping Allah. Anak-anak berada di sisi kanan Allah. Dia ingin kita berada dekat dengan-Nya. Oh, betapa indahnya, betapa mulianya. Coba renungkan hal ini! Janganlah menerima kebenaran rohani dengan cara yang dangkal, tetapi renungkan dengan mendalam sehingga hati Anda melimpah dengan ucapan syukur, bahwa Allah mengangkat kita ke tempat yang tertinggi. Benar-benar mengagumkan bahwa kita dapat ditempatkan di surga, bukan karena ada apa-apa dalam diri kita. Jangan seorang pun yang berpikir bahwa ia lebih baik daripada orang lain dalam dunia ini. Kebanyakan dari kita jauh lebih buruk, jauh lebih hina daripada kebanyakan orang di dalam dunia ini, tetapi Allah telah memilih apa yang lemah untuk memalukan apa yang kuat, yang hina, ditinggikan supaya anugerah-Nya dapat diperlihatkan.


SEORANG ANAK MEMILIKI JALAN MASUK KEPADA BAPANYA

Pada waktu kecil saya, bapa saya adalah seorang pejabat yang tinggi di Negeri China. Alhasil, saya duduk di tempat yang tinggi di sebelah menteri-menteri pemerintah; di sebelah jenderal, sebelah perdana menteri. Siapa saya? Seorang yang tak berarti! Saya hanya seorang anak kecil yang tidak akan dipandang siapa pun. Tidak ada yang akan memandang saya dua kali di jalan-jalan Shanghai atau Nanking atau di mana saja, tetapi karena siapa bapa saya, saya dapat menikmati semua ini, duduk di samping orang penting seperti Perdana Menteri. Saya masih ingat duduk di sisi kanan Wang Yang Wu, yang pada waktu itu adalah Wakil Perdana Menteri. Ia berada di samping kiri saya dan istrinya berada di sisi kanan saya. Saya dijepit diantara mereka berdua, dan mereka terus menumpukkan makanan ke dalam mangkuk saya, satu sumpit dari kanan dan satu lagi dari kiri dan saya bergumul untuk menghabiskan makanan dalam mangkuk saya. Saya tidak tahu apakah Anda pernah mendengar tentang Wang Yang Wu. Dialah yang menyusun kamus “Da Zidian” (Kamus besar), yang merupakan sebuah kontribusi yang besar. Ia sendiri berasal dari sebuah keluarga yang sangat miskin, tetapi melalui kerja keras dan kecerdasan yang luar biasa, ia mencapai kedudukan yang sangat tinggi. Bahkan sekarang, saya diberitahu bahwa ia masih hidup dan memegang jabatan yang tinggi di Taiwan. Jadi, sementara ia bercakap-cakap, ia menumpukkan makanan ke dalam mangkuk saya, tanpa menyadari bahwa istrinya juga sedang melakukan hal yang sama. Saya tidak dapat menghabiskan makanan saya. Di meja inilah, yang dikelilingi oleh 15 atau 16 orang, duduk seorang yang tak berarti, yaitu saya. Hak apa yang saya miliki untuk duduk satu meja bersama dengan orang-orang yang berkedudukan tinggi? Tidak ada sama sekali, kecuali karena siapa bapa saya.

Oleh karena itu, di dalam kerajaan Allah, kita juga tidak berarti. Namun, kita adalah sebagaimana kita ada karena anugerah Allah, Bapa kita, yang telah meninggikan kita untuk duduk di surga, bersama siapa? Bersama Abraham dan Isyak, bersama penghulu malaikat Mikhael dan Gabriel, bersama dengan empat mahkluk yang aneh yang kita baca di kitab Wahyu itu, makhluk-makhluk yang besar di surga. Pikirkan tentang hal ini. Anda dan saya yang kecil ini duduk bersama orang-orang ini, makhluk-makhluk rohani ini. Ini menjadikan kedudukan tinggi di dunia ini tidak berarti. Sekali-kali, pikirkanlah hal ini: penghargaan yang telah Allah berikan kepada kita untuk disebut sebagai anak-anak Allah. Hal ini membuat semua kemuliaan dunia tidak berarti. Ia telah meninggikan kita. Tahukah Anda apa artinya disebut sebagai anak Allah? Apabila Anda berjalan masuk ke dalam kerajaan Allah – anak-anak Allah! Ah, semua malaikat-malaikat dan makhluk-makhluk rohani memandang, wah! Inilah anak Allah! Inilah dia. Betapa besarnya belas kasihan Allah! Seperti kata Paulus, Ia telah memberkati kita dengan segala berkat rohani di dalam surga. Allah tidak mempertahankan apa-apa pun dari kita.

Kadang-kadang saya merasa sedih, hati saya menjadi lemah apabila ada yang berkata, “Oh, aku tidak dapat melakukan hal ini untuk Tuhan. Aku terlalu sibuk.” Saya berpikir, “Apa yang tidak Allah lakukan untuk Anda?” Apa yang telah Allah lakukan untuk Anda? Apakah Ia mempertahankan belas kasihan-Nya dari Anda dan Anda terlalu sibuk untuk Allah? Ketika Allah terlalu sibuk untuk Anda, saudara-saudara, maka tamatlah Anda. Anda benar-benar berada dalam masalah yang cukup besar. Ia tidak mempertahankan apa-apa dan kita ingin mempertahankan sesuatu? Kita merasa telah memberikan terlalu banyak kepada Allah. Boleh jadi sikap seperti ini membuktikan bahwa kita bukan anak-anak Allah, atau jika kita adalah anak-anak Allah, kita tidak tahu apa artinya. Kita bahkan tidak tahu berkat seperti apa yang telah dikaruniakan kepada kita. Jadi, kita dapat melihat bahwa menjadi seorang anak Allah merupakan penghargaan yang paling tinggi. Yesus berkata, “Apabila kamu menjadi murid-muridku, kamu menjadi seorang anak. Tahukah kamu apa artinya? Artinya, apabila kamu berdoa, berkatalah, ‘Bapa kami di surga.'”

Pikirkan jalan masuk (akses) yang kita miliki sebagai seorang anak. Pikirkan jalan masuk itu. Hak apa yang saya miliki untuk berjalan melewati semua pengawal, semua serdadu dan semua orang yang lain. Saya berjalan lurus ke kantor bapa saya. Orang lain tidak boleh masuk. Tidak, tidak! Tidak seorang pun boleh masuk. Mereka boleh masuk hanya jika ada temu janji yang khusus. Namun, saya – seorang yang tak berarti – tidak ada orang yang menegur, tidak ada yang menantang. Saya bisa berjalan ke dalam kantornya 20 kali sehari, kapan saja saya suka. Mengapa? Karena saya adalah anaknya! Itulah sebabnya. Saya bukan orang berkedudukan tinggi. Pada waktu itu, saya tidak berpendidikan. Saya hanya seorang anak kecil. Saya tidak pernah ke universitas, saya tidak ada ijazah untuk ditunjukkan, tetapi saya bisa berjalan ke dalam kantor, dan tidak seorang pun – tidak kira berapa banyak pengawal yang ada, tidak kira berapa banyak komandan dan petugas yang ada – tidak seorang pun dapat menghentikan saya. Dengan cara yang sama, kita mempunyai jalan masuk. Inilah maksudnya.

Itulah sebabnya saya berkata sangat indah aransemen (susunan) Doa Bapa Kami. Apabila Anda berdoa, bagaimana Anda berdoa? Anda berdoa sebagai seorang anak! Anda mempunyai jalan masuk. Tidak ada makhluk rohani di dunia ini yang dapat menghentikan Anda, dan berkata, “Kamu tidak boleh masuk ke dalam hadirat Allah.” Siapa bilang begitu? Saya seorang anak! Oleh anugerah Allah, saya seorang anak. Tidak, saya tidak bekerja untuk mendapatkannya! Siapa yang bekerja untuk menjadi seorang anak? Ada apa untuk dimegahkan? Akan tetapi, oleh belas kasihan Allah, saya adalah seorang anak! Tidak ada yang dapat menghentikan saya untuk masuk ke dalam hadirat-Nya. Apakah masalah Anda dalam doa? Di manakah masalahnya? Anda bisa masuk ke dalam ruang yang paling dalam. Seperti yang dikatakan dalam kitab Ibrani, “Kita sekarang penuh keberanian dapat masuk ke dalam tempat kudus.”


PERILAKU MEMBUKTIKAN APAKAH KITA ANAK-ANAK ALLAH ATAU BUKAN

Satu-satunya cara kita menjadi anak-anak Allah, adalah melalui kelahiran kembali. Bagaimana kita menjadi seorang anak? Melalui kelahiran – itulah caranya! ‘Dilahirkan kembali’ berarti Roh Kudus yang menjadikan kita anak. Ini bukan sesuatu yang dapat kita hasilkan.

Terdapat satu lagi hal yang harus kita perhatikan tentang seorang anak. Ajaran Firman Tuhan mengatakan bahwa seorang anak harus membuktikan dirinya melalui kehidupan dan perilakunya. Perilaku kita adalah bukti bahwa kita adalah anak. Bagaimana orang lain tahu bahwa kita adalah anak-anak Allah? Kita tidak mempunyai akte kelahiran untuk ditunjukkan. Dalam kenyataannya, dalam hikmat ajaran Tuhan, tidak ada bukti lain bahwa kita adalah anak-anak Allah selain perilaku kita, yaitu kita kelihatan seperti anak-anak Allah.

Ketika saya pergi bertemu dengan bapa saya, orang lain tahu bahwa saya adalah anaknya. Namun, bagaimana mereka tahu? Pasti ada cara tertentu untuk mengetahuinya. Saya tidak bisa hanya berkata, “Nah, aku ini anaknya.” Saya tidak bisa pergi ke kantor Mr. Trudeau [Mr. Trudeau adalah Perdana Menteri Kanada pada waktu itu] dan berkata, “Aku mau bertemu Mr. Trudeau karena aku anaknya.” Mereka akan berkata, “Apa? Kamu tidak kelihatan seperti dia!” Apa yang harus saya lakukan?  Pasti ada cara untuk memastikan. Di dalam hidup ini, satu-satunya bukti yang ada, yang telah diberikan kepada kita, adalah bukti dari kehidupan dan perilaku kita – yang serupa dengan Allah. Hal ini telah kita lihat di dalam pembahasan ajaran Yesus di Matius 5:44-45 yang berbunyi,

Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.  Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di surga…

Di sini Yesus tidak berkata bahwa dengan melakukan ini, kita menjadikan diri kita sebagai anak, tetapi bahwa hanya dengan cara ini kita memiliki bukti bahwa kita adalah anak. Kita tidak bekerja untuk menjadi anak, kita tidak bekerja untuk mendapatkan hidup yang kekal, tetapi kita harus memiliki bukti bahwa kita adalah anak. Ini sangat penting. Bila ada bukti bahwa Anda adalah anak, maka Anda boleh pergi ke mana saja. 

Namun, saat Anda berbuat dosa, Anda akan mendapati bahwa Anda bisa sepanjang hari mengeklaim bahwa Anda adalah anak Allah, tetapi apakah doa Anda dapat tembus kepada Allah? Apakah Allah menjawab doa Anda? Tidak akan berhasil. Di sini analogi kita tidak lagi berlaku. Meskipun saya telah menyakiti hati bapa kandung saya, orang lain masih menganggap saya sebagai anaknya. Saya masih mempunyai jalan masuk. Akan tetapi, Anda akan mendapati bahwa begitu Anda berbuat dosa, Anda akan mendapati entah mengapa ada satu penghambat. Banyak orang yang berbuat dosa akan berkata bahwa surga sepertinya sudah menjadi seperti kuningan dan bumi seperti besi. Aneh! Apa artinya? Apakah karena Allah tidak mau melihat Anda? Ia berkata, “Jika kamu mau bertobat dari dosa-dosamu, kamu boleh datang kepada-Ku kapan saja.” Ia tidak berkata Ia tidak mau melihat Anda lagi. Akan tetapi, entah bagaimana, tiba-tiba ada kuasa lain dapat campur tangan. Kuasa musuh dapat menghalangi. Anda telah memberi musuh sesuatu untuk menghalang Anda. Jika kita mau mendapat akses kepada Allah, bukti itu harus kita miliki setiap waktu. Ini tidak berarti bahwa jika Anda berdosa, Anda tidak dapat bertobat. Tentu saja, jika kita bertobat dari dosa-dosa kita, kita masih dapat kembali kepada Allah. Kita masih bisa meminta Tuhan menghapuskan penghambat itu. Penghambat itu bukanlah hanya sekadar bersifat psikologis. Anda akan mendapati ia merupakan penghambat yang nyata.

Orang Kristen yang hidup dalam dosa mendapati dirinya tidak dapat berdoa. Meskipun ia sangat rindu berdoa, pintu menuju Tuhan itu seolah-olah tertutup; doanya tidak dapat tembus. Bukan karena ia tidak ingin berdoa. Bukan karena ia tidak ingin berseru kepada Tuhan, tetapi jalannya tertutup, dan entah bagaimana kuasa-kuasa yang berada di luar kendalinya telah menutup pintu itu. Dengan kata lain, ia telah memberikan Iblis suatu kesempatan. Bukan Allah yang menutup pintu itu. Bukan malaikat yang menutup pintu itu, tapi Iblis yang datang dan menutup pintu itu. Tiba-tiba kita mendapati bahwa Iblis mempunyai otoritas untuk berbuat demikian, cukup mengherankan. Anda memberinya suatu akses. Kita akan melihat pokok ini dengan lebih rinci apabila kita membahas, “Janganlah membawa kami ke dalam pencobaan.” Jika Anda ingin berdoa, jika Anda ingin datang kepada Allah sebagai anak, Anda harus memastikan tidak ada dosa dalam kehidupan Anda. 

Dalam ajaran Yesus, status sebagai anak tidak boleh disalahgunakan. Status anak tidak boleh dianggap enteng. Poin ini harus dipahami dengan jelas. Jika Anda menyalahgunakan atau menganggap enteng status itu – ini bukan satu persoalan dogma untuk diperdebatkan; ini adalah sesuatu yang berhubungan dengan pengalaman – Anda akan mendapati bahwa Anda tidak akan mengalami hadirat Allah. Anda hanya bisa berseru dari jauh dan meminta agar Allah menghapuskan dosa Anda. Saya berbicara tentang dosa yang lebih serius. Saya tidak berbicara tentang dosa-dosa yang kecil. Saya berbicara tentang dosa-dosa yang serius yang dapat menghalang Anda dari Allah.

Terdapat perbedaan di antara seorang anak di dalam dunia dan seorang anak Allah di dalam kerajaan surga. Di dunia, karena Anda adalah seorang anak, Anda berpikir Anda bisa melakukan apa saja yang Anda suka dan tidak seorang pun berani mempersoalkan Anda dan menantang Anda. Sayang sekali, inilah kenyataannya di Negeri China. Menjadi anak seorang pejabat yang tinggi berarti Anda boleh melakukan apa saja yang Anda suka dan tidak seorang pun, tidak seorang pun, yang berani menantang Anda. Ada anak-anak pejabat yang melakukan apa saja yang mereka suka dan mereka melakukan segala bentuk kejahatan. Mereka boleh membunuh, mereka boleh memerkosa, dan tidak seorang pun dapat berbuat apa-apa. Mereka boleh masuk ke dalam restoran dan makan dan keluar tanpa membayar. Tidak ada yang berani berbuat apa-apa karena mereka takut akan keluarga orang-orang ini. Keluarga orang-orang ini seringkali diberikan satu lencana khusus, yang dimiliki oleh hanya sedikit orang. Anda hanya perlu mengenakan lencana itu dan tidak seorang pun yang berani menegur Anda. Anda boleh makan, Anda boleh masuk ke restoran, Anda boleh naik pesawat, naik keretapi, dan Anda tidak perlu membayar apa-apa karena tidak seorang pun berani meminta dari Anda satu sen pun. Anda cuma perlu menunjukkan lencana itu. Hanya sedikit lencana yang khusus seperti itu yang dibagikan.

Di dunia, seorang anak dapat menyalahgunakan hak istimewanya sebagai anak  – ia dapat berbuat dosa – dan tidak seorang pun berani berbuat apa-apa. Namun, di sinilah analogi kita berakhir karena di dalam kerajaan Allah, status Anda sebagai anak dikaitkan secara langsung dengan perilaku Anda. Pada saat perilaku Anda tidak sesuai dengan kedudukan Anda sebagai anak – tidak berarti Anda kehilangan status sebagai anak, tetapi Anda kehilangan hak-hak istimewa sebagai seorang anak.

Anda barangkali masih seorang anak, atau hanya anak dalam nama, tetapi semua hak-hak istimewa telah dicabut. Sebelum Anda bertobat, Anda tidak mempunyai hak sebagai seorang anak.  Anda tidak boleh berpikir, “Nah, aku boleh berdosa dan berbuat apa saja yang kusuka.” Anda tidak boleh berbuat seperti itu sama sekali. Saya ingin menggaris-bawahi poin ini karena begitu banyak orang Kristen yang tidak melihat hubungan antara perilaku dan doa. Doa dan perilaku tidak dapat dipisahkan – saya memohon kepada Anda untuk memahami hal ini dengan jelas – jika Anda hidup dalam dosa, tidaklah mungkin Anda dapat berdoa. Anda bisa berkata “Bapa kami” selama yang Anda suka, dan tidak ada apa-apa, sama sekali tidak ada apa-apa yang akan terjadi sebelum Anda bertobat dari dosa. Jadi tolong catatkan dengan saksama aspek yang penting dari ajaran Yesus ini. 


BAGAIMANA KITA MENJADI ANAK-ANAK ALLAH?

Setelah kita menyadari hal-hal ini, kita melihat bahwa hanya melalui kelahiran kembali dan oleh Roh Allah, kita dapat memanggil Allah sebagai “Bapa”. Tidak berarti Anda dapat memanggil “Bapa” hanya karena Anda kebetulan ingin memanggil Allah “Bapa” atau hanya karena Anda berpikir, “Nah, Yesus berkata, panggil “Bapa kami”, jadi aku berseru “Bapa kami”!” Yesus sedang berbicara kepada murid-muridnya.

Saya memanggil Allah sebagai “Bapa” hanya karena saya diajarkan “Doa Bapa Kami” di sekolah Katolik, sedangkan saya tidak mempunyai hak untuk memanggil-Nya “Bapa” sama sekali! Saya bukan anak-Nya. Kita hanya bisa memanggil Allah “Bapa kami” saat Roh Allah masuk ke dalam kehidupan kita. Ini berarti, kita menjadi anak-anak Allah hanya pada saat kita dengan secara total membuka kehidupan kita kepada Roh Kudus.

Sudahkah Anda membuka kehidupan Anda secara total kepada Roh Kudus? Maksud saya secara total! Allah tidak mau yang sebagian. Ia mau memiliki seluruh kehidupan Anda atau Ia tidak memiliki kehidupan Anda sama sekali. Allah tidak melakukan apa pun secara sebagian; Ia tidak menerima persembahan yang sebagian. Tidak ada persembahan yang setengah hati yang akan pernah diterima oleh-Nya. Jika Anda ingin menjadi seorang anak Allah dan mengalami berkat, hak istimewa dan tanggung jawab seorang anak, Anda harus membuka kehidupan Anda secara total kepada Allah.

Alasan mengapa banyak orang Kristen mendapati sulit untuk secara tulus mengatakan “Bapa kami” dalam doa adalah karena mereka belum secara total membuka kehidupan mereka kepada Allah. Mereka adalah orang Kristen yang 50%, 80% dan mereka tidak pernah mengalami sukacita sebagai seorang anak. Jika Anda ingin mengenal sukacita seorang anak, pastikan Anda menanyakan diri Anda sekarang, “Apakah aku terbuka secara total? Tuhan, apa aku secara jujur sudah membuka diri secara total?” Kalau tidak, Anda bisa memanggil “Bapa kami”, tidak seorang pun dapat menghentikan Anda, tetapi tidak ada apa-apa pun yang akan terjadi. Seorang bisa berkata kepada Mr. Trudeau, “Halo, Bapa.” Tidak ada undang-undang yang dapat menghalang Anda dan melarang Anda melakukan itu. Namun, masalahnya adalah, ia akan memandang Anda dan berkata, “Aku tidak pernah mengenal kamu. Siapa kamu?”

Jadi Anda harus membuka diri Anda secara total. Inilah yang dikatakan Paulus di Roma 8:15,

“kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: “ya Abba, ya Bapa!”

Ada perbedaan di antara memanggil “Bapa” dengan mulut Anda dan memanggilnya dari dalam hati.

Apabila Yesus berkata dalam Doa Bapa Kami, “Ketika kamu berdoa, katakanlah ‘Bapa kami’,” Ia tidak bermaksud, “Hanya katakan itu dengan mulut kamu.” Yang penting adalah, “Dapatkah Anda mengatakannya dari hati?” Pikirkan hal ini sekarang juga. Dapatkah Anda berkata, sementara Anda duduk di sana, mendengarkan Firman Tuhan, dapatkah Anda mengatakan dari lubuk hati Anda, “Bapa”?

Jika Anda dapat mengatakannya dari hati Anda, itu adalah karena Roh Kudus bekerja di dalam hati Anda, memampukan Anda untuk berbuat demikian. Paulus mengatakan hal ini pada dua kesempatan untuk memastikan kita tidak gagal melihat poin ini, yaitu, di Roma 8:15 dan Galatia 4:6:

“Roh Kudus bersaksi bersama-sama dengan roh kita bahwa kita adalah anak-anak Allah.”

Dari sinilah datangnya jaminan yang sejati. Jaminan yang sejati – jaminan yang alkitabiah, adalah jaminan dari Allah yang bersaksi di dalam diri kita, Roh Kudus bersaksi bersama-sama dengan kita, mengatakan, “Ya, Anda adalah anak Allah.” Saya pasti saya adalah anak Allah; saya tidak perlu menduga-duga. Saya memiliki kepastian bahwa saya adalah anak Allah karena saya memiliki kesaksian Roh Kudus di dalam batin saya. Jaminan saya tidak berdasarkan dugaan dan janji-janji eksternal.

Saya masih ingat beberapa tahun yang lalu ketika saya berada di Hong Kong, seorang bernama Andrew See berkhotbah di suatu pertemuan di mana ia mengilustrasikan kebenaran ini dengan kata-katanya sendiri. Ia menceritakan bahwa ada seorang wanita datang dan berkata kepadanya dan mengatakan bahwa ia tidak pasti apakah ia adalah anak Allah atau tidak, meskipun ia telah menyerahkan kehidupannya beberapa hari yang lalu kepada Allah. Jadi Andrew See berkata, “Nah, apa yang Anda doakan ketika Anda datang pada Allah?” Ia berkata, “Aku berdoa seperti ini: ‘Bapa…” Ia berkata, “Berhenti! Sudah cukup. Aku tidak perlu mendengar yang lainnya.” Kemudian wanita tersebut berkata, “Mengapa Anda menanyakan apa yang aku doakan?” “Karena aku ingin mendengar kata yang pertama. Saat kamu berkata, ‘Bapa’, apakah kamu mengatakannya dari lubuk hati kamu?” Ia menjawab, “Ya! Aku mengatakannya dari lubuk hati.” Kemudian Andrew See berkata, “Puji Tuhan! Kamu adalah anak Allah.” Mengapa ia mengatakan ini? Karena ia telah menangkap kebenaran yang baru kita lihat di Roma 8 dan Galatia 4 bahwa Roh Allahlah yang membolehkan Anda berkata dari dalam hati, “Bapa.” Ini berarti Anda telah menjadi seorang anak Allah. Anda telah membuka diri Anda secara total kepada-Nya. Inilah rahasia doa.

Kita harus perhatikan keunikan dari ajaran ini. Yesus merupakan satu-satunya pribadi yang mengajar supaya kita berdoa kepada Allah sebagai Bapa. Tahukah Anda akan hal ini? Tidak dimanapun, tidak ada agama di dunia ini, bahkan tidak juga di dalam Perjanjian Lama, akan Anda temukan Allah dipanggil “Bapa” dalam doa. Tidak dimanapun juga! Tidak seorangpun yang pernah memanggil Allah sebagai “Bapa”. Tahukah Anda hal ini? Ajaran Yesus sangat-sangat unik.

Orang-orang Yahudi tidak pernah mendengar hal semacam ini di sepanjang sejarah mereka, bahwa seseorang boleh memanggil Allah sebagai “Bapa”. Tidak seorang pun pernah mengenal ungkapan semacam itu. Tidak seorang pun yang pernah diberi hak istimewa untuk memanggil Allah “Bapa”. Pikirkan hal ini.

Apabila kita menjadi manusia baru, seluruh konsep kita akan Allah diperbarui dengan unik sehingga kita menjadi satu-satunya manusia di bumi ini, di sepanjang sejarah manusia, yang memanggil Allah “Bapa” dan berhak memanggil-Nya demikian karena kita, oleh belas kasihan Allah, telah menjadi anak-anak-Nya. Hanya di dalam Kristus kita mempunyai hak istimewa untuk memanggil Allah “Bapa kami,” dan lebih dari itu, untuk memanggil-Nya sebagai “Abba! Bapa!”


MEMANGGIL ALLAH “YA ABBA! YA BAPA!”

Kata “Abba” adalah satu kata yang sangat menarik. “Abba” adalah kata bahasa Aram bagi “Bapa”. Kata ini digunakan di Alkitab di dua ayat yang baru saya kutip tadi, di Roma 8 dan Galatia 4:6. Paulus berkata bahwa oleh Roh Kudus, kita berseru, “Ya Abba! ya Bapa!”  Apa artinya? Oh, kekayaannya sangat menakjubkan! Pertama, oleh anugerah Allah kita telah masuk ke dalam suatu hubungan dengan Allah pada tingkat yang sama dengan Yesus sendiri. Pikirkan hal ini! Bukankah hal ini cukup untuk membuat seseorang tertegun? Di tingkat yang sama dengan Anak Tunggal Allah! Yesus sendiri merupakan satu-satunya yang memanggil Allah sebagai “Abba! Bapa!” Anda melihat hal ini dalam Markus 14. Dalam doanya di Taman Getsemani, Ia berkata,

“Ya Abba, ya Bapa, tidak ada yang mustahil bagi-Mu, ambillah cawan ini dari pada-Ku.”

Kata “Abba” adalah kata yang dipakai oleh orang-orang Aram untuk memanggil bapa mereka. Ini adalah bentuk panggilan yang akrab, seperti orang Jerman akan memanggil, “Papa”, atau orang-orang Inggris “Daddy”, atau dalam bahasa China, kita akan berkata, “Baba”, yang berbunyi hampir seperti “Abba”. Dialek Shanghai lebih mirip lagi. Dalam dialek Shanghai, justru kita memanggil, “Ah Ba! Ah Ba!” ketika kita memanggil bapa kami dengan panggilan yang akrab. Persis sama dengan bahasa Aram.

Pikirkan hal ini. Allah tidak bermaksud supaya kita hanya memanggil-Nya sebagai “Bapa”, dengan nada yang sangat resmi, tetapi kita memanggil-Nya sebagai “Papi”. Wah! Orang-orang Yahudi mulai berkeringat sekarang, dan berkata, “Kamu memanggil Raja di atas segala raja ‘Papi’? Wah!” Mengapa Anda berani berbuat demikian? Mengapa tidak? Kita adalah anak-anak-Nya!

Bagaimana Anda memanggil bapa Anda? Saya tidak tahu bagaimana Anda memanggil bapa Anda; saya memanggil bapa saya “Papi”. Saya tidak datang kepada dia dan berkata, “Tuan Bapa, aku disini.” Nah, dalam adat China yang kuno, ada yang berbuat seperti itu: “fu qin da ren”, yang jika diterjemahkan secara harfiah berarti “orang besar bapa”, yang merupakan satu istilah respek. Hal ini menjauhkan hubungan. Di dalam keluarga Tionghoa, seringkali terdapat jarak yang jauh di antara bapa dan anak. Hubungan yang sangat formal dan dingin. Tidak demikian dengan orang-orang Aram, dan tentu saja tidak demikian dengan orang-orang Yahudi, yang mempunyai hubungan yang sangat akrab di antara bapa dan anak. Siapa saja yang pernah tinggal di dalam keluarga Yahudi mengetahui hal ini. Hubungan antara bapa dan anak-anak dan seluruh keluarga sangatlah dekat. Karena itu bapa biasanya dipanggil, “Abba, Bapa.”

Yesus sedang memberitahu kita, “Sekarang kamu telah menjadi anak. Kamu telah masuk kedalam hadirat Allah, dan kamu memanggil-Nya, ‘Papi, aku ada di sini.’ Dan kamu berbicara dengan Dia.” Oh, betapa besarnya penghargaan ini! Kata itu tidak hanya dipakai oleh anak-anak kecil. Setelah kita menjadi dewasa, kita tetap memanggilnya “papi”, bukankah begitu? Saat masih kecil, saya memanggilnya, “Papi”, dan apabila saya dewasa, saya masih memanggilnya “Papi”. Saya tidak menukar dengan panggilan yang lain. Kata “Papi”, sama sekali tidak mengandungi konotasi tidak menghormati.

Saya ingin Anda memperhatikan hal ini. Kata itu mengungkapkan keintiman. Keintiman di antara bapa dan anak, kasih yang mengandung kasih-sayang dan juga respek (rasa hormat). Saya tetap sangat menghormati bapa saya meskipun saya memanggilnya “Papi”. Saya tidak mengambil kesempatan atas dia.  Saya selalu menghormati bapa saya dan saya yakin Anda juga. Jadi, memanggilnya “Papi” tidak berarti Anda tidak menghormati dia. 


PENTINGNYA MENGENAL ALLAH

Kita dapat melihat bahwa semua ini penting untuk kehidupan doa kita. Kita akan tutup dengan poin yang terakhir, poin yang keempat. Mengapa semua ini penting untuk kehidupan doa? Di poin yang kedua kita berkata bahwa dalam berbicara dengan seseorang, kita perlu mengenal siapa orang itu dalam hubungan dengan kita. Dengan seorang yang tak dikenal, kita agak tertutup, tidak bebas. Akan tetapi, apabila kita berbicara dengan seorang yang kita kenal, kita menjadi sangat terbuka.

Nah, dalam berdoa kepada Allah, tentu saja kita tidak tahu wajah-Nya seperti apa. Barangkali ada antara kita kalau berdoa, kita coba membayangkan, “Allah itu kelihatannya seperti apa?”

Barangkali Anda coba membayangkan Dia seperti satu sinar terang yang besar yang bersinar dari jauh. Masalah dengan pikiran kita adalah kita selalu coba untuk menggambarkan orang yang tidak kita lihat. Dalam doa, kita mencoba untuk menggambarkan Allah. Bukankah begitu? Kita berusaha untuk melihat Dia. Kita berkata, “Aku tidak dapat berbicara dengan seseorang yang tidak dapat aku bayangkan,” maka kita mencoba untuk membayangkan Dia.

Namun, kita tidak mempunyai masalah yang sama dalam kehidupan seharian. Kalian yang bekerja di kantor, Anda menerima panggilan telepon dan Anda berbicara kepada orang-orang yang tidak pernah Anda temui, dan Anda tidak mengalami masalah. Anda berurusan dengan orang itu tanpa perlu membayangkan wajah orang itu. Dalam hubungan dengan hal-hal rohani, rupa wajah orang itu merupakan hal yang paling tidak penting.

Namun, kita semua pernah diganggu oleh pertanyaan ini, bukan? Kita duduk di situ atau dalam keadaan berlutut, dan bertanya-tanya, “Nah, Allah itu seperti apa? Jika aku dapat menggambarkan Dia, aku dapat berdoa dengan lebih baik.”

Yesus menyuruh kita memanggil, “Bapa kami”. Yang penting di sini bukan seperti apa rupanya, tetapi siapa Dia – itulah yang berarti – dan siapa Dia dalam hubungan dengan saya. Inilah yang penting.

Ada seorang saudara di Liverpool, yang tidak pernah bertemu dengan adik kandungnya selama 17 tahun. Adiknya masih seorang anak kecil ketika saudara ini meninggalkan rumah, dan 17 tahun kemudian, ia tidak tahu adiknya ini kelihatan seperti apa. Seberapa tingginya dan wajahnya seperti apa? Ia tidak tahu! Ia tidak pernah melihat adiknya. Suatu hari, adiknya menelepon dari jauh. Ia mengangkat telepon dan berbicara dengan adiknya. Nah, apa masalahnya? Ia tidak tahu adiknya itu kelihatan seperti apa, tapi apakah itu menjadi persoalan? Yang ia tahu adalah, “Itu adalah adikku!” dan itulah yang penting. Ia tahu siapa orang itu dalam hubungan dengan dia.

Kita tidak tahu dan tidak ada gunanya kita berpura-pura tahu Allah itu kelihatannya seperti apa. Satu hari nanti, kita akan melihat Dia. Seperti yang kita lihat dalam Khotbah di atas Bukit, “Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.” (Matius 5:8) Kita akan melihat Allah, tetapi buat sementara waktu ini, kita hidup oleh iman dan ini berarti kita tidak melihat-Nya dengan mata kita, tetapi kita hidup berdasarkan kepastian dari hubungan yang kita miliki dengan Dia. Kita adalah anak-anak-Nya! Sama seperti saudara ini, yang menelepon dia itu tetap adiknya meskipun ia tidak tahu wajah adiknya itu seperti apa. Bukankah ia tetap adiknya sekalipun ia tidak tahu rupanya seperti apa?

Selama bertahun-tahun selama perang saya tidak pernah melihat bapa saya. Dalam perang melawan Jepang, bapa saya pergi meninggalkan Shanghai menuju garis depan dan turut bertempur di Chunking, ibukota China waktu perang. Saya tidak melihat bapa saya selama lebih dari 5 tahun. Saya tidak tahu bapa saya kelihatan seperti apa. Wajahnya di foto sangat berbeda dengan yang nyata. Sangat-sangat berbeda. Pernahkah Anda perhatikan hal itu? Saya memiliki foto bapa saya dari 5 tahun sebelumnya. Lucunya pada saat ia berdiri di depan saya, saya tidak pasti bahwa ia adalah bapa saya. Jika saya bandingkan dengan fotonya mungkin terlihat ada sedikit kemiripan. Namun, saat saya memandang dia, saya mendapatkan kesan yang sangat berbeda. Namun, ia tetap adalah bapa saya meskipun saya tidak dapat mengingat rupanya seperti apa. Ia masih tetap bapa saya dan segala sesuatu masih tetap sama. Begitulah, dengan cara yang sama, kita tidak tahu rupa Bapa kita di surga secara jasmaniah, tetapi kita tahu siapa Dia. Ia adalah Bapa kita. Dalam doa, kita perlu menangkap poin ini dengan jelas; kalau tidak, kehidupan doa Anda akan dilanda pelbagai macam masalah.

Kita telah menyimpulkan dari ajaran Yesus beberapa fakta yang penting tentang doa: dan jika kita menangkap dan menanggapi fakta-fakta ini, kehidupan doa kita akan memasuki satu fasa yang baru karena seluruh konsep kita akan Allah telah berubah. Kita mengasihi Dia dan kita menghormati Dia. Kita dapat mendekatkan diri kepada-Nya seperti kita mendekatkan diri kepada seorang bapa. Kita dapat berbicara kepada-Nya karena kita tahu Ia hadir bersama kita.

 

Berikan Komentar Anda: