SC Chuah |

Ucapan Bahagia sangatlah menarik saat kita membacanya dengan iman karena Anda akan dibuat kagum setiap saat. Sebagai contoh:

Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga. Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi.

Saat kita membaca ayat-ayat tersebut dengan iman, kita akan terdorong untuk berkata, “Wow, luar biasa sekali!” Mereka yang miskin dan yang lemah lembut dijanjikan untuk memiliki seluruh langit dan bumi. Sungguh ajaib. Empunya Kerajaan Surga dan memiliki bumi!!! Saat kita membaca dengan iman dan tidak sekadar melewatinya begitu saja, kita akan terkagum-kagum dengan janji-janji yang mencengangkan dari Allah.


MEWARISI BUMI – KLAIM YANG LUAR BIASA

super richTema kamp kita, “Mewarisi bumi”, merupakan suatu tema yang sangat berani. Ini adalah sebuah klaim yang sangat luar biasa! Yaitu, bahwa “Mereka yang lemah lembut akan mewarisi bumi.” Saat mempersiapkan khotbah ini, saya melihat sebuah buku yang berjudul “The Super-Rich Shall Inherit the Earth” (“Mereka yang super-kaya yang akan mewarisi bumi”) yang ditulis oleh seorang jurnalis dari Inggris. Pada dasarnya seorang jurnalis adalah orang yang membuat pengamatan tentang hal-hal yang berlangsung di dunia. Dia membuat pengamatan, mewawancarai narasumber dan dia tahu jelas apa yang sedang berlangsung di dunia. Lalu, sebagai seorang jurnalis senior, dia menyimpulkan: “Mereka yang super kaya (bukan sekadar kaya) yang akan mewarisi bumi”. Adakah di antara kita di sini yang kaya, atau bahkan super kaya? Untuk memahami ironi dari pokok pembahasan ini, Anda hanya perlu melihat orang-orang yang berkhotbah dalam kamp bertema “Mewarisi Bumi” ini. Para pembicara tidak ada yang kaya, apa lagi yang super kaya. Bukankah ironis orang semiskin kami bisa menjadi pembicara di kamp yang bertema, “Mewarisi Bumi”?

Namun, yang dijanjikan Yesus kepada orang percaya adalah “Yang lemah lembut yang akan mewarisi bumi.” Kita semua berkumpul di sini – karena kita percaya kepada Allah – maka harapan saya kita memiliki keyakinan yang pasti bahwa mereka yang lemah lembut memang akan mewarisi bumi suatu hari nanti. Namun orang dunia akan merasa sangat aneh mendengarkan bahwa yang lemah lembut akan mewarisi bumi. Bagi jemaat yang berasal dari Hong Kong, tentunya kita tahu bahwa harga properti di Hong Kong termasuk yang paling mahal di dunia. Namun, kita sekarang bukan sekadar berbicara tentang mewarisi properti, tetapi tentang mewarisi bumi! Sebagai orang percaya, apakah kita mempunyai iman untuk melihat masa depan yang sangat gemilang yang terhampar di depan kita?

Beberapa bulan yang lalu, saya membaca buku tentang masalah pornografi di internet. Pornografi di internet adalah masalah gawat yang sudah melanda gereja. Saya merasa perlu untuk mempelajari hal-hal yang dapat membantu jemaat mengatasi pornografi di internet. Di bagian awal dari buku tersebut terdapat kutipan sangat menarik dan menggugah semangat. Kalimat ini berasal dari C.S. Lewis, yang berbunyi,

“Memang, jika kita mempertimbangkan janji upah yang begitu mencengangkan dan mengejutkan yang dijanjikan dalam Injil, sepertinya Tuhan kita akan mendapati keinginan kita, tidak terlalu kuat, tetapi terlalu lemah. Kita adalah makhluk-makhluk setengah hati, yang berfoya-foya dengan minuman dan seks dan ambisi sedangkan sukacita tak terbatas ditawarkan kepada kita, seperti seorang anak bodoh yang ingin terus membuat kue lumpur di tempat kumuh karena dia tidak dapat membayangkan apa artinya ditawarin sebuah liburan di tepi laut. Kita terlalu mudah puas.”

Pada dasarnya kita terlalu mudah berpuas diri. Janganlah menjadi orang yang mudah berpuas diri. Tuhan sudah menjanjikan hal yang luar biasa bagi kita, gapailah sampai dapat!


DUA AMBISI DASAR SETIAP MURID

Sebelum memulai pembahasan mengenai pokok atau tema utamanya, saya ingin sampaikan terlebih dulu dua ambisi dasar yang harus dimiliki oleh seorang murid. Amanat Agung yang Yesus sampaikan kepada murid-muridnya berbunyi seperti berikut: “Pergilah, jadikanlah semua bangsa muridku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus.” Ini kemudian diikuti dengan perintah untuk mengajarkan mereka semua yang telah dia ajarkan kepada kita, “dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah kuperintahkan kepadamu.


1) Melakukan SETIAP perintah Yesus sebelum kita meninggalkan dunia ini

Seorang murid haruslah memiliki ambisi dasar bahwa sebelum dia meninggalkan dunia ini, dia ingin menjalankan segala perintah dari Yesus tanpa mengabaikan satu pun dari perintahnya. Ini berarti, saat saya menghadap Tuhan suatu hari nanti, di saat kita berdiri di hadapan Tuhan, saya ingin agar dapat melaporkan kepada Dia: “Ya Tuhan, aku sudah menjalankan segala yang Engkau perintahkan. Aku sudah mengerjakan semua yang Engkau katakan tanpa mengabaikan satu pun dari antaranya.” Dan hal ini mungkin tidak lama lagi buat saya – angka harapan hidup bagi kaum pria di Indonesia sekitar 67 tahun, berarti saya masih punya waktu sekitar 17 tahun atau 17 Natal atau Paskah – hal yang mestinya membangkitkan urgensi di dalam diri saya.

Malahan, semakin saya renungkan pokok ini, semakin saya yakin bahwa kita seharusnya tidak membaptiskan orang yang tidak mau terlebih dulu menyetujui persyaratan untuk menjadikan SEGALA perintah Yesus sebagai tujuan hidupnya. Ada kata-kata yang menarik di Ulangan 26:13-15, mengenai hal yang diajarkan oleh Musa kepada umat Israel, yakni bahwa mereka harus siap melaporkan hal-hal ini kepada Allah:

13  Kemudian engkau harus berkata di hadapan TUHAN, Allahmu: Aku telah menyerahkan persembahan kudus itu dari rumahku, dan juga telah memberikannya kepada orang Lewi, orang asing, anak yatim, dan kepada janda, menurut semua perintah-Mu yang telah Kauperintahkan kepadaku. Aku tidak melanggar perintah-Mu dan aku tidak melupakannya, 14  Aku tidak memakannya dalam perkabunganku, dan mengalihkannya untuk suatu yang najis dan aku tidak memberikannya kepada orang mati. Aku telah mendengarkan suara TUHAN, Allahku; Aku telah melakukan semua yang telah Kauperintahkan kepadaku. 15  Lihatlah ke bawah dari kediaman-Mu yang kudus, dari surga, dan berkatilah umat-Mu Israel, dan negeri yang telah Kauberikan kepada kami, seperti yang Engkau telah bersumpah kepada leluhur kami, suatu negeri yang berlimpah dengan susu dan madu.” (Terjemahan Inggris NJB memberikan tujuh “I HAVE”).

Terdapat tujuh ungkapan “I HAVE” di ayat-ayat ini. Yesus memiliki tujuh ungkapan “I AM (Akulah)” dan ternyata kita juga memiliki tujuh ungkapan “I HAVE (Aku telah)”. Dengan demikian, setelah menunaikan perintah yang diberikan, kita dapat menghadap kepada Tuhan dan berkata, “Kami sudah mengerjakan segala perintah-Mu dan berperilaku sesuai dengan kehendak-Mu. Pandanglah dari kediaman-Mu yang kudus dan berkatilah kami.” Ini adalah ambisi dasar yang harus dimiliki oleh seorang murid.

Perintah di Ulangan ini datang melalui Musa di dalam Perjanjian Lama kepada umat Israel. Perjanjian Lama hanyalah bayangan dari Perjanjian Baru yang ditegakkan di atas janji yang jauh lebih baik, janji yang sangat superior. Menurut Alkitab, Perjanjian Lama hanya sekadar bayangan. Suatu bayangan tentunya sangat jauh berbeda dengan kenyataannya. Jika Anda mengamati bayangan saya, yang terlihat hanyalah wujud hitam. Bayangan terlihat gelap dan Anda tak dapat memastikan bentuk aslinya. Jika Anda mengamati langsung diri saya, yang menghasilkan bayangan itu, maka yang Anda lihat sesuatu yang jauh lebih mulia dan indah. Semulia-mulianya sebuah bayangan, itu tidak dapat dibandingkan sama sekali dengan benda yang menghasilkan bayangan itu. Dan Perjanjian Lama merupakan bayangan dari Perjanjian Baru. Perjanjian Baru ditegakkan di atas janji yang jauh lebih baik. Hal ini membawa kita ke pokok pembahasan yang berikutnya.


2) Mengalami setiap janji Allah

Ambisi dasar yang kedua yang harus dimiliki oleh seorang murid adalah untuk mengalami segenap janji Allah yang tersedia bagi kita. Allah sudah memberikan banyak sekali janji kepada setiap orang percaya. Kita harus masuk dalam kehidupan di mana janji-janji itu dipenuhi. Saat Allah membuat janji, Dia benar-benar serius untuk memenuhinya karena Dia adalah Allah. Ia tidak dapat berdusta. Saat Allah membuat berbagai janji, Dia memang sangat ingin memberikannya kepada kita. Itu sebabnya Dia membuat janji-janji itu. Tidak seperti kita yang manusia yang saat kita membuat janji, kita tidak benar-benar serius untuk memenuhinya. Satu hal yang saya pelajari dari anak kecil adalah Anda tak boleh berpura-pura menjanjikan sesuatu hal kepada mereka. Saya mendapatkan pelajaran ini dari Oliver, anak teman di Denpasar. Saat saya tiba ke rumahnya, dia akan dengan senang hati membantu saya membawa tas saya ke kamar saya. Waktu saya merapikan barang dari tas, dia ikut mengamati dan bertanya, “Om, apakah punya mainan?” Saya menjawab, “Om tidak punya mainan. Nanti om bawakan mainan kalau om datang ke sini lagi.” Dan Oliver berkata, “Baiklah, kalau om datang ke sini lagi, bawakan saya mainan ya.” Lalu saya menjanjikan dia mainan mobil bus tingkat. Ketika saya mau berangkat ke Denpasar lagi, saya baru teringat bahwa saya sudah menjanjikan mainan bus tingkat kepada Oliver. Segera saja saya minta istri saya untuk mencari mainan di toko, tetapi dia tidak menemukan mainan bus tingkat. Akhirnya dia membeli sebuah mainan truk yang berukuran sangat besar. Kami berharap mainan ini dapat memuaskan Oliver. Lalu saya bawa truk raksasa itu kepada Oliver, truk ini begitu besar sehingga tidak muat di dalam tas kami. Walaupun dia menerimanya, tetapi pada dasarnya dia sangat kecewa. Bagaimana saya tahu dia kecewa? Setiap malam, ketika dia main ke kamar saya, dia akan bertanya kepada saya, “Om, om tidak menemukan mainan bus tingkat itu?” Awalnya saya hanya menyahut, “Yah, om memang tidak menemukan.” Namun hal ini diulanginya sampai beberapa malam berikutnya. Saat dia menanyakan hal itu lagi, saya membatin, “Mengapa kamu tidak percaya kepada om?” Berikutnya, saya berkata, “Om akan berkunjung ke Hong Kong. Om akan membelikan kamu mainan bus tingkat.” Dan saya memang bertekad untuk benar-benar memenuhi janji saya kepadanya kali ini.

Tidak seperti manusia, saat Allah membuat janji Dia benar-benar ingin memberikannya kepada Anda. Dan terdapat begitu banyak janji di dalam Alkitab sehingga kehidupan kita akan menjadi sangat menakjubkan saat kita mengalami semua janji-janji itu. Sebagai contoh, Yesus berkata bahwa barangsiapa datang kepadanya, maka dia tidak akan haus lagi. Barangsiapa datang kepadanya dan memakan roti yang dia berikan kepadanya tidak akan lapar lagi. Tahukah Anda betapa ajaib janji-janji ini? Barangsiapa datang kepadanya dan memakan roti serta meminum air darinya tidak akan lapar dan haus lagi. Saat berbicara tentang kelaparan dan kehausan, kita sedang berbicara tentang kepuasan batin. Masyarakat di dunia mengalami kehampaan luar biasa, mereka begitu lapar dan haus secara rohani. Namun bagi seorang murid, jika Anda tahu apa itu karunia dari Allah, maka Anda akan meminta karunia tersebut dari-Nya dan Dia akan memberinya kepada Anda. Dan karunia tersebut benar-benar akan mengubah hidup Anda. Baru-baru ini, raja Saudi mengunjungi beberapa negara di Asia – dia berkunjung ke Malaysia, Indonesia dan juga ke Tiongkok. Saya yakin jika Anda menerima hadiah darinya, maka hidup Anda akan berubah. Bukankah jika kita menerima hadiah (karunia) dari Allah, tentunya kehidupan kita akan jauh lebih berubah, bahkan berubah sepenuhnya? Anda tidak akan mengalami lapar dan haus lagi. Sebagai contohnya, jika Anda meminum air darinya, dan Anda memakan roti darinya, Anda akan mengalami kepuasan batin sehingga Anda tidak akan pernah merasa iri hati dan cemburu lagi. Anda tidak akan pernah lagi merasakan iri hati terhadap siapapun di dunia ini. Inilah hal yang ingin saya sampaikan kepada mereka yang masih tersiksa oleh rasa iri dan cemburu. Apakah kita tipe yang akan menagih janji Allah sehingga kita memperolehnya? Apakah kita rela membayar harga apa saja demi memperoleh janji-Nya?

Itulah dua hal yang ingin saya sampaikan mengenai ambisi dasar dari seorang murid.


JANJI-JANJI YANG AJAIB BAGI YANG RENDAH HATI

Mari kita kembali ke tema dari kamp ini, “Berbahagialah mereka yang lemah lembut karena mereka akan mewarisi bumi.” Saya sebenarnya merasa agak ragu membahas tema ini karena sebagian orang mungkin akan berpikir, “Anda berbicara tentang kelemahlembutan? Apakah Anda sendiri orang yang lemah lembut?” Mari kita amati kehidupan kita masing-masing untuk melihat seberapa rendah hatinya kita. Semakin saya mempelajari dan memahami pokok ini, semakin saya menyadari bahwa saya tidak termasuk orang yang rendah hati. Pada dasarnya, saya hanyalah seorang yang angkuh dan sedang berusaha untuk menjadi rendah hati. Saya ingin Anda mengingat hal ini seraya Anda mendengarkan khotbah ini. Saya harap saat Anda menyimak khotbah ini, Anda memahami juga bahwa saya sendiri sedang dalam perjalanan menuju kelemahlembutan.

Saat Anda pelajari isi Kitab Suci, Anda akan melihat bahwa hal-hal yang dijanjikan oleh Tuhan kepada mereka yang lemah lembut sangatlah ajaib, sungguh ajaib. Alkitab memberitahu kita bahwa Dia tidak mengabaikan orang yang lemah lembut; Dia mendengarkan keinginan hati orang-orang yang lemah lembut; orang yang lemah lembut akan menikmati makanan dan mereka akan terpuaskan; Dia membimbing mereka yang lemah lembut; Dia mengajar mereka yang lemah lembut; dan Dia juga memperindah kehidupan orang yang lemah lembut; Dia menganugerahkan karunianya kepada orang yang lemah lembut. Dengan kata lain, Kitab Suci memberitahu kita bahwa Allah sangatlah nyata bagi orang yang lemah lembut. Allah akan menjadi sangat nyata bagi Anda, jika Anda adalah orang yang lemah lembut.


ALLAH MENENTANG ORANG YANG CONGKAK

Namun seringkali kita merasa bahwa Allah tidak nyata bagi kita. Mengapa? Jika Allah terasa tidak nyata bagi kita, itu berarti kita tinggi hati. Apa kata Kitab Suci tentang kesombongan? Hal yang paling dibenci oleh Allah ialah kesombongan. Di Amsal 16:5,

“Setiap orang yang tinggi hati adalah kekejian bagi TUHAN; sungguh, ia tidak akan luput dari hukuman.”

Persoalan kesombongan ini sangat mirip dengan masalah bau mulut atau bau badan, sesuatu yang dapat dirasakan oleh semua orang lain kecuali Anda sendiri. Saya selalu mengatakan kepada istri saya, “Kalau mulut saya berbau, segeralah memberitahu saya.” Saya akan segera menggosok gigi atau membersihkannya. Saya rasa kita memang perlu menangani masalah kesombongan dengan cara yang sama. Akan tetapi agaknya cara penanganan seperti ini akan bakal susah dilakukan. Sekitar beberapa bulan yang lalu, saya berterus-terang dengan seorang rekan sekerja yang kesombongannya sudah melampaui batas toleransi. Saya berkata kepadanya, “Kamu sangat angkuh, keangkuhan kamu itu sudah seperti bau mulut. Semua orang dapat menciumnya kecuali kamu sendiri!” Setelah saya berkata seperti itu kepadanya, dia terus menyerang saya di setiap tempat yang dikunjunginya di Indonesia. Memang sangat sukar menangani hal kesombongan karena seringkali orang lain bisa melihatnya dengan jelas tetapi kita sendiri tidak menyadarinya.

Bagaimanapun, kita perlu menangani kesombongan dengan tegas karena Kitab Suci tanpa kompromi memberitahu kita bahwa Allah menentang orang yang congkak. Jika Allah mengabaikan kita, maka Dia tidak akan mendengarkan doa kita, tidak akan membimbing kita, tidak mempedulikan kita dan Dia tidak akan menyertai kita. Keadaan ini tentu saja sudah cukup buruk. Namun jika Allah bukan saja mengabaikan kita tetapi juga menentang kita, bukankah urusannya akan menjadi sangat gawat? Saya tidak ingin berada dalam keadaan seperti itu. Jika Allah menentang Anda, maka Anda tidak akan mengalami realitas-Nya dari sisi yang positif. Dan Anda akan menjalani kehidupan Kristen yang sangat menyengsarakan. Allah sangat menentang orang yang sombong. Salah satu tanda kesombongan adalah tidak adanya kasih karunia (grace) di dalam diri Anda. Allah hanya memberi kasih karunia (grace) kepada orang yang rendah hati. Jika Anda seorang Kristen tetapi sombong, bahkan sekalipun Anda adalah seorang hamba Tuhan, Anda akan dapati bahwa diri Anda bertumbuh menjadi orang yang tidak berkasih-karunia, tidak mampu berbelas asih terhadap orang lain. Kekurangan kasih karunia ini akan dapat dilihat oleh semua orang lain.

Saat Kitab Suci membahas tentang Yesus, lihatlah kemuliaannya, kemuliaan yang penuh dengan kasih karunia dan kebenaran. Bagi gereja seperti kita, sangatlah mudah bagi kita untuk jatuh ke dalam situasi di mana orang akan mengamati kita dan berkata, “Mereka penuh dengan kebenaran tetapi tidak memiliki kasih karunia.” Hal ini sangat berbahaya kalau kita hanya penuh dengan kebenaran, tanpa kasih karunia. Allah memberi kasih karunia-Nya kepada orang yang rendah hati.


HANYA KITA YANG DAPAT MERENDAHKAN DIRI KITA

Saat saya menerima undangan untuk berbicara tentang tema ini, “Berbahagialah orang yang lembut hatinya”, saya berkata kepada Allah, “Jadikanlah diriku rendah hati agar aku dapat membahas tema ini.” Namun belakangan saya menyadari bahwa Allah tidak dapat menjadikan kita rendah hati. Dapatkah Allah menjadikan kita rendah hati? Tidak. Tahukah Anda mengapa? Karena dalam Kitab Suci, kerendahan hati adalah hal yang hanya dapat kita lakukan. Ungkapan yang bermakna “kerendahan hati” di dalam Alkitab selalu dikaitkan dengan tanggungjawab kita: “Rendahkanlah dirimu”. Jika dikaitkan dengan uraian mengenai orang lain, rangkaian ungkapannya cenderung berbunyi, “Dia merendahkan dirinya.” Jadi, kerendahan hati adalah hal yang kita lakukan, bukan hal yang Allah lakukan bagi kita.

Memang di Ulangan 8, disebutkan bahwa “Allah merendahkan hatimu di padang gurun.” Namun jika Anda memperhatikan konteks uraian tersebut, pada dasarnya Allah hanya menciptakan kondisi atau lingkungan yang dapat mendorong mereka untuk merendahkan diri. Jadi Allah tidak memberikan pada mereka kerendahan hati. Pada kenyataannya, jika kita mempelajari sejarah Israel, kita akan menyadari bahwa mereka gagal membangun kerendahan hati, bukankah begitu? Israel tidak menjadi bangsa yang rendah hati. Sekalipun disebutkan bahwa Allah merendahkan mereka, pada dasarnya Allah hanya membawa mereka melalui kondisi yang memungkinkan mereka untuk merendahkan diri. Namun mereka tetap gagal untuk menjadi rendah hati. Jadi kerendahan hati adalah hal yang harus kita bangun. Kerendahan hati hanya dapat dibangun oleh kita sendiri. Tanggung jawab untuk menjadi rendah hati adalah bagian kita.

Saya banyak membaca berbagai buku tentang doa karena saya dapati bahwa berdoa ternyata merupakan hal yang sukar dijalankan. Saya sendiri tidak begitu memahami logika dari doa. Itu sebabnya saya banyak mempelajari buku tentang doa. Satu kesimpulan penting yang saya tarik dari membaca buku-buku tersebut adalah: Jangan pernah meminta Allah untuk melakukan hal yang telah Dia perintahkan kepada Anda untuk Anda lakukan. Doa semacam ini hanya akan membuang-buang waktu dan tenaga Anda. Jangan pernah meminta Allah untuk melakukan bagi Anda hal-hal yang menjadi tanggung jawab Anda untuk dijalankan. Sama seperti orang tua yang menyuruh anaknya mengerjakan PR mereka. Kemudian si anak berkata, “Buatkan PR ini untuk saya!” Sangat tidak logis, bukankah begitu? Namun hal itulah yang justru kita perbuat. Sebagai contoh, saya sempat mengobrol lama dengan seseorang, dan pokok yang kami bahas adalah kebutuhan untuk mengampuni. Di akhir pembicaraan, dia berkata, “Allah perlu menolong saya untuk mengampuni.” Pernyataan ini kedengaran benar dan rohani. Namun dalam hati saya tahu bahwa orang ini tidak mau mengampuni. Kalimat tentang meminta pertolongan Tuhan hanya merupakan ungkapan yang terdengar manis tetapi biasanya mengandung makna, “Aku tidak mau melakukannya.” Itulah cara yang sopan untuk menyatakan kepada seorang pendeta bahwa kita tidak mau melakukan sesuatu hal, bahwa kita tidak mau mengampuni. Saya bukan menyatakan bahwa kita tidak boleh memohon pertolongan kepada Allah. Anda hanya memohon pertolongan-Nya hanya jika Anda memang benar-benar ingin menjalankannya.

Sebelum saya sampai ke sini untuk menyampaikan pesan ini, saya berdoa kepada Allah: “Tolonglah saya!” Mengapa? Karena saya memang berniat menjalankannya. Jadi bukan berarti kita tidak boleh memohon pertolongan. Anda hanya dapat memohon pertolongan untuk sesuatu hal jika Anda memang berniat menjalankannya.


TANGANI DOSA SEPERTI KITA MENANGANI SENGATAN

stingKita memang perlu memohon pertolongan Allah agar menjadikan kita peka terhadap dosa dan kesombongan. “Sengat maut adalah dosa.” Paulus dan bagian lain Kitab Suci menggambarkan dosa ibarat sengat. Biasanya makhluk yang menyengat Anda berukuran kecil seperti lebah dan yang semacamnya. Saat Anda disengat, rasanya pedih sekali, bukankah begitu? Dengan cara yang sama, orang yang dipenuhi Roh akan merasakan dosa seperti sengat dan akan segera mengambil tindakan. Kata “sengat” (“sting” dalam bahasa Inggris) juga dapat diterapkan pada duri. Dalam bahasa Indonesia, kita memakai istilah tertusuk duri, tetapi reaksi yang ditimbulkan sama saja, yakni kita segera bertindak. Saat ada duri tertusuk di tangan atau kaki Anda, Anda tidak akan berkata, “Baiklah, aku akan mencabutnya besok saja.” Anda akan segera mengambil tindakan saat itu juga. Anda segera menghentikan apa saja yang sedang Anda lakukan karena rasa pedih itu. Kita perlu memohon pertolongan kepada Allah agar dianugerahi nurani yang peka terhadap dosa. Di sinilah letak persoalan yang besar di dalam diri kita. Kita menggerutu dan kita tidak merasa tersengat, kita bertengkar dan tidak merasa tersengat, kita meninggikan suara kita dan tidak merasa tersengat. Kita dengan mudah lepas kendali dan tidak merasa apa-apa. Namun, entah kita merasakan atau tidak, kita sedang disengat oleh sesuatu. Dan jika kita tidak segera menanganinya, maka nurani kita akan mulai mati dan akan berhujungnya pada maut. Kita tidak akan merasakan apapun lagi karena kita sudah mati, kulit kita sudah menebal dan akhirnya mati. Demikianlah, langkah pertama menuju kerendahan hati adalah pertobatan, suatu pertobatan yang sejati.

Baru-baru ini kita semua mendapat kabar tentang Pastor Calvin yang terkena kanker. Saat saya mendengar berita tersebut, saya sangat sedih dan tidak tahu apa yang harus saya ucapkan atau tuliskan untuk menghibur dia. Setelah beberapa waktu, saya tidak menerima kabar lagi mengenai Pastor Calvin. Saya membatin, “Seharusnya aku menulis kepadanya untuk menyalurkan keprihatinan ini.” Kemudian, tanggal 9 Februari, dia membalas surat saya dan memberitahu bahwa dia menjalani 35 kali radiasi, tiga kali kemoterapi dan sebagainya. Biasanya, jika ada orang yang menyurati saya, maka saya segera membalasnya, minimal berterimakasih atas perhatian yang diberikan. Namun ternyata suratnya tidak mampu saya balas, saya tak dapat menyusun kata-kata saya karena saya tidak tahu harus berkata apa saat berhadapan dengan penderitaan seperti ini. Hal yang mau saya katakan adalah, separah-parahnya penyakit kanker, saya percaya bahwa Pastor Calvin, saat dia harus pergi, dia akan langsung ke surga, dan meninggalkan kita yang menangisi dia di sini. Namun, seburuk-buruknya penyakit kanker, jika Anda tidak mampu mengampuni, maka kondisi rohani Anda adalah lebih parah daripada orang yang mengidap penyakit kanker. Karena Kitab Suci jelas berkata bahwa jika kita mengampuni, maka Bapa di surga juga akan mengampuni kita. Namun jika kita tidak mengampuni orang yang berbuat salah kepada kita, maka Bapa di surga juga tidak akan mengampuni kita. Jika Bapa di surga tidak mengampuni Anda, tamatlah sudah riwayat Anda!

Allah itu Maha Pengampun sehingga satu-satunya hal yang tidak dapat Dia ampuni adalah sikap tidak mengampuni itu sendiri. Adakah dosa yang tidak dapat diampuni Allah? Menurut banyak orang, tidak! Menurut Alkitab, ya! Saudara-saudari, saya sangat menganjurkan agar kita mengakui semua dosa kita, memperbaiki semua hubungan kita supaya tidak ada yang menghadang kita. Jika ada sesuatu hal yang membuat Anda perlu meminta maaf atau memaafkan, lakukanlah hal itu sebelum Anda meninggalkan tempat ini. Karena hal ini sangat menentukan kelangsungan hidup rohani jemaat. Mintalah kepada Tuhan untuk menganugerahkan kita nurani yang peka agar kita dapat menangani dosa seperti kita menangani sengat di tubuh kita, sengat yang terjadi di tubuh rohani kita.


DEFINISI KERENDAHAN HATI

Mari kita masuk ke bagian yang lebih sukar. Apakah definisi dari kerendahan hati? Kita telah menjadi sangat berbau, sehingga satu-satunya aroma yang kita ketahui adalah bau busuk tersebut. Namun, apakah kerendahan hati itu, apakah definisinya? Kita cenderung mengartikan kerendahan hati dan kelemahlembutan melalui sudut pandang makna literalnya, berdasarkan definisi dari kamus. Namun jika Anda baca Kitab Suci, ternyata gambaran orang-orang yang dilukiskan dalam Kitab Suci sebagai rendah hati dan lemah lembut tidak sesuai dengan definisi kamus mengenai makna kerendahan hati seperti yang kita pahami.

Di dalam Alkitab hanya ada dua orang yang dikaitkan dengan ungkapan kerendahan hati atau kelemah-lembutan. Yang pertama adalah Musa, dan dia digambarkan sebagai orang yang paling lemah lembut di dunia. Yang kedua adalah Yesus sendiri yang mengatakan: Aku ini lemah lembut dan rendah hati. Hanya ada dua orang yang secara erat dikaitkan dengan ungkapan rendah hati dan lemah lembut ini. Paulus juga berbicara tentang hal kerendahan hati serta kelemah-lembutan. Akan tetapi, ketiga orang ini tidak menunjukkan kerendahan hati seperti yang kita pahami. Kita cenderung mengartikan kerendahan hati sebagai kehalusan serta sopan santun dalam berbicara dan bergaul. Orang yang sangat sopan kita anggap sebagai orang yang rendah hati. Dan kita cenderung beranggapan bahwa kerendahan hati ditandai oleh watak inferior. Watak inferior cenderung berkata: “Aku tidak dapat melakukan hal ini. Aku tidak dapat melakukan hal itu.” Ada satu bagian dalam Alkitab yang tidak dapat saya pahami dalam waktu yang cukup lama. Ketika Allah memanggil Musa untuk memimpin bangsa Israel, Musa menanggapi: “Aku tidak lancar berbicara. Janganlah mengutusku.” Lalu Allah mengatakan sesuatu untuk membangun keyakinannya, tetapi Musa tetap berkata: “Janganlah mengutus aku. Utuslah orang lain.” Lalu, murka Allah bangkit. Allah menjadi marah. Bukankah Allah sangat sabar? Namun saat membaca bagian ini, tampaknya Allah tidak begitu sabar. Dia menjadi sangat marah, kemarahan-Nya mulai bangkit. Begitu Musa berkata bahwa dia tidak dapat berangkat, kemarahan-Nya langsung timbul. Mengapa Allah murka? Bukankah Musa rendah hati? Sama seperti kita yang juga sering berusaha menunjukkan kerendahan hati dengan ungkapan: “Saya tidak dapat melakukannya.” Melalui pasal ini, saya menjadi sadar bahwa: Jika Allah menyuruh Anda untuk melakukan sesuatu, lakukan saja! Tidak usah bertanya, tidak perlu berkomentar. Allah tidak punya toleransi terhadap kerendahan hati yang palsu. Tidak usah memprotes, lakukan saja. Penolakan dengan alasan apapun hanya akan membangkitkan kemarahan-Nya. Kadang kala, saat kita berusaha menunjukkan kerendahan hati, kita justru melakukan hal yang membangkitkan kemarahan-Nya.

Menurut Kitab Suci, kerendahan hati adalah: Menjalani hidup dalam ketergantungan penuh kepada Allah. Jika kita membandingkan Mazmur 37:9 dan 37:11 kita dapat menyimpulkan bahwa orang-orang yang rendah hati yang akan mewarisi negeri adalah orang-orang yang selalu menanti-nantikan Yahweh. Dia selalu menanti-nantikan Yahweh sebelum bertindak, baik dalam beraksi maupun dalam bereaksi. Di kitab Kejadian, dosa Adam pada dasarnya adalah dosa ketidaktaatan. Hal ini benar. Akan tetapi persoalan Adam mungkin lebih dalam dari yang kita bayangkan. Dosa Adam adalah ketidaktaatan karena dia ingin menjadi sama dengan Allah, menjadi pribadi yang mengambil keputusan bagi dirinya sendiri, dia ingin menentukan sendiri hal yang baik dan buruk, hal yang benar dan yang salah. Kita ingin menentukan sendiri, kita ingin menjadi Tuan atas kehidupan kita. Seluruh dunia terjerat dalam sikap hati yang seperti ini. Kita dapat melihat Adam di mana-mana, watak Adam merasuki kita. Setiap orang ingin bebas dari Allah. Kita ingin menentukan sendiri apa yang disebut benar dan apa yang disebut jahat. Akan tetapi pohon kehidupan melambangkan ketergantungan. Hal inilah yang membedakan Adam yang pertama dengan yang akhir. Saat kita perhatikan kehidupan Yesus, terlihat bahwa dia adalah pribadi yang bergantung sepenuhnya kepada Yahweh, kepada Bapanya. “Aku tidak dapat melakukan apa-apa dari diri sendiri.” Ungkapan itu bukanlah basa-basi. Seringkali kita mengucapkan hal semacam itu, “Aku bukan apa-apa. Aku bukan orang yang berguna.” Dan kita mengucapkannya dengan tujuan merendah. Sedangkan Yesus menyampaikan ungkapan, “Aku bukan apa-apa,” karena dia memang tak dapat melakukan apa-apa dengan mengandalkan dirinya sendiri. Namun bersama dengan Bapa, dia dapat melakukan segalanya. Itulah makna dari kerendahan hati dan kelemahlembutan.


KELEGAAN DAN KETENANGAN

2_day-1-nakKita akan masuk ke pokok utama yang ingin saya sampaikan kepada Anda. Saya akan membahas hal-hal yang ditumbuhkan oleh kerendahan-hati atau kelemahlembutan dalam kehidupan kita. Mari kita beralih ke kutipan yang terkenal dari Matius 11:28-30,

“Marilah kepadaku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang kupasang dan belajarlah padaku, karena aku lemah lembut dan rendah hati.”

Ini berarti bahwa jika kita belajar tentang kerendahan hati, maka kita tidak mempelajarinya dari kamus atau buku-buku teologi, kita mempelajarinya dari Yesus.

“Dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang kupasang itu enak dan bebankupun ringan.”

Ringan dan mudah.

Ini berarti jika Anda orang yang rendah hati dan lemah lembut, maka Anda akan mendapati bahwa kehidupan Kristen itu melegakan, mudah dan ringan. Dalam terjemahan bahasa Indonesia, kata ‘easy (mudah)’ diterjemahkan dengan istilah “enak’. Itu sebabnya saya berkata, “Jangan pernah mengatakan bahwa kehidupan Kristen itu berat, sukar, penuh beban, jangan pernah mengatakan hal itu kepada orang-orang.” Jika Anda perhatikan isi Kitab Suci, ungkapan, “Berat, sukar atau penuh beban, tak pernah dipakai dalam kaitannya dengan kehidupan Kristen. Rasul Yohanes berkata bahwa “perintah-perintah-Nya itu tidak berat”. Mungkin akan ada yang berkata bahwa penderitaan itu berat. Namun Paulus memandang penderitaan sekarang ini sebagai hal yang ringan. Yesus yang mengatakan hal ini (ini perkataan Yesus, bukan perkataan saya): Jika Anda dapati bahwa kehidupan Kristen Anda sangat berat, sangat sukar, berarti ada sesuatu yang salah di sana. Beban berat datang hanya dari kehidupan yang dijalani dalam dosa, kehidupan dalam keduniawian itulah yang sangat berat dan penuh beban!

Menjelang hari perayaan, saya berkumpul dengan sanak keluarga yang tidak percaya. Saat berkumpul dengan sanak keluarga, Anda akan berhadapan dengan kejujuran yang blak-blakan antar orang-orang dunia. Semua anggota keluarga saat berkumpul tidak lagi berpura-pura, berbasa basi atau memasang topeng. Seringkali pertengkaran, ketidakpuasan dan kemarahan akan terungkap tanpa adanya saringan. Saya menyimpulkan: kehidupan duniawi, kehidupan dalam dosa, itulah yang penuh dengan beban, tanpa toleransi dan tak tertahankan. Setelah menjadi Kristen, dan melakukan pengamatan terhadap kehidupan duniawi, saya tidak lagi memiliki hasrat untuk kembali kepada kehidupan duniawi. Tak peduli seberapa besar kemuliaan yang ditawarkan, saya tak berminat. Di sepanjang kehidupan dan pertumbuhan saya di tengah jemaat, saya mengamati ada orang yang sesudah menjadi Kristen untuk beberapa waktu, mendadak saja mereka berbalik dan mengagumi kehidupan duniawi. Mereka mendapati, “Wah! Kehidupan duniawi memberikan banyak kebebasan.” Lalu mereka merindukan kehidupan duniawi mereka yang lama. Saya harus berkata, saya tak dapat beridentifikasi dengan mereka. Karena kuk yang dibebankan oleh Kristus, jika kita memikulnya dengan benar, terasa ringan, mudah dan enak. Dengan kata lain, kehidupan Kristen itu sendiri adalah suatu mukjizat. Ini berarti, kehidupan Kristen terlihat seperti hal yang mustahil untuk dijalankan, tetapi jika Anda menjalankannya dengan benar, maka ia menjadi ringan dan mudah. Kehidupan Kristen itu ibarat mukjizat berubahnya air menjadi anggur. Mengubah air menjadi anggur adalah hal yang mustahil, tetapi saat dilakukan, sangatlah mudah. Itulah hakekat dari kehidupan Kristen.

Saya ingat bahwa Pastor Eric selalu menyebut tentang Kierkegaard. Penulis ini sangat sukar dipahami buku-bukunya. Di tahun 2008, saya coba membeli satu bukunya (The Gospel of Suffering – Injil Penderitaan), dan ternyata benar, saya sulit memahami buku itu. Namun sekarang bahasa Inggris saya sudah lebih bagus, saya mulai mampu memahami lebih banyak kalimat di sana sini. Saya ingin membagikan kepada Anda sebuah kalimat indah, “Ada orang memikul kuk yang dibuat dari besi, seorang lain kuk kayu, ada juga yang memikul kuk emas, seorang lain kuk yang berat, tetapi hanya orang Kristen memikul — kuk yang benar-benar baik!” Saya langsung katakan “Amen”.


DAMPAK DARI KERENDAHAN HATI

Saya akan menutup uraian ini dengan pembahasan tentang dua dampak dari kerendahan hati. Di Matius 11:25-26 disebutkan:

“Pada waktu itu berkatalah Yesus: ‘Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil.’ Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu.”

Dari sini jelaslah bahwa Allah itu adalah Allah yang mengungkapkan sekaligus menyembunyikan. Dia menyembunyikan segala hal dari orang yang sombong dan angkuh tetapi Dia mengungkapkan segala hal kepada orang yang rendah hati dan lemah lembut. Hal yang kedua adalah jika Anda orang yang rendah hati dan lemah lembut, maka Anda akan menyadari bahwa ada begitu banyak pengungkapan yang diberikan kepada Anda. Saat Anda membaca Alkitab, Anda akan sering berseru, “WOW!” Sungguh ajaib. Sama seperti jika Anda memasuki sebuah ruangan yang penuh dengan berbagai lukisan indah, orang yang dapat menikmati keindahan tersebut akan berulangkali berseru, “WOW!” Sedangkan orang buta, yang tak dapat menikmati keindahan lukisan yang ada akan berkata, “Ada apa? Ada apa? ”

Jadi kita sedang berbicara tentang kebutaan rohani. Hal apakah yang akan diungkapkan oleh Allah kepada kita? Di ayat 27 disebutkan: “Semua telah diserahkan kepadaku oleh Bapaku dan tidak seorangpun mengenal Anak selain Bapa, dan tidak seorangpun mengenal Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakannya.” Hal apakah yang akan dinyatakan? Pada dasarnya, hal yang akan dinyatakan adalah mengenai Bapa dan Anak. Anda akan mengenal Bapa dan Anak. Saya rasa, inilah perkara yang paling penting di dalam hidup kita, bukankah begitu? Mengenal Bapa dan Anak. Saya yakin bahwa tak ada hal yang lebih penting daripada mengenal Bapa dan Anak.

Kita sering mengutip Yohanes 17:3: “Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus.” Akan menjadi hal yang tragis jika kita sering mengutip ayat ini tetapi kita sendiri tidak mengenal Bapa dan Anak. Sangatlah penting bagi kita untuk mengenal Bapa dan Anak. Saya yakin bahwa satu-satunya jalan untuk mengenal Bapa dan Anak adalah melalui kerendahan hati, dengan merendahkan diri kita. Allah akan membuka mata hati kita hanya jika kita merendahkan diri kita.

Di surat Efesus, Paulus berbicara tentang mata hati yang membuat kita mengerti tentang besarnya kasih Kristus bagi kita. Hal itulah yang dibutuhkan oleh seorang bayi, yakni mengenal Bapa dan Anak, beserta kasihnya kepada kita. Dari segi watak, saya tergolong orang yang mudah tertekan dan murung. Namun seiring dengan pertumbuhan iman saya, mudah-mudahan oleh kasih karunia Allah, saya sampai pada tingkatan di mana saya menetapkan di dalam hati bahwa saya tidak akan membiarkan keraguan, depresi dan kemurungan memasuki hati saya. Depresi dan kemurungan adalah pertanda bahwa seseorang kehilangan kontak dengan Allah, terutama kontak dengan kasih-Nya, itulah hal yang membuat Anda depresi. Saat Anda mengalami depresi, saya sampaikan ini berdasarkan pengalaman, Anda akan memandang segala sesuatu sebagai hal yang berat. Bahkan nafaspun terasa berat. Bangun tidur juga terasa berat. Pada dasarnya, saya termasuk orang yang cukup berotot dan kuat, tetapi ketika berada dalam depresi, segala sesuatu terasa seperti beban berat, tersangat berat. Saat segala sesuatu terasa berat bagi Anda, saya yakin bahwa Anda tidak akan punya hal yang dapat Anda sampaikan kepada dunia.


“MARILAH KEPADAKU”

Hal ini membawa kita pada pokok yang lebih penting yang ingin saya sampaikan. Saya ingat jelas pada Hari Valentine yang lalu, saya merenungkan ayat ini. “Marilah kepadaku, hai kamu yang letih dan lesu”. Dalam sekilas Allah menegur saya, “Engkau tidak seperti Anak-Ku”. Teguran ini sangat mengusik hati saya. Yesus berkata: “Marilah kepadaku, hai kamu yang letih lesu dan berbeban berat.” Namun yang saya katakan pada orang adalah: “Marilah kepadaku, hai kamu yang ingin belajar Alkitab, hai kamu yang ingin belajar doktrin. Marilah kepadaku. Namun kalau kamu berbeban berat – tentu saja saya tidak terus-terang mengatakannya, tetapi dinyatakan dalam hati – janganlah datang kepadaku.” Saat Yesus melihat ada orang yang berbeban berat tetapi menolak untuk datang kepadanya, maka dia pasti akan sangat sedih. Bagi saya, mungkin saya malah senang jika orang seperti itu tidak datang kepada saya. Namun sekarang saya ingin belajar berkata seperti Yesus: “Marilah kepadaku, hai kamu yang letih lesu dan berbeban berat.”

Karena justru itulah tugas kita sebagai gereja, “Datanglah padaku, engkau yang letih lesu dan berbeban berat”. Jika kita dipanggil untuk menjadi seperti Yesus, berarti dipanggil untuk membentuk tubuh Kristus, bukankah itu yang menjadi pelayanan kita? Itulah hal yang seharusnya kita serukan: “Marilah kepadaku, hai kamu yang letih lesu dan berbeban berat dan aku akan menunjukkan kepadamu bagaimana memperoleh kelegaan. Aku akan menunjukkan kepadamu, kuk mana yang harus kau buang dan kuk mana yang harus kau kenakan.” Saya yakin inilah panggilan kita sebagai gereja. Saya rasa itulah hal yang diletakkan oleh Tuhan ke dalam hati saya untuk dibagikan kepada Anda dan saya ingin menutup uraian ini dengan satu kutipan dari salah satu ayat favorit saya. Saat saya baru percaya, ayat inilah yang pertama kali saya pelajari. Saya begitu bersemangat dan bergembira melihat adanya ayat ini di dalam Alkitab. Di sana dikatakan: Barangsiapa percaya kepada-Nya tidak akan pernah dikecewakan. Barangsiapa yang percaya kepada Dia, maka Dia tidak akan mempermalukannya, dia tidak akan kecewa. Dan saya rindu untuk menguatkan Anda agar menaruh kepercayaan Anda kepada Tuhan. Letakkanlah kepercayaan kita di dalam nama-Nya. Mungkin kita harus menunggu seperti Abraham. Dalam kitab Ibrani disebutkan bahwa Abraham “menanti dengan sabar” sebelum dia menerima apa yang dijanjikan. Mungkin kita harus menunggu sebentar sebelum memperoleh pemenuhan janji, dan mungkin masa penantian kita bisa bertahun-tahun. Namun saya ingin meyakinkan Anda dan juga menyatakan bahwa, berdasarkan firman Allah, tak seorangpun yang menaruh kepercayaannya kepada Allah akan dikecewakan. Tema kamp ini mengatakan: Berbahagialah mereka yang lemah lembut, karena mereka akan mewarisi bumi. Itu berarti mereka benar-benar akan mewarisi bumi!

Berbahagialah mereka yang lemah lembut, karena mereka akan mewarisi bumi.

 

Berikan Komentar Anda: