Pastor Eric Chang | Jumat Agung |

Kita akan membahas tentang mengapa Kristus harus mati. Mengapa Yesus memberikan dirinya kepada kita? Anda mungkin akan segera menjawab, “Mudah saja. Saya tahu jawabannya. Yesus mati untuk menyelamatkan kita.” Ini adalah jawaban yang sederhana untuk persoalan yang sangat penting ini. Benar, memang benar Yesus mati untuk menyelamatkan kita, tetapi itu hanya sebagian dari kebenaran. Anda mungkin berkata, “Kristus mati karena dia mengasihi kita!” Ini juga merupakan jawaban yang sering kita dengar. Apakah ini salah? Tidak, jawaban ini benar, tetapi juga masih belum kebenaran yang seluruhnya.


PENDERITAAN JASMANI BUKAN POKOK YANG UTAMA

Jadi, mengapa Yesus mati? Apa rencana kekal Allah lewat kematian AnakNya Yesus Kristus? Apakah Allah mempunyai suatu tujuan? Jika kita berkata bahwa Yesus mati karena dia mengasihi kita, yang sedang kita gambarkan sebenarnya adalah niat atau motivasi hati. Akan tetapi jawaban itu tidak menjelaskan untuk apa Yesus mati. Jika saya bertanya, “Mengapa Yesus mati?” yang sedang ditanyakan bukanlah motivasinya atau hal yang mendorong dia untuk melakukan itu. Yang sedang saya tanyakan adalah apa rencana kekal Allah lewat kematian Anak-Nya? Apa rencana kekal itu memang ada? Jadi, pertanyaan tentang motivasi kematian Yesus berbeda dengan tujuannya. Motivasinya memang kasih. Tapi apakah tujuan dari kematiannya?

nailSaat saya berbicara tentang salib, saya tidak akan mencoba untuk menggambarkan bagaimana mereka menancapkan paku ke tangan dan kaki Yesus dan tentang rasa sakit dan penderitaan yang dialaminya. Anda bisa merenungkannya sendiri. Namun perlu diketahui bahwa penderitaan jasmani bukanlah pokok yang utama. Dan jika saya ingin berbicara tentang penderitaan rohani, saya juga tidak bisa menggambarkannya karena saya sendiri tidak memahaminya! Siapa di antara kita yang bisa memahami penderitaan rohani Kristus? Kita tidak berada dalam posisi mampu memahaminya karena kita ini sangat tidak peka terhadap dosa. Dosa tidak membuat kita merasa risih. Lalu, bagaimana kita bisa memahami orang yang merasa risih dengan dosa? Yang hatinya hancur melihat dosa? Kita tidak bisa memahaminya!  

Sebagai contoh, jika Anda bertumbuh dengan kebiasaan hidup bersih, Anda tidak akan dapat memahami perilaku anak-anak yang senang bermain di lumpur. Sangat menyenangkan buat dia saat melumuri wajahnya dengan lumpur. Tapi bagi Anda hal itu sangat jorok. Akan tetapi anak yang terbiasa bermain dengan lumpur tidak merasa bahwa itu jorok. Anda berbicara dalam bahasa yang tidak dipahaminya karena dia tidak merasa bahwa lumpur itu jijik. Bagi dia, “Ini sangat menyenangkan! Senang sekali bisa bermain dengan lumpur.” Demikianlah, Anda mungkin berkata, “Asyik sekali berbuat dosa. Sangat menyenangkan.” Lalu orang lain yang  peka dengan dosa akan meratapi dosa namun Anda berkata, “Aku tidak mengerti. Kenapa dia bereaksi begitu keras?” Itulah persoalannya, kita tidak peka dengan dosa.

Jadi, saya tidak akan mencoba untuk memahami apa yang alami oleh Yesus di kayu salib, karena jika kita belum mencapai kepekaan rohani seperti dia, maka kita tidak akan mungkin bisa memahami hal ini. Sampai pada batas tertentu, kita masih bisa memahami arti kepedihan. Akan tetapi, tetap saja kita tidak bisa memahami penderitaan di kayu salib. Pokok yang utama bukanlah pada masalah penderitaan jasmani. Lagi pula, Yesus bukanlah satu-satunya orang yang pernah disalibkan oleh penguasa Romawi. Terdapat ribuan orang yang disalibkan oleh pihak Roma. Di dalam pemberontakan Spartakus, misalnya, di jalan yang menanjak ke arah kota Roma berjajar kayu salib. Penyaliban adalah hukuman yang dijatuhkan pada banyak orang pada zaman itu. Jadi, jika penderitaan jasmani yang dialami oleh Yesus membuat kita meneteskan air mata, lalu bagaimana dengan penderitaan orang lain yang juga disalibkan? Penderitaan jasmani bukanlah pokok yang utama.

Yang utama adalah penderitaan rohaninya, dan hal ini justru tidak kita pahami. Itu sebabnya Yesus ke taman Getsemani, ke tempat yang maha kudus dan tidak bisa kita ikuti, karena kita tidak memahaminya. Sekarang, orang tidak peka terhadap dosa. Bahkan orang Kristen juga tidak peka terhadap dosa. Sangatlah menyedihkan melihat betapa mereka mampu melukai hati orang lain, betapa orang Kristen bisa menjadi sangat tidak berperasaan, sangat tidak ramah, bejat, pesimis dan daftar dosa orang Kristen sangatlah panjang. Secara rohani, orang Kristen benar-benar sangat jauh dari Kristus. Bagaimana bisa mereka mengerti apa yang ditanggung oleh Yesus? Bagaimana saya, yang secara rohani tidak peka ini, bisa memahaminya? Saya memang sedih melihat dosa, tetapi kesedihan saya itu masih terlalu jauh dari kesedihan yang diderita oleh Yesus. Jadi, bagaimana saya bisa kita memahami penderitaan rohani yang dialami oleh Yesus di atas kayu salib?

Karena saya tak mampu mendalami kepedihan atau penderitaannya, maka yang bisa saya lakukan hanyalah mengajukan pertanyaan yang lebih mendasar, untuk apa Yesus melakukan itu semua? Apakah yang menjadi tujuannya? Apakah yang menjadi rencana kekal Allah dalam mengutus Yesus untuk mati? Apakah Allah punya rencana kekal itu? Dan jika memang demikian, apakah rencana kekal itu?

Dan dengan kasih karunia dan kuasanya, jika kita bisa mendapatkan gambaran tentang tujuannya maka setidaknya kita bisa berusaha agar tujuan dari kematiannya itu dapat terwujud di dalam hidup kita. Demikianlah, kita beralih dari urusan pemahaman emosional akan kematian Yesus, menuju kepada definisi aktif yang nyata tentang tujuan dari tindakan itu. Dan saya yakin bahwa hal ini akan lebih menyenangkan hati Tuhan. Jadi tujuan kita sekarang adalah untuk mengetahui untuk apa Yesus mati bagi kita? Dan bagaimana saya bisa, dengan pertolongan Allah, mewujudkan tujuan itu di dalam hidup saya.

Saya akan bagikan empat kutipan Alkitab dari tulisan Rasul Paulus. Jika Anda bertanya kepada rasul Paulus, “Paulus, apakah tujuan Allah di dalam kematian Yesus bagi saya? Apakah rencana kekal yang ada di balik hal ini? Hal apakah yang ingin dia capai?” Biar Paulus langsung yang berbicara pada kita lewat keempat kutipan ini.


MEMBEBASKAN KITA DARI SEGALA KEJAHATAN

Pertama-tama, kita melihat di Titus 2:14. Surat Titus adalah surat Paulus yang dia tujukan kepada rekan sekerja dan murid yang dia latih di dalam pekerjaan Tuhan. Agar tetap pada konteksnya, kita akan membaca dari ayat 11.

Karena kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata. Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini  dengan menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia dan penyataan kemuliaan Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus, yang telah menyerahkan diri-Nya bagi kita untuk membebaskan kita dari segala kejahatan dan untuk menguduskan bagi diri-Nya suatu umat, kepunyaan-Nya sendiri, yang rajin berbuat baik.

Jangan hanya berhenti membaca di ‘telah menyerahkan diri-Nya bagi kita untuk membebaskan kita’ – kita tidak boleh berhenti di sini, karena berhenti di sini berarti tidak jujur pada keseluruhan jawaban. Dia telah menyerahkan diri-Nya bagi kita untuk membebaskan kita dari segala kejahatan dan untuk menguduskan bagi diri-Nya suatu umat, kepunyaan-Nya sendiri, yang rajin berbuat baik.

Inilah jawaban Paulus. Mengapa dia menyerahkan dirinya? Dia menyerahkan dirinya untuk menebus kita. Kata ‘menebus’ (redeem) adalah kata yang dipakai dalam arti setting free (membebaskan) seorang budak, menebus seorang budak agar merdeka. Kita tidak lagi memakai kata ini secara harfiah di zaman modern. Akan tetapi, pada zaman dulu, kata ini lazim digunakan. Setiap kali Anda ingin membeli seorang budak, Anda membelinya dari orang lain. Kata ini secara harfiah berarti ‘menebus’ seseorang. Yaitu membebaskan dia dengan cara membayar uang pembebasannya. Dalam hal ini, harganya adalah darah Yesus.

Demikianlah kata rasul Petrus di 1 Petrus 1:18-19:

Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas (orang pada zaman dulu biasanya membeli budak dengan emas dan perak), melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.

DELIVERANCEMenebus kita dari apa? Menebus kita dari segala kejahatan. Kata ‘kejahatan’ ini dalam bahasa aslinya berarti ‘pelanggaran’ (lawlessness).  Mengapa kata ‘pelanggaran’ ini dipakai? Karena dosa, seperti yang dikatakan oleh rasul Yohanes di 1 Yohanes 3:4, pada dasarnya adalah pelanggaran; suatu penolakan terhadap hukum Allah, yang berarti suatu penolakan terhadap kedaulatan Allah. Sekarang Anda bisa melihat mengapa hal ini menjadi tema utama dalam pemberitaan Yesus sendiri – yaitu kerajaan [kedaulatan] Allah. Saat kita belum mengenal Kristus, kita mengerjakan kehendak kita sendiri, kita hidup semau kita. Kita tidak mau peduli dengan isi hati orang lain, apa lagi isi hati Allah. Karena itu, kita tidak peduli apakah Dia ada atau tidak, apa lagi dengan kedaulatan-Nya. Ini adalah penolakan terhadap pemerintahan Allah di dalam hidup kita.

Kita tidak peduli dengan Sepuluh Perintah Tuhan atau perintah-perintah lainnya yang berkaitan dengan hal itu. Kita hanya mau melakukan apa yang kita senangi. Begitulah cara hidup kita. Yesus menebus kita dari cara hidup yang demikian. Penebusan ini tidak sekadar dalam segi hukumnya. Penebusan bukan sekadar mencabut status bersalah kita. Tidak, kita ditebus dari segenap cara hidup kita, cara hidup yang digambarkan sebagai melanggar hukum itu.

Ketika kita belum mengenal Kristus kita hidup dalam pelanggaran. Hukum Allah tidak berarti bagi kita. Allah tidak berarti bagi kita. Kita tidak peduli pada firman Allah, atau pada isi Alkitab, atau pada gereja, dan oleh karena itu, kita juga tidak peduli pada orang lain. Kita menegakkan aturan pribadi kita masing-masing. Seandainya kita bisa menghindari hukum buatan manusia, kita juga akan menolak hukum buatan manusia. Kita ingin menegakkan aturan pribadi kita sendiri. Akan tetapi Kristus menebus kita dari segala kejahatan; baik dari kejahatan yang berupa pelanggaran dalam bentuk cara hidup maupun hasil dari cara hidup yang jahat itu.


MENGUDUSKAN BAGI DIRINYA SUATU UMAT

Rasul Paulus melanjutkan dengan berkata bahwa Kristus menyerahkan dirinya untuk menebus kita dari cara hidup lama untuk menguduskan bagi dirinya umat kepunyaannya. Perhatikan kata menguduskan baginya. Kristus tidak menyelamatkan kita semata-mata demi kepentingan kita saja, yakni agar kita diselamatkan dan mendapatkan tempat di surga. Cara pemberitaan seperti ini sangatlah berpusat kepada manusia. Allah melalui perantara Yesus melakukan segala sesuatu demi manusia. Lalu apa yang pernah dilakukan oleh manusia demi Allah? Yesus mati untuk membebaskan kita dari segala kejahatan dan untuk menguduskan kita, apakah ini demi kita? Tidak, tetapi untuk membentuk suatu umat bagi dirinya. Sekarang kita mulai melihat bahwa Yesus mati untuk tujuan yang sangat khusus, dia mati demi menguduskan bagi dirinya suatu umat. Indah sekali!

Perhatikan kata ‘menguduskan’. Kata ini dalam bahasa Yunaninya secara harfiah berarti membersihkan, membuat bersih. Menguduskan, membuat bersih – bersih dari segala yang menjijikkan, dari segala noda, dari segala kotoran. Dan dia melakukan ini karena dia menginginkan satu umat miliknya pribadi. Sekarang kita mulai mengerti lebih jauh lagi tentang kematian Yesus di dalam rencana Allah. Ayat itu berlanjut dengan: menguduskan bagi dirinya suatu umat, kepunyaan-Nya sendiri. Oh, sungguh indah, kita menjadi miliknya, kita menjadi miliknya pribadi.

Pada hari Jumat siang di bukit Kalvari, saat Yesus menyerahkan nyawanya; dia bisa melihat bahwa setelah benih itu mati, dari kematiannya akan muncul panen besar, akan muncul umat yang baru (Yoh. 12:24). Umat yang bagaimana? Umat yang telah dibebaskan dari dosa, umat yang indah karena dihiasi kemurnian rohani, kekudusan dan yang akan bersinar di dunia ini demi kemuliaan Allah. Dari tengah lumpur, kotoran dan kejijikan dosa akan bertumbuh bunga yang indah yang putih murni, memancarkan bau harum, kecantikan dan kemuliaan! Oh, ini hal yang sangat layak untuk dibayangkan saat dia sedang sekarat! Ibrani 12:2 berkata, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia. Apakah sukacita yang disediakan bagi Yesus? Bukan sukacita karena menderita. Melainkan apa yang terhampar di balik kayu salib itu. Itulah sukacita yang disediakan bagi dia. Mengapa orang-orang mau melayani Tuhan, mengorbankan pekerjaan, karir dan masa depan mereka? Apakah mereka senang menjadi orang miskin? Tentu saja tidak! Sukacita akan apa yang hendak dicapai lewat pengorbanan dan penderitaan, itulah yang memotivasi mereka untuk terus maju.

Demikianlah, saat Yesus menjelang ajal, dia bisa melihat apa yang terhampar di balik penderitaan dan kesakitan itu, yaitu umat yang akan ditebus, yang dibersihkan dari dosa, disucikan, dibersihkan dan yang akan bersinar di dunia ini bagi kemuliaan Allah. Oh, sungguh indah! Saya tidak tahu apakah Anda dapat menangkap visi ini. Ini adalah hal yang layak ditebus dengan nyawa. Suatu masyarakat yang baru, suatu umat baru yang telah dimerdekakan bagi Allah di tengah dunia. Dunia yang merupakan ajang peperangan dan penderitaan; dunia yang penuh dengan kebencian, kejahatan, ketidakpedulian, pelanggaran dan di mana setiap orang melakukan kehendaknya sendiri dengan menginjak sesamanya demi mengejar kemuliaannya sendiri.

YOUTH-BIBLE-STUDYDalam dunia yang seperti ini akan muncul suatu komunitas umat baru, yang akan saling peduli, saling mengasihi, yang tidak saling menjatuhkan dalam mengejar tujuannya, tetapi mereka akan merendahkan diri di hadapan orang lain dan tidak takut dirugikan. Mentalitas semacam itu sangat terbalik dengan prinsip hidup duniawi. Suatu masyarakat yang baru – di mana tak seorang pun berusaha mengambil keuntungan dari orang lain, yang niatnya bukan untuk mendapatkan, melainkan ingin memberi. Masyarakat di mana setiap orang akan sangat peduli pada sesama – suatu masyarakat yang baru, dan hal ini sangat layak ditebus dengan nyawa!

Hal ini juga merupakan alasan mengapa banyak orang menjadi pemberontak atau revolusioner, bukankah demikian? Mereka punya harapan untuk mewujudkan suatu masyarakat yang baru, masyarakat yang lebih baik. Itu sebabnya mengapa kaum komunis di China rela menyongsong maut. Mereka memperjuangkan suatu masyarakat baru bahkan dengan nyawa mereka, bukankah demikian? Mereka mempunyai visi. Tentu saja, visi mereka salah. Mereka menekankan pada perubahan ekonomi atau sosial, dan gagal memahami bahwa persoalan umat manusia bukan di bidang ekonomi atau sosial, melainkan di bidang spiritual.

Apakah alasan bagi kematian Kristus menjadi semakin jelas? Ungkapan umat kepunyaannya sendiri bersumber dari Perjanjian Lama. Ungkapan ini dipakai di dalam Perjanjian Lama dan sebenarnya mengacu kepada umat Israel. Israel dibebaskan untuk menjadi suatu umat kepunyaan Allah sendiri. Membebaskan umat-Nya sendiri bukanlah suatu ide yang baru bagi Allah. Ini memang merupakan rencana kekal-Nya. Dia menginginkan suatu umat kepunyaan-Nya sendiri, dan Dia memilih Israel. Tetapi Israel gagal secara menyedihkan. Dan jika saya mengamati gereja masa kini, saya tidak melihat bahwa gereja lebih baik dari Israel.

Gereja tampaknya bahkan tidak mengerti apa rencana Allah, apa yang menjadi tujuan Allah dalam rencana keselamatan-Nya. Itulah sebabnya saya terbeban untuk menyampaikan mengapa Yesus mati. Kiranya ada di antara kita yang dapat menangkap visi tentang mengapa Yesus mati dan mengapa kita juga harus rela mati. Dan karena kita sudah melihat visi ini, kita lalu bersedia untuk hidup atau mati bagi tujuan ini: yakni membentuk suatu masyarakat ilahi yang baru, yang disebut sebagai gereja!

Namun jika kita cermati gereja masa kini, yang terlihat adalah masyarakat yang sibuk bertengkar; masyarakat yang berisi orang-orang berpikiran sempit yang saling mengecam satu dengan yang lainnya, dan juga yang saling menginjak. Sungguh menyedihkan hati saat kita membandingkan visi indah yang ditebus oleh nyawa Yesus, dengan kenyataan yang ada di depan mata kita. Kita harus berjuang untuk mengubah situasi ini. Kita harus bekerja keras untuk menghasilkan masyarakat baru melalui Roh Allah di dalam diri kita, masyarakat yang telah ditebus oleh nyawa Yesus.

Istilah ‘umat kepunyaan-Nya’ (Titus 2:14) hanya muncul satu kali di dalam Perjanjian Baru. Bagi Anda yang mengerti bahasa Yunani, kata peri-ousios, adalah kata yang sangat jarang dipakai. Hanya muncul satu kali di dalam Perjanian Baru, akan tetapi cukup sering muncul di dalam Perjanjian Lama berbahasa Yunani. Salah satu ayat yang menampilkan kata ini adalah Ulangan 7:6, yang juga merupakan rujukan dari Perjanjian Lama untuk Titus 2:14 ini. Ulangan 7:6 berbunyi sangat mirip dengan kutipan yang kita bahas hari ini termasuk adanya kata ‘redeem (membebaskan, menebus)’. Ini menunjukkan bahwa pemikiran yang ada di dalam surat kepada Titus ini nyaris bersumber langsung dari kitab Ulangan. Di sini terlihat bahwa kitab Ulangan tidak berbeda jauh dengan pemikiran Paulus ketika dia menggunakan kata peri-ousios. Ini adalah hal yang sangat menarik.

Ulangan 7:6 – Sebab engkaulah umat yang kudus bagi TUHAN  (Yahweh), Allahmu; engkaulah yang dipilih oleh TUHAN (Yahweh), Allahmu, dari segala bangsa di atas muka bumi untuk menjadi umat kesayangan-Nya.

Perhatikan, mengapa Allah memilih umat ini? Apakah karena orang Yahudi lebih baik daripada umat lain? Lebih cerdas? Lebih ramah? Tidak sama sekali. Tak ada kelebihan umat Yahudi, tak ada sama sekali.

Ayat 7: Bukan karena lebih banyak jumlahmu dari bangsa manapun juga, maka hati TUHAN (Yahweh) terpikat olehmu dan memilih kamu bukankah kamu ini yang paling kecil dari segala bangsa?

Allah berfirman kepada bangsa Israel melalui Musa, “Kalian bukanlah bangsa perkasa yang membuat Allah kagum, kalian bukan apa-apa. Kalian yang paling sedikit, paling kecil dan yang paling tidak berarti. Tetapi justru karena kalian bukan apa-apa di antara bangsa-bangsa di dunia, itulah sebabnya Aku memilih kalian.” Jika Anda mengira bahwa Allah memilih Anda dan saya karena kita ini lebih baik daripada orang lain, maka kita telah keliru memahami persoalannya. Kita ini bukan apa-apa di dunia. Allah memilih kita justru karena kita sangat tidak berarti. Allah selalu senang memilih mereka yang tidak berarti apa-apa, yang bukan siapa-siapa untuk menjalankan rencana besar-Nya, supaya semua orang bisa melihat bahwa Allah yang telah mengerjakan semua itu, bukannya manusia! Ayat 8 berkata:

tetapi karena TUHAN (Yahweh) mengasihi kamu dan memegang sumpah-Nya yang telah diikrarkan-Nya kepada nenek moyangmu, maka TUHAN (Yahweh) telah membawa kamu keluar dengan tangan yang kuat dan menebus engkau dari rumah perbudakan, dari tangan Firaun, raja Mesir.

Di Titus 2.14, Anda menemukan kata yang sama yaitu ‘redeem (menebus, membebaskan)’. Dia telah menebus kita untuk menjadikan kita umat kepunyaan-Nya sendiri. Jadi kita adalah Israel yang baru. Gereja mengambil alih tempat Israel ketika Israel gagal menjalankan tugasnya.

Mengapa Allah memilih Israel? Tak ada hal yang berarti di Israel. Lalu mengapa Allah memilih Israel? Apakah Dia ingin menjadikan mereka milik yang khusus sehingga mereka boleh berbangga atas hal itu? Tidak! Dia memilih mereka untuk mengerjakan tugas khusus: menjadi terang dunia, menjadi terang bagi bangsa-bangsa. Kita baca hal ini di Yesaya 42:6,

“Aku ini, TUHAN (Yahweh), telah memanggil engkau untuk maksud penyelamatan, telah memegang tanganmu; Aku telah membentuk engkau dan memberi engkau menjadi perjanjian bagi umat manusia, menjadi terang untuk bangsa-bangsa.”

Saat bangsa Israel berpikir, “Allah telah memilih aku karena Dia ingin menyelamatkan aku. Hanya itu saja!” Maka mereka telah salah paham. Allah telah memilih Israel untuk mengerjakan satu tugas di dunia ini: menjadi terang bagi dunia, menjadi terang bagi bangsa asing, yaitu bangsa-bangsa lain.


UMAT YANG RAJIN BERBUAT BAIK

Mengapakah Allah memilih kita menjadi kepunyaan-Nya sendiri? Surat Titus melanjutkan dengan memberitahu kita, “suatu umat, kepunyaan-Nya sendiri, yang rajin berbuat baik.” Camkanlah hal ini baik-baik. Mengapa Tuhan ingin kita rajin berbuat baik? Mengapa? Karena jika bukan dengan cara berbuat baik, maka dengan cara apa lagi kita bisa bersinar bagi Tuhan? Dengan cara apa lagi kita bisa memuliakan Allah di bumi ini? Itu sebabnya Yesus berkata di Khotbah di Bukit, di Matius 5:16, “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.”

Mengapa Yesus rela mati? Apakah karena dia ingin memiliki umat kepunyaannya sendiri? Ya, namun bahkan ini bukanlah suatu jawaban yang lengkap. Mengapa Yesus ingin memiliki satu umat yang khusus? Supaya dia bisa memuaskan keinginannya sendiri? Bukan demikian. Yesus menginginkan suatu umat yang bersinar di dunia ini untuk mengungkapkan kemuliaan Allah Bapa. Untuk apa? Supaya orang lain yang melihat terang itu, bisa tertarik untuk datang kepada terang itu, agar mereka juga bisa diselamatkan, dan bisa masuk ke dalam hidup yang kekal.

Dapatkah Anda melihat keseluruhan rencana keselamatan dari Allah? Apakah Anda sedang menggenapi rencana tersebut? Dapatkah Anda berkata bahwa Anda rajin berbuat baik? Apakah arti dari ‘rajin berbuat baik’ itu? Artinya adalah orang yang gemar mengerjakan apa yang baik. Hasrat untuk melakukan apa yang baik! Setiap kali Anda mengerjakan perbuatan baik, apakah Anda melihat hal itu sebagai beban yang berat? “Oh tidak, aku harus menjadi orang baik hari ini. Sungguh pekerjaan yang berat! Mungkin hari ini, aku harus menaruh beberapa dolar di kotak persembahan. Artinya, aku tidak bisa beli lebih banyak coklat hari ini. Sungguh berat jadi orang baik.”

Di sini dikatakan, rajin, gemar berbuat baik, sangat bersukacita karena bisa berbuat baik! Itu berarti ada suatu perubahan di dalam sikap hati Anda. Artinya Anda sudah diubahkan; Anda memiliki pola pikir yang sama sekali baru. Menjadi seorang Kristen berarti menjadi ciptaan baru. Bukannya berusaha mendapatkan pemikiran baru. Gemar berbuat baik berarti Allah telah masuk ke dalam hidup Anda, Anda menjadi manusia baru. Anda tidak sekadar berganti tujuan, tetapi segenap cara berpikir Anda berubah. Sekiranya pola pikir Anda tidak berubah, dan Anda tidak menjadi manusia baru, maka tidaklah mungkin bagi Anda untuk menggenapi panggilan surgawi menjadi terang Allah yang bersinar bagi Dia di dunia ini.

Apakah gereja merupakan terang di dunia? Apakah kita, sebagai jemaat, adalah terang dunia? Apakah kita sudah bersinar? Sudahkah? Adakah sinar, sekecil apa pun itu, yang memancar dari gereja ini? Kita telah gagal. Terang yang ada sangat tidak berarti. Saya tidak tahu apakah orang yang sedang berjalan di dalam kegelapan bisa melihat terang itu, supaya dia tidak tersandung dan jatuh ke dalam lubang! Jika kita tidak bersinar sebagaimana seharusnya, tidakkah Anda melihat bahwa kematian Kristus itu sia-sia? Untuk apa dia mati? Apakah untuk menghasilkan jemaat seperti kita yang nyaris tidak memancarkan sinar di tengah kegelapan ini? Untuk inikah Kristus mati? 


YESUS MATI UNTUK MENJADI TUAN ATAS KEHIDUPAN KITA

Kita akan masuk ke ayat yang berikutnya. Roma 14:9,

Sebab untuk itulah Kristus telah mati dan hidup kembali, supaya Ia menjadi Tuan, baik atas orang-orang mati, maupun atas orang-orang hidup.

Sebab untuk itulah Kristus telah mati dan hidup kembali, untuk apa? Supaya Kristus menjadi Tuan (Lord), baik atas orang-orang mati, maupun atas orang-orang hidup. Ini bukanlah penjelasan yang ingin Anda dengar, bukankah begitu? Apakah rencana kekalnya? Dia mati supaya dia menjadi ‘Tuan’ (Lord, Tuan, Majikan, Pemilik, Penguasa) bukan supaya dia menjadi Juruselamat. Perhatikan kata-kata tersebut. Jika Anda yang menuliskan ayat ini, Anda mungkin akan berkata supaya dia menjadi Juruselamat bagi yang hidup dan yang mati. Bukan itu yang dikatakan oleh Paulus, yang dikatakan Paulus adalah, “supaya Ia menjadi Tuan, baik atas orang-orang mati, maupun atas orang-orang hidup”, jadi entah kita ini termasuk yang hidup atau pun yang mati (ay.8), tetap saja Kristuslah Penguasanya. Sekarang Anda bisa melihat bahwa terdapat suatu rencana kekal; suatu rencana jangka panjang.

EveryKnee-Square-05_largeKalimat yang diterjemahkan ‘supaya Ia menjadi Tuan (Lord)’, adalah dalam bentuk kata kerja di dalam bahasa aslinya. Di sini, Paulus berbicara tentang beberapa hal yang tadinya menjadi penguasa atas hidup kita sebelum Kristus membebaskan kita. Hal-hal apakah itu? Paulus berkata bahwa maut adalah tuan kita. Dia berkata bahwa dosa adalah tuan kita. Dan dia juga katakan bahwa hukum Taurat adalah tuan kita. Ketiga hal ini saling berkaitan: karena Anda telah melanggar hukum Taurat yang kekal, maka Anda masuk ke dalam penguasaan dosa dan maut. Dengan kata lain, begitulah kejadiannya sampai Anda menjadi budak. Kita menjadi budak maut. Bukankah kita ini memang budak dari maut? Adakah orang di sini yang tidak akan mati? Kita semua akan mati. Kita semua terkena hukuman mati. Kita adalah budak maut. Sadarkah Anda akan hal ini? Kita tidak suka memikirkan hal itu, tetapi kita memang sedang menanti ajal. Mungkin besok, mungkin tiga tahun lagi, tiga puluh tahun lagi, yang jelas kita semua akan mati. Yang tersisa bagi kita hanya masa depan yang gelap. Masa depan macam apakah yang Anda miliki?

Dan tidak ada hal yang lebih buruk daripada berada di bawah kekuasaan dosa serta maut. Jadi fakta bahwa Yesus telah mati untuk mengambil kepemilikan atas kita adalah satu-satunya jalan bagi dia untuk membebaskan kita dari kekuasaan dosa dan maut. Hanya itu jalannya. Itu sebabnya mengapa saya katakan bahwa jika Yesus bukan Tuan Anda, maka dia tidak bisa menjadi Juruselamat Anda. Tak ada jalan bagi dia untuk menjadi Juruselamat Anda jika dia tidak terlebih dahulu menjadi Tuan Anda.

Saya bersukacita berada di bawah kedaulatan Kristus. Sangatlah indah bisa berada di bawah kedaulatannya. Renungkanlah hal ini: seorang anak yang berada di bawah kekuasaan ayah dan ibunya. Apakah si anak itu berdukacita karena berada di bawah kekuasaan ayahnya? Tidak, jika ayahnya adalah ayah yang baik. Si anak bersukacita karena memiliki ayah seperti itu. Kekuasaan ini tidaklah mendukakan. Sebaliknya, berada di bawah kekuasaan orang tuanya merupakan sumber keselamatan, keamanan dan sukacitanya. Tanpa kekuasaan tersebut, si anak mungkin sudah kelaparan di jalanan. Namun karena dia memiliki ayah dan ibu, dan hidup di bawah kekuasaan mereka, keselamatannya terjamin. Sang ayah membela dan melindungi anaknya. Jika ada orang yang ingin menyakiti si anak, mereka akan berhadapan dengan kemarahan sang ayah. Jika dia bukan anak si ayah itu, maka ia harus melindungi dirinya sendiri menghadapi kekuasaan dan kekuatan-kekuatan yang lebih besar daripadanya. Saya bersukacita berada di bawah kedaulatan Kristus karena dia adalah pribadi yang mengasihi saya, yang kepeduliannya terhadap saya jauh melebihi kepedulian orang lain terhadap saya. Kekuasaannya tidak menjadi beban, tidak mendukakan hati. Akan tetapi kekuasaan dunia ini sangatlah mendukakan hati. Kekuasaan dosa dan maut sangat menyedihkan.

Demikianlah, kita mendapati kebutuhan untuk melangkah lebih maju lagi dari pertanyaan ini, ‘Jika dia adalah Tuan (Lord), lalu bagaimana kita seharusnya menjalani hidup?’ Pertama-tama, bagaimana dia menjadi Tuan atau Penguasa kita? Dia adalah Tuan kita karena dia telah membeli kita. Dia telah membeli kita dengan harga yang mahal, camkanlah hal ini! 1 Korintus 6:19-20, Rasul Paulus berkata kepada orang-orang Kristen di Korintus: kamu bukan milik kamu sendiri. Diri Anda bukan milik Anda sendiri. Mengapa? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!

Anda sudah tidak memiliki hak atas diri Anda sendiri lagi. Jika Anda telah ditebus, berarti Yesus telah membeli Anda. Dia membeli Anda dengan darahnya. Jika dia telah membeli Anda, maka Anda bukan lagi milik Anda sendiri. Anda menjadi miliknya.

Apakah Anda telah menjadi miliknya? Paulus menempatkan kita di dalam situasi yang bertentangan. Ada dua kedudukan yang saling bertentangan di sini. Anda menjadi milik Anda sendiri, dan itu berarti Anda tidak diselamatkan, atau Anda menjadi milik Kristus, dan dengan demikian Anda diselamatkan. Anda tidak bisa mempertahankan kepemilikan atas diri Anda sambil diselamatkan. Itulah kontradiksi yang terdapat di sini. Anda tidak bisa menjalani hidup bagi diri Anda sendiri dan tetap diselamatkan. Dapatkah Anda melihat apa yang dimaksudkan di sini?

Jika Anda memahami ini, maka Anda akan memahami apa yang dikatakan oleh Paulus di dalam Roma 14:9. Apa yang dia katakan sebenarnya sangat sederhana dan mudah dipahami. Dia sedang berkata, “Kristus mati untuk memperoleh kepemilikan atas kita.” Dengan cara itulah kita menjadi miliknya pribadi. Dia menjadi majikan kita. Kata ‘Lord (Tuan, Majikan)’ berarti ‘pemilik’, orang yang menjadi pemilik Anda. Apakah Anda tahu makna ini? Saat saya berkata, “Lord Jesus,” saya tidak mengucapkan kata-kata tersebut sekadar untuk berbasa-basi. Maksud saya, Yesus Kristus adalah pemilik saya, dia memiliki saya. Dengan cara bagaimana dia memiliki saya? Dia telah membayar hidup saya dengan darahnya sendiri. Dia telah membeli saya. Saya menjadi miliknya. Saya tidak memiliki diri saya lagi. Dulunya saya mengikuti kemauan sendiri; menjadi milik pribadi saya sendiri. Dan hasil dari kepemilikan pribadi itu adalah saya ternyata membawa diri saya ke dalam penderitaan yang parah, ke dalam dosa, kerusakan, sifat egois dan keangkuhan. Ke arah sanalah kepemilikan pribadi ini menuntun saya.

Namun sekarang, Kristuslah yang memiliki saya, dia menebus saya keluar dari keadaan itu. Jika dia telah memiliki saya, maka saya adalah budaknya. Paulus bermegah dengan sebutan: “Paulus, hamba Yesus Kristus”, dia memulai setiap suratnya dengan penuh sukacita lewat pernyataan tentang kedaulatan Yesus dalam hidupnya, kepemilikan Yesus atas dirinya. “Paulus, hamba” – kata yang diterjemahkan dengan istilah ‘hamba’ sebenarnya adalah kata Yunani untuk istilah ‘budak’ – ‘budak Yesus Kristus’. Dia tidak mau disebut rasul. Dia tidak mau dipanggil dengan berbagai sebutan yang megah. Dia hanya menginginkan panggilan ini, “budak Yesus Kristus”. Yang lebih baik daripada itu tidak akan bisa Anda temukan.


TIDAK LAGI HIDUP UNTUK DIRI SENDIRI

Sekarang renungkan, apakah konsekuensi dari menjadi milik Yesus? Jika Anda menjadi milik Yesus, Anda tidak lagi hidup demi diri Anda sendiri. Seorang budak tidak hidup untuk dirinya sendiri. Seorang budak hidup untuk majikannya.

Apa konsekuensinya? Jika hari ini, Anda hidup untuk diri Anda sendiri, melakukan apa yang Anda kehendaki saja, maka Anda boleh melupakan keselamatan karena Anda tidak akan mendapat bagian di dalam keselamatan itu. Saya memohon kepada Allah agar para penginjil boleh memberitakan hal yang sebenarnya. Yesus menyelamatkan Anda bukan supaya Anda boleh bertindak sesuka hati Anda, supaya Anda bisa melanjutkan sikap egois dan angkuh yang lama; mengerjakan keinginan sendiri, tidak peduli dengan apa akibatnya pada orang lain. Yesus mati bukan untuk itu. Tidak!

Jika Anda berharap untuk bisa diselamatkan oleh darahnya, maka Anda harus memahami bahwa itu akan berarti sejak saat ini Anda menjalani hidup hanya untuk dia. Itulah hal yang dia katakan. Ini bukan pendapat saya pribadi. Perhatikan kata-kata di Roma 14:7 – Sebab tidak ada seorangpun di antara kita yang hidup untuk dirinya sendiri, dan tidak ada seorangpun yang mati untuk dirinya sendiri. Tak satu pun! Dia mengucapkan kata-kata itu kepada orang-orang Kristen di Roma. Baik Anda atau pun saya, tak satu pun di antara kita yang hidup untuk diri sendiri lagi. Bahkan mati pun bukan demi diri kita sendiri, karena bahkan di saat mati pun, kita masih miliknya. Kita adalah miliknya, entah dalam keadaan hidup atau mati. Kita adalah kepunyaannya. Siapa bilang bahwa hidup sepenuhnya buat Kristus hanya berlaku bagi para pelayan Kristen yang full-time? Itu bukan ajaran yang alkitabiah. Yang diajarkan oleh Alkitab adalah bahwa tak peduli siapapun Anda, selama Anda adalah orang Kristen, Anda menjalani hidup hanya untuk dia.

Saya mohon agar Anda bisa memahami hal ini dengan baik, karena memang untuk itulah Kristus mati! Jika Kristus mati bagi Anda, tetapi Anda masih hidup untuk diri Anda sendiri, maka dia tidak mati bagi Anda karena Anda tidak menjadi miliknya. Bukti bahwa Anda adalah miliknya terlihat dari kenyataan bahwa Anda hidup untuk dia hari lepas hari, entah di kampus, di kantor atau di mana pun.

Apakah arti dari hidup untuk Yesus? Paulus sudah menjelaskan hal ini. Artinya adalah hidup untuk kemuliaannya. Hidup untuk Tuhan bukan berarti bahwa Anda harus menjadi seorang penginjil. Anda bisa hidup untuk kemuliaan dia entah di rumah, di kantor ataupun di sekolah, di mana saja, itulah arti Anda hidup bagi kemuliaannya. Menginjil hanyalah satu sisi dari hidup bagi kemuliaannya, bidang yang kecil saja.

Saya nyaris tergoda untuk berkata bahwa menginjil adalah bidang yang paling tidak penting. Yang paling penting adalah kehidupan sehari-hari yang dijalani demi kemuliaan Allah Bapa di surga. Menginjil adalah tindakan yang bisa Anda kerjakan beberapa kali dalam seminggu. Apakah Anda pikir bahwa Anda sedang menjalani hidup untuk Allah hanya pada jam-jam Anda sedang menginjil? Atau ketika Anda sedang mengikuti PA? Allah tidak menghendaki hal itu! Kita hidup untuk Allah di waktu kita terjaga maupun tidur, dalam keadaan hidup ataupun mati. Kita adalah milik Kristus dan Bapa di surga!

Anda bisa hidup bagi Tuhan sebagai seorang ibu atau seorang istri. Bagaimana? Anak Anda selalu mengamati Anda. Entah Anda akan memuliakan Allah atau tidak di mata si anak, bergantung pada Anda. Sebagai seorang ibu, apakah Anda menjalani hidup bagi kemuliaan Allah? Tahukah Anda bagaimana John Wesley bisa menjadi penginjil besar. Tahukah Anda mengapa? Karena ibunya. Bukan karena ayahnya, melainkan karena ibunya. Ayahnya adalah seorang penginjil, akan tetapi Wesley malah berbicara tentang ibunya, bukan ayahnya. Pengaruh ibunya terhadap dialah yang membuat dia menjadi manusia Allah sebagaimana yang kita ketahui. Sang ibu memuliakan Allah dalam penilaian si anak.

Atau, katakanlah Anda sedang tinggal di apartemen. Bagaimana Anda bisa memuliakan Allah di hadapan penghuni apartemen yang lainnya? Anda memuliakan Allah dengan mengajak mereka makan bersama. Lalu, ketika mereka sedang menikmati hidangan, Anda berkata, “Alkitab berkata,” dan Anda menceramahi mereka lewat cara ini. Itukah memuliakan Allah? Tidak sama sekali! Mungkin hal terbaik yang bisa Anda lakukan untuk memuliakan Allah adalah dengan menutup mulut. Karena saat Anda mulai membuka mulut, mungkin Anda malah merusak suasana. Cara untuk memuliakan Allah adalah dengan kepedulian: “Apakah Anda mau tambah nasi lagi?” Itulah yang memuliakan Allah. Anda berkata, “Apa? Kupikir seharusnya dia bisa mengambil sendiri nasi buatnya sementara aku menyampaikan isi Roma pasal 14 kepadanya.” Tidak! Jika Anda sudah menawarkan tambahan nasi kepadanya, saat ia telah selesai menikmati hidangan, dan jika saatnya memang sudah tiba, saat dia memang ingin mendengar, maka Anda boleh menyampaikan Roma 14 kepadanya. Sebelum itu, yang bisa Anda lakukan untuk memuliakan Allah adalah dengan menunjukkan kepedulian kepadanya. Itulah yang disebut memuliakan Allah. Memuliakan Allah adalah semua tindakan yang akan membuat orang lain berkata, “Betapa indahnya karya Allah di dalam kehidupan orang ini! Sungguh indah!”

Namun apa yang kita lihat di dalam gereja masa kini? Yang saya lihat adalah ketidakpedulian, keegoisan, pemaksaan kehendak pribadi. Kadang kala, cara orang tua mendisiplin anaknya justru membuat saya merasa ngeri. Gambaran tentang kemuliaan Allah macam apa yang akan didapatkan oleh anak-anak itu? Pandangan yang mereka dapatkan adalah, “Baik, karena engkau lebih besar daripadaku, dan kebetulan kamu adalah ibuku, ayahku, jika kamu menyuruhku melakukan ini, berarti aku harus mengerjakannya. Aku mau mengenakan baju yang ini, tetapi kamu berkata, ‘Tidak! Inilah baju yang harus kau pakai.’ Baik, kamu dua kali lebih besar daripadaku. Kamu akan memukulku kalau aku menolak, jadi aku harus memakai baju yang kau pilih untukku.” Itu disebut sebagai disiplin. Bagi saya itu bukanlah disiplin. Anda bisa menanamkan disiplin, tapi lakukanlah dengan cara di mana si anak bisa melihat kemuliaan Allah di dalam hidup Anda – dan itulah hal yang penting.

Tanggung jawab menjadi seorang ayah sangatlah mengerikan. Tanggung jawab untuk merawat dan membesarkan anak saja sudah membuat kita berkeringat. Tahukah Anda mengapa? Anda hanya bertemu dengan saya sekali dalam seminggu di sini. Dengan begitu saya bisa menampilkan perilaku saya yang terbaik di hadapan Anda. Saya datang ke gereja, Anda bisa melihat dasi saya yang bagus, dan jaket saya juga. Anda menatap ke arah saya, si pendeta, dan melihat bahwa orang ini selalu ramah, rajin menggosok gigi, selalu tersenyum, selalu baik. Apakah Anda mengetahui siapa saya? Pernahkah Anda melihat saya di dalam rumah? Di sanalah anak-anak mengamati Anda. Hari demi hari, anak-anak Anda mengamati Anda. Tidak bisa memalsukan penampilan! Inilah ujiannya – ujian sepanjang hari.

Saat orang lain hidup bersama Anda, mereka akan mengamati Anda. Mereka mengamati perilaku Anda. Mereka tahu siapa Anda sebenarnya. Tak ada kepura-puraan, tak ada sandiwara, semuanya asli. Itu sebabnya anak-anak bisa membuat Anda berkeringat dingin. Tahukah Anda mengapa? Karena seorang anak akan dengan jujur berkata, “Tahukah kamu, ayahku melakukan ini dan itu. Dan ibuku berbuat ini dan itu.” Mereka seperti stasiun siaran radio. Apa yang perlu Anda ketahui? Tanyakan saja kepada anak kecil dan dia akan memberitahukan segalanya kepada Anda, hal-hal tentang ayah dan ibunya. Tak ada rahasia! Jika anak saya datang dan berkata kepada Anda, “Tahukah Anda, ayahku seorang pemarah,” maka saya lebih baik menutup Alkitab dan pergi dari sini. Maksud saya, tak ada lagi hal yang layak untuk saya sampaikan, bukankah begitu? Anda akan berkata kepada saya, “Munafik! Di atas mimbar dia berkata tentang orang-orang yang disucikan bagi kemuliaan Allah. Perhatikan dia, bahkan anaknya sendiri berkata bahwa dia seorang pemarah.” Saya tidak bisa menginjil lagi, tamat sudah riwayat saya! Inilah poinnya. Menjadi seorang Kristen dan memuliakan Allah, berarti menjalani hidup hari demi hari dengan mencerminkan kemuliaan Allah.

Jangan pernah berpikir bahwa jika masalahnya hanya di antara suami dan istri, maka tidak akan sampai meluas ke mana-mana. “Boleh saja kita saling bersikap kasar, saling berteriak. Lagi pula, kamukan istriku, kamukan suamiku. Untuk apa kita menikah? Supaya kita bisa saling membentak, bukankah begitu?” Bagi seorang istri Kristen, suami Anda setiap hari mengamati Anda. Apakah dia melihat kemuliaan Allah di dalam diri Anda? Penghargaan tertinggi yang bisa diberikan oleh seorang laki-laki kepada istrinya adalah dengan berkata, “Aku melihat kecantikan Kristus di dalam dirinya.” Bukannya setebal apa bedak di wajahnya dan seberapa banyak rias mata yang dia pakai. Tahukah Anda bahwa Anda bisa menjadi batu sandungan bagi istri Anda? Tahukah Anda bahwa Anda bisa menjadi sandungan bagi suami Anda? Tahukah Anda bahwa Anda bisa melukai dia secara rohani?

Untuk apakah Yesus mati? Yesus mati untuk menguduskan buat dia suatu umat yang memancarkan kecantikan asli dari Kristus yang tidak merupakan sandiwara dan yang tidak mengandung kepura-puraan. Saat orang melihat, yang terlihat adalah pengungkapan kemuliaan Kristus. Untuk inilah Kristus telah mati. Dan hati saya sangat berduka, saudara-saudariku, sangat sedih hati saya jika melihat orang Kristen yang tidak bertenggang rasa, hal itu sesuatu yang sangat jahat. Saat orang Kristen bersikap kasar, hal itu merupakan kejahatan. Jika seorang Kristen tidak bisa bekerja dengan baik, apakah dia dapat memuliakan Allah di hadapan bosnya. Tentu saja tidak! Di dalam setiap bidang kita dipanggil untuk menyatakan kemuliaan Allah dengan menjadi terang dunia! Untuk itulah Kristus mati! Entah kita dalam keadaan hidup atau mati, kita jalani hidup ini demi Yesus. Jika kita tidak hidup seperti itu, maka Kristus telah mati secara sia-sia.


KRISTUS MATI SUPAYA KITA HIDUP UNTUK DIA

Sisa dua ayat berikutnya sangatlah mirip dengan ini. Saya tidak akan mengambil banyak waktu untuk 2 Korintus 5:15 karena ayat ini menyatakan hal yang sangat mirip dengan Roma 14:9. Kita akan membacanya dari ayat 14 untuk mendapatkan konteksnya:

Sebab kasih Kristus yang menguasai kami, karena kami telah mengerti, bahwa jika satu orang sudah mati untuk semua orang, maka mereka semua sudah mati. Dan Kristus telah mati untuk semua orang supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka. 

Mengapa Yesus mati bagi Anda? Yesus mati bagi Anda supaya Anda tidak menjalani hidup demi diri Anda sendiri lagi. Paulus menyatakan apa yang sudah dia sampaikan di Roma 14 dengan sangat jelas. Sebelumnya, Anda hidup untuk diri Anda sendiri, tetapi sekarang, Anda tidak hidup untuk diri Anda sendiri lagi. Sebelumya, Anda mengerjakan apa yang Anda inginkan saja, tapi sekarang, Anda tidak lagi berbuat sesuka hati. Mungkin Anda tadinya seorang yang pemarah, tetapi sekarang Anda tidak mendapatkan kemewahan semacam itu lagi. Sejak saat ini, karena Kristus tidak suka Anda kehilangan kendali, dia lebih suka Anda menjadi baik, maka Anda menjadi baik demi dia. Dia mati untuk itu. Dapatkah Anda memahami mengapa dia mati?

Saya meratap ketika melihat orang-orang Kristen, atau ketika diri saya sendiri, bersikap tidak tenggang rasa. Saya meratap karena, dengan demikian berarti, saya sedang menyatakan, “Kritus mati secara sia-sia. Dia mati supaya saya bisa terlihat indah, tetapi lihatlah sekarang, betapa buruknya saya! Dia mati supaya saya bisa memancarkan pujian dan kemuliaan bagi dia, menjadi rajin dan bergemar dalam perbuatan baik, tetapi lihatlah saya, saya tidak rajin mengerjakan hal-hal itu karena saya egois.” Jika Anda egois, maka Anda tidak akan bergemar dalam mengerjakan apa yang baik karena melakukan perbuatan baik akan sangat melelahkan bagi Anda.

Sekarang, apakah Anda mengerti mengapa saya selalu saja berbicara tentang komitmen total? Karena itu semua adalah makna dari komitmen total. Makna dari komitmen total tidak lain adalah hidup demi Yesus setiap saat. Tak ada hal yang rumit untuk dipahami. Itulah alasan mengapa saya berkata bahwa tanpa komitmen total maka Anda tidak menjadi milik Kristus. Bukti dari kepemilikan Kristus adalah hidup buat Allah setiap hari.


YESUS MATI SUPAYA KITA HIDUP BERSAMA-SAMA DENGAN DIA

Mari kita masuk ke kutipan yang terakhir di 1 Tesalonika 5:10. Perhatikan bahwa Paulus memberikan jawaban yang secara berimbang dan konsisten kepada setiap jemaat. 1 Tesalonika 5:10:

Yang sudah mati untuk kita, supaya entah kita berjaga-jaga, entah kita tidur, kita hidup bersama-sama dengan Dia. Karena itu nasihatilah seorang akan yang lain dan saling membangunlah kamu seperti yang memang kamu lakukan.

walking-with-JesusYesus telah mati bagi kita, untuk tujuan apa? Supaya, entah kita mati atau hidup, entah kita sedang terjaga ataupun tidur, siang mau pun malam, kita menjalani hidup – dan inilah sedikit perbedaannya dengan ayat-ayat yang lain – tidak sekadar ‘untuk dia’ tetapi juga ‘bersama-sama dengan dia’. Di sini, ada ungkapan ‘hidup bersama-sama dengan dia’; berada di dalam persekutuan dengan dia. Ada perkembangan pemikiran di sini – kita ‘hidup bersama-sama dengan dia’.

Tahukah Anda apa artinya ‘hidup bersama-sama dengan Kristus‘? Jika Anda tahu apa artinya hidup bersama dengan orang lain di dalam sebuah apartemen, maka Anda akan tahu apa artinya ‘hidup bersama-sama dengan dia’. Anda bisa saja hidup untuk orang lain tanpa harus bersama-sama dengan dia. Sebagai contoh, Anda bekerja untuk bos Anda, tetapi Anda tidak tinggal bersama-sama dengan bos Anda. Hidup bersama dengan seseorang berarti suatu persekutuan, suatu kebersamaan dengan orang tersebut. Yesus telah mati supaya kita bisa bersekutu dengannya. Itulah suatu cara menjalani kehidupan. Apakah Anda hidup bersama dengan Yesus? Apakah Anda menjalani hidup bersama-sama dengan Yesus?

Seperti yang dikatakan di Matius 12:30, tidaklah cukup jika hanya menjadi orang yang mendukung dia, yang penting adalah bersama-sama dengan dia. Jadi, pertanyaannya bukanlah apakah Anda mendukung Yesus atau tidak, melainkan apakah Anda bersama dengan dia atau tidak. Sebagai contoh, katakanlah ada dua orang yang sedang bertinju di atas ring tinju, mereka bertinju dengan sangat seru, dan Anda mendukung salah satunya. Anda bersorak bagi orang ini, “Ayo! Pukul dia! Pukul lebih keras lagi! Tidak! Pakai upper cut dari sini! Sebelah kiri!” Anda berseru lantang karena Anda mendukung dia. Dan setiap kali orang itu terpukul, hati Anda terasa sakit. Setiap kali dia memukul lawannya, semangat Anda bangkit kembali. Demikianlah, semangat Anda jatuh dan bangun berulang kali. Anda berjingkrak-jingkrak di kursi Anda sepanjang waktu. Anda mendukung dia, sangat mendukung dia. Akan tetapi mendukung dia tidak sama dengan bersama-sama dengan dia karena sekadar mendukung tidak membantu orang itu menjatuhkan lawannya.

Bersama-sama dengan dia berarti Anda berada di atas ring tinju bersamanya. Sebagai contoh, Anda melihat ada orang yang sedang diserang di jalanan, dan Anda berkata, “Ayo! Ayo!” Anda menyemangati dia. Hal itu sama sekali tidak membantu dia. Dia tetap saja diserang. Tetapi bersama-sama dengan dia berarti Anda masuk ke gelanggang dan mendampinginya. Anda memberinya pertolongan. Itulah yang disebut bersama-sama dengan dia. Jika ada orang yang maju berperang, tidaklah cukup sekadar menyemangati dia, “Bagus! Aku akan memukul genderang! Kamu yang maju berperang! Aku akan menabuh genderang di sini!” Bersama-sama dengan dia berarti jika dia maju bertempur, maka Anda juga mengangkat bendera, senjata dan ikut melangkah di belakangnya, atau di sampingnya. Itulah artinya bersama-sama dengan dia. Kita selalu siap untuk menyemangati orang lain, selama tidak terlalu banyak menimbulkan pengorbanan bagi kita, bukankah begitu?

Demikianlah, Paulus melangkah lebih maju lagi, menutup jurang antara ajaran dengan kehidupan sehari-hari: Yang sudah mati untuk kita, supaya entah kita berjaga-jaga, entah kita tidur, kita hidup bersama-sama dengan Dia. Kita harus selalu berdiri di sisinya dan kita terus aktif ikut serta dalam melakukan segalanya demi kemuliaan Kristus dan Allah Bapa di surga.


MASYARAKAT YANG BARU!

Jadi, kita telah melihat jawaban atas pertanyaan tersebut. Mengapa Yesus mati? Saya harap jawaban ini jelas buat Anda. Janganlah sekadar berkata bahwa dia mati untuk menyelamatkan saya. Itu hanya satu bagian dari kebenarannya. Jangan sekadar berkata Yesus mati karena dia mengasihi saya. Itu juga hanya satu bagian dari motivasinya untuk mati. Jawaban lengkapnya tidak seperti itu. Yang kita bahas adalah mengapa dia mati, dalam pengertian, apakah rencana dan tujuan kekalnya? Dan kita mendapati bahwa jawaban untuk pertanyaan ini sangat jelas. Yesus mati untuk menguduskan baginya suatu umat kepunyaannya sendiri. Dan karena mereka adalah miliknya pribadi, maka mereka harus hidup bagi kemuliaan Allah Bapa setiap saat, setiap hari. Tantangan yang sungguh indah. Dan karena mereka hidup bagi kemuliaan Allah Bapa, maka orang lain akan tertarik datang kepada-Nya, orang lain bisa memperoleh hidup yang kekal. Mereka menemukan terang itu melalui kita. Orang lain tertarik untuk masuk ke dalam hidup yang baru ini. Hidup yang tidak harus diisi dengan keegoisan, keangkuhan, dan kebencian. Ini adalah hidup yang dijalani di mana akan terbentuk satu masyarakat yang saling menasehati, saling membangun dan yang saling peduli. Suatu masyarakat baru di mana kasih dan keadilan berdiam di dalamnya. Ini adalah visi yang sangat indah!

Saat Yesus mati, saat dia menghembuskan nafas terakhirnya di atas kayu salib, saya yakin bahwa itu adalah saat bersukacita baginya karena visi ini telah meneguhkannya sampai dengan saat yang terakhir – yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia.

Kiranya hari ini saat kita merayakan Paskah, kita bisa memberi Yesus Kristus sukacita yang besar, bukannya hanya meneteskan air mata atas kematiannya, tapi bangkit dan berkata, “Yesus, engkau telah mati untuk tujuan ini. Engkau telah menjadikan aku milikmu, membeliku dengan darahmu. Dengan kasih karuniamu, aku akan menjalani hidup demi kemuliaan Allah Bapa di surga. Aku akan menjalani hidup ini dengan cara yang menyenangkan Bapa, sehingga ketika engkau mengenangkan lagi kayu salib dan semua penderitaan yang telah kau lalui, engkau akan bersukacita. Engkau akan melihat hasil dari jerih payahmu dan bersukacita!”

 

Berikan Komentar Anda: