Pastor Eric Chang |

[Ekstraksi dari THE ONLY PERFECT MAN oleh Eric Chang]


Satu-satunya Allah yang benar adalah Bapa

Saya heran atas fakta ini, tetapi juga disedihkan olehnya, bahwa sebagai seorang trinitarian saya tidak dapat melihat makna yang begitu jelas dari perkataan Yesus. Kata “terpesona” yang dipakai Paulus di Galatia 3:1 barangkali tidak terlalu kuat untuk menggambarkan kebutaan rohani yang meliputi trinitarianisme. Untuk melihat apa yang saya maksudkan, mari kita pertimbangkan perkataan Yesus di Yohanes 17:3:

Inilah hidup yang kekal, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus.

Yesus tidak sedang membuat sebuah pernyataan teologis yang muskil atau kompleks di sini. Perkataannya jelas dan simpel. Walaupun arti dari kata “kekal” mungkin samar bagi beberapa orang, yang pasti kosakata kalimat secara keseluruhan tidak melampaui kemampuan seorang siswa sekolah dasar.  Injil Yohanes memang dikenal karena gaya dan kosakatanya yang simpel. Jadi, mengapa sekalipun melihat, kita tidak melihat, sekalipun mendengar, kita tidak mendengar, dan tidak mengerti (Mat.13:13)?

Apa yang dikatakan Yesus di Yohanes 17:3? Di dalam satu kalimat, Yesus dua kali memakai pronomina “Engkau” (tunggal) untuk menyapa objek doanya. Cukup jelas dari  ayat 1 (“Bapa, telah tiba saatnya; muliakanlah Anak-Mu”) bahwa Yesus sedang berdoa kepada Bapanya. Hal ini tidak disangkal oleh trinitarian. Oleh karena itu, Yesus sedang berkata, “Engkau, Bapa, adalah satu-satunya Allah yang benar”, sebuah pernyataan yang mengesampingkan semua yang lain sebagai Allah, termasuk Yesus sendiri. Bagaimana mungkin kita gagal memahami pernyataan yang singkat dan simpel ini? Namun, sebagai trinitarian kita sepenuhnya gagal untuk memahaminya.

Dalam menyapa Bapanya sebagai “satu-satunya Allah yang benar” (the only true God), Yesus sedang mengesampingkan yang lain, bahkan yang disebut “allah” atau “Allah”, sebagai Allah yang benar, dan ini diperkuat oleh penggunaan artikel the dan adjektiva only, yang keduanya, dan khususnya dalam kombinasi, menyiratkan pengecualian ketat. Penekanan tripleks ini (the+only+true) merupakan penolakan tripleks terhadap pribadi ilahi lain di samping Yahweh, Bapa Yesus Kristus. Demikian pula, di Yohanes 5:44, Yesus menyebut Bapa “Allah yang Esa”.

Siapa sebenarnya Bapa yang dipanggil Yesus sebagai satu-satunya Allah yang benar? Ia tidak lain adalah Yahweh Sendiri, Allah Israel dan Pencipta segala sesuatu. Karena siapa lagi “satu-satunya Allah yang benar” (Yoh 17:3) kalau bukan Yahweh yang adalah satu-satunya Allah (“Akulah Yahweh dan tidak ada yang lain; kecuali Aku tidak ada Allah”, Yes 45:5)?

Bagaimana mungkin kita menjadi begitu buta sehingga berpikir bahwa Yahweh bukan satu-satunya pribadi dalam “satu-satunya Allah yang benar”, atau bahwa Yesus sedang menyapa tiga pribadi dari Trinitas termasuk Yesus sendiri? Apakah “Engkau” (tunggal dalam Yunani) yang diucapkan Yesus termasuk “aku”—Yesus sendiri? Apakah Yesus berdoa kepada dirinya sendiri? Dan bagaimana kita mengartikan kata-kata yang mengikuti, “dan Yesus Kristus yang telah Engkau utus”? Di sini Yesus dengan jelas membedakan “Yesus Kristus” dan “Engkau”, dengan demikian ia mengecualikan dirinya dari “satu-satunya Allah yang benar”.


Yohanes 17:3 mematahkan setiap usaha untuk menjadikannya trinitaris

Monoteisme dari Yohanes 17:3 begitu teguh sehingga setiap usaha untuk memberikan penafsiran trinitaris kepadanya akan digagalkan. Ini menjelaskan mengapa banyak buku tafsir menghindar dari menyebut ayat ini sama sekali. Yang lain akan mengutip “satu-satunya Allah yang benar”, tetapi tanpa memberi komentar. Ada lagi yang mengutip hanya bagian pertama dari Yohanes 17:3, yang menurut mereka kurang problematik (“Inilah hidup yang kekal, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau”), tetapi sepenuhnya diam pada bagian kedua (“satu-satunya Allah yang benar, dan Yesus Kristus yang telah Engkau utus”).

Akan tetapi, ada beberapa trinitarian yang cukup berani untuk mencoba menjelaskan pernyataan Yesus yang demikian jelas di Yohanes 17:3. Namun, pemikir-pemikir gereja yang paling brilian pun di sepanjang sejarah gereja tidak dapat membalikkan makna dari Yohanes 17:3. Taktik yang biasa dipakai adalah dengan mengubah perkataan Yesus sehingga definisi “satu-satunya Allah yang benar” diperlebar atau diperluas sehingga dapat menyerap Yesus Kristus atau bahkan seluruh Trinitas ke dalam definisi yang baru itu.

Agustinus, teolog yang paling brilian dari gereja Latin, setelah mengutip Yohanes 17:3 dengan betul dan tepat, lalu segera mengubah urutan perkataan Yesus sehingga dapat menyerap Yesus ke dalam “satu-satunya Allah yang benar”. Kemudian Agustinus melakukan hal yang serupa untuk Roh Kudus. Dalam kutipan berikut, kalimat yang diubah oleh Agustinus ditunjukkan dalam cetak tebal:

“Dan inilah”, tambah Yesus, “hidup yang kekal, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus.” Urutan yang tepat dari kata-kata itu adalah, “bahwa mereka mengenal Engkau dan Yesus Kristus, yang telah Engkau utus, sebagai satu-satunya Allah yang benar.” Oleh karena itu, Roh Kudus juga termasuk, karena Ia adalah Roh Bapa dan Anak…Karena Bapa dan Anak bukan dua Allah, maupun Bapa dan Anak dan Roh Kudus tiga Allah; tetapi Trinitas itu sendiri adalah satu-satunya Allah yang benar.

Trinitarianisme telah membutakan kita pada makna jelas dari perkataan Yesus. Makna Yohanes 17:3 begitu jelas sehingga tidak perlu diadakan diskusi lanjutan untuk menunjukkan inkonsistensinya dengan Kristus trinitarian dari Kredo Nicea. Namun, sebagai trinitarian, kita mengabaikan apa yang diajarkan Yesus dengan begitu jelas. Saya mengatakan “kita” karena saya sendiri dengan tekun mengajarkan dan mengkhotbahkan Trinitas selama sekitar lima puluh tahun. Sebagai seorang “trinitarian dari para trinitarian” (bdk. Kisah 23:6), saya memberitakan doktrin ini dengan penuh semangat, dan telah membawa banyak orang kepada Kristus trinitarian. Saya tidak dengan benar diri menunjuk jari kepada trinitarian seolah-olah saya lebih baik daripada mereka. Saya benar-benar mencoba untuk memahami bagaimana saya, dan banyak yang lain, dapat begitu terjerat dalam kesalahan serius tanpa menyadarinya. Sebelum ada penjelasan yang lebih baik, tampaknya inilah yang disebut “pesona”.

 

Berikan Komentar Anda: