Pastor Eric Chang | Matius 6:9 |

Kita sedang mempelajari Matius 6:9, ajaran Yesus tentang doa yang dikenal sebagai “Doa Bapa Kami”. Pada kesempatan yang lalu kita belajar tentang kalimat “Bapa kami”, dan tentang apa artinya memanggil Allah sebagai Bapa. Kita akan mempelajari ajaran Yesus tentang surga. Apakah itu surga? Di manakah surga? Bagaimana kita harus memikirkan surga? Apakah arti surga di dalam Perjanjian Baru? Hal ini merupakan suatu aspek dari pengajaran Yesus yang sangat penting.


APAKAH KONSEP KITA TENTANG SURGA

Kita harus bertanya, “Di manakah surga”? Menurut Anda surga itu di mana? Dalam pikiran Anda, apa itu surga? Tatkala Anda menyanyikan himne-himne rohani, surga digambarkan sebagai suatu tempat “di atas langit yang biru” (beyond the blue). Anda berusaha memandang ke arah langit yang biru sambil berharap ada teropong jauh yang memampukan Anda untuk melihat di balik langit yang biru itu. Lalu, Anda berpikir betapa beruntungnya orang-orang yang bekerja dalam bidang astronomi (ilmu kaji bintang) yang mempunyai teropong yang dahsyat, yang dapat melihat di balik langit yang biru.

Terdapat juga lagu yang berkata “jauh nun di atas langit yang biru” (way beyond the blue). Jadi, makin lama makin jauh sehingga pada akhirnya Anda bertanya-tanya bagaimana mungkin Anda dapat masuk surga. Jika Allah begitu jauh, bagaimana mungkin Ia dapat mendengar doa Anda? Karena “jauh di atas langit yang biru” tentunya sangat jauh sekali. Semua ini kedengaran sangat abstrak.  Bahaya dari percakapan tentang surga yang seperti ini adalah surga akhirnya menjadi suatu tempat yang terlalu jauh bagi kita. Oleh karena Allah ada di surga, dan surga berada “jauh nun di atas langit yang biru”, berarti Allah juga sangat jauh sekali. Jika Ia berada di tempat yang begitu jauh, barangkali kita tidak perlu terlalu memedulikan Dia. Barangkali untuk melihat dunia Ia juga harus memakai teropong yang sangat besar!

Konsep tentang surga semacam ini, menimbulkan pelbagai macam bahaya. Kita harus bertanya, “Apakah ajaran semacam ini datangnya dari Alkitab?” “Apakah ajaran ini alkitabiah?” Saya menyelidiki Firman Tuhan dan menemukan sesuatu yang sangat luar biasa, bahwa pemikiran manusia selalunya menyimpang dari Firman Tuhan. Pemikiran manusia sangat sedikit hubungannya dengan ajaran Firman Tuhan.

Orang Yahudi juga mempunyai suatu konsep yang sangat mirip dengan pemikiran semacam ini. Baru kemarin saya membaca ajaran orang Yahudi akan hal ini. Saya merasa agak lucu saat membaca apa yang dikatakan oleh seorang Rabi tentang hal ini. Menurutnya perjalanan menembus ketebalan langit membutuhkan waktu selama 500 tahun, dan terdapat tujuh surga, masing-masing membutuhkan 500 tahun perjalanan. Wah! Pada saat Anda mencapai surga yang tertinggi, menurut perhitungan saya, Anda telah menghabiskan waktu selama 3500 tahun. Saya tidak tahu perjalanan 500 tahun ini harus ditempuh dengan memakai kenderaan apa. Apakah dengan berjalan kaki atau menunggang kuda, atau belayar dengan kapal? Rabi ini memberikan pengertian yang semacam ini, bahwa surga berada di suatu tempat yang sangat jauh. Menurut mereka, terdapat tujuh surga. Dari mana mereka mendapatkan itu saya juga tidak tahu. Tujuh surga, masing-masing 500 tahun di antara setiap lapis surga – seperti kue lapis. Pemikiran seperti ini pasti akan menimbulkan bermacam-macam bahaya yang serius. Konsep seperti ini menunjukkan bahwa Allah itu sangatlah jauh.


PENGAJARAN YANG KELIRU TENTANG SURGA

Ajaran yang keliru seperti ini memberi kita gambaran bahwa Yesus juga berada sangat amat jauh dari kita. Ia ada di sebelah kanan Bapa dan Bapa berada di surga yang terletak di suatu tempat yang sangat, sangat jauh. Maka Allah dan Yesus berada jauh nun di sana. Tidaklah mengherankan saat kita berusaha untuk berdoa, kita bertanya-tanya apakah Ia mendengar doa kita. Anda berdoa di bawah sini dan Ia berada begitu jauh di atas sana. Melainkan Ia mempunyai alat elektronik yang super bagaimana Ia dapat mendengar doa Anda yang sayup itu? Belum lagi jarak 3500 tahun yang memisahkan surga dan kita! Oleh karena Allah begitu jauh, berdoa nyaris menjadi tidak berarti. Berdoa sama seperti menembakkan sebuah roket ke udara. Anda berharap moga-moga roket itu cukup kuat untuk meliputi jarak yang besar itu agar sampai ke surga yang ketujuh. Alkitab tidak pernah menyebut tentang surga ketujuh. Jangankan surga ketujuh, surga yang pertama saja sudah kelihatan begitu jauh. Dan karena Anda tidak memiliki sebuah roket yang besar, Anda bertanya-tanya apakah doa Anda akan sampai ke tempat tujuannya. Semua faktor ini membuat Anda dikuasai perasaan kesia-siaan saat Anda berdoa. Kita ragu apakah Allah mendengarkan doa-doa kita.

Hal ini juga menimbulkan masalah teologis yang serius. Jika surga menurut pemikiran manusia adalah seperti ini, apakah yang harus kita lakukan dengan ayat-ayat Firman, umpamanya di Kisah Para Rasul 7 yang mengatakan bahwa Stefanus menatap ke surga dan ia melihat surga terbuka dan Yesus berdiri di sebelah kanan Bapa? Wah, Stefanus pasti memiliki bola mata yang super! Wah, pikirkan ini! Matanya dapat melihat berjuta-juta mil jauhnya. Coba pikirkan, jika Anda berdiri 20 mil dari saya, saya kurang yakin sekalipun dengan sepasang kaca mata yang bagus saya dapat melihat Anda dari jarak 20 mil. Saya bahkan kurang yakin saya dapat melihat Anda dari jarak 10 mil. Dan Yesus berada sejauh 3500 tahun cahaya dari Anda! Mata yang bagaimana yang dibutuhkan untuk melihat Yesus di atas sana? Atau, apakah melalui suatu mukjizat entah bagaimana Yesus diperbesarkan milyaran kali agar Stefanus dapat melihatnya? Matahari yang begitu besar hanya tampak sebesar sebuah bola, padahal matahari masih berada di dalam cakrawala ini, bagaimana Anda dapat melihat Yesus yang berada lebih jauh daripada matahari? Apakah Yesus diperbesarkan untuk kita? Pemikiran seperti ini menimbulkan pelbagai macam kesukaran dan kebingungan ketika kita mempelajari firman Allah.

Seorang astronaut Soviet pernah sekali naik ke angkasa lepas dan berkata, “Nah, aku naik ke surga dan aku tidak melihat Allah!” Anda berkata itu pernyataan yang konyol, Allah bukan suatu oknum untuk dilihat Anda. Namun, maksudnya adalah ini: “Anda berkata bahwa Allah ada di langit. Aku naik melampaui langit dan aku tidak menemukan Dia.” Sekarang Anda berkata ini sangat menggelikan. Sebenarnya tidak begitu menggelikan. Seringkali orang Kristenlah yang memberikan orang tak percaya kesan yang keliru. Anda berkata bahwa Allah ada di langit dan mereka naik ke langit untuk melihat dan mereka tidak menemukan Dia. Sekarang Anda mungkin berkata, “Sobat, kamu tidak pergi cukup jauh. Kamu teruskan perjalanan beberapa milyar mil lagi dan kamu akan melihat Allah.” Ia tidak akan dapat berkata apa-apa karena jika ia meneruskan perjalanan satu milyar mil lagi, Anda akan berkata, “Belum lagi, kamu masih belum sampai di surga ketujuh, kamu harus pergi lebih jauh lagi.” Setelah mendengarkan kita, saya tidak begitu yakin ia akan terkesan dengan apa yang Anda ingin katakan tentang Allah.

Ada satu lagi masalah yang lebih serius. Jika Anda berkata surga ada di atas sana – di mana itu sebetulnya? Anda berkata di atas sana. Orang yang berada di Australia sedang menunjuk ke arah yang bertentangan. Jika Anda berkata surga berada di atas, orang Australia yang berdiri di belahan bumi yang lain sedang menunjuk pada arah yang bertentangan. Sekarang tolong putuskan, surga berada di arah mana. Dalam hal-hal seperti inilah orang-orang Kristen sering ditertawakan oleh orang-orang non-Kristen. Surga berada di atas sana, ya? Di mana? Anda sedang menunjuk pada dua arah yang bertentangan. Anda putuskan di mana surga itu. Apakah ada suatu arah yang tertentu? Semua orang sedang menunjuk ke atas. Lalu di mana surga itu? Apakah maksud Anda surga merupakan semacam ruang di luar alam ini? Atau surga mengitari alam semesta ini? Teori apa yang akan dipakai Anda? Bagaimana Anda menjawab pertanyaan ini? Jadi, kita harus datang pada satu pengertian yang tepat dan alkitabiah tentang surga. Jika tidak, kita akan memberikan kesan yang keliru pada orang-orang non-Kristen.


SURGA BUKAN SUATU TEMPAT MATERIL, TETAPI SUATU KEBERADAAN ROHANI

Tatkala kita melihat ke dalam ajaran Firman Tuhan, apa yang kita temukan? Apakah Allah berada di semacam surga yang dapat ditemukan pada suatu tempat tertentu? Apakah surga suatu tempat yang dapat ditemukan dan ditempatkan di atas peta alam semesta? Apakah jawaban Anda? Di manakah kesalahannya? Di manakah kekeliruan pemikiran manusia? Kekeliruan pemikiran manusia adalah memikirkan surga sebagai suatu tempat yang separuh-materil (semi-material), satu tempat yang dapat ditunjukkan di atas peta. Jika suatu tempat itu bersifat jasmaniah, Anda dapat menempatkannya di atas peta. Namun, kesalahan pemikiran orang Kristen adalah memikirkan surga sebagai suatu tempat yang jasmaniah, atau setidaknya, separuh-jasmaniah. Di sini Anda dapat melihat kesalahan pemikiran yang masih jauh dari rohani. Surga, di dalam ajaran Alkitab, bukanlah suatu tempat. Surga bukan suatu posisi jasmani yang dapat ditemukan di atas peta alam semesta ini.

Jika Anda berkata surga bukan suatu tempat, lantas, apakah surga? Di dalam ajaran Firman Tuhan, surga adalah suatu keberadaan, bukan suatu tempat. Surga adalah suatu eksistensi, sejenis keberadaan yang spiritual. Surga bukanlah satu tempat yang dapat ditemukan di atas peta, tetapi merupakan suatu keberadaan yang sama sekali berbeda dan bersifat spiritual.

Semua percakapan tentang perjalanan jarak jauh tadi – seolah-olah apabila Anda mati, akan ada semacam roket yang akan menjemput Anda untuk mengadakan suatu perjalanan yang sangat jauh melewati tahun-tahun cahaya yang tidak ada habis-habisnya sehingga Anda sampai di surga – itu bukan ajaran Firman Tuhan sama sekali. Kita tidak perlu mengadakan suatu perjalanan yang jauh untuk sampai di surga. Tidak. Surga di dalam pengajaran Firman Tuhan merupakan suatu eksistensi rohani. Anda harus memahami hal ini dengan jelas. Jangan pernah lagi memikirkan surga sebagai suatu eksistensi materil atau semi-materil atau suatu keberadaan materil.

Setelah mengetahui ajaran yang alkitabiah, janganlah kita berusaha untuk mengukur jarak ke surga lagi, atau berspekulasi tentang arah atau berapa jauhnya surga itu. Semua ini tidak masuk akal. Firman Tuhan tidak mengatakan apa-apa tentang jarak atau di mana arahnya surga itu. Apa yang dikatakan oleh Alkitab ialah bahwa surga adalah suatu tipe keberadaan yang spiritual.


SURGA BERADA “DI ATAS” SECARA ROHANIAH

Anda akan berkata, “Tunggu, aku membaca di dalam Alkitab bahwa Yesus naik ke atas.” Ini tampaknya menempatkan surga pada suatu tempat di atas, bukankah begitu? Tidakkah Alkitab menyatakan sesuatu tentang surga berada di atas?

Untuk memahami Firman Tuhan, Anda harus membedakan dua hal, apakah ia berbicara tentang surga yang jasmani (langit) atau apakah ia berbicara tentang surga yang rohani. Saat Firman Tuhan berbicara tentang ‘di atas’, dan jika Anda mempelajari Firman Tuhan dengan teliti, Anda akan segera menyadari bahwa ‘di atas’ yang dimaksudkan oleh Firman Tuhan adalah ‘di atas’ secara rohaniah, bukan secara jasmaniah. Hal ini harus dibedakan dengan baik.

Satu contoh dari hal ini muncul dengan sangat jelas di dalam ajaran Yesus. Yesus berasal dari atas. Apa artinya ini? Ini berarti kehidupan rohani itu berada jauh di atas kehidupan jasmani. Ia menyatakan hal ini dengan jelas di Yohanes 3:31 untuk menunjukkan kepada kita bahwa Yesus tidak berbicara tentang ‘di atas’ secara jasmani, tetapi ‘di atas’ secara rohani. Izinkan saya membacakan ayat ini kepada Anda:

Siapa yang datang dari atas adalah di atas semuanya; siapa yang berasal dari bumi, termasuk pada bumi dan berkata-kata dalam bahasa bumi. Siapa yang datang dari surga adalah di atas semuanya.

Dapatkah Anda melihat maksud saya? Ia adalah di atas semuanya. Tentu saja Yesus tidak berada di atas semuanya secara jasmani. Ia berada di bawah ketika ia berada ke bumi. Akan tetapi, Yesus sedang berbicara secara rohani. Siapa yang datang dari atas adalah di atas semuanya. Secara rohaniah di atas semuanya. Siapa yang berasal dari bumi termasuk pada bumi dan berkata-kata dalam bahasa bumi. Siapa yang datang dari surga adalah di atas semuanya. Saya berharap Anda memperhatikan hal ini dengan jelas. Maksud dari berbicara tentang surga sebagai ‘di atas’ adalah untuk mengajar kita tentang keunggulan surga dibandingkan dengan bumi. ‘Di atas’ selalu menunjukkan keunggulan. Di sini Yesus menggunakan kenyataan ini untuk menunjukkan arti ‘di atas’.

Semua ini sekali lagi dibahas dengan rinci oleh Paulus, umpamanya di 1 Korintus 15. Di dalam pasal ini, Paulus berbicara tentang kehidupan yang akan datang, tentang apa yang dikenal sebagai surga. Saya akan membacakan kepada Anda 1 Korintus 15 mulai dari ayat 42,

Demikianlah pula halnya dengan kebangkitan orang mati. Ditaburkan dalam kebinasaan, dibangkitkan dalam ketidakbinasaan. Ditaburkan dalam kehinaan, dibangkitkan dalam kemuliaan. Ditaburkan dalam kelemahan, dibangkitkan dalam kekuatan. (Perhatikan sekali lagi kata ‘dibangkitkan’. Dibangkitkan menunjukkan dinaikkan ke atas.) Yang ditaburkan adalah tubuh alamiah, yang dibangkitkan adalah tubuh rohaniah. Jika ada tubuh alamiah, maka ada pula tubuh rohaniah. Seperti ada tertulis: “Manusia pertama, Adam menjadi makhluk yang hidup”, tetapi Adam yang akhir menjadi roh yang menghidupkan. Tetapi yang mula-mula datang bukanlah yang rohaniah, tetapi yang alamiah; kemudian barulah datang yang rohaniah. Manusia pertama berasal dari debu tanah dan bersifat jasmani, manusia kedua berasal dari surga. Makhluk-makhluk alamiah sama dengan dia yang berasal dari debu tanah dan makhluk-makhluk surgawi sama dengan Dia yang berasal dari surga. Sama seperti kita telah memakai rupa dari yang alamiah, demikian pula kita akan memakai rupa dari yang surgawi. Saudara-saudara, inilah yang hendak kukatakan kepadamu, yaitu bahwa daging dan darah tidak mendapat bagian dalam Kerajaan Allah dan bahwa yang binasa tidak mendapat bagian dalam apa yang tidak binasa.

Izinkan saya menunjukkan bagaimana Paulus membandingkan surga dan bumi. Di sini Anda bisa membuat dua kolom. Satu kolom diberi judul surga, dan yang satu lagi, bumi. Anda dapat mendaftarkan banyak hal di dalam setiap kolom. Tuliskan ‘kekuatan’, ‘penghormatan’, dan ‘kemuliaan’ di bawah kolom surga. ‘Kelemahan’, ‘kehinaan’ dan ‘kebinasaan’ di bawah kolom bumi. Kemudian Anda mendapati ia menggunakan kata ‘rohaniah’ untuk menunjuk ke surga, dan ‘alamiah’ untuk menunjuk ke bumi. Kemudian terdapat perbandingan di antara manusia ‘surgawi’ dan manusia yang berasal ‘dari debu’. Di antara yang ‘dapat binasa’ dan yang ‘tak dapat binasa’. Jadi ayat demi ayat, Anda dapat mencatatkan perbandingan-perbandingan pada dua kolom itu. Dua kolom itu akan memberikan suatu definisi yang lengkap akan surga dan juga definisi yang lengkap tentang bumi. Jika Anda mempelajari Alkitab dengan cara ini, Anda akan mendapati Alkitab tidak terdiri dari ucapan-ucapan yang sulit dimengerti, tetapi suatu arti yang jelas dan tajam mulai muncul dari semua ini.

Jadi, marilah kita memahami bahwa surga bersifat rohani, atau spiritual. Apa yang rohani tidak dapat diukur dalam istilah jarak; dan tidak dapat ditunjukkan dalam istilah arah. Jika sesuatu itu bersifat rohani, bagaimana Anda dapat mengukur apakah ia 21 inci panjangnya atau sejauh 500 tahun cahaya? Pada saat Anda mengatakan itu, ini serta-merta menunjukkan bahwa Anda memikirkan surga dalam istilah-istilah yang materil. Hal-hal rohani tidak dapat diukur dengan cara ini. Jadi, saudara-saudara janganlah kita jatuh ke dalam pemikiran yang keliru dengan memikirkan surga dalam istilah materil karena itu hanya menunjukkan betapa duniawinya pikiran kita.


ALLAH ADALAH ROH

Ajaran ini diperjelaskan lagi di Yohanes 4:21-24 dalam percakapan Yesus dengan perempuan Samaria itu. Ingat, perempuan Samaria itu berkata, “Nah, lihat, kami menyembah Allah di gunung ini dan engkau menyembah Allah di gunung itu.” Yesus berkata, “Saatnya telah datang kita akan menyembah Allah bukan di sini atau di situ. Kita akan menyembah Allah dalam roh dan kebenaran.” Apa yang diajarkan Yesus kepada perempuan Samaria ini? Pemikiran perempuan ini, sama seperti banyak orang Kristen, adalah suatu pemikiran yang memikirkan Allah dalam istilah-istilah yang semi-jasmani (semi-physical), di mana Anda dapat menempatkan Allah di tempat ini; kami menyembah Allah di tempat ini, dan ini ialah tempat yang kudus. Hari ini apabila Anda pergi ke Israel Anda masih dapat melihat banyak tempat-tempat yang disebut kudus. Ini tempat kudus, itu tempat kudus. Ketika saya berada di Israel di kota Yerusalem, saya pernah ditunjukkan satu tempat yang dikatakan sebagai “ruangan atas”, di mana Yesus memecahkan roti bersama murid-muridnya.  Saya bukan arsitek yang besar, tetapi saya pikir saya dapat mengatakan bahwa bangunan itu sama sekali tidak mendekati usia 2000 tahun.  Berusia sekitar 500 tahun juga mungkin belum. Namun, itulah yang selalu diberitahukan kepada para turis. “Anda lihat, inilah kamar di mana Yesus memecahkan roti dan kemudian itulah tempat di mana Yesus tinggal… dan sebagainya”.  Dan tempat-tempat ini menjadi tempat kudus. Hadirat Allah entah bagaimana dianggap ada di situ.

Itulah alasan mengapa perempuan Samaria tersebut berkata, “Kami menyembah Allah di gunung ini dan engkau menyembah Allah di Yerusalem.” Namun, Yesus berkata tidak demikian halnya. “Aku beritahu kamu bahwa saatnya akan datang kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem. Kita akan menyembah Allah bukan di tempat tertentu. Kita akan mengerti bahwa Allah itu rohani karena Allah itu roh dan kita akan menyembah Dia dalam roh dan kebenaran. Allah mencari orang yang menyembah Dia dengan cara ini.” Ini menunjukkan bahwa doa adalah penyembahan. Jika Anda ingin mempersembahkan penyembahan yang berkenan kepada-Nya, Anda harus menyembah-Nya secara rohani, dalam roh dan dalam kebenaran. Bila penyembahan Anda tidak rohani, penyembahan Anda tidak akan diterima. Penyembahan menjadi takhayul. Takhayul adalah kepercayaan yang bersangkutan dengan pemikiran-pemikiran yang keliru dan materialistis. Firman Tuhan tidak ada hubungannya sama sekali dengan takhayul. Umpamanya, obyek-obyek tertentu dikatakan memiliki kekudusan yang khusus. Kita diberitahu bahwa Anda bisa memakai jimat-jimat yang khusus untuk perlindungan. Itulah ciri khas takhayul, melokalisirkan kuasa rohani ke dalam suatu obyek materil lalu mengatakan bahwa ada kuasa rohani di dalam obyek tersebut. Jika Anda memakai jimat ini, tidak ada apa-apa yang dapat melukai Anda. Itulah ciri khas dari takhayul. Apabila kita mulai melokalisasi bahwa tempat ini lebih kudus daripada tempat yang lain, itu menjadi takhayul. Melainkan maksud kita adalah secara rohaniah, tempat ini kudus bagi saya, bukan karena tempat ini kudus secara tersendiri. Tempat ini kudus bagi saya karena saya telah bertemu dengan Allah di tempat ini. Artinya sangat berbeda. Tempat ini mengingatkan saya akan pertemuan saya dengan Allah. Namun, saat kita berkata bahwa tempat itu adalah tempat yang kudus, kita mulai mempercayai takhayul. 

Kita harus memahami Firman Allah dengan tepat. Saya tidak bermaksud untuk berkata hadirat Allah tidak muncul di suatu tempat yang tertentu. Saat Allah benar-benar menyatakan diri-Nya di suatu tempat yang tertentu, maka tempat tersebut menjadi kudus karena kehadiran-Nya. Namun, saat kehadiran-Nya pergi, tentu saja tempat itu tidak lagi kudus. Tempat itu kudus hanya tatkala Ia ada di situ. Itulah sebabnya bait Allah dianggap kudus karena kehadiran Allah ada di situ. Namun sekarang, Gunung Sion tidak lebih kudus daripada tempat yang lain karena kehadiran Allah tidak ada lagi di situ. Oleh karena itu, janganlah kita tetap berpegang pada pemikiran yang takhayul ini. Disebabkan oleh kebingungan dalam membedakan yang jasmani dan yang rohani, maka pelbagai macam takhayul dipraktekkan. Terdapat begitu banyak kebingungan dalam hal ini dalam pemikiran orang-orang Kristen. Ini menghalang penyembahan kita. Untuk menyembah Allah dalam roh dan kebenaran, kita tidak boleh diperhambakan oleh takhayul.  Setelah kita memahami hal-hal ini, kita mulai melihat bahwa Yesus bukan sedang memperkenalkan kepada kita suatu tempat penyembahan yang baru, tetapi kepada satu jenis penyembahan yang baru. Kita harus memahami hal ini dengan jelas, bahwa jenis penyembahan ini merupakan suatu penyembahan yang mana kita masuk secara rohani ke dalam persekutuan dan penyembahan bersama Allah.


YANG ROHANI DAN YANG JASMANI DAPAT EKSIS BERSAMA-SAMA

Terdapat satu lagi bahaya yang harus ditangani, yaitu pemikiran bahwa jika surga ada di atas sana, seperti yang telah kita perhatikan, Allah juga sangat jauh. Akan tetapi, saat kita menyadari bahwa surga itu suatu keberadaan yang rohani, dengan segera seluruh pengertian kita akan Allah berubah. Apa yang berubah? Kita menyadari bahwa surga tidak berada di suatu tempat yang jauh. Surga, sebagai suatu tempat yang rohani, eksis (berada) bersama-sama dengan dunia. Oleh karena itu, surga sebenarnya sangat dekat. Umpamanya, kita memiliki roh dan kita memiliki tubuh. Roh memenuhi ruangan dan batas-batas yang sama dengan tubuh. Saya tidak dapat mengukur ukuran roh saya. Ketinggian saya mungkin sekian, tetapi itu bukan ukuran ketinggian roh saya. Roh dapat memenuhi ruangan yang sama dengan tubuh karena ia bukan bahan materil. Unsur-unsur materil tidak dapat eksis bersama-sama dengan cara yang sama.

Jadi sekarang kita menyadari bahwa kita tidak perlu memikirkan surga sebagai suatu tempat yang jauh. Alkitab tidak pernah mengajarkan hal itu. Alkitab memberitahu kita bahwa surga itu dekat. Kalau tidak, kita akan sekali lagi mengalami pengertian yang bertentangan. Kita diberitahu di satu pihak bahwa Allah itu jauh, dan kemudian di lain pihak, Allah itu sangat dekat. Lalu kita menjadi bingung. Bagaimana mungkin Allah itu jauh dan dekat pada waktu yang bersamaan? Pertama, saya diberitahu Ia berada sejauh 3500 tahun perjalanan, dan sekarang Anda memberitahu saya Allah itu dekat. Sekali lagi kita mempunyai dua pernyataan yang bertentangan yang disebut ahli-ahli teologia sebagai paradoks. Satu kata yang menarik – ‘paradoks’. Segala sesuatu yang bertentangan dan berlawanan digambarkan sebagai paradoks.

Kita membaca, misalnya di Kisah 17:28 bahwa dalam Allah kita hidup dan bergerak dan ada. Bagaimana Allah bisa begitu jauh dan masih begitu dekat pada waktu yang bersamaan? Bagaimana kita harus mempersatukan semua ini? Hal ini biasanya dijelaskan dengan pernyataan bahwa Allah itu maha hadir. Selanjutnya dijelaskan lagi dengan penjelasan tentang dua aspek dari natur Allah, yaitu Allah itu transenden dan juga imanen. Transenden adalah aspek yang mengatakan bahwa Allah itu jauh dan tinggi. Imanen berarti Allah itu dekat. Jadi Allah itu keduanya jauh dan dekat. Ini berarti Allah itu maha hadir.

Secara rohani, tentu saja Allah itu maha hadir. Tentu saja Allah berada di setiap tempat di alam semesta ini. Namun, kita sedang berbicara tentang surga. Kita harus memahami bahwa Firman Tuhan tidak menempatkan surga di tempat yang tertentu. Saat kita menyadari bahwa surga adalah suatu tempat yang spiritual dan dapat eksis bersama-sama dengan alam semesta yang jasmani ini, maka kita menyadari bahwa Allah adalah dekat. Hanya mode eksistensi yang berbeda, sama seperti tubuh saya dan roh saya yang menempati ruang yang sama. Ini berarti saya sekarang juga dapat langsung melewati apa yang jasmani dan mendapati pada saat ini juga berada di surga. Saya tidak perlu mengadakan perjalanan apa pun. Apakah Anda menyadari hal ini? Apakah Anda memahami ajaran Firman Tuhan sekarang? Bahwa Allah berada di sini? Bahwa surga hanya berada dibalik keberadaan jasmani ini? Dapatkah Anda melihat perbedaan yang akan terjadi kepada seluruh kehidupan rohani Anda? Bahwa Anda tidak perlu mengadakan perjalanan yang jauh? Bahwa Allah itu dekat? Tahukah Anda bahwa saat Anda berbisik Ia langsung mendengar? 

Semua ini jauh lebih mudah untuk dipahami pada masa kini karena kemajuan dalam ilmu fisika. Ketika saya berbicara dengan teman-teman saya yang bekerja sebagai ahli-ahli fisika – mereka memberitahu saya, “Anda tahu, banyak orang tidak memahami bagaimana Yesus dapat melewati tembok di dalam kamar yang tertutup dan pintu yang terkunci. Yesus menembusi tembok, dan tiba-tiba berdiri di tengah-tengah murid-muridnya!” Banyak orang mendapati hal ini sangat sulit untuk dimengerti. Teman saya, ahli fisika tersebut berkata kepada saya bahwa hal ini sebetulnya sangat mudah untuk dimengerti. Hal ini berhubungan dengan frekuensi. Jika Anda dapat mengubah frekuensi seseorang, orang itu dapat berjalan menembus tembok. Benda-benda materil, menurut ahli fisika nuklir tersebut, dalam kenyataannya adalah ruang kosong. Jika Anda dapat mengubah frekuensi satu benda materil, Anda dapat menembuskan benda itu melewati benda yang lain. Pengetahuan ini sangat membantu kita untuk memahami hal-hal rohani dengan lebih baik.

Jika demikian halnya, tidaklah begitu sulit untuk memahami bagaimana yang rohani dan yang jasmani dapat menempati ruang yang sama. Mereka hanyalah dua mode keberadaan yang berbeda. Oleh karena itu, mereka tidak perlu ditempatkan di tempat yang berbeda. Kedua mode keberadaan itu bisa saja sama sekali berbeda. Coba bayangkan jika ahli-ahli fisika mengetahui cara untuk mengubah frekuensi kita, dan Anda dapat melewati tembok, Anda muncul di sini dan tiba-tiba lenyap. Wah! Ini adalah satu keberadaan yang sama sekali baru, meskipun hanya suatu perubahan dalam frekuensi. Sekarang pikirkan! Sedikit perubahan “frekuensi” dan Anda memasuki keberadaan rohani. Anda telah mengalami suatu keberadaan yang luar biasa dan menakjubkan tanpa harus mengadakan suatu perjalanan jauh dengan roket rohani. Begitu kita melihat keajaiban ajaran Yesus, yang membutuhkan pengetahuan ilmu fisika pada abad ke-20 untuk kita mulai memahami betapa dalamnya ajaran-ajaran Yesus ini. Dari semua ini kita menyadari bahwa Allah itu sangat dekat. Allah berada di surga, tetapi Ia tidak jauh dari kita. Allah sangat dekat, seperti roh dekat dengan tubuh. Ia bahkan lebih dekat daripada nafas kita sendiri. Itulah yang dikatakan oleh Paulus di Kisah 17, “di dalam Dia kita hidup, kita bergerak dan kita ada”.


DAYA TARIK SURGA BAGI KITA

Sekarang, kita harus menanyakan satu lagi hal, “Apakah surga menarik bagi kita?” Apabila kita mempelajari Alkitab, Anda akan menemukan satu hal yang aneh. Anda mendapati bahwa di dalam Alkitab tidak ada deskripsi (gambaran) tentang surga dalam istilah-istilah yang jasmani. Kita tidak diberitahu bahwa surga itu tampaknya seperti daerah Pasifik Selatan yang ada pohon-pohon palem yang melambai-lambai dan tiupan angin yang nyaman, dan ada pantai-pantai, pasir-pasir yang indah di mana Anda bisa bermalas-malasan di bawah sinar matahari. Tidak di mana pun kita diberitahu sesuatu seperti ini. Tidak ada deskripsi surga dalam gambaran-gambaran seperti ini yang tersedia bagi kita. Sekali-sekali dalam Kitab Wahyu kita diberikan sedikit gambaran akan makhluk-makhluk yang ada di surga. Namun, kita tidak pernah diberitahu surga itu tampaknya seperti apa, ada apa di surga, apa alat perkakasnya, seperti apa pemandangannya. Ini sekali lagi menunjukkan perbedaan yang begitu besar dari segi kedalaman rohani yang terdapat di dalam Alkitab dibandingkan dengan pemikiran manusia. Tidak ada deskripsi surga dalam istilah-istilah semacam itu sama sekali. Mengapa? Karena Alkitab tidak melakukan kesalahan dalam menggambarkan surga sebagai suatu tempat yang materil. Oleh karena itu, Anda tidak dapat menemukan suatu gambaran pun tentang pemandangan surga. Tidak di mana pun juga di dalam Alkitab dapat Anda menemukan hal seperti ini. Bukankah ini luar biasa? Kita ingin tahu ada apa di surga, tempat yang bagaimana surga itu. Akan tetapi, sia-sia Anda mencari Alkitab untuk menemukan sesuatu seperti itu. Mengapa? Pertama-tama, kita telah melihat bahwa surga merupakan suatu tempat yang rohani dan apa yang rohani tidak dapat digambarkan dengan istilah-istilah seperti pohon-pohon palem, sungai-sungai yang mengalir dan gadis-gadis cantik dan semacamnya.

Hal yang kedua, surga tidaklah ada artinya jika tidak ada Allah. Bagi saya, surga sama sekali tidak menarik jika Allah tidak ada di situ. Atraksi (daya tarik) surga ialah Allah. Dialah seluruh keajaiban surga, Dialah yang menjadi pusat kepada surga. Sebenarnya, di dalam Alkitab, kadang-kadang kata ‘surga’ merupakan panggilan yang lain bagi Allah. Umpamanya, di dalam Perumpamaan Anak yang Hilang di Lukas 15, anak yang hilang itu berkata, “Bapa, aku telah berdosa terhadap surga…” Bagaimana Anda dapat berdosa terhadap surga? Tentu saja, maksudnya, aku telah berdosa terhadap Allah. Allah merupakan pusat dan arti bagi surga. Dialah seluruh atraksi di surga. Jika Anda tidak memedulikan Allah, berarti Anda tidak memedulikan surga. Barangkali Anda tidak akan terlalu menyukai surga. Kendatipun adanya atraksi-atraksi yang menakjubkan setelah kita menerima tubuh yang baru, seperti berjalan melewati tembok, bisa memilih untuk makan atau tidak makan – semua ini barangkali suatu eksistensi yang menarik, akan tetapi Allah tetap merupakan atraksi yang terutama. Melainkan Anda mengasihi Allah, Anda tidak akan terlalu memikirkan surga. Jadi, daya tarik surga terletak pada pribadi Allah. Semakin menariknya Allah, maka semakin menariklah surga itu. Inilah yang kita temukan dalam ajaran Alkitab.

Sebagai contoh, jika saya memberitahu Anda bahwa Norwegia adalah satu tempat yang sangat indah dengan pemandangan-pemandangan yang berubah-ubah – oh, itu bagus sekali. Anda mungkin sedikit tertarik dengan Norwegia. Akan tetapi, Norwegia begitu jauh sekali. Meskipun tidak sejauh 3500 tahun perjalanan, tetapi masih begitu jauh. Saya tidak yakin saya rela menghabiskan begitu banyak tenaga untuk pergi ke Norwegia. Namun, jika seseorang yang Anda benar-benar cintai berpindah ke Norwegia – wah! Norwegia menjadi sangat menarik sekarang. Anda ingin pergi ke Norwegia. Apa pun harganya, Anda harus pergi ke Norwegia. Nah, tiba-tiba Norwegia menjadi sangat menarik. Begitu juga dengan surga. Anda mungkin memberitahu saya bahwa surga sangat nyaman, sangat indah, tetapi itu tidak berarti apa-apa bagi saya. Saya tidak yakin saya rela membayar harga untuk pergi ke situ. Akan tetapi, jika seseorang yang Anda cintai – seperti Yesus ada di surga. Sekarang surga menjadi menarik. Sekarang saya mau pergi ke sana.

Inilah sebabnya mengapa tidak di mana pun di dalam Perjanjian Baru atau Lama, dapat Anda menemukan pernyataan bahwa saat Anda mati, Anda pergi ke surga. Tahukah Anda akan hal ini? Saya meminta Anda untuk mengutip satu ayat dari seluruh Alkitab yang mengatakan bahwa setelah Anda mati, Anda pergi ke surga. Saya memberi Anda dua atau tiga minggu untuk menyelidiki Firman Tuhan. Pakailah konkordansi Anda, selidikilah setiap ayat dan tunjukkan kepada saya satu ayat di dalam Alkitab yang mengatakan bahwa aku berharap untuk pergi ke surga setelah aku mati, atau apa saja yang  menyerupai itu. Tunjukkan kepada saya satu ayat, saya ingin melihatnya. Tidak akan Anda temukan! Mengapa? Karena atraksinya (daya tariknya) surga bukan pada suatu tempat maupun jenis keberadaan. Atraksinya ada pada satu pribadi!

Itulah alasannya Paulus, misalnya, di Filipi 1:23 berkata, “bagiku pergi dan diam bersama-sama Kristus itu jauh lebih baik“. Paulus lebih senang untuk pergi dan diam bersama-sama dengan Kristus.  Mengapa ia tidak berkata pergi ke surga lebih baik? Ia berkata pergi dan diam bersama-sama Kristus adalah jauh lebih baik. Sekali lagi, di 2 Korintus 5 Paulus berkata, “kami tabah, dan terlebih suka kami beralih dari tubuh ini untuk menetap pada Tuhan.” Ia tidak mengatakan apa-apa tentang surga. Menakjubkan, bukan? Jadi, sekali lagi saya tekankan, pahamilah ajaran Firman Tuhan dengan baik agar Anda tahu arah tujuan Anda.


BAGAIMANA KITA MEWARISI SURGA?

Saya ingin menanyakan satu lagi pertanyaan: bagaimana kita mewarisi surga? Dapatkah Anda menunjukkan kepada saya satu ayat yang mengatakan sesuatu tentang mewarisi surga? Mewarisi hidup yang kekal, ya. Perhatikan bahwa hidup yang kekal dan surga, sekali lagi, merupakan hal yang sama. Hidup yang kekal adalah suatu eksistensi yang baru, suatu cara hidup yang baru. Hidup yang kekallah yang kita warisi. Kita tidak mewarisi surga, tetapi kerajaan Allah, yaitu hidup yang kekal. Bagaimana saya harus mewarisi hidup yang kekal? Inilah pertanyaan yang harus kita jawab.

Kita harus menanyakan pertanyaan ini: bagaimana kita mewarisi surga? Pertama-tamanya, Firman Tuhan memberitahu kita bahwa kita tidak boleh memiliki dunia ini dan dunia akan datang. Kita tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon. Kita harus memilih salah satu. Pilihan yang sukar, bukan? Pepatah Inggris mengatakan bahwa satu burung di dalam tangan lebih baik daripada dua yang masih di semak. Jika surga begitu jauh, barangkali kita memilih dunia ini saja. Yang mana akan Anda pilih? Ini merupakan pilihan yang sulit. Anda tidak dapat memiliki kehidupan ini dan kehidupan akan datang – keduanya. Kita diperhadapkan dengan satu pilihan yang sukar dan penting. Jika Anda seperti Demas, sebagaimana yang telah kita lihat di 2 Timotius 4:10, bahwa Demas mengasihi dunia meskipun ia adalah seorang Kristen; ia mengasihi dunia dan meninggalkan Allah, Anda juga dapat membuat pilihan itu. Namun, Anda tidak dapat mengasihi dunia dan pada waktu yang bersamaan mengasihi Allah. Anda akan mendapati hal ini tidak akan berhasil. Anda harus membuat pilihan Anda.

Mengapa kita memilih surga? Mengapa kita memilih kehidupan rohani? Karena jika Anda bijaksana, Anda akan menyadari bahwa kehidupan ini sedang berlalu. Anda akan menyadari bahwa kehidupan ini bersifat sementara. Anda akan mendapati daftar yang kita bicarakan tadi di 1 Korintus 15, apabila Anda meneliti daftar itu, jika Anda bijaksana, Anda tahu bagian mana yang harus Anda pilih. Dunia ini sedang berlalu. Mengapa kita harus memilih salah satu? Mengapa kita tidak dapat memiliki keduanya? Karena apa yang Anda kasihi, hati Anda ada di situ. Seluruh jalan kehidupan kita dipengaruhi oleh apa yang kita cintai. Jalan kehidupan itu harus bermula dari sekarang. Surga harus dimulai sekarang. Surga merupakan sesuatu yang diwarisi sekarang. Hidup yang kekal adalah sesuatu yang kita terima sekarang, bukan setelah kita mati. Inilah ajaran yang alkitabiah. Kecuali Anda memiliki hidup yang kekal sekarang, Anda tidak akan memilikinya pada masa akan datang. Kecuali Anda menjadi anak surgawi sekarang, dan itulah yang dikatakan oleh 1 Korintus 15, kita berasal dari surga, bukan kita akan berasal dari surga. Perhatikan kata-kata tersebut, “kita berasal dari surga” (1Korintus 15:48). Melainkan Anda berasal dari surga sekarang, Anda tidak akan pernah sampai ke surga. Anda harus membuat pilihan Anda sekarang. Ini merupakan sesuatu yang harus Anda putuskan. Keputusan itu seharusnya tidak terlalu sukar jika kita menyadari bahwa dunia ini sedang berlalu.

Pada waktu Anda mulai sakit-sakit seperti saya, Anda akan segera menyadari betapa fananya kehidupan ini. Anda menyadarinya dengan suatu keyakinan yang tidak pernah Anda rasakan sebelumnya. Tiba-tiba Anda menyadari bahwa kehidupan jasmani ini sedang berlalu dengan sangat cepat. Ketika sakit asma menyerang saya dengan berat, saya tiba-tiba menyadari bahwa saya hanya sejauh satu nafas dari maut. Hanya satu tarikan nafas yang memisahkan saya dari maut. Jika Anda tidak mendapatkan nafas itu, tamatlah riwayat hidup Anda. Begitulah dekatnya kematian dengan kita dalam kehidupan ini.  Kehidupan ini sedang berlalu. Jika Anda berpaut pada kehidupan ini, seperti yang dilakukan oleh banyak orang, Anda akan hidup untuk dunia dan bukan untuk surga. Anda tidak akan menjadi anak surgawi.

Yang kedua, kita telah lihat di 1 Korintus; Paulus berkata juga di ayat 50 bahwa, “daging dan darah tidak mendapat bagian dalam Kerajaan Allah.” Ah, Anda berkata, “kita adalah daging dan darah, lantas, bagaimana kita dapat mewarisi Kerajaan Allah?” Hanya ada satu cara, yaitu, dengan dilahirkan kembali. Itulah yang dikatakan oleh Yesus di Yohanes 3:6, “apa yang dilahirkan dari daging, adalah daging“. Kita dilahirkan dari daging, maka kita adalah daging. Namun, Yesus melanjutkan untuk berkata apa yang dilahirkan dari Roh, adalah roh. Itulah caranya kita dapat dipanggil anak-anak surgawi sekarang ini, karena kita dilahirkan dari Roh. Oleh karena itu, kita adalah roh. Akan tetapi, daging dan darah tidak dapat mewarisi surga. Sebaliknya roh dapat. Oleh karena saya dilahirkan dari Roh, saya adalah roh. Karena saya adalah roh, saya dapat mewarisi kerajaan Allah. Pengertian dan logika semacam ini sangat jelas dan mudah dimengerti.


KITA MENGALAMI SURGA DENGAN MELAKUKAN KEHENDAK ALLAH

Satu poin yang terakhir dan kita harus tutup. Kita diberitahu di dalam Doa Bapa Kami,

jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga

Ayat ini memberitahu kita sesuatu tentang surga. Ayat ini memberitahu kita bahwa kehendak Allah jadi dengan sempurna di surga. Maka doanya ialah “Jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga.” Surga merupakan satu tempat di mana terwujudnya kebahagiaan yang sempurna, kegembiraan yang sempurna, sukacita yang sempurna, mengapa? Karena kehendak Allah terjadi dengan sempurna di surga. Ijinkan saya mengatakan sesuatu kepada Anda, saudara-saudara: jika kehendak Allah jadi dengan sempurna dalam kehidupan kita, kita akan mengalami surga di sini dan sekarang juga.

Tidak ada yang lebih sengsara daripada menderita skizofrenia rohani, yang mana Anda terbagi dua di dalam batin Anda, di satu pihak berusaha hidup untuk Tuhan, dan di lain pihak, untuk dunia. Anda berusaha untuk hidup di dalam dua dunia. Kehidupan semacam ini merupakan suatu kesengsaraan. Tidak ada artinya. Sekalipun jika Alkitab tidak menyuruh Anda untuk memilih salah satu, adalah bijaksana bagi Anda untuk memilih salah satu. Pilihlah dunia dan lupakan yang lain. Karena kalau tidak, Anda menjalani suatu keberadaan skizofrenia yang munafik, tidak ada sukacita, tidak ada damai sejahtera, tidak ada kekuatan. Anda bahkan belum mengalami apa itu surga pada zaman ini. Mengapa saya percaya adanya surga? Karena saya telah mengalaminya sekarang. Saya tahu surga itu seperti apa. Saat saya hidup dalam ketaatan yang total kepada Allah, maka saya akan mengalami sukacita, damai sejahtera dan kekuatan. Jika sebuah keluarga hidup 100% dalam ketaatan yang mutlak kepada Allah, keluarga tersebut akan mengalami surga di atas bumi. Apabila istri dan suami tidak saling bertengkar, ketika mereka tidak saling menonjolkan karakter masing-masing, ketika mereka berhenti saling berkelahi, saling bercekcok dan saling berkonflik, saya berkata kepada Anda, keluarga Anda akan menjadi surga di atas bumi – apabila setiap orang di dalam keluarga taat secara total kepada Allah. Kita mungkin tidak dapat mencapainya dalam sebuah keluarga atau masyarakat yang setiap anggotanya ingin menjalankan kehidupan mereka sendiri-sendiri. Akan tetapi, kita dapat mencapainya dalam kehidupan kita sendiri. Saya dapat memutuskan supaya, oleh anugerah Allah, kehendak Allah akan jadi di dalam kehidupan saya, seperti di surga. Ia bebas melakukan kehendak-Nya secara total dan secara mutlak di dalam hidup Anda dan Anda akan mengalami sukacita, damai sejahtera dan kekuatan surgawi. Apakah Anda pernah mengalami surga di dalam kehidupan Anda?

Saya pernah membagikan dengan saudara-saudara di Liverpool bagaimana saya mengalami surga di bumi. Suatu minggu pagi, saya bangun dan saya berlutut untuk berdoa dan menyembah-Nya sambil membuka hati saya, sebagaimana yang lakukan setiap hari, menyerahkan seluruh kehidupan saya secara total, “Jadilah kehendak-Mu dalam kehidupanku sebagaimana di surga.” Tahukah Anda apa yang saya alami? Saya mengalami surga pada hari itu juga, dengan cara yang harfiah, dan sebagaimana dikatakan Paulus dalam 2 Korintus 12, saya tidak pasti entah saya berada di dalam dunia atau di luar dunia, entah di dalam tubuh, atau entah di luar tubuh. Firdaus! Itulah dia! Pengalaman itu tidak akan pernah saya lupakan. Pengalaman tersebut berlanjutan bukan untuk lima menit, bukan untuk sepuluh menit, tetapi berjam-jam lamanya. Jam demi jam – sangat menakjubkan mengalami persekutuan yang manis dengan Allah. Sukacita yang tak terkatakan. Pernahkah Anda mengalami sesuatu semacam ini? Kita dimaksudkan untuk menjadi anak-anak surgawi sekarang, bukan saja pada masa akan datang. Jika kita tidak mengalami kenyataan rohani sekarang, bagaimana Anda tahu Anda akan mengalaminya pada masa akan datang? Tahukah Anda mengapa banyak orang Kristen yang begitu ragu-ragu tentang surga? Karena mereka tidak tahu apakah surga itu riil. Dan mereka tidak tahu apakah surga riil karena mereka tidak pernah mencicipinya. Namun, Alkitab mengatakan kepada kita bahwa kita dapat mengecap rasa pendahuluan dari hal-hal tersebut. Dalam surat Ibrani dikatakan bahwa kita telah mengecap karunia-karunia dunia yang akan datang. Sudahkah Anda mengecapinya?

Jika kita hidup dengan cara ini di sini dan sekarang, kita akan menjadi orang-orang Kristen yang benar-benar bersinar, karena bagi kita, surga merupakan suatu realita (kenyataan) pada masa sekarang. Oh, saya merayu kepada Anda, saudara-saudaraku, janganlah hidup dalam dosa. Dosa hanya membawa kesengsaraan, kesia-siaan, pemborosan dan penderitaan – dosa tidak menghasilkan apa-apa. Mengapa hidup dalam dosa? Saya tidak mengerti. Dosa menghancurkan Anda secara badani; dosa menghancurkan jiwa Anda; dosa menghancurkan Anda secara batiniah. Mengapa menikmati  kesenangan dosa untuk beberapa waktu? Lima menit menikmati kesenangan dosa – sangat menyenangkan, dan memang menyenangkan – dan kerusakan telah terjadi, secara badani, secara rohani, secara batiniah, semuanya dirusakkan. Mengapa melakukan hal itu? Mengapa tidak memasuki sukacita surga sekarang? Anda akan mempunyai kepastian akan surga. Banyak orang bertanya kepada saya mengapa saya begitu yakin akan hal-hal yang saya bicarakan. Karena saya telah mengalaminya! Jika saya tidak mengalaminya saya tidak akan membicarakan hal-hal tersebut dengan begitu yakin. Saya hanya memberi kuliah tentang teori dan filsafat dan ide-ide. Akan tetapi, saya berurusan dengan hal-hal yang saya kenal. Saya berbicara tentang hal-hal yang saya tahu adalah benar. Sebagaimana Paulus berkata kepada Timotius, “Aku kenal siapa yang aku percaya”. Saya tidak berspekulasi. Saya tidak berkhayal. Saya tidak berfilsafat. Saya kenal siapa yang saya bicarakan.

Saudara-saudara, kita dapat mengalami surga di sini, andai saja kita hidup dalam suasana surga, dalam ketaatan yang mutlak dan komitmen yang total kepada-Nya. Inilah kehidupan Kristen yang normal. Semoga Allah mengaruniakan kepada kita pengalaman seperti itu. Sebagaimana telah saya katakan, saya tidak pernah melupakan pagi tersebut di London – oh, satu pengalaman persekutuan dengan Allah yang mengherankan. Dan ingat hal ini: saya tidak mencari pengalaman. Saya hanya ingin menyerahkan hidup saya dengan sepenuhnya kepada Tuhan. Jangan memulai hanya untuk mencari pengalaman. Di sinilah di mana banyak orang Kristen mulai menyimpang dan mengejar pengalaman tanpa akal yang sehat. Bahaya dari pengalaman yang tertentu adalah setelah kita mengalaminya, kita menjadi lupa akan tuntutan-Nya. Anda dapat kembali kepada keadaan semula dan berkata, “Yeah, aku telah mengalaminya – sangat menarik.” Allah tidak ada di situ hanya untuk memberi Anda suatu pengalaman supaya Anda bisa iseng-iseng, atau supaya Anda bisa bermegah kepada orang lain. Hanya bila kita siap untuk hidup secara konsisten dengan cara ini, satu hari Anda akan, menggunakan ungkapan yang dipakai oleh C.S. Lewis, ‘diherankan oleh sukacita’ (Surprised by Joy). Saya diherankan. Saya bangun dan berdoa seperti yang saya lakukan setiap pagi. Tidak ada apa-apa yang luar biasa. Akan tetapi, pagi tersebut Allah memutuskan untuk membawa saya ke dalam sebuah pengalaman surgawi yang tidak pernah saya alami sebelumnya.

Saat kita berbicara tentang Doa Bapa Kami, “Bapa kami yang di surga“, surga, seharusnya bukan lagi satu tempat yang aneh atau jauh atau asing, tetapi sesuatu yang kita kenal dalam pengalaman kita, yaitu tempat di mana terjadinya persekutuan yang sempurna bersama Allah karena ketaatan yang total kepada-Nya. Inilah poin kita yang terakhir.

Kita tahu bahwa Allah telah menyediakan hal-hal yang ajaib bagi kita. Allah telah menyediakan masa depan yang ajaib bagi kita. Saya sering memikirkan kata-kata Paulus di 1 Korintus 2:9,

“Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia.”

Saudara-saudaraku, jika Anda berkata Anda telah mengalami hal-hal yang ajaib sekarang, Anda belum mengalami apa-apa. Masih ada satu perjalanan yang jauh. Allah telah menyediakan apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul dalam hati manusia, semua ini disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia. Jadi kita dapat melihat sukacita dan prospek yang ada di depan. Seorang Kristen merupakan seorang yang memiliki prospek yang ajaib. Ia memiliki masa depan yang tidak dimiliki oleh siapa pun di dunia ini yang tidak mengenal Allah. Betapa besarnya masa depan kita dan begitu kita bersyukur kepada Allah untuk Firman-Nya dan untuk kebaikan-Nya.

 

Berikan Komentar Anda: