SC Chuah | Natal 2017 |
Transkrip khotbah Natal, Jakarta
Sebelum memulai sebuah perjalanan panjang, khususnya jalan yang belum pernah dilewati sebelumnya, kita akan melakukan persiapan yang matang, seperti cek angin ban mobil, meneliti peta, membawa GPS dll. Namun orang yang sama yang begitu teliti mengecek ban mobil dan peta, bisa saja tidak pernah berhenti sejenakpun untuk memikirkan apakah jalan hidupnya tepat atau tidak. Hal ini ironis mengingat jalan kehidupan merupakan jalan yang tidak ada kembalinya. Oleh karena itu, di musim libur dan perayaan ini, yang biasanya dimuat dengan hal-hal dangkal yang nyaris tidak memungkinkan pemikiran yang serius, marilah kita berhenti sejenak untuk memikirkan arti Natal yang sesungguhnya.
Natal adalah perayaan kelahiran dan kedatangan Yesus sang Mesias yang pertama kali. Seraya kita memperingati kedatangan Yesus yang pertama kali itu, peristiwa-peristiwa di dunia juga mengingatkan kita betapa dekatnya kita dengan kedatangannya yang kedua kali. Kita dibuat bertanya-tanya apakah kita sedang memasuki hari-hari terakhir dari dunia yang kita ketahui selama ini. Para pengikut Yesus yang setia di gereja awal, hidup dengan keyakinan jelas bahwa mereka hidup di tengah-tengah dua peristiwa besar, yaitu kedatangannya yang pertama, yang ditandai oleh kelahiran dan kehidupannya, kematian dan kebangkitannya untuk membawa keselamatan, dan kedatangannya yang kedua untuk mengumpulkan orang-orang kudusnya yang telah diselamatkannya. Dan dalam masa interim ini, Allah telah mempercayakan banyak hal untuk kita kerjakan. Kita, sebagai pengikut Kristus di akhir zaman ini, harus merangkul dan menghidupkan kembali keyakinan pengikut-pengikut Kristus awal itu.
Tema Natal kali ini, “Bersinar dan Menjadi Terang” (Matius 5:16), mengingatkan kita akan tugas utama yang dipercayakan Allah kepada kita di masa interim ini. Ini sebenarnya adalah tugas yang amat besar yang telah dipercayakan. Ini adalah panggilan untuk menjadi seperti Yesus, dan untuk hidup seperti Kristus telah hidup. Yesus pernah berkata, “selama aku di dalam dunia, akulah terang dunia”. Yesus sekarang tidak ada di dalam dunia ini. Yesus berada di tangan kanan Bapa di surga. Dengan kata lain, tugas untuk menjadi terang dunia telah sepenuhnya diserahkan kepada kita. Orang dunia tidak akan dapat menemukan terang di manapun, melainkan di dalam diri kita.
1 Yohanes 2:6 merupakan sebuah ayat yang jarang dibicarakan. Ayat ini merupakan salah satu dari sekian banyak ayat yang sering dibaca tetapi tidak dipercayai.
“Siapa yang mengatakan bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup.”
Wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup? Mana mungkin…?, bisik hati kita. Ada banyak ayat seperti itu di dalam Alkitab, yang tidak dipercayai oleh orang “percaya”, jika dinilai dari cara hidup mereka. Berikut beberapa contoh lain:
- “Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu…” (Ef.4:31) “Segalanya dibuang? Mana mungkin…?”, bisik hati kita
- “Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman.” (Mat.12:36) “Setiap kata harus dipertanggungjawabkan!?”
Dari perilaku dan cara kita berbicara, kita tahu kita tidak mempercayainya.
Tema ini juga mengingatkan kita bahwa hal ini bukanlah sesuatu yang dapat kita lakukan dari kekuatan kita sendiri. Firman yang pertama yang diucapkan Allah dalam sejarah alam semesta adalah, “Jadilah terang”. Ini menunjukkan bahwa “bersinar dan menjadi terang” melibatkan kuasa kreatif Allah dalam kehidupan kita. Kita tidak pernah dapat menjadi terang atas inisiatif kita sendiri.
Untuk pesan Natal tahun ini, saya akan menyampaikan dua tujuan dari kedatangan Kristus yang harus dialami oleh setiap orang percaya; dan diikuti dengan dua cara praktis bagaimana kita dapat bersinar dan menjadi terang di dunia yang gelap ini.
Sebelum kelahiran Yesus, tujuan kedatangannya sudah dinyatakan dengan jelas di Matius 1:21.
“Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan dia Yesus, karena dialah yang akan menyelamatkan umatnya dari dosa-dosa mereka.”
“Dialah yang akan menyelamatkan umatnya dari dosa-dosa mereka”. Keselamatan yang dibawa oleh Yesus adalah keselamatan dari “dosa”. Itulah satu-satunya hal yang tidak dapat diatasi oleh manusia. Yesus bahkan tidak datang terutamanya untuk menyelamatkan kita dari sakit penyakit atau kemiskinan. Sakit-penyakit dan kemiskinan sama sekali tidak dapat menutup pintu kerajaan surga bagi manusia. Banyak orang yang mati karena sakit dan banyak juga orang miskin yang akan memenuhi surga. Namun tidak ada orang yang belum diselamatkan dari dosa yang akan menapakkan kakinya ke dalam kerajaan Allah. Lagi pula, apa gunanya orang hidup sehat dan makmur tetapi bertengkar dan marah-marah terus?
Kata “selamat” hanya berarti dalam konteks sesuatu yang mengerikan dan dibenci. Kita diselamatkan dari sesuatu yang mengancam kita. Banyak orang tidak sadar bahwa dosa itu jauh lebih buruk dari sakit penyakit. Seburuk-buruknya penyakit kanker atau AIDS, itu tidak seburuk, umpamanya, sikap tidak mengampuni. Buktinya? Yesus sendiri berkata, “jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.” Jika Bapa tidak mengampuni kesalahan kita, habislah kita!!! Saya tidak berani menyepelekan penyakit kanker karena saya sudah banyak menyaksikan betapa menyiksanya penyakit itu. Akan tetapi, seburuk-buruknya kanker, itu tidak dapat dibandingkan sama sekali dengan buruknya sikap tidak mengampuni. Dengan kata lain, orang yang tidak mau mengampuni lebih pantas dikasihani dibandingkan dengan orang yang menderita kanker.
Itu sebabnya saya ingin berbicara tentang perbedaan antara orang yang “menghindari” dosa dan “membenci” dosa. Terdapat perbedaan yang besar antara “menghindari” dan “membenci” karena kita tidak semestinya membenci apa yang kita hindari. Banyak orang hanya menghindari dosa, kira-kira seperti orang mematuhi aturan lalu lintas karena takut polisi. Mereka sebenarnya sangat ingin masuk jalur busway tetapi karena ada polisi, mereka tidak berani. Banyak orang berusaha menghindari dosa tetapi tetap mencintai dosa. Itu sebabnya mereka cenderung berbuat dosa ketika tidak ada orang yang lihat. Itu sebabnya kita cenderung menikmatinya di hati dan pikiran di mana tidak ada orang yang lihat. Dari hati dan pikiran kita akan tahu apakah kita sekadar “menghindari” atau “membenci”.
Orang yang hanya menghindari dosa hidup dalam ketidakbahagiaan. Tidak ada sukacita dalam kehidupan mereka. Mereka akan hidup seperti anjing yang dibawa jalan-jalan tetapi dikekang lehernya dan ditarik tali pengikat. Mereka ingin makan sampah dari kiri kanan jalan tetapi ditarik tali pengikat. Apakah saudara tipe yang membutuhkan banyak hukum dan aturan untuk mengatur kehidupan saudara?
Sebaliknya, Ibrani 1:9 menggambarkan kepada kita kehidupan Yesus Kristus.
“Engkau mencintai keadilan dan membenci kefasikan; sebab itu Allah, Allahmu telah mengurapi engkau dengan minyak sebagai tanda kesukaan, melebihi teman-teman sekutumu.”
Karena Yesus membenci kefasikan, dia diurapi dengan minyak kesukaan, melebihi teman-teman sekutunya. Dengan kata lain, Yesus adalah pribadi yang paling penuh dengan kesukaan di antara semua makhluk yang pernah hidup. Orang percaya yang membenci dosa juga akan diurapi dengan minyak kesukaan melebihi teman-temannya. Di lingkungan apapun, orang percaya sejati seharusnya adalah orang yang paling berbahagia dalam lingkungan itu. Orang percaya sejati tidak pernah tahu apa artinya “cemburu” atau “iri”. Dia memiliki kesukaan yang datang dari pengurapan Allah.
Hal yang kedua yang akan dilakukan Yesus, yang harus dialami kita semua dicatat di Matius 3:11,
“Ia akan membaptiskan kamu dengan Roh Kudus dan dengan api.”
Roh Kudus di sini dibandingkan dengan api. Itulah caranya kita bersinar dan menjadi terang! Ketika Roh Kudus turun di hari pentakosta, “tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti lidah api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing”. Kitab Kisah Para Rasul adalah kisah tentang terang yang bersinar di tengah-tengah kegelapan dunia, dan bagaimana reaksi kegelapan terhadap terang itu.
Jadi, inilah dua hal dasar yang disebut akan dilakukan oleh Yesus pada kedatangannya yang pertama, yaitu pertama, menyelamatkan kita dari dosa-dosa kita; dan kedua, membaptis kita dengan Roh Kudus dan api sehingga kita bersinar dan menjadi terang. Kita semua berasal dari gereja yang berbeda-beda dengan doktrin dan tradisi beragam-ragam, tetapi dua hal inilah yang menyatukan kita semua. Dua hal ini boleh dikatakan sebagai dua hal yang wajib dialami setiap orang yang menyebut dirinya “Kristen”.
Sisa waktu yang berikutnya, saya ingin memberikan dua pokok praktis tentang bagaimana menjadi terang di tengah-tengah dunia yang gelap ini. Terang merupakan sesuatu yang bercahaya di depan orang. Hal apa saja yang harus bersinar dari kita?
Pertama, mari kita lihat Filipi 4:5, satu ayat yang jarang dibicarakan orang.
“Biarlah kelembutan hatimu diketahui oleh semua orang, Tuhan itu dekat.”
Saya memilih terjemahan ILT yang lebih selaras dengan kebanyakan terjemahan bahasa Inggris, “Let your gentle spirit be known to all men. The Lord is near.” Mengingat Tuhan itu dekat, Paulus tidak berkata, “biarlah kuasamu atau mukjizatmu atau kehebatan berkhotbahmu diketahui oleh semua orang”. Dia memilih “kelembutan hati”! Apakah kita dikenal sebagai orang yang lembut hatinya? Di keluarga kita? Di antara teman-teman kita? Dengan teman-teman sekantor? Dengan karyawan kita?
Ini mengingatkan kita akan Matius 11:28 ketika Yesus berkata, “belajarlah kepadaku”. Dari sekian banyak hal yang dapat kita pelajari dari Yesus, seperti seni berkhotbah dan cara melakukan mukjizat, Yesus mengarahkan perhatian kita hanya pada dua hal yang berkaitan: lemah lembut dan rendah hati! Dengan kata lain, Yesus tidak ingin kita belajar hal lain sebelum kita belajar lemah lembut dan rendah hati! Di dunia yang angkuh dan congkak ini, satu-satunya pelajaran yang Tuhan ingin kita pelajari adalah kelemahlembutan dan kerendahan hati. Itulah pelajaran yang paling dasar, atau ABC dari sekolah Kristus. Kiranya tidak seorangpun yang disebut “Kristen” dikenal karena kesombongannya!
Saya harap saudara dapat melihat bahwa setiap orang percaya memiliki sebuah mimbar yang disebut mimbar kehidupan walaupun dia tidak pernah berkhotbah sekali pun di atas mimbar gereja. Memberitakan firman Tuhan tidak semestinya dilakukan melalui kata-kata. Malah dalam kenyataannya, kehidupan kita berbicara jauh lebih keras dari kata-kata kita.
Pokok praktis yang kedua tercatat di Filipi 2:14-15,
Lakukanlah segala sesuatu tanpa bersungut-sungut dan berbantah-bantahan, supaya kamu tidak beraib dan tidak bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah orang yang jahat dan sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia…
Mengapa angkatan ini disebut angkatan yang bengkok hati dan sesat? Justru karena banyaknya orang yang bersungut-sungut dan berbantah-bantahan! Di mana-mana kita melihat orang bersungut-sungut di hampir semua percakapan. Jika dilarang bersungut-sungut, kebanyakan orang justru akan bingung tidak tahu harus bicara apa. Dunia akan menjadi jauh lebih sepi. Pernahkah saudara melihat seorang yang tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan? Di benak saudara dapatkah saudara memikirkan seseorang yang seperti itu? Besar kemungkinan saudara tidak dapat memikirkan seorangpun!
Namun jika kita ingin menjadi terang, itulah yang harus kita lakukan. Kita harus menanggapi firman Tuhan dengan serius. Banyak orang yang tidak sadar bahwa bersungut-sungut merupakan dosa yang sangat besar di mata Allah. Di 1 Korintus 10, dosa bersungut-sungut disetarakan dengan pemberhalaan, percabulan dan mencobai Tuhan, yang mendatangkan penghukuman yang keras. Di samping mendatangkan murka Allah, orang yang suka bersungut-sungut juga tidak pernah tahu apa itu sukacita.
Saya harap saudara semua sadar betapa pentingnya kita bersinar dan menjadi terang melalui perilaku dan kehidupan kita. Ketika kita mengajak orang ke gereja, kita selalu berkata, “come and hear” (“mari dan dengarkan”). Namun di Perjanjian Baru, para murid berkata, “come and see” (“mari dan lihatlah”). Kita tidak takut orang melihat kehidupan kita; kita tidak takut orang melihat cara kita berurusan dengan istri kita, dengan suami kita, dengan anak-anak kita, dengan saudara-saudara di gereja. Kita tidak mempunyai aib atau noda yang perlu ditutupi. Kita dipanggil untuk menerangi orang melalui perbuatan baik kita, bukan kata-kata kita.
Sebagai penutup, saya tidak tahu saudara bola lampu yang berapa Watt. Ada yang 5W, 10W, 40W atau 100W, sesuai dengan pertumbuhan masing-masing. Namun sekecil apapun Watt kita, terang kita menjadi sangat menonjol di tengah-tengah kegelapan. Malah, semakin gelap semakin mencolok terang kita. Itu sebabnya saya pernah bercanda meminta anggota jemaat untuk tidak bercahaya hanya di gereja. Kebanyakan orang bercahaya hanya ketika mereka berada di gereja! Mereka mengenakan pakaian dan perilaku yang terbaik hanya selama dua atau tiga jam ibadah di gereja karena ada pendeta. Kita dipanggil bukan untuk menjadi terang gereja. Kita dipanggil untuk menjadi terang bagi “dunia” yang gelap ini. Hanya di tengah-tengah kegelapan kita bercahaya – semakin gelap, semakin terang sinar kita!