Pastor Eric Chang | Markus 14:3-9 |

Hari ini kita akan melihat pada Markus 14:3-9. Kita akan membaca mulai dari ayat 1, bagian yang akan kita bahas adalah ayat 3-9.

1 Hari raya Paskah dan hari raya Roti Tidak Beragi akan mulai dua hari lagi. Imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat mencari jalan untuk menangkap dan membunuh Yesus dengan tipu muslihat,  2 sebab mereka berkata: “Jangan pada waktu perayaan, supaya jangan timbul keributan di antara rakyat.”  3 Ketika Yesus berada di Betania, di rumah Simon si kusta, dan sedang duduk makan, datanglah seorang perempuan membawa suatu buli-buli pualam berisi minyak narwastu murni yang mahal harganya. Setelah dipecahkannya leher buli-buli itu, dicurahkannya minyak itu ke atas kepala Yesus.  4 Ada orang yang menjadi gusar dan berkata seorang kepada yang lain: “Untuk apa pemborosan minyak narwastu ini?  5 Sebab minyak ini dapat dijual tiga ratus dinar lebih dan uangnya dapat diberikan kepada orang-orang miskin.” Lalu mereka memarahi perempuan itu.  6 Tetapi Yesus berkata: “Biarkanlah dia. Mengapa kamu menyusahkan dia? Ia telah melakukan suatu perbuatan yang baik padaku.  7 Karena orang-orang miskin selalu ada padamu, dan kamu dapat menolong mereka, bilamana kamu menghendakinya, tetapi aku tidak akan selalu bersama-sama kamu. 8 Ia telah melakukan apa yang dapat dilakukannya. Tubuhku telah diminyakinya sebagai persiapan untuk penguburanku.  9 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya di mana saja Injil diberitakan di seluruh dunia, apa yang dilakukannya ini akan disebut juga untuk mengingat dia.”

Makna penting dari nas ini terlihat pada ayat yang terakhir, di mana dikatakan bahwa perempuan itu telah melakukan sesuatu yang sangat berarti yang akan selalu dikaitkan dengan setiap pemberitaan Injil di mana-mana. Di mana pun Injil diberitakan, hal yang telah dilakukan oleh perempuan ini akan disebut juga untuk mengingat dia. Selain ini, tidak ada nas lain yang mengandung pernyataan bahwa tindakan dari seseorang ditetapkan untuk menjadi bagian dari pemberitaan Injil.

Akan tetapi, di sepanjang hidup saya sebagai orang Kristen, saya tidak ingat ada khotbah yang secara khusus membahas nas ini. Saya menjadi heran dan berpikir bahwa mungkin ini merupakan gejala dari problem di dalam kehidupan rohani gereja pada masa sekarang. Mudah-mudahan kita akan melihat dengan cukup jelas nanti, mengapa Yesus menyatakan bahwa tindakan perempuan itu akan menjadi bagian dari pemberitaan Injil.


Tindakan pengabdian Maria

Peristiwa ini terjadi di Betania, yang jaraknya sangat dekat dengan Yerusalem; hanya dipisahkan oleh sebuah lembah. Dari Betania, Anda bisa melihat Yerusalem di kejauhan, di balik bukit Zaitun. Jadi kota Betania bisa ditempuh dengan perjalanan yang singkat dari Yerusalem.

Kita tidak tahu mengapa Yesus diundang. Mungkin Simon ingin bertemu langsung dengan pengajar yang terkenal, tetapi yang mengundang banyak perbantahan ini. Yesus ditolak oleh golongan mapan, yang meliputi para imam di Bait Allah, orang-orang Farisi, orang-orang Saduki, bahkan sebenarnya oleh sebagian besar masyarakat, kecuali beberapa kalangan di tingkat rakyat jelata. Undangan kepada Yesus seringkali disampaikan karena didorong oleh rasa ingin tahu, mereka ingin mengetahui pengkhotbah macam apa yang ditentang oleh para pemuka masyarakat. Jadi mungkin saja undangan tersebut hanya didasari oleh rasa penasaran, khususnya jika kita melihat bahwa sambutan yang diberikan kepada Yesus tidak terlalu hangat.

Selama acara berlangsung, datanglah perempuan ini, yaitu Maria. Dia membawa buli-buli pualam, buli-buli yang berisi minyak narwastu. Buli-buli adalah semacam kaca yang mirip guci kaca. Jika Anda ke museum, Anda bisa menemukan buli-buli semacam itu. Benda ini adalah kaca buatan zaman dahulu. Bentuknya memang mendekati bentuk kaca yang kita kenal pada zaman sekarang ini. Bahannya tembus cahaya, tetapi agak keruh sehingga tidak tembus pandang jika dibandingkan dengan kaca zaman sekarang. Buli-buli ini berisi minyak narwastu yang sangat mahal harganya.

Harga dari minyak narwastu ini luar biasa mahalnya. Nilainya sebanding dengan upah 300 hari seorang pekerja. Jika dihitung dalam standar sekarang, nilainya sangatlah besar karena menyangkut nilai upah rata-rata seorang pekerja untuk sekitar 300 hari kerja. Rata-rata pekerja sekarang ini mendapatkan penghasilan yang cukup besar untuk setiap jam kerjanya, apalagi upah sehari. Jangankan untuk 300 hari kerja, upah untuk 300 jam kerja saja sudah banyak sekali. Jadi barang ini memang sangatlah mahal harganya. Nilai dari hasil penjualan minyak tersebut bisa dipakai untuk memberi makan buat sekitar 5000 orang. Jadi barang ini memang tergolong sangat berharga.

Malahan menurut beberapa cendekiawan, harga yang disebutkan di dalam Alkitab ini masih murah karena jika di kota Roma harganya akan jauh lebih mahal lagi. Di daerah Palestina, harga minyak narwastu lebih murah. Harga barang memang lebih mahal di Roma, karena posisinya sebagai ibu kota pada zaman itu.

Demikianlah perempuan ini membawa sebuah buli-buli dan dia memecahkannya. Ia benar-benar memecahkannya. Tentunya yang dipecahkan adalah bagian yang atas. Kata ‘dipecahkannya’ dalam ayat ini memiliki makna yang kuat; kata ini biasanya dipakai dengan arti ‘menghancurkan’ – menghantamkan – kata yang mencerminkan adanya suatu tekad yang kuat. Perempuan itu tidak bimbang, ia tidak sekadar mengetok-getok dengan pelan. Dia tidak memperlakukan buli-buli itu dengan halus. Dipecahkannya bagian atas buli-buli itu dengan keras dan dicurahkannya minyak narwastu itu. Buli-buli itu sendiri harganya sudah cukup mahal, tetapi minyak narwastu yang terkandung di dalamnya justru lebih mahal lagi. Lalu, dia mencurahkan minyak narwastu itu ke tubuh Yesus – ke atas kepala dan kakinya.


Maria ditegur

Setelah dia melakukan hal ini, bukannya sambutan meriah yang diterimanya melainkan cibiran dan teguran dari para tamu dan (sayang sekali) para murid juga. Fakta bahwa para tamu memandang perbuatan tersebut sebagai suatu pemborosan yang luar biasa merupakan hal yang bisa dipahami, tetapi keikutsertaan para murid dalam menegur perbuatan itu tentunya merupakan hal yang tragis. Kita lihat dari Yohanes pasal 12 bahwa dari antara para murid itu, Yudas si pengkhianat – Yudas Iskariot – merupakan orang yang memimpin tindakan menegur dari kalangan para murid. Demikianlah perempuan malang ini ditegur atas perbuatannya, atas tindakan pengabdiannya dan pengorbanannya. Itulah yang dia dapatkan dari perbuatannya. Hanya Yesus yang menyikapi tindakannya secara berbeda. Yesus menyatakan bahwa perempuan ini telah mengerjakan sesuatu yang sangat indah, hal yang unggul, sesuatu yang sangat bermakna dan bahwa perempuan telah mempersiapkan tubuh Yesus untuk penguburannya. Kemudian Yesus melanjutkan bahwa apa yang telah diperbuat oleh perempuan itu akan ikut diberitakan di mana pun Injil diberitakan. Saya heran, seperti yang sudah saya katakan sebelumnya, mengapa perbuatan tersebut tidak banyak diberitakan di dalam pemberitaan Injil pada zaman sekarang? Semoga sebelum pembahasan hari ini selesai, kita dapat melihat jawabannya.

Akan tetapi, hal apakah yang layak untuk dikenang dari perbuatan perempuan itu? Apa arti penting dari tindakannya? Ada satu hal dari kisah ini yang sangat menggelisahkan saya. Saya mendapati bahwa saya hampir menyetujui pendapat bahwa apa yang diperbuat oleh Maria adalah suatu pemborosan.

Hari ini kita akan masuk ke dalam bagian yang ketiga dari Seri Tujuan Rohani Kehidupan kita. Jadi ini merupakan pesan ketiga dari pembahasan tentang arah tujuan rohani di dalam kehidupan kita. Jika kita berbicara tentang tujuan rohani kehidupan kita, tak ada hal yang lebih penting daripada memahami nilai-nilai rohani. Anda tidak akan bisa menetapkan tujuan hidup yang bertentangan dengan nilai-nilai yang Anda anuti; ini berarti hal apa pun yang berharga bagi Anda, hal itulah yang akan membuat Anda mengarahkan hidup Anda ke sana. Jika uang yang Anda pandang berharga, Anda akan mengarahkan hidup Anda untuk mengejar uang. Jika status, kedudukan sosial, gengsi atau penghormatan dari orang merupakan hal yang penting bagi Anda, Anda tentu akan mengarahkan hidup Anda untuk mengejar itu semua. Namun di sisi lain, jika perkara-perkara rohani yang berharga buat Anda, Anda akan mengarahkan hidup Anda untuk mencapai tujuan rohani.


Apakah tindakan Maria terlalu berlebihan?

Jadi pertanyaannya adalah: Apakah nilai-nilai yang mendasari hidup Anda? Apakah hal yang Anda anggap bernilai? Apa pun hal yang tidak berharga di dalam hidup Anda, akan Anda tolak. Apakah definisi Anda tentang ‘pemborosan’? Jawabannya akan bergantung pada definisi Anda tentang ‘nilai’. Orang banyak di dalam perikop ini memandang bahwa minyak itu telah diboroskan. “Pemborosan! Mengapa dibuang-buang?” itulah ucapan mereka. “Mengapa diboroskan?” Pemborosan bergantung pada apa yang Anda pandang bernilai dan apa yang Anda pandang tidak bernilai. Bagi mereka, mencurahkan minyak narwastu kepada Yesus, mencurahkan di kepala dan di kakinya merupakan suatu pemborosan. Tidak harus dilakukan! “Itu perbuatan yang tidak masuk akal; engkau tidak perlu melakukannya. Engkau bisa mengerjakan hal yang lebih berguna dengan barang itu. Sumbangkan kepada orang miskin.” Seperti itukah jalan pikiran Anda?

Seperti yang sudah saya sampaikan, inilah hal yang membuat saya takut. Saya menjadi takut karena berkali-kali saya merasa bahwa saya sendiri nyaris setuju bahwa tindakan itu merupakan suatu pemborosan. Apakah memang harus demikian? Perlukah dihabiskan sebotol penuh untuk dicurahkan atas Yesus? Mungkin sebaiknya dipakai sedikit saja dan sisanya tetap disimpan dalam botol. Maksud saya, tidak perlu sampai bertindak ekstrim, memecahkan botol itu sampai tidak bisa ditutup lagi. Minyak yang ada di dalamnya nanti akan menguap percuma. Dibuka dengan hati-hati, dicurahkan secara hemat dan berkata, “Lihatlah, Yesus. Aku mencurahkan sedikit minyak narwastu di atas kepalamu. Lihatlah betapa aku sangat mengasihimu. Aku akan curahkan sedikit di sini dan juga di kakimu.” Bagi saya, ini lebih masuk akal. Benar? Tidakkah hal itu juga masuk di akal bagi Anda? Maksud saya, memecahkan botol  dan mencurahkan seluruh isinya merupakan suatu tindak yang berlebihan. Sangat amat berlebihan! Itu adalah pemborosan. Tak perlu sampai seperti itu. Sekalipun Anda ingin mengurapi dia, curahkanlah sedikit saja. Isinya bisa dipakai untuk mengurapi 500 orang yang lain! Tentunya Anda tidak perlu mencurahkan semuanya ke atas tubuh Yesus saja.” Saya mendapati saya sendiri cenderung setuju, apakah Anda tidak?


Apa
yang menjadi kerangka penilaian Anda?

Pada pokok inilah ayat-ayat tersebut mulai menggelisahkan saya karena hal ini mengungkapkan kepada saya mengenai kerangka penilaian saya. Tidak heran jika ayat-ayat ini tidak lagi dikhotbahkan seiring dengan pemberitaan Injil. Tahukah Anda mengapa? Karena kita tidak memiliki kerangka penilaian rohani seperti yang terungkap di dalam tindakan Maria ini. Inilah hal yang sangat penting bagi pemberitaan Injil. Apakah Injil sangat berharga bagi Anda atau tidak akan bergantung pada kerangka penilaian Anda. Seberapa berharga Injil bagi Anda akan bergantung pada bagaimana Anda menilai hal-hal rohani, seberapa penting dan berharga hal-hal rohani itu bagi Anda.

Mungkin sedikit berharga. Mungkin cukup berguna di tingkat sosial. Misalnya kebanyakan orangtua mengira bahwa Injil itu bagus. Di Liverpool, kami harus menyediakan bus untuk pelayanan sekolah minggu. Kami berkeliling dengan bus untuk menjemput anak-anak ke sekolah minggu. Mengapa? Karena para orangtua sangat senang menyuruh anak-anak mereka pergi ke sekolah minggu. Mereka sendiri tidak mau pergi, tetapi menurut mereka bagus buat anak-anak untuk belajar menjadi orang baik. Mereka belajar bersikap baik di sekolah minggu. Jadi Injil memiliki nilai sosialnya. Sama halnya dengan tindakan memberi kepada orang miskin, ada nilai sosialnya. Orangtua berharap anak-anak itu akan menjadi orang-orang baik. Jadi, mereka dengan senang hati memasukkan anak mereka ke sekolah minggu. Sekalipun mereka bukan Kristen, bagi mereka Injil memiliki nilai,  tetapi nilainya berada di tingkat sosial saja. Injil tidak mengandung nilai rohani yang khusus bagi mereka sendiri.

Di sinilah ayat-ayat itu meneropong kita. Apakah pemahaman Anda tentang Injil? Atau mungkin Anda sendiri bahkan bertanya: Mengapa orang pergi ke gereja? Apakah karena ada banyak orang yang ramah di sana? Coba lihat orang-orang yang ramah ini. Di manakah Anda bisa menemukan orang-orang yang ramah di dunia ini selain di gereja? Lagi pula, jika Anda mendapat kesulitan, Anda boleh yakin bahwa merekalah orang-orang yang akan membantu Anda. Ketika teman-teman duniawi Anda telah menghilang, mungkin orang-orang ini masih akan mendampingi Anda. Jadi, memang ada alasan sosial yang masuk akal untuk ke gereja. Orang berduyun-duyun datang! Bahkan para pengusaha juga ikut menggerombol ke gereja! Ada banyak pengusaha lain di gereja, jadi mereka bisa membicarakan masalah bisnis, benar? Setelah ibadah, mereka bisa melanjutkan dengan berbicara tentang bisnis.

Seperti apakah kerangka penilaian kita? Mengapa ada orang yang melayani Tuhan? Apakah selalu karena alasan yang rohani? Atau adakah ada alasan yang kurang rohani? Itulah alasan mengapa saya berkata bahwa bagian ini sangat menakutkan saya karena ia mengungkapkan sesuatu tentang kerangka penilaian saya.

Mengapa saya juga memiliki kecenderungan seperti itu? Mengapa saya mendapati bahwa diri saya ini cenderung setuju dengan Yudas dan juga murid-murid lain? Bahwa tindakan itu tampaknya berlebihan? Tindakan itu sepertinya tidak perlu, sepertinya sudah berlebihan. Tidakkah Anda juga merasa bahwa Anda cenderung berpikir demikian? Tak heran jika sangat sedikit pengkhotbah yang bisa mengkhotbahkan ayat-ayat ini tanpa mendapati bahwa ayat-ayat ini dengan telak menuding dirinya sendiri. Tak heran jika ia tidak bisa mengkhotbahkan ayat-ayat ini tanpa merasakan pedang Firman Allah menghunjam dirinya sendiri dan menelanjanginya. Lalu, ia bertanya-tanya mengapa ia sampai mau memberitakan Injil? Mungkinkah sebenarnya ada alasan yang kurang rohani? Akan tetapi, Yesus menghendaki agar perbuatan Maria ini dikaitkan, diteguhkan di dalam setiap pemberitaan Injil. “Di mana saja Injil diberitakan,” katanya, “beritakan pula hal itu dan lihat apakah kamu bisa melakukannya! Beritakanlah itu.” Cobalah beritakan hal tersebut dan lihatlah apa yang dikerjakan oleh ayat-ayat ini terhadap Anda.


Ungkapan penghargaan

Kalau kita merasakan tindakan Maria berlebihan, hal ini mengungkapkan suatu persoalan di dalam diri kita. Kita harus bertanya: Apakah kerangka penilaian kita? Mengapa Maria melakukan hal ini? Jelaslah bahwa kehidupan Maria telah mengalami perubahan sepenuhnya melalui pertemuannya dengan Yesus. Hidupnya menjadi sangat berbeda. Yesus datang ke dalam hidupnya dan dia menjadi orang yang sama sekali berbeda. Hidupnya, yang tadinya berada di dalam genggaman dosa, mendadak terlepas dari genggaman dosa. Kehidupannya, yang semula berada dalam kegelapan sehingga dia tak tahu harus melangkah ke mana, sekarang telah memiliki arah yang jelas. Kehidupannya, yang mungkin tadinya hanya mementingkan diri sendiri, terikat pada diri sendiri saja, sekarang telah dibebaskan untuk bisa mengasihi orang lain dan hidup bagi orang lain, dan hal ini memberikan dia sukacita yang sebelumnya tidak dialaminya. Sebelumnya dia tidak tahu bahwa hidup bisa menjadi sedemikian indahnya. Kehidupannya tersentuh oleh keharuman Yesus dan sekarang timbul suatu kesadaran akan betapa bernilai apa yang telah dikerjakan oleh Yesus di dalam hidupnya. Ia dapat menilai bahwa hal-hal rohani merupakan sesuatu yang sangat berharga, jauh melebihi segala sesuatu yang ada.

Jadi jelaslah bahwa tindakan itu muncul dari rasa syukur mendalam yang tak terkatakan. Artinya, telah muncul suatu rasa syukur yang sangat besar, yang hanya dialami oleh segelintir orang saja. Sedemikian mendalamnya penghargaan Maria terhadap Yesus sehingga baginya, pencurahan minyak narwastu yang luar biasa mahalnya ini bukanlah suatu tindakan pemborosan, bukanlah penyia-nyiaan. Malahan, jelas sekali dari cara ia bertindak bahwa jika dia masih memiliki tiga botol minyak narwastu lagi, dia pasti akan mencurahkan semuanya bagi Yesus. Jika ada lima botol, kelimanya akan dicurahkan bagi Yesus sampai habis. Janganlah ada orang yang berkata bahwa tindakannya itu suatu pemborosan. Dia akan dengan senang hati memberikan apa pun yang ada padanya. Begitulah besarnya rasa terimakasih dan syukur yang dia rasakan!

Jika Anda tidak memiliki rasa penghargaan yang sama, tentu saja Anda tidak akan bisa memahami apa yang sedang dilakukan oleh Maria. Tentunya Anda tidak akan memiliki rasa syukur semacam ini kecuali Anda juga telah mengalami apa yang dialami oleh Maria. Semua itu sangat jelas. Anda tidak akan bisa memberikan tanggapan semacam itu kecuali jika Anda memiliki pengalaman yang sama dengannya. Apakah Yesus telah menjamah hidup Anda sehingga Anda bisa memiliki perasaan seperti ini, dan mampu berkata, “Yesus, jika aku memiliki lebih lagi, aku tak akan ragu memberikannya.” Hal ini terungkap dengan cukup baik di dalam lagu karya Wesley ‘Oh, For a Thousand Tongues! (Tak Cukup Dengan Seribu Lidah!)” Saya hanya memiliki satu lidah, tetapi jika saya memiliki seribu lidah, saya akan memanfaatkan semuanya itu untuk menyanyikan pujian dan mengerahkan segenap keberadaan saya untuk menyanyikan pujian buat Tuhan.

Bagaimana hubungan kita dengan Yesus? Apakah kita berbicara dengan Yesus melalui pintu yang ada rantainya. Kita bertanya pada Yesus di balik pintu dan bertanya, “Bagaimana kabarmu hari ini? Senang bertemu denganmu, tetapi harap jangan masuk ke sini. Aku hanya membuka kehidupanku sebatas ini saja – sebatas lebar bukaan pintu yang ditentukan oleh rantai ini. Mungkin suatu hari nanti aku akan memasang rantai yang lebih panjang agar bukaannya bisa lebih lebar, tetapi untuk sekarang cukup sebatas ini saja. Jadi aku akan bercakap-cakap denganmu lewat celah ini saja.” Kekristenan yang dibatasi! Kita tidak suka kekristenan yang boros. Kita tidak suka pencurahan yang boros ini. Kita menyukai kekristenan yang terbatas ini. Kita memandangnya sebagai tanggapan yang moderat. Kita memandangnya sebagai kekristenan yang berimbang. Lalu bagaimana kita bisa memahami nilai rohani dari perkara ini? Apa yang bisa memampukan kita untuk memberi tanggapan yang sama dengan Maria?


Makna rohani penting dari tindakan Maria

Selanjutnya, mari kita coba lihat makna penting dari apa yang dilakukan oleh Maria. Ini tidak berarti Maria sendiri tahu makna dari perbuatannya. Akan tetapi, nilai dari suatu tindakan tidak bergantung pada pemahaman Anda, tetapi pada apakah kita melakukannya dengan penuh pengabdian. Para nabi sendiri seringkali tidak memahami sepenuhnya makna dari nubuatan mereka, tetapi nubuatan mereka tidak berkurang nilainya sekalipun mereka tidak memahami sepenuhnya makna penting dari hal itu. Sebagaimana yang telah kita lihat dari Matius 25, hal yang sama terlihat pada domba-domba yang mengunjungi orang-orang di penjara. Mereka mungkin tidak menyadari bahwa mereka sedang berbuat sesuatu terhadap Yesus. Mereka tidak menyadari itu, tetapi tindakan mereka tidak berkurang nilainya hanya karena mereka tidak mampu memahami makna rohani dari perbuatan mereka. Namun, sekarang kita akan melihat makna rohani dari tindakan Maria, yang kemungkinan besar, dia sendiri tidak menyadarinya.

Di ayat 6, Yesus berkata bahwa Maria telah melakukan hal yang baik. Kata Yunaninya adalah ‘kalos‘ yang berarti ‘indah’ jika dikaitkan dengan hal yang terlihat dari sisi luar. Akan tetapi, jika merujuk kepada hal kualitas, kata ini tidak diterjemahkan dengan kata ‘indah’. Tindakan tersebut dikatakan indah dari segi kualitasnya. Jadi kata ini mungkin lebih baik diterjemahkan dengan ‘unggul (excellent)’ atau ‘berharga (precious)’ atau ‘berguna (useful)’ atau ‘layak dipuji (praiseworthy)’ atau ‘menguntungkan (advantageous)’. Itulah definisi-definisi yang akan Anda dapatkan mengenai kata ini dari dalam kamus bahasa Yunani. Semua kualitas itu terungkap dalam tindakan pengabdian Maria ini.

Apakah yang membuat tindakan itu bermanfaat atau layak dipuji? Tentu saja, hal itu layak dipuji karena ia mengungkapkan rasa syukur yang luar biasa. Sayangnya, saya tidak menemukan rasa syukur semacam ini di kalangan orang Kristen. Hal yang sangat mengejutkan. Ini mengungkapkan tingkat kehidupan rohani Anda. Jika Anda benar-benar percaya bahwa Yesus telah mati bagi Anda; telah menebus Anda dari kebinasaan kekal; dan memberi Anda tempat di dalam kerajaan surga – jika Anda percaya bahwa Yesus lewat pengorbanannya yang sempurna telah membebaskan Anda dari keterikatan dosa dan dari maut untuk memberi Anda kualitas hidup yang baru, lalu di manakah rasa syukur yang setingkat dengan yang dimiliki Maria itu?

Jika seseorang memberi saya hadiah yang indah, saya akan sangat bersyukur. Jika hadiahnya lebih berharga lagi, rasa syukur dari orang yang menerimanya akan lebih tinggi lagi. Namun, dapatkah kita menerima hadiah berupa kehidupan baru ini dan hanya menunjukkan sedikit rasa syukur? Sulit dipercaya! Saya tidak yakin kita mempercayai apa yang kita akui sebagai hal yang kita percayai. Apakah saat orang melihat hidup kita, mereka akan berkata, “Aku tak melihat ada rasa syukur di dalam hidupmu!” Jika Yesus memang telah melakukan semua itu bagi Anda, seperti yang telah Anda sendiri akui, Anda akan menjadi manusia yang sangat berbeda! Ada kehidupan yang luar biasa yang terpancar dari dalam diri Anda! Akan muncul suatu rasa syukur yang sangat berbeda di dalam hidup Anda.

Tak heran jika dunia tidak percaya pada pengakuan kita. Mungkin saja Anda berpikir bahwa apa yang telah Yesus berikan pada Anda sangatlah tidak berarti sehingga Anda merasa tak begitu bersyukur. Maksud saya, jika saya memberikan Anda sebuah sisir, mungkin Anda akan berkata, “Terima kasih, aku membutuhkannya untuk menyisir rambutku.” Akan tetapi, Anda tentunya tidak akan menari-nari di jalanan hanya karena telah menerima sebuah sisir, bukan? Namun jika, di musim dingin ini, saya memberi Anda rumah, mungkin Anda akan punya alasan untuk menari-nari di jalanan. Anda punya alasan untuk merasa sangat bersyukur.

Namun, di sini Allah melalui Yesus telah memberi Anda sesuatu yang nilainya jauh melebihi sebuah rumah, Dia memberi Anda kehidupan. Apakah kita benar-benar memiliki kesadaran akan nilai-nilai rohani? Apakah kita mengerti apa yang sedang kita bicarakan sekarang ini? Mengertikah kita apa itu hidup yang kekal? Dapatkah Anda memahami besarnya nilai dari anugerah ini? Jelas tidak! Jika dinilai dari tanggapan sebagian besar orang Kristen, jawabannya jelas tidak. Kesadaran kita akan betapa bernilainya hal-hal rohani dihalangi oleh pemahaman kita tentang perkara-perkara rohani. Kita tidak mengerti dan dengan demikian kenyataan rohani menjadi tidak nyata bagi kita dan karena itu hal-hal rohani menjadi tidak bernilai di mata kita.


Arah hidup kita  – duniawi atau rohani?

Rasul Paulus berkata di 2 Korintus 4:18,

“Jadi kami memusatkan perhatian kami pada hal-hal yang tidak kelihatan, karena yang kelihatan itu adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal.”

Dia telah memahami nilai rohani dari semua hal itu. Itu sebabnya mengapa di ayat sebelumnya dia berkata, “Penderitaan kami yang sekarang ini tidaklah berarti. Tak ada artinya dibandingkan dengan nilai dari apa yang telah diberikan, yang sedang diberikan dan yang akan diberikan oleh Allah.”

Arah hidup kita ditetapkan oleh kerangka penilaian kita, yaitu cara kita menentukan nilai. Dapatkah Anda memahaminya? Inilah isi dari pembahasan kita hari ini. Jika Anda tidak memiliki kesadaran akan betapa berharganya hal-hal rohani, Anda tidak akan mengarahkan hidup untuk mengejar hal-hal rohani. Hanya ada dua pilihan bagi tujuan hidup Anda. Bisa menuju ke arah yang rohani atau duniawi – hanya satu dari dua itu. Jika bukan yang rohani, pastilah yang duniawi karena Anda tidak punya tujuan hidup yang ketiga. Arah hidup yang duniawi berarti Anda menjalani hidup ini demi dunia; Anda hidup demi daging, demi kesenangan dan kenyamanan daging yang akan segera berlalu. Anda hidup hanya demi uang. Anda hidup hanya demi penghormatan dari orang lain, agar orang lain memuji Anda. Apa lagi arah tujuan hidup yang lain? Hanya ada dua kemungkinan, entah yang duniawi atau yang rohani.

Paulus berkata, “Kami memusatkan perhatian kami pada hal-hal yang tidak dapat dilihat oleh mata ini. Perkara-perkara yang bisa dilihat oleh mata ini hanya bersifat sementara. Perhatikanlah betapa semua itu akan berlalu.” Perhatikanlah segala sesuatu dan lihat betapa mereka akan berlalu. Perhatikanlah anjing Anda, ia akan mati. Lihatlah diri Anda di cermin, Anda juga akan berlalu. Akan tetapi, hal-hal yang tidak kelihatan adalah kekal. Akan tetapi, bagi kita, hal-hal yang tidak kelihatan itu tidak ada! Di situlah hubungan antara pemahaman rohani dengan kerangka penilaian kita.

Manusia duniawi melihat hal yang berlawanan dengan yang dilihat oleh manusia rohani. Benar-benar bertolak belakang. Bagi kita, hal-hal yang tidak kelihatan adalah hal yang kekal. Bagi mereka, hal-hal yang tidak kelihatan itu tidak ada.

Itu sebabnya, cara ia menentukan nilai cenderung jauh berbeda. Bagaimana mungkin kita akan bisa sampai pada suatu kepercayaan bahwa hal-hal yang tidak kelihatan itu, pada kenyataannya, justru merupakan kenyataan yang sesungguhnya? Bagaimana mungkin? Bagaimana kita bisa sampai pada kenyataan ini? Hanya melalui kontak dengan kehidupan dan kematian Yesus, kontak inilah yang akan mengerjakan sesuatu di dalam diri kita untuk membuka mata kita. Lewat kontak ini, tiba-tiba Anda bisa melihat hal yang sebelumnya tak terlihat oleh Anda. Untuk pertama kalinya perkara-perkara rohani menjadi nyata bagi Anda, hal yang tadinya tak begitu nyata. Setelah Anda melihat kenyataan rohani, maka perkara-perkara yang lainnya menjadi tidak berarti lagi bagi Anda. Itulah yang dilihat oleh Maria. Itulah yang membuatnya melakukan hal yang unggul, yang sangat layak dipuji dalam mengungkapkan rasa syukurnya atas hal yang telah dilakukan oleh Yesus.


Pengurapan Yesus

Hal kedua yang diucapkan oleh Yesus adalah bahwa Maria telah mempersiapkan tubuhnya untuk penguburan.

Yesus telah bangkit dari kematian sebelum orang-orang sempat membalsam tubuhnya. Praktek yang lazim saat itu adalah jika seseorang disalibkan, dia akan dibalsam untuk mengawetkan mayat orang itu. Pembalsaman ini adalah penghormatan atau hadiah terakhir bagi orang tersebut. Namun di dalam hal kematian Yesus, dia segera diturunkan dari kayu salib sebelum matahari terbenam. Dan setelah matahari terbenam, sudah masuk Sabat. Jadi mereka tidak bisa mengurapi jenazahnya. Waktu yang tersedia bagi mereka hanya cukup untuk menurunkan dan menguburnya, lalu menutup pintu kubur. Tak ada pengurapan. Itu sebabnya di hari pertama pada minggu itu, mereka datang dengan maksud untuk mengurapi jenazahnya, akan tetapi Yesus telah bangkit. Jadi urapan yang dilakukan oleh Maria adalah satu-satunya urapan yang Yesus dapatkan.

Sebutan bagi Yesus adalah Kristus, yang berarti Mesias. Mesias berarti orang yang diurapi. Di dalam Perjanjian Lama, para nabi, imam dan raja adalah orang-orang yang diurapi. Dan Yesus, yang disebut Kristus adalah Sang Mesias, Yang Diurapi. Ini menunjukkan bahwa Yesus adalah nabi, imam dan raja sekaligus. Namun tahukah Anda bahwa Yesus tidak pernah diurapi? Mengherankan, bukankah begitu? Dia tidak pernah diurapi sampai saat Maria mengurapinya. Satu hal yang sangat mengejutkan!

Pengurapan biasanya dilakukan oleh nabi atau imam. Maria bukanlah nabi ataupun imam, sejauh yang dia ketahui. Pada saat melakukan hal itu Maria tanpa sadar telah bertindak sebagai nabi dan imam sekaligus. Di dalam tindakan pengabdiannya, dia telah mengurapi Sang Mesias – Yang Diurapi. Tindakan yang luar biasa! Jika kita mengungkapkan pengabdian kita secara total, kita bisa saja melakukan sesuatu yang melampaui apa yang dapat kita bayangkan.


Ungkapan komitmen total

Ada lagi makna rohani yang penting dari peristiwa ini. Di dalam Alkitab, tubuh disebut sebagai suatu bejana (contohnya di 2Kor 4:7 dan 2Tim. 2:20-21). Tindakan memecahkan buli-buli atau bejana, tentu saja, melambangkan kematian, terutama tindakan memecahkan dan mencurahkan isinya. Paulus sendiri memakai gambaran yang persis seperti ini di Flp 2:17. Dia berkata, “Aku siap untuk dicurahkan. Seperti sebuah bejana, aku siap untuk dipecahkan buatmu dan dicurahkan pada korban dan ibadah imanmu.” Di dalam gambaran ini, Paulus mengibaratkan dirinya seperti bejana dan sedang mencurahkan air atau minyak kehidupan saat dia memberikan dirinya bagi jemaat. Itu sebabnya, tindakan memecahkan buli-buli dan pencurahan isinya, mencerminkan lambang dari pemberian diri – kematian dan pemberian diri. Inilah hal yang luar biasa.

Sebagaimana yang telah terjadi, inilah tepatnya hal yang akan dilakukan oleh Yesus. Bejananya akan dipecahkan. Kita selalu mengulangi kalimat ini di dalam Perjamuan Kudus, “Inilah tubuhku yang dipecahkan bagi kamu.” Yesus dipecahkan seperti bejana; dan hidupnya tercurah dan menjadi korban bagi keselamatan kita. Ketika kita menerima hidupnya yang tercurah itu, segenap keberadaan kita dipenuhi oleh keharuman. Jadi, Maria lewat tindakannya sedang memperagakan perumpamaan tentang kematian Yesus, yaitu gambaran tentang betapa Yesus telah menyerahkan diri sepenuhnya bagi kita dan pada gilirannya kita juga melakukan hal yang sama baginya. Dengan kata lain, seluruh tindakan ini – baik saat memecahkan buli-buli atau saat mengurapi kepalanya – merupakan gambaran mengenai komitmen total. Itulah makna tindakannya. Memecahkan buli-buli, mencurahkan seluruh isinya – komitmen total yang tertuang di dalam bentuk perbuatan – terangkum dalam satu tindakan. Tidak ada tindakan lain yang bisa menggambarkan secara lebih baik mengenai isi dari komitmen total berikut maknanya. Akan tetapi, atas tindakannya ini, akibat dari ungkapan komitmen totalnya kepada Yesus, Maria ditegur oleh umat Allah (orang-orang Yahudi adalah umat pilihan Allah), dan bahkan ditegur oleh murid-murid Yesus.

Ini sebabnya saya mengatakan bahwa ayat-ayat ini memberi peringatan buat saya. Saya diperingatkan lewat kisah yang menunjukkan bahwa bahkan jemaat juga memiliki kerangka penilaian yang meragukan; dan dengan demikian arah kehidupan rohani dari jemaat bisa menjadi kacau sebagaimana yang telah dibuktikan berulang-ulang dalam sejarah gereja. Sejarah gereja adalah sejarah tentang kegagalan yang berulang – kegagalan dalam menjaga arah kehidupan rohani gereja, kegagalan untuk memiliki kesadaran akan nilai-nilai rohani yang jelas. Melalui ayat-ayat ini, Yesus seolah-olah sedang berkata, “Jika kalian memberitakan Injil, ini adalah nubuatan tentang apa yang akan terjadi pada gereja secara umum. Perempuan ini melakukan tindakan tersebut bagiku dan dia dikritik atas apa yang telah diperbuatnya. Aku telah mencurahkan diriku sepenuhnya dalam suatu komitmen yang total kepadamu, bagi keselamatanmu. Apakah mencurahkan minyak narwastu bagiku adalah hal yang berlebihan? Apakah Anda mendapati Maria harus dipersalahkan? Apakah Anda melihat bahwa tindakan tersebut layak untuk dikritik?” Akan tetapi, sampai hari ini kita masih mendengarkan teguran dan kritikan saat kita memberikan segalanya bagi Yesus.


Apakah hal yang Anda pandang sebagai pemborosan?

Seorang sahabat baik saya, seorang Vietnam, meninggalkan studinya di Cambridge ketika Tuhan menegaskan padanya bahwa dia harus meninggalkan studinya di Cambridge University. Dia merupakan seorang mahasiswa yang cerdas. Ketika Tuhan memintanya untuk keluar, dia keluar. Karena itu, dia kehilangan beasiswanya. Karena itu, dia kehilangan tempat di salah satu universitas terbaik di dunia. Ketika Tuhan berkata, “Keluarlah,” dia segera keluar. Tahukah Anda siapa yang mengkritik tindakannya? Orang-orang Kristen, “Hei, yang benar saja! Ini terlalu berlebihan, tidak harus sampai begitu, ini keterlaluan!” dan dia berkata kepada saya, “Aku tidak mengerti mengapa hal-hal duniawi menjadi begitu penting bagi orang-orang Kristen. Mereka mengaku memiliki nilai-nilai rohani. Namun, ketika datang ujian, mereka memperlihatkan kemunafikan mereka.”

Seperti apakah kerangka penilaian Anda? Apakah yang Anda anggap bernilai? Saya mohon agar Anda menguji hati Anda dengan sangat cermat. Apakah yang Anda nilai sebagai pemborosan?

Belakangan ini saya dan istri saya, Helen bertemu dengan seseorang di sebuah KKR bagi para profesional dekat kota London. Saya menyampaikan sebuah khotbah di KKR tersebut. Setelah kebaktian, ada seorang Inggris yang mendatangi saya dan berkata kepada saya, “Di manakah Anda akan menginap?” “Mungkin di salah satu hotel di sini,” jawab saya. “Jangan. Anda menginap di rumah saya saja.” Saya bertanya, “Di manakah rumah Anda?” “Di bagian timur kota London.” Lalu dia mengantar saya ke rumahnya. Butuh waktu sekitar satu setengah jam untuk sampai di sana. Setibanya kami di sana, dia segera menyerahkan kunci rumahnya kepada saya – orang yang tak dikenalnya sama sekali. Dia menyerahkan kunci rumahnya dan berkata, “Jangan sungkan-sungkan. Saya harus kembali ke tempat KKR itu. Saya akan kembali sekitar satu atau dua hari lagi, anggaplah ini rumah Anda sendiri. Rumah saya adalah rumah Anda juga.” Dia hanya mendengar saya berkhotbah satu kali. Dia tidak mengenal saya sebelumnya, tetapi dia dengan begitu saja menyerahkan kunci rumahnya kepada saya.

Saudara ini, saya ketahui belakangan, adalah seorang dokter. Istrinya juga seorang dokter. Istrinya saat itu sedang pergi mengunjungi orangtuanya, dan saudara ini kembali mengikuti kegiatan KKR yang memang masih berlanjut itu. Setelah khotbah yang saya sampaikan, masih ada khotbah lagi dari orang lain. Saudara ini menyambut saya dengan sangat terbuka, padahal dia baru saja mengenal saya.

Saya ingin menyampaikan terima kasih kepadanya. Namun selanjutnya, saya kehilangan alamatnya. Lalu saya membatin, “Bagaimana saya bisa mengiriminya surat ucapan terima kasih?” Saya tahu kira-kira di mana wilayahnya, tetapi saya tidak ingat di mana letak persisnya. Hal ini sangat menggelisahkan saya, karena peristiwa ini sudah berlangsung sekitar tiga tahun yang lalu dan saya masih belum juga bisa mendapatkan alamatnya. Saya tidak tahu bagaimana cara untuk bisa menghubunginya.

Beberapa waktu yang lalu – mungkin sekitar dua minggu yang lalu – saya sedang bersih-bersih dan memilah kertas-kertas lama yang akan dibuang. Apa yang saya temukan? Saya menemukan catatan alamatnya. Akhirnya ketemu juga, tertulis di balik sebuah amplop yang tampaknya terjatuh secara tidak sengaja dari tumpukan kertas yang sedang saya benahi.

Lalu saya segera memberitahu Helen, “Tolong hubungi saudara ini dan sampaikan terimakasih dan penghargaan saya atas kasihnya.” Lalu setelah Helen berhasil mengontaknya, ia memberitahu saya bahwa saudara ini telah meninggalkan karirnya sebagai seorang dokter dan sekarang dia memberitakan Injil sepenuh waktu. Saya membatin, “Wah, luar biasa! Sungguh indah hal yang telah dikerjakan oleh Tuhan di dalam hidupnya.” Namun, Anda akan segera berpikir, “Berlebihan sekali, ini sangat sia-sia! Diperlukan enam, atau tujuh tahun untuk dilatih menjadi dokter. Bukankah sebaiknya ia menggunakan talentanya untuk membantu orang miskin, mengapa dihabiskan hanya untuk Yesus saja!”

“Tidak perlu sampai begitu! Yang benar saja, cukup tuangkan sedikit minyak narwastu dan teteskan sedikit pada Yesus, urapi kepalanya. Cukup sedikit saja. Jika Anda pikir itu masih terlalu sedikit, tuangkan sedikit lagi, tapi jangan habiskan satu botol! Boros sekali!” Apakah perasaan itu menghinggapi Anda? Atau mungkin jika seorang insinyur meninggalkan pekerjaannya, Anda berkata, “Wah, sia-sia sekali! Pemberitaan Injil itu pekerjaan orang-orang yang tidak berpendidikan, orang-orang bodoh. Mereka boleh saja pergi memberitakan Injil, tapi bukan orang-orang sepertimu. Terlalu berlebihan, sudah kelewatan!” Apakah Anda merasakannya? Aneh, bukankah demikian? Semangat penolakan mendadak muncul di dalam hati kita, walaupun mungkin tidak kita ucapakan.

Saya bisa memberi Anda sebuah daftar panjang teman-teman saya yang telah meninggalkan praktek kedokteran dan pergi memberitakan Injil dan tidak lagi menjadi dokter. Aneh! Mengapa melakukan hal yang berlebihan seperti itu? Suatu pemborosan. Martin Lloyd Jones, sebagaimana yang kita ketahui, meninggalkan karir sebagai seorang spesialis jantung demi memberitakan Injil. “Sungguh berlebihan! Anda bisa saja melakukan pemberitaan Injil secara part-time, dan menjadi ahli penyakit jantung secara part-time juga. Mengapa Anda berkeras untuk sepenuhnya memberitakan Injil? Ini suatu pemborosan – sangat boros. Lihatlah orang-orang miskin, orang-orang yang sedang sakit, orang-orang yang sedang sekarat di sana. Mereka benar-benar sangat membutuhkan Anda.”  Saat kita menemukan diri kita berpikir dengan cara ini, berwaspadalah.

Apakah hal yang menurut Anda suatu pemborosan?


Lima poin dari tindakan pengabdian Maria

Saya akan menutup dengan menyampaikan lima poin yang akan menjelaskan mengapa saya merasa sangat cemas akan arah hidup kita dan tujuan rohani kehidupan kita. Hal ini akan menjelaskan mengapa kita begitu mudah menyelewengkan Injil menjadi Injil sosial, yaitu mengubah tujuan rohani menjadi tujuan sosial. Kita mengira bahwa dengan memberi kepada orang miskin, berarti kita sudah melakukan sesuatu hal yang rohani. Suatu penipuan yang luar biasa! Mari kita amati kelima poin itu di dalam bagian penutup ini.


1. Langkanya komitmen total

Pengabdian total semacam ini – jenis pengabdian yang menganggap bahwa tak ada hal yang terlalu berharga untuk diserahkan kepada Yesus ternyata sangatlah langka di kalangan gereja, di kalangan orang-orang yang mengaku dosanya sudah ditebus oleh Yesus, Sang Mesias! Perempuan ini dikritik karena tindakan pengabdian yang seharusnya membawa sukacita pada para murid, mereka seharusnya berkata, “Haleluyah, puji Tuhan! Orang ini menunjukkan rasa syukur yang luar biasa!” Apakah mereka senang? Tidak. Mereka menggerutu; mereka menegur. Itulah hal pertama yang menggelisahkan saya. Kita mengeklaim mempunyai komitmen total, tetapi komitmen kita ternyata jauh dari total. Itu sebabnya arah tujuan kehidupan rohani kita menjadi sangat tidak jelas.


2. Pengabdian yang berlebihan?

Kedua, walaupun kita berbicara tentang komitmen total, tetapi ketika kita diuji, ternyata komitmen kita masih jauh dari total. Apa maksudnya? Maksud saya, kita mengasihi Tuhan dan kita siap untuk memberikan ini atau itu. Akan tetapi, hal-hal yang siap kita serahkan adalah yang tidak begitu berharga bagi kita. Kita adalah orang-orang munafik. Kita siap untuk menyerahkan uang kepada Tuhan selama jumlahnya tidak membuat kita sakit hati, atau tidak terlalu banyak. Jika Anda memiliki penghasilan RP 30 juta per bulan, maka jumlah Rp 1 juta tidak begitu berarti bagi kita, bukankah begitu? Anda bisa memberikan Rp 1 juta tanpa harus merusak standar kehidupan Anda. Sama sekali tidak mengganggu standar kehidupan saya. Apalah arti Rp 1 juta? Bukankah begitu!?

Kita mampu memberi sejauh tindakan itu tidak terlalu mengganggu hal yang sangat mendasar bagi kita. Arah tujuan hidup rohani kita sangatlah meragukan. Kita bersedia memberikan waktu kita, sejauh itu hanya waktu luang saja. Maksudnya, jika sebelumnya ada waktu yang saya pakai untuk menikmati tontonan di TV, tetapi sekarang saya gunakan untuk membaca Alkitab. Namu,n bahkan di dalam kegiatan membaca Alkitab, Anda melakukannya demi kepentingan Anda sendiri. Siapakah yang akan menikmati manfaatnya selain Anda sendiri? Apakah Anda mengira bahwa dengan membaca Alkitab, berarti Anda telah memberikan sesuatu bagi Yesus? Anda tidak memberikan apa pun bagi dia! Anda hanya melakukan sesuatu bagi diri Anda sendiri.

Atau, kita berkata bahwa kita akan meluangkan waktu buat berdoa. Akan tetapi, sebagian besar isi doa kita adalah demi kepentingan kita sendiri. Kita belum memberikan sesuatu apa pun bagi Yesus – nihil – setetes minyak narwastu pun tidak. Yang kita lakukan justru mengambil minyak narwastu itu. Kita belum memberikan apa-apa. Apa yang kita berikan? Ujung-ujungnya seringkali nihil – atau nyaris tak ada – tetapi kita berbicara tentang komitmen total!

Pengabdian yang berlebihan? Apakah mungkin ada pengabdian yang berlebihan? Mungkinkah suatu komitmen total membuat kita memberi terlalu banyak? Adakah hal yang berlebihan dalam memberi kepada Tuhan? Kita bisa saja salah memberi, tetapi bisakah kita memberikan secara berlebihan? Maksud dari ‘salah memberi’ adalah bisa saja kita memberikan sesuatu yang tidak Tuhan inginkan. Sebagai contoh, beberapa orang mengira bahwa menyiksa diri adalah tindakan yang saleh; lalu mereka mengambil batang kayu dan mulai memukuli diri sendiri sampai berdarah. Bukan itu yang Tuhan inginkan.

Atau Anda berkata, “Baiklah, aku akan berpuasa dan menahan lapar sampai mati.” Berpuasa itu baik, tetapi jangan mengira bahwa dengan berpuasa, Anda sedang melakukan sesuatu hal yang Dia senangi, seolah-oleh Allah senang melihat tubuh Anda menjadi semakin kurus. Puasa merupakan hal yang baik untuk latihan pengendalian diri. Sebisa mungkin, latihlah hal itu. Namun, jangan mengira bahwa Anda sedang memberi Dia sesuatu dengan melakukan hal itu. Dia sama sekali tidak menikmati saat-saat Anda kelaparan.

Demikianlah, kadang kala pengabdian kita bisa salah arah. Namun, kita tidak mungkin bisa berlebihan dalam hal memberi. Kita tidak mungkin bisa memberi lebih daripada apa yang seharusnya. Namun, kita mengira bahwa kita bisa, karena kita menilai bahwa hal yang lebih itu sebagai pemborosan. Kita akan menghargai tindakan Maria (bukankah begitu?) seandainya dia hanya memberikan beberapa tetes minyak narwastu kepada Yesus. Namun, kita tidak bisa bertoleransi ketika kita melihat pengabdiannya yang kita pandang berlebihan. Berlebihan!? Bisakah kita berbicara tentang sesuatu yang total jika masih ada yang dipandang berlebihan? Apakah ada hal yang bisa melebihi totalitas? Sungguh pemahaman yang membingungkan. Kembali kita menunjukkan kemunafikan dan kurangnya penghargaan kita dalam menilai hal-hal yang rohani.


3. Kebingungan dalam menentukan nilai

Yang ketiga, hal ini menunjukkan betapa pemikiran kita akan hal-hal rohani akan kacau jika cara kita menilai kacau. Sungguh aneh melihat betapa Yudas dan murid-murid lainnya mengkritik tindakan Maria. Ini menunjukkan bahwa logika mereka tidak bekerja kecuali – jika – motivasi mereka memang tidak murni. Bagaimana bisa seseorang yang sudah melepaskan segalanya untuk mengikut Yesus, seperti yang telah diperbuat oleh para murid itu, ternyata mengkritik orang lain karena dinilai telah bertindak secara berlebihan? Jika mereka sendiri memang sangat peduli pada orang miskin, mengapa bukan mereka saja yang tetap menjadi nelayan dan menyumbangkan hasil pekerjaannya kepada orang-orang miskin? Mengapa mereka melepaskan pekerjaan mereka dan mengikut Yesus, tetapi kemudian mengkritik tindakan Maria sebagai suatu pemborosan? Aneh, kekacauan yang tidak logis, bukankah begitu? Atau apakah, sebagaimana yang sudah saya katakan, ketika para murid melepaskan pekerjaan sebagai nelayan untuk mengikut Yesus, motif mereka tidak murni? Mungkin mereka mengikut Yesus karena alasan yang lain, mungkin alasan yang egois. Mereka yang sudah mempelajari Injil tentunya siap mengakui hal itu: Bahwa para murid mengikut Yesus, pada awalnya mungkin karena motivasi yang tidak murni. Dalam hal Yudas, motifnya ternyata tetap cemar sampai ke titik akhirnya. Dalam kasus Yudas, tidak pernah ada pemuridan yang sejati.


4. Janganlah
mengkritik orang demi membela diri

Hal ini membawa saya kepada poin yang keempat. Kita menyebut Yesus sebagai Tuan, tetapi dalam prakteknya, kita berlagak sebagai tuan atas orang lain dengan kritikan kita. Perempuan ini, Maria, memberikan apa yang menjadi miliknya. Minyak narwastu itu adalah miliknya. Milik pribadinya. Dia berhak untuk melakukan apa saja atas minyak narwastu itu. Akan tetapi, mereka merasa berhak untuk mengkritiknya atas apa yang telah diperbuatnya terhadap barang miliknya sendiri! Mereka benar-benar tidak mengerti batas kewenangan mereka, bukankah begitu? Apakah hak saya untuk mengkritik Anda mengenai apa yang Anda lakukan atas barang milik Anda? Jika Anda mengeluarkan uang lima puluh ribu dan memutuskan untuk membeli sesuatu dengan uang itu, saya tidak bisa mengatakan apa pun karena itu uang Anda. Saya tidak bisa berkata apa-apa. Jika Anda mengeluarkan uang lima ribu puluh ribu dan berbuat sesuatu dengan uang itu, itu hak Anda. Bukan urusan saya membicarakan tentang uang Anda.

Lalu, mengapa mereka mengkritiknya? Jika dokter ini melepaskan profesinya, apakah saya harus mengkritiknya? Atau apakah Anda harus mengkritiknya sebagai orang yang terlalu fanatik atau berlebihan? Andakah yang membiayai ongkos pendidikannya? Anda tidak punya peranan apa-apa. Itu adalah kehidupannya sendiri, urusannya sendiri. Mengapa Anda mengkritiknya? Saya beritahu mengapa. Karena tindakan orang tersebut justru mengungkapkan siapa diri kita! Membuat kita merasa tidak nyaman. Saat kita melihat ada orang yang memecahkan buli-bulinya, kita merasa, “Aduh, itu membuatku merasa harus memecahkan buli-buliku juga. Aku tidak mau memecahkannya! Satu-satunya jalan bagiku untuk menolak ikut memecahkan buli-buliku adalah dengan mengatakan bahwa tindakan itu akan merupakan suatu tindakan yang tidak berguna dan berlebihan.”

Jika saya melihat ada orang yang berpuasa dan saya tidak mau berpuasa, saya mengkritiknya. Mengapa? Karena puasanya itu membuat saya merasa harus melakukan hal yang seharusnya saya kerjakan, yang mungkin tidak ingin saya lakukan. Lalu kita berkata, “Fanatik, berlebihan, tidak berguna! Sungguh tidak berguna melakukan hal semacam itu.”

Saya juga mendengar kritik-kritik semacam itu di dalam gereja. Saya sudah mendengar, sebagai contoh, kritikan terhadap suatu tim pelatihan yang berpuasa. Saya tidak menanggapinya. Mengapa? Mereka bertekad untuk meneladani Yesus dan berpuasa untuk mendisiplin diri mereka, tapi mereka malah dikritik: “Tidak perlu, berlebihan, omong kosong.” Mengapa? Perut mereka sendiri yang dipakai berpuasa, bukan perut Anda. Apa hak Anda mengkritik mereka? Jika mereka makan atau tidak, itu makanan mereka sendiri; bukan makanan Anda. Apa yang memberi Anda hak untuk mengkritik? Mengapa Anda mengkritik? Karena hal itu membuat Anda merasa tidak nyaman; mengungkapkan siapa diri Anda.

Misalnya seseorang melepaskan profesinya untuk melayani Tuhan, Anda akan mengecam jika Anda merasa tidak nyaman dengan tindakan tersebut. Mungkin semestinya Anda juga sudah melakukan hal itu, tetapi Anda tidak mau melakukannya. Dengan demikian Anda lalu membela diri dengan mengatakan, “Aku tidak melakukannya karena ini hanya omong kosong. Tidak perlu, berlebihan, pemborosan!” Ada banyak cara untuk melayani Tuhan, tidak perlu sampai melepaskan pekerjaan. Itulah cara kita membela diri kita sendiri.


5. Jangan membenarkan diri dengan alasan yang terdengar rohani

Penjelasan yang kelima dan terakhir, sambil kita menutup pembahasan ini, adalah: Mengapa ayat-ayat ini menggelisahkan saya karena seringkali kita menutupi alasan kita yang sebenarnya dengan mengajukan penjelasan yang kedengarannya rohani. Ini merupakan hal yang sangat menakutkan. Kita melihat hal itu di Yohanes 12. Yudas mengkritik Maria yang memecahkan buli-bulinya. Baginya, tindakan itu adalah suatu pemborosan.

Selanjutnya Injil memberitahu kita bahwa hal itu bukanlah alasan yang sesungguhnya. Dia tidak peduli pada orang miskin. Dia hanya membuat alasan seolah-olah dia peduli pada orang miskin. Kenyataannya, dia sama sekali tidak peduli pada orang miskin! Yang benar adalah, dia ingin membenarkan dirinya sendiri; kedua, dia sendiri adalah maling. Hanya uang yang berharga baginya (Yoh 12). Dia mengejar uang. Baginya, setiap uang yang dikeluarkan untuk tujuan semacam ini adalah suatu pemborosan, karena dia sangat mencintai uang. Itulah alasan yang sebenarnya.

Alasan yang satu ini sangat menakutkan saya karena, berulang kali, kita mengatakan sesuatu yang kita sebut sebagai alasan, tetapi sebenarnya bukan alasan yang sesungguhnya. Kita terjebak di dalam kekacauan yang berbahaya karena tindakan menipu diri sendiri ini. Sebagai contoh, Anda merasa tertantang untuk melayani Tuhan. Entah Anda melayani Tuhan atau tidak, tidak ada orang yang berhak mengkritik Anda. Itu adalah hidup Anda sendiri. Apa yang akan Anda lakukan dengan hidup Anda sendiri adalah urusan pribadi Anda. Tapi tolonglah! Jika Anda putuskan untuk tidak melayani Tuhan, jangan beri saya alasan yang kedengarannya rohani sementara alasan yang sesungguhnya adalah ketidaksediaan Anda untuk melakukannya. Katakanlah sejujurnya, “Saya tidak sanggup mengungkapkan pengabdian semacam ini.” Baiklah, itu jujur; cukup terbuka! Tak akan ada orang mengkritik Anda. Itu adalah urusan antara Anda dengan Tuhan. Atau Anda bisa berkata, “Saya tidak siap saat ini.” Cukup adil. Tidak masalah!

Namun, janganlah datang dengan alasan yang kedengarannya rohani dan bodoh seperti, “Apa yang akan terjadi kalau semua orang di gereja menjadi pelayan full-time?” Yang akan terjadi adalah sesuatu yang indah. Apanya yang buruk? Apakah hal itu membuat Anda takut, kalau semua orang di gereja menjalani pelayanan full-time? Sudah sering saya mendengar hal ini sehingga bisa dikatakan saya sudah muak! Apakah bayangan tentang pelayanan full-time membuat Anda ketakutan? Visi tentang gereja yang berisi pelayan full-time adalah hal yang sangat indah untuk dibayangkan. Sangat indah untuk membayangkan suatu gereja di mana setiap orang di dalam gereja masuk ke dalam pelayanan Tuhan. Kita akan mempunyai begitu banyak tenaga kerja untuk diutus. Jika kita membutuhkan seseorang untuk, misalnya, dikirim ke Malaysia, kami cukup bertanya, “Ada yang siap berangkat?” Anda berkata, “Ya, saya siap untuk segera berangkat.” “Baik, empat orang saudara akan berangkat. Lima orang? Baik, lima orang berangkat. Indah sekali! Bagaimana dengan kebutuhan materinya? Tak ada masalah sama sekali. Saudara lainnya yang bekerja akan memberi dukungan. Allah akan mencukupi dengan cara-Nya sendiri. Akan tetapi, bayangan tentang gereja yang diisi oleh pelayan full-time tampaknya membuat banyak orang ketakutan. Aneh sekali!

Janganlah membawa alasan semacam ini. Sungguh tak layak bahkan untuk dikomentari. Jujur sajalah di hadapan Allah. Setidaknya Anda bisa menangani persoalan Anda dengan benar karena masalah tersebut mendapat diagnosa yang tepat, yaitu pengabdian Anda masih belum memadai pada saat itu. Baiklah! Jika Anda berkata bahwa Anda tidak memiliki karunia khusus, boleh juga. Tidak masalah. Jika Anda merasa tidak memiliki karunia khusus, Anda bisa memohon karunia dari Allah dan Dia akan menyediakan berbagai karunia bagi Anda.

Tapi mengapa tidak mengungkapkan keadaan yang sejujurnya? Katakan saja apa adanya! Jangan berkata, “Aku akan melayani Tuhan, tetapi…Yah, Anda tahu, Tuhan tidak menghendaki saya melakukan ini.” Apa!! Saya belum menemukan ada hal seperti ini di dalam Alkitab, di saat ada orang yang mau melayani Allah, tetapi Tuhan berkata, “Tidak, Aku tidak menghendakimu!” Saya tak pernah mendengar Allah berkata, “Aku tidak menginginkan seorang untuk melayani Aku.” Pernyataan yang tidak masuk di akal!

Tapi tentunya, jika Anda katakan bahwa Allah tidak menghendaki Anda, saya akan terima kata-kata Anda. Itu menjadi urusan Anda dengan Allah. Saya tidak berhak menghakimi Anda, tetapi perlu saya katakan bahwa, berdasarkan Firman Allah, saya tidak pernah menemui pernyataan semacam itu. Sungguh luar biasa, ada orang yang ingin melayani Tuhan tapi ditolak. Apakah dalam hal keselamatan atau pelayanan, saya tidak pernah dengar adanya penolakan seperti ini.

Dengan demikian poin yang terakhir ini adalah poin yang paling penting. Mari kita, setidaknya berani berkata, “Arah tujuan rohani di dalam kehidupan aku tidak jelas. Pengabdianku tidak memadai. Aku, dengan kasih karunia Allah, akan bertumbuh ke arah ini. Doakanlah aku agar aku bertumbuh ke arah ini.” Katakanlah dengan jujur. Janganlah menciptakan alasan yang terdengar rohani sementara jauh di dalam hati Anda alasan yang sesungguhnya adalah bahwa Anda tidak bersedia memecahkan buli-buli Anda, dan karena Anda menilai terlalu berlebihan jika harus memecahkannya. Itulah alasan yang sesungguhnya. Janganlah munafik dan berkata, “Aku tidak memecahkannya karena aku ingin memberikannya kepada orang miskin. Tidak sekarang, tentu saja, tapi suatu hari nanti. Kalau aku mati nanti, aku akan menjadikannya warisan buat orang miskin. Untuk sementara waktu, aku akan menyimpannya sampai hari kematianku sebab tentunya orang miskin akan tetap ada di hari itu bukan? ‘Orang miskin akan selalu ada bersamamu,’ adalah ucapan dari Yesus sendiri. Jadi tidak perlu cepat-cepat memberikannya kepada orang miskin. Jika aku mati nanti, aku akan mewariskannya buat mereka. Di saat aku masih hidup, aku akan menikmatinya.”

Demikianlah kelima hal dari ayat-ayat ini yang menguji secara cermat hati kita semua. Setiap kali Anda membacanya, ketika Anda berpandangan bahwa hal yang dilakukan Maria adalah pemborosan, tanyakanlah hal ini pada diri Anda: Bagaimanakah saya menilai hal-hal rohani? Apakah hal-hal rohani itu berharga buat saya? Apakah saya sesungguhnya berkomitmen? Apakah arah tujuan rohani di dalam hidup saya?

 

Berikan Komentar Anda: