Pastor Eric Chang |

Maka teringatlah murid-muridnya, bahwa ada tertulis, “Cinta untuk rumah-Mu menghanguskan aku.”

Kata yang diterjemahkan sebagai “cinta” di Yohanes 2:17 (“Cinta untuk rumah-Mu menghanguskan aku”) adalah kata zeal atau “semangat yang berapi-api”. “Zeal” buat Allah tidak akan ada artinya jika belum menyentuh hati Anda yang terdalam dan menghanguskan Anda. Kecintaan yang semacam ini adalah lawan dari penghayatan yang dangkal. Apa arti dari kata-kata yang tertuang di Yohanes 2:17? Apakah kita benar-benar mengerti apa makna zeal itu? Bagaimana memahami arti dari kata “zeal” yang diterjemahkan sebagai “cinta”?

Subjek “zeal” yang sedang kita bahas adalah hal yang sangat mendalam. Kehidupan kita pada umumnya penuhhypocritical mask kedangkalan. Kita perlu dibebaskan dari kedangkalan, hal yang membuat kita hidup dengan mengenakan topeng sepanjang hari. Topeng walaupun sangat tipis tetapi ajaibnya bisa menyembunyikan seluruh kepribadian kita yang sebenarnya. Begitu banyak orang yang menikah, mereka saling jatuh cinta, tetapi hanya dalam hitungan minggu atau bulan, mereka sudah berbicara tentang perceraian. Tahukah Anda mengapa? Karena yang mereka lihat itu hanya topeng dari masing-masing pasangannya. Mereka tidak tahu seperti apa isi hati orang lain.

Hal yang tragis adalah banyak orang yang bahkan tidak tahu apa isi hati mereka sendiri. Mereka harus memohon kepada Tuhan, “Tunjukkanlah kepadaku isi hatiku. Ungkapkanlah jati diriku yang sesungguhnya. Saya benar-benar tidak tahu seperti apa aslinya diriku ini. Aku bahkan tidak tahu mengapa aku berperilaku seperti ini.” Seperti yang juga dikatakan oleh Paulus, “Hal baik yang ingin kuperbuat, justru tidak bisa kulakukan. Hal jahat yang tidak ingin kulakukan, justru kulakukan. Aku tidak mengerti dengan diriku sendiri. Ada apa denganku?” Di saat orang-orang mulai membina hubungan, terutama bagi Anda yang menikah, tentunya Anda sangat memahami apa yang sedang saya bahas ini. Bahkan beberapa hari setelah pernikahan Anda, Anda bangun di pagi hari dan terkejut serta membatin, “Inikah orang yang kunikahi?” Sebelum menikah, dia adalah pribadi yang sangat berbeda, dan setelah menikah, muncullah pribadi yang berbeda. Anda tidak pernah tahu sebelumnya bahwa ia begitu pemarah. Anda tidak tahu sebelumnya bahwa dia adalah orang yang sangat egois. Anda tidak pernah tahu akan hal-hal tersebut sebelumnya, bukankah begitu? Memang begitu. Mengapa? Karena apa yang Anda lihat hanya sebatas yang dangkal saja, yang di permukaannya saja, yakni topengnya. Dan mungkin Anda tidak perlu bersikap keras terhadapnya karena bahkan dia sendiri mungkin saja tidak tahu jati dirinya yang sesungguhnya.

Jadi, jika kita berbicara tentang “zeal”, maka kita tidak sedang menambahkan sesuatu ke atas hal-hal lain yang sudah ada atau yang sudah Anda miliki. Yang kita bicarakan adalah suatu transformasi mendasar di bagian batin Anda yang paling dalam. Ini harus terjadi, jika tidak, itu bukanlah semangat yang alkitabiah.

Ada dua macam “zeal” yang dimotivasi oleh dua hal yang berbeda. Yang satunya adalah yang rohani, semangat ilahi di mana Allah menjadi titik pusat dari semangat ini. Jenis “zeal” yang lainnya adalah yang egois, semangat yang berpusat pada diri sendiri, semangat yang ditujukan pada diri sendiri: “Aku percaya kepada diriku sendiri. Aku hidup bagi diriku sendiri. Segenap hasratku diarahkan kepada diriku sendiri.” Apakah ambisi itu? Ambisi itu tidak lain adalah semangat yang berapi-api untuk mencapai hasrat atau tujuan pribadi. Apakah kita sedang membahas semangat yang seperti itu? Allah melarang hal itu! Lalu semangat macam apa yang kita bicarakan ini? Semangat yang berapi-api bagi Allah, semangat yang rohani. Akan tetapi hal itu mustahil muncul dari dalam lubuk hati kita jika yang menjadi pusat hidup kita adalah diri kita sendiri.

Apakah Allah menjadi pusat di dalam batin Anda yang terdalam? Yesus memberikan satu janji yang indah di Yohanes 7:38-39. Yohanes 7:38-39, “Barangsiapa percaya kepadaku. Dari dalam mulutnya akan mengalir aliran air hidup?” Airnya akan keluar dari mana?  “… Dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup.” Injil harus menyentuh bagian yang paling dalam dari hati Anda, jika tidak bagaimana mungkin aliran-aliran air hidup mengalir dari dalam hati Anda? Tidak akan ada semangat yang berapi-api atau zeal ini, jika Injil belum menyentuh hati Anda. Ini adalah poin pertama yang harus Anda pahami. Mengapa ia harus menyentuh batin atau hati kita yang terdalam?


Keegoisan harus disingkirkan

indexUntungnya, persoalan ini tidaklah sulit untuk dipahami karena sudah ada sesuatu yang bekerja di dalam hati kita. Apakah itu? Hasrat egois kita. Pada sisi terdalam di dalam batin kita adalah keegoisan kita. Kita sepenuhnya egois! Itulah sebab mengapa kita sangat mudah tersinggung. Pernahkah Anda perhatikan betapa mudahnya seseorang itu tersinggung? “Mengapa orang ini mengatakan hal ini dan itu tentang saya?” “Apa maksud orang itu?!” Ooh, si otak jenius sedang bekerja, menebak-nebak ada maksud apa di balik sebuah perkataan. Seketika kita menjadi orang yang sangat dalam, menelusuri sampai ke kedalaman hati untuk menghayati maksud dari kata-kata orang. Untuk hal-hal yang berhubungan dengan kedagingan, kita sangat luar biasa “dalam”. Orang yang mengucapkannya tidak punya maksud apa-apa. Dia mungkin sekadar berbasa-basi, tetapi karena kepekaan pada kepentingan diri, Anda mulai menebak atau membaca hal-hal di balik pernyataan seseorang, bahkan sampai kepada hal-hal yang sebenarnya tidak ada di sana. Tahukah Anda betapa dalamnya penghayatan Anda jika urusannya menyangkut kepentingan pribadi? Anda sanggup membuat rencana-rencana dan rancangan-rancangan. Anda sanggup belajar dan bekerja siang dan malam sampai kaca mata Anda menjadi tebal. Demi apa? Demi ambisi egois Anda. Anda bekerja sampai larut malam; Anda bekerja sampai pagi hari; Anda belajar keras supaya bisa mendapatkan hasil ujian yang memuaskan. Anda lakukan berbagai macam tipu daya: Anda mengajak atasan Anda untuk makan siang di Hilton atau Sheraton, supaya nantinya dia akan mempromosikan Anda, dan memberi Anda gaji yang lebih tinggi. Semua rancangan itu berkembang di dalam benak Anda. Kepentingan pribadi tertanam jauh di dalam batin kita.


“Zeal” – hati yang baru

Berbicara tentang “zeal” atau semangat yang berapi-api ini, kita sedang berbicara tentang transformasi. Menurut Kitab Suci, semangat yang sejati hanya datang setelah keegoisan kita yang luar biasa ini yang bertakhta di kedalaman batin kita disingkirkan. Hanya setelah keegoisan disingkirkan, maka suatu kepedulian yang sepenuhnya baru dapat dicangkokkan. Itulah yang diutarakan oleh Yeremia, bahwa Allah akan mengeluarkan hati batu yang keras itu (hati yang sudah mati itu) dan mencangkokkan hati daging yang hidup ke dalam diri Anda. Hati yang hidup. Mengeluarkan hati yang mati dan memasukkan hati yang hidup, merupakan suatu tindakan pencangkokan hati. Alkitab sudah mengenal istilah pencangkokan hati di zaman Yeremia. Dia sudah memakai gambaran ini jauh sebelum masyarakat abad 20 menerapkannya di dunia medis. “Zeal” melibatkan penggantian hati di mana hati yang dikuasai keduniawian digantikan dengan hati yang rohani; hati yang mementingkan diri sendiri diganti dengan hati yang mengutamakan Allah.

Pertanyaannya adalah, “Apakah Anda bersedia menjalani pencangkokan hati?” Pertanyaan ini juga saya ajukan kepada orang-orang Kristen karena banyak orang Kristen yang memeluk kekristenan yang dangkal. Semua hanya sebatas di permukaannya saja. Mereka tahu istilah-istilah di lingkungan Kristen seperti, “Haleluyah! Puji Tuhan!” Mereka melambai-lambaikan Alkitab mereka yang berukuran besar di depan muka kita, sambil mengutip berbagai ayat. Dengan semangat, mereka berusaha menyeret kita masuk ke gereja. Anda tentu akan bertanya-tanya apakah mereka mengerti makna “zeal” yang sesungguhnya? Sangat bagus membawa orang ke gereja, tetapi yang perlu diperhatikan adalah apa motif di dalam lubuk hati kita.

Apakah Anda bersedia untuk berkata kepada Tuhan, “Aku menyadari sekarang, Tuhan, bahwa aku benar-benar orang Kristen yang dangkal. Baru berdoa dua menit saja aku sudah lelah. Sedangkan menonton TV sampai dua jam, terasa singkat. Saat menonton sinetron, aku justru terbuai sampai lupa diri. Padahal, baru berpikir tentang berdoa saja aku sudah merasa lelah. Hari ini aku lelah, Tuhan, maafkan aku. Kurasa yang aku perlukan sekarang ini bukanlah doa tetapi hiburan dari TV.” Mungkin Anda benar karena berdoa bukanlah hal yang menyenangkan bagi kita. Akan tetapi bagaimana kalau Anda datangi kekasih Anda? Ya! Dan mata Anda langsung berbinar dan tiga jam bertemu tidak terasa dan tidak cukup. Kita hidup di level yang cukup dangkal.

Sebagian dari Anda yang mengemban tugas mengajar Firman akan segera mendapati betapa dangkalnya kerohanian orang-orang. Tidak usahlah kita berlaku terlalu keras terhadap jemaat. Seringkali jika Anda pergi ke gereja dan menyimak khotbah di gereja, Anda akan bertanya-tanya apakah pendeta yang berkhotbah itu membutuhkan waktu lebih dari dua menit untuk mempersiapkan khotbah tersebut, karena segenap isi khotbah tersebut bisa dirangkum dalam satu kalimat saja, tetapi dia sanggup memperpanjang uraiannya sampai mencapai 45 menit, sampai-sampai Anda hampir ketiduran mendengarnya. Kedangkalan! Kita sebagai pelayan Tuhan ikut bersalah. Kami semua juga harus diselamatkan – oleh kasih karunia Allah – dari kedangkalan ini.


Jemaat perlu diselamatkan dari kedangkalan

Kedangkalan merupakan wujud dari dosa kemalasan, kecerobohan, kurangnya keteladanan, kurangnya kepedulian, dan di atas semua itu, ketidaktaatan pada panggilan Allah untuk mengasihi Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu. Hal ini melibatkan hati. Kita tidak sedang berbicara tentang perkara yang dangkal, bukan dengan segenap kulitmu, melainkan dengan segenap pikiranmu, segenap jiwamu, segenap kekuatanmu. Uraian sederhana dari panggilan Injil adalah untuk hidup dengan semangat yang berapi-api. Semangat yang membara adalah inti dari kehidupan Kristen. Bagaimana mungkin Anda bisa mengasihi Allah dengan segenap keberadaan Anda tanpa memiliki semangat yang berapi-api ini?

Mengapa kita berbicara tentang keadaan yang tidak bersemangat? Justru karena gereja telah menjadi tidak bersemangat. Berbicara tentang topik ini merupakan pengakuan bahwa kita sudah tidak lagi berapi-api. Harus diakui bahwa semangat kami sendiri sangatlah kecil, tidak cukup, dan dalam beberapa hal, justru tidak ada sama sekali. Kiranya Tuhan memberi kita keinsyafan akan hal ini di dalam hati kita.

Dalam berbicara tentang “zeal”, apakah maknanya? Pokok pertama adalah semangat yang berapi-api melibatkan  perubahan mendasar di dalam hati kita oleh kuasa, oleh kasih karunia Allah yang memberi transformasi. Sudahkah Anda memilikinya? Jika belum, apakah Anda bersedia membiarkan Allah mengerjakan kuasa kebangkitanNya, mengerjakan perubahan di dalam batin Anda?

shallownessThumbJika kekristenan adalah perkara yang dangkal saja, berarti saya sekarang ini berada di dalam pekerjaan yang salah. Saya tidak tahu apa yang sedang saya lakukan di gereja. Lebih baik jika saya beralih ke dunia dan mencari pekerjaan yang mungkin saja akan memberi saya bayaran 5 atau 10 kali lebih banyak daripada apa yang saya dapatkan sekarang. Hati saya sedih karena saya mengamati lembaga-lembaga sekular, di sana justru terdapat komitmen yang lebih besar, ada pengabdian yang lebih besar di dalam lembaga-lembaga tersebut. Di perusahaan, para pekerja dan juga pimpinannya bersedia bekerja lembur tanpa mengeluh demi kemajuan perusahaan mereka. Sedangkan orang-orang Kristen gemar mengeluh akan hal-hal yang mereka anggap tuntutan yang terlalu berlebihan atas diri mereka. Standarnya terlalu tinggi. Astaga. Mengapa Anda tidak masuk ke dunia saja dan bergabung dengan mereka?

Mengapa saya tidak boleh bergabung dengan dunia? Seorang sahabat saya, seorang jutawan di Hong Kong berkata, “Kamu menyia-nyiakan waktu dan tenagamu di gereja. Kalau kami bisa memiliki orang sepertimu di dunia, maka perusahaan kami bisa sangat sukses. Mengapa kamu tidak ikut bergabung? Aku akan serahkan satu perusahaan buatmu, kamu akan jadi General Manager di sana. Kamu jalankan perusahaan itu. Aku tahu bahwa perusahaan itu pasti akan sukses besar.” Dia merasa bahwa kualitas-kualitas yang ada pada saya sudah disia-siakan di gereja karena menurut dia gereja tak lebih dari kedangkalan belaka. Gereja adalah sampah, jika diungkapkan melalui ucapan yang lugas tanpa penghalusan kata-kata. “Mengapa kau sia-siakan bakatmu di gereja?” Dia tidak pernah ke gereja kita dan sudah lama tak pernah ke gereja lagi. Kami dulu sama-sama kuliah di London, Inggris. Dia sangat mencemooh keadaan gereja yang suam-suam kuku, yang dangkal dan yang hanya sekadar bertahan hidup saja. Dia merasa bahwa setiap orang yang memiliki bakat serta kualitas hanya akan menyia-nyiakan hidup mereka dengan berada di gereja. Saya tidak bisa menyalahkannya.


“Zeal” – Amarah Kudus

Mari kita melanjutkan pembahasan akan pokok ini. Pokok kedua tentang zeal adalah, kobaran semangat ini muncul langsung dari hati, bukan semacam sandiwara. Hati saya terbakar jika merenungkan keadaan gereja. Saya telah mencurahkan tahun-tahun terbaik dari hidup saya. Saya telah berpaling dari dunia. Saya telah berpaling dari peluang karir akademik. Saya mengabaikan tawaran program untuk meraih gelar Ph.D yang diberikan oleh professor saya. Saya abaikan hal-hal yang ditawarkan oleh dunia. Untuk mengerjakan apa? Untuk mendirikan gereja yang korup dan tidak suka mendengarkan firman? Tentunya tidak. Itulah sebabnya mengapa begitu banyak pendeta yang menyerang saya dengan tuduhan telah mencela gereja. Saya memang mencela gereja. Saya tidak mau melihat gereja berada dalam pembusukan dan dosa. Saya berbicara dengan penuh intensitas karena Allah telah menaruh kepedulian itu di dalam hati saya.

Lihat ayat di Yohanes pasal 2:17, “Cinta untuk rumah-Mu menghanguskan aku.” Apa yang terjadi sebelum kalimat di Yohanes 2:17? Disebutkan bahwa para murid menyaksikan tindakan Yesus di Bait Allah, lalu mereka teringat akan sesuatu. Mereka teringat pada ayat di Mazmur 69:10 yang mengatakan, “Sebab cinta untuk rumah-Mu menghanguskan aku.” Tentunya ada sesuatu hal di dalam tindakan Yesus di Bait Allah yang membuat mereka teringat Kitab Suci. Suatu hal yang sangat luar biasa!

Apakah ada hal-hal yang Anda perbuat mengingatkan orang akan isi Alkitab? Apakah Anda begitu menghayati Firman Allah dan menghidupkan Firman Allah sampai orang lain diingatkan akan Alkitab? “Oh ya, aku ingat apa yang disebutkan dalam Alkitab.” Yesus menerapkan isi Kitab Suci. Dan ketika para murid itu melihat tindakannya, mereka teringat pada isi Kitab Suci.

Hal apa dari tindakan Yesus yang mengakibatkan mereka mengingat akan Kitab Suci? Menurut Anda, apakah hal yang mereka lihat itu? Dituliskan di situ, Yesus mengusir orang-orang yang berjualan domba, lembu dan berbagai dagangan lainnya keluar dari Bait Allah. Dia mengusir mereka keluar! Yesus menjungkirbalikkan meja para penukar uang dan pasti kedengaran gemerincing uang koin saat Yesus melakukan itu. Seperti apa gambaran Yesus pada waktu itu? Dia sedang marah besar. Pernahkah Anda melihat seperti apa kemarahan orang benar? Cukup mengerikan, bukankah begitu? Dia begitu marah, dalam kemarahan yang kudus dan ilahi, bukan kemarahan biasa, bukan sekadar hilang kesabaran, melainkan kemarahan yang kudus, terkendali tetapi sangat membara. Anda tahu, para penukar uang, para penjual domba, lembu dan merpati itu semua adalah orang-orang kasar. Namun saat mereka melihat Yesus, tak ada orang yang berani mencegahnya. Kemarahan yang membakar. Gereja-gereja membesarkan anak-anak mereka di Sekolah Minggu dengan mengajarkan lagu, “Yesus yang lemah lembut dan rendah hati.” Tidak ada tanda-tanda kelemah-lembutan serta kerendahan hati di dalam bara amarah yang digerakkan oleh Allah. Ini satu aspek penting dari “zeal”. Semangat yang terungkap lewat kemarahan yang membara.

Saya yakin Anda juga pernah marah. Kemarahan bukanlah suatu hal yang baru atau asing bagi Anda. Namun apaangry yang memicu kemarahan Anda? Hal apakah yang membuat Anda menjadi marah? Apakah karena ketika Anda mengenakan sepasang sepatu baru, lalu ada orang yang menginjak kaki Anda dan meninggalkan noda di sana? Kemudian Anda menjadi marah. Atau, ketika Anda mengendarai mobil baru Anda, lalu ada orang yang dengan cerobohnya melakukan sesuatu hal yang membuat mobil Anda tergores? Oh! Api kemarahan membakar Anda! Atau, ketika Anda pulang dalam keadaan lapar, dan istri Anda menghidangkan daging yang hangus? Lalu Anda marah, Anda menggebrak meja, “Untuk apa aku menikahimu? Aku bekerja keras memeras keringat di luar sana untuk menyediakan makanan bagi kita semua, tapi kamu bikin daging hangus ini?” Wah! Luar biasa kemarahannya! Untuk hal apakah Anda pernah menjadi marah? Salah satu wujud dari zeal adalah kemarahan. Namun, hal apa memicu kemarahan itu? Seringkali pemicunya adalah keegoisan ataupun kepentingan pribadi.

Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa Anda seharusnya senang menerima sajian daging hangus: “Oh! Bagus sekali! Terima kasih, terima kasih. Kamu sudah hanguskan dagingku. Maukah kamu hanguskan lagi nanti?” atau Anda berkata kepada orang yang merusak cat mobil Anda, “Ah! Baik sekali kamu mau menggores cat mobilku. Aku benar-benar senang!” Tentu saja Anda tidak akan berbahagia. Saya tidak ingin menyatakan bahwa marah akan hal-hal yang semacam itu salah. Persoalannya adalah, sebelum Allah mengubah hati kita, kita hanya mengenal satu jenis kemarahan, yakni kemarahan yang berkenaan dengan kepentingan pribadi kita.

Apakah dosa di tengah gereja membuat Anda sangat prihatin? Mungkin hanya sebatas membuat Anda membatin, “Lihat, aku tidak begitu buruk. Ada banyak pendosa yang lain di gereja. Baguslah. Bahkan pendeta juga seorang pendosa. Lagi pula, pada hari Penghakiman, kalau kasusku dianggap buruk, maka kasus pendeta itu jauh lebih buruk lagi.” Seperti itulah wujud keprihatinan Anda. Anda tidak prihatin atau sedih atau marah saat nama Allah dipermalukan. Yang Anda pedulikan mungkin hanya nama baik kelompok atau mungkin gereja Anda. Mungkin hanya sebatas kepedulian duniawi. Persoalannya selalu terletak pada motivasi.


“Zeal” – Kesedihan yang Mendalam

Zeal juga memiliki aspek lain: kesedihan yang menyesakkan. Dapatkah Anda merasakan kesedihan yang menyesakkan akibat masalah yang berada di luar kepentingan pribadi Anda? Pernahkah Anda membaca kitab Ratapan? Sangat sedikit orang yang mau membaca kitab Ratapan karena tidak ada orang yang mau meratap.

lamentationsRatapan adalah aspek yang sangat penting dari kehidupan rohani. Perjanjian Baru menyebutkan, “Menangislah bersama mereka yang menangis.” Kapan kita pernah menangis bersama mereka yang sedang menangis? Apakah kita mengenal perasaan yang menyesakkan seperti itu? Mungkin  tidak cukup menyesakkan untuk sampai meratap. Saat ada jemaat yang mengalami musibah, kita hanya berkata, “Oh, menyedihkan.” Apakah Anda melihat betapa dangkalnya perasaan kita? Apakah musibah itu menyentuh lubuk hati kita? Mampu membuat kita meneteskan air mata? Tidak. Kita bisa saja meratapi kesengsaraan pribadi, entah karena mengalami penghinaan atau ketidak-adilan. Kapan Anda pernah meratap karena musibah yang menimpa saudara atau saudari seiman? Kapan?

Kiranya Allah menolong kita untuk menjadi jenis orang yang bisa berpikir seperti cara Yesus berpikir. Apakah yang diperbuat oleh Yesus? Semangatnya tercurah bukan hanya di dalam perikop ini saja. Ingatkah Anda apa yang terjadi di Matius 23?

“Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi kamu tidak mau.”

Dapatkah Anda merasakan kesesakan di dalam ratapan tersebut? “Lihatlah rumahmu ini akan ditinggalkan dan menjadi sunyi.” Dapatkah Anda merasakan kuatnya kesedihan di dalam ucapan ini?

Saat Lazarus meninggal, ayat terpendek di dalam Alkitab – yakni di Yohanes 11:35 mencatatkan dua kata (dalam terjemahan LAI tertulis 3 kata): Maka menangislah Yesus. Kapankah kita pernah meratap atas kesedihan, kesakitan dan penderitaan orang lain? Maksudnya, tangisan yang secara tulus muncul dari dalam hati kita, bukan karena dorongan suasana. Saat kita menghadiri pemakaman, saya melihat orang-orang menyeka air mata mereka. Saya rasa, yang mereka tangiskan adalah diri mereka sendiri, dengan berpikir, “Akankah tiba giliranku dikuburkan?” Maaf jika saya terlalu blak-blakan. Maafkan saya. Namun saya rasa itulah kenyataannya. Apakah menurut Anda mereka sangat prihatin pada saudara yang berbaring di dalam peti mati itu? Mereka hanya sekedar membayangkan, “Bagaimana jika tiba giliranku?” Lalu air mata mulai mengalir. Jadi, poin yang ketiga di sini adalah intensitas kesedihan.

 
“Zeal” – Sukacita yang Intens

Hal keempat yang ingin saya sampaikan mengenai “zeal” adalah bentuk perwujudannya yang lain yakni intensitas sukacitanya. “Zeal” adalah hal yang sangat kompleks. Ia bisa mewujudkan dirinya dalam bentuk keprihatinan yang mendalam, kemarahan yang membara sebagai ungkapan dari keprihatinan itu, dalam kesedihan yang menyesakkan dan juga dalam sukacita yang meluap. Ingat bagaimana Yesus dipenuhi sukacita saat para murid dengan penuh sukacita kembali dari tugas pemberitaan Injil. Mata mereka terbuka dan mereka dipenuhi sukacita melihat apa yang telah Allah perbuat melalui mereka. Yesus dipenuhi oleh sukacita dan mengungkapkan lewat pujian dan penghormatan kepada Bapa dan berkata, “Aku berterimakasih kepada-Mu, Bapa, karena Engkau telah menyatakan semua ini bukan kepada orang-orang bijak dari dunia ini melainkan kepada orang-orang bodoh, kepada para bayi (anak-anak kecil), kepada murid-murid, kepada mereka yang bersedia mengikut Engkau.” Dia dipenuhi oleh sukacita yang meluap, sukacita yang bukan untuk diri pribadinya melainkan atas apa yang telah Allah perbuat di dalam kehidupan mereka.

Tahukah Anda akan intensitas sukacita semacam ini? Tentu saja Anda semua tahu apa itu sukacita. Saat Anda mendapati bahwa gaji Anda naik, misalnya, 5%, maka sukacita Anda naik 5%, dan jika naik 20% maka sukacita Anda naik 20% juga. Anda berharap mendapat kenaikan upah 100%, sehingga sukacita Anda bisa naik 100%! Namun kapankah Anda bersukacita bagi orang lain? Atas berkat yang Allah berikan kepada orang lain? Atas karya yang Allah perbuat dalam diri orang lain saat mereka masuk dalam baptisan hari ini, akankah kita mampu bersukacita bagi orang yang menerima baptisan itu? Atau akankah kita sekadar duduk dan berkata, “Oh, baptisan lagi. Setiap kegiatan kamp selalu ada acara baptisannya. Berapa banyak baptisan yang harus kita kerjakan? Aku sudah mengikuti acara kamp ini selama 10 tahun dan itu berarti ada 10 baptisan!” Apakah Anda berkata, “Tuhan, aku bersyukur kepada-Mu atas diri orang ini. Aku berterima kasih kepada-Mu atas orang ini.” Hati Anda penuh dengan rasa syukur dan sukacita. Bisakah Anda merasakannya? Tidak. Tidak bisa. Tidak akan bisa sebelum Tuhan mengubah cara berpikir Anda.


“Zeal” – Intensitas Pemikiran Spiritual

Mari kita lanjutkan ke pokok yang kelima: intensitas pemikiran rohani. Saya perlu menekankan poin yang satu ini. thinkingMengapa? Karena dari poin-poin yang saya ajukan sebelumnya Anda mungkin berpikir bahwa zeal berkaitan dengan perasaan yang berapi-api: perasaan marah, sedih dan sukacita. Bukan demikian, zeal lebih dari semua itu. Perasaan-perasaan itu memang mendorong dan memotivasi kita, akan tetapi “zeal” lebih dari  perasaan. “Zeal” juga berkaitan dengan intensitas pemikiran: mengasihi Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu, memang benar, tetapi juga dengan segenap pikiranmu. Hal ini saya sebut dengan ungkapan “intelligent zeal” atau zeal yang cerdas. “Zeal” bukanlah sekadar semangat yang polos dan lugu, yang bergegas mengerjakan segala sesuatu tanpa pertimbangan. Orang yang memiliki “zeal” yang intens adalah orang yang belajar berpikir buat Allah. Setiap pakar yang mempelajari perikop di Yohanes pasal 2 tahu bahwa tindakan Yesus di Bait Allah itu benar-benar terencana, suatu tindakan yang sudah disiapkan dengan teliti. Waktunya ditetapkan dengan teliti. Waktu yang dipilih adalah perayaan Paskah. Ini bukanlah tindakan tanpa perencanaan yang dilakukan secara acak dan mendadak di mana dalam sekejap Yesus mendadak meluap dalam semangat yang berapi-api. Bukan seperti itu. Tindakan Yesus itu direncanakan serta dipertimbangkan dengan sangat teliti. Semangat yang berkobar-kobar itu dituntun oleh hikmat dan kecerdasan rohani. Dia mengerjakan suatu tindakan simbolis untuk menegaskan suatu pernyataan kepada para pemimpin Yahudi, kepada para pemimpin agama dan kepada seluruh bangsa. Suatu tindakan yang sangat cerdas dan direncanakan dengan teliti.

Jadi saya tidak menganjurkan Anda yang mendengar khotbah ini, lalu Anda pulang dan mulai marah-marah, nangis-nangis atau ketawa ketawa dengan penuh sukacita. Lalu orang-orang akan berkata, “Ada apa dengan orang-orang ini? Ada masalah apa dengan orang-orang ini?” Kita harus mengerti kaitan “zeal” dengan perintah untuk mengasihi Allah dengan segenap kecerdasan, segenap pikiran kita, sama seperti yang telah dilakukan oleh Yesus. Dengan membaca Injil dengan teliti, Anda akan mengerti bahwa setiap gerakan yang dilakukan oleh Yesus dituntun oleh pengabdian yang mendalam dan juga oleh perencanaan rohani yang teliti, strategis dan mendalam. Setiap tindakan Yesus terencana. Tak ada yang bersifat kebetulan. Berapa banyak orang Krsiten yang Anda kenal, yang hidup dalam kecerdasan rohani yang semacam ini?

Hal yang sama juga dilakukan oleh Paulus. Paulus dengan teliti mengikuti setiap langkah Tuannya. Semangat dan pengabdian Paulus membara. Namun semua dilaksanakan dengan kecerdasan dan perencanaan yang luar biasa. Perjalanan Paulus ke Yerusalem merupakan bagian dari perencanaannya. Dia merencanakan untuk ke sana dan dia tahu bahwa dia akan ditangkap. Bacalah kitab Kisah Para Rasul, maka Anda akan mengerti hal ini degan baik. Bahkan nabi Agabus menegaskan hal ini dengan sangat jelas, baik kepada Paulus maupun kepada jemaat. Sebelum nabi memberitahunya, Paulus sudah tahu akan hal itu. Namun dengan perhitungan yang mantap dan teliti, dia berangkat menuju ke Yerusalem untuk ditangkap. Ketika Gubernur Palestina ingin membebaskan dia, dia dengan sengaja mencegah tindakan pembebasan itu dengan mengajukan banding kepada kaisar. Lalu sang Gubernur berkata, “Kalau saja dia tidak mengajukan banding kepada kaisar, maka aku sudah bisa membebaskannya sekarang juga. Namun karena dia adalah warga negara Roma, dan dia telah mengajukan banding kepada kaisar, maka aku tidak punya pilihan lain selain mengirimnya ke Roma.” Mengapa? Karena Paulus sudah merancang itu semua dalam perencanaannya yang teliti, sebagai ungkapan dari pengabdiannya yang membara, dia telah merencanakan untuk pergi ke Roma sebagai tahanan dan untuk mati di sana jika memang perlu. Seperti yang dia katakan di Kisah Para Rasul, “Aku bersedia bukan saja untuk menanggung penderitaan, melainkan juga untuk mati bagi Tuhanku.” Ini bukanlah kegilaan, bukan fanatisme tanpa akal. Ini adalah “zeal” yang dijalankan dengan pertimbangan yang matang.

Paulus, di dalam segala tindakannya, memiliki semangat yang membara tetapi sangat cerdas. Jika Anda pelajari kitab Kisah Para Rasul, hal yang perlu Anda lakukan, jika Anda bermaksud untuk bertumbuh di dalam Tuhan, Anda akan melihat bahwa ketiga perjalanan pemberitaannya itu direncanakan dengan perhitungan yang teliti, strategis dan dalam tuntunan hikmat rohani. Dia memilih sasarannya dengan teliti, sama seperti sebuah rudal yang sedang mengejar sasarannya. Sebagai contoh, dia memilih balai pertemuan tertentu di Korintus dengan pertimbangan yang sangat bagus. Dia bukan secara kebetulan saja tiba di Atena, ataupun di Roma lalu mulai memberitakan Injil di sana. Bukan seperti itu. Dia memilih target operasinya dengan cermat. Dengan pertimbangan yang saksama, dia melaksanakan rencananya untuk membawa Injil ke banyak orang.

Baiklah, saya rasa Anda mulai mengerti apa arti “zeal” itu. Setelah mengetahui jelas apa yang terkandung di dalam “zeal” ini, kiranya Anda mau berdoa agar Allah menjadikan Anda seorang Kristen yang seperti itu, karena memang seperti itulah seharusnya orang Kristen itu. Ini bukanlah semacam model orang Kristen super. Kalimat, kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu, segenap pikiranmu dan segenap jiwamu ini bukanlah kalimat yang ditujukan kepada Paulus saja, bukan ditujukan kepada Yohanes saja. Kalimat ini ditujukan kepada semua umat Allah, mulai dari bangsa Israel dalam Perjanjian Lama sampai kepada gereja di dalam Perjanjian Baru. Semangat jenis ini sebenarnya adalah kualitas dasar, kualitas dasar dari kehidupan Kristen. Namun ada berapa banyak orang Kristen jenis ini yang Anda kenal?


“Zeal” adalah Hal yang Vital

Sekarang kita tahu bahwa seperti inilah adanya Yesus. Lalu, bagaimana kita bisa seperti Yesus? Yesus dan Paulus adalah orang yang berada di gelombang yang sama dengan Allah. Izinkan saya untuk mengajukan pertanyaan: seperti apakah hubungan Anda dengan Allah? Seperti apa jam doa Anda, saat teduh Anda setiap harinya? Seberapa jauh Anda menikmatnya? Apakah yang menjadi pokok doa Anda? Apakah saya benar saat berkata bahwa berdoa selama dua menit sudah merupakan hal yang melelahkan bagi kebanyakan orang? Untuk bisa berdoa sampai 20 menit, bararti Anda akan memerlukan sebuah buku bimbingan doa supaya bisa mengisi waktu 20 menit itu. Apakah saya terlalu membesar-besarkan masalah? Saya rasa tidak. Mengapa? Karena, jujur saja, kita tidak punya banyak hal yang bisa kita doakan, bukankah begitu? Tidak banyak hal lain di luar masalah kita dan keluarga kita. Setelah itu, apa lagi hal yang harus saya doakan?

Di masa Perjanjian Lama, ada nabi yang bernama Amos yang hidup di abad 8 SM. Nabi Amos merangkum semua ituwalking-together dalam satu kalimat, “Berjalankah dua orang bersama-sama, jika mereka belum berjanji? (Amos 3:3)”. Artinya, tidak bisa berjalan bersama kalau mereka tidak punya kesamaan minat, kalau mereka tidak punya kesamaan kepentingan. Atau, di dalam istilah modern, kalau kedua orang itu tidak berada di dalam gelombang atau frekuensi yang sama. Apakah Anda berada di dalam frekuensi yang sama dengan Allah? Tentu saja tidak jika Anda tidak memiliki minat atau kepedulian yang sama dengan-Nya. Dalam keadaan demikian berarti Anda sedang berjalan di jalur yang berbeda. Anda berbicara di frekuensi yang berbeda. Bagaimana Anda bisa berkomunikasi dengan-Nya? Anda bahkan berbicara dalam bahasa yang berbeda dengan-Nya. Dengan kata lain, jika kita ingin menikmati persekutuan dengan Allah, maka kita harus memiliki minat yang sama dengan-Nya.

Namun Anda hanya peduli pada diri Anda sendiri. Hal apakah yang diminati oleh Yesus? Yesus  mempunyai satu minat yang utama, yang mengalahkan hal-hal lainnya. Apakah itu? Rumah Bapaku! Cinta atau “Zeal” akan rumah Bapa telah menghanguskanku. Jika cinta akan umat Allah tidak menghanguskan Anda, berarti Anda tidak memiliki minat yang sama dengan Yesus. Dia berminat pada satu hal, tetapi Anda berminat pada urusan yang lain. Bagaimana dua orang bisa berjalan bersama-sama jika mereka memiliki minat yang jauh berbeda satu sama lain? Apakah Anda, seperti Yesus mempunyai minat yang sama dengan Allah? Tidak heran ketika Anda datang kepada Allah di dalam doa, Anda tidak tahu apa yang harus didoakan. Anda sudah kehabisan materi doa hanya dalam waktu dua menit. Tak ada lagi hal yang bisa disampaikan. Ketika Anda berdoa untuk orang ini atau yang itu, Anda bahkan tidak bisa berdoa dalam kepedulian yang mendalam karena Anda tidak tahu persis apa hubungan semua hal ini dengan doa. Apa hubungan semua itu degan rencana Allah? Apa hubungan semua itu dengan masa depan umat Allah? Apa tujuan semua ini?

Jadi, hal yang harus Anda pahami adalah bahwa “zeal” bukan sekadar sesuatu yang menghanguskan Anda, tetapi juga bersifat vital bagi hubungan Anda dengan Allah! Anda akan berada di dalam frekuensi yang sama dengan Yesus, yang sepenuhnya berada di frekuensi yang sama dengan Allah hanya jika Anda mengizinkan Allah mengubah hati Anda dan memberi Anda kepedulian yang mendalam, menyelamatkan diri Anda dari belenggu keegoisan, dan membuat Anda peduli sepenuhnya kepada apa yang Dia minati. Hanya dengan demikianlah maka Anda sedang berbicara dalam bahasa yang sama. Anda memiliki hati dan pikiran yang sama. Singkatnya, Anda menjadi rekan sekerja Yesus, seorang murid yang sejati. Apakah arti murid itu? Seorang murid adalah orang yang melangkah bersama dengan Gurunya. Namun bagaimana dua orang bisa berjalan bersama kalau mereka menuju ke arah yang berlawanan karena minat mereka berbeda? Bisakah Anda melihat gambarannya?


Tanpa “Zeal” Anda menjadi musuh Allah

Apakah akar dari permasalahan rohani pada kebanyakan orang Kristen?  Jika Anda tidak memiliki minat yang sama dengan Allah, Anda bukan sekedar tidak bisa berkomunikasi dengan-Nya, Anda juga akan dapati bahwa kehidupan Kristen ini penuh dengan beban dan tidak ada artinya. Memang tidak ada artinya karena Anda melangkah ke arah yang berbeda dengan arah yang dituju oleh Yesus. Anda tidak akan bisa menjadi seorang murid jika Anda tidak melangkah ke arah yang sama. Lebih buruk lagi, jika Anda tidak melangkah ke arah yang sama dan mempunyai minat yang berbeda dengan Yesus, tahukah Anda apa yang akan terjadi? Akan muncul konflik antara Anda dengan Yesus dan Allah. Ada banyak orang Kristen zaman sekarang ini yang berada dalam konflik dengan Allah. Malahan, bisa dikatakan bahwa sebenarnya seluruh gereja secara umum sedang dalam konflik dengan Allah.

Di masa kuliah saya, ada sekelompok ahli teologia. Mereka terdiri dari beberapa pimpinan tinggi gereja – seorang kardinal dari gereja Anglikan dan beberapa kardinal dari Amerika, baik dari lingkungan gereja Episkopal maupun gereja-gereja lainnya. Mereka membuat sebuah deklarasi. Mereka mendeklarasikan bahwa Tuhan sudah mati. Wah! Seluruh dunia terkejut! Sekumpulan ahli teologia dan beberapa pemimpin jemaat mendeklarasikan bahwa Tuhan sudah mati! Saat saya membaca hal itu, saya segera menyadari keadaan yang sesungguhnya. Bukan Allah yang mati. Gerejalah yang mati. Cara kita berpikir mencerminkan siapa kita. Jika secara rohani Anda mati, maka bagi Anda Allah itu mati. Akan tetapi bagi orang yang secara rohani hidup, maka dia akan sanggup berkata seperti rasul Paulus, “Aku kenal siapa yang aku percayai. Aku mengenal Dia.” Akan tetapi kumpulan orang-orang ini tidak mengenal Dia. Sejauh yang mereka tahu, Allah itu mati, karena para kardinal dan ahli-ahli teologia itu memang rohaninya mati. Saya mengenal mereka secara pribadi. Mereka memang mati, secara rohani mereka mati. Mereka sama sekali tidak mengenal Allah. Saya ingat betul Professor Perjanjian Lama yang mengajar saya pernah membahas hal ini secara santai dengan saya. Saat mendengar dia membahas persoalan tentang Allah, saya membatin, “Dia professor ahli Perjanjian Lama, akan tetapi dia sendiri ternyata tidak tahu apakah Allah itu ada atau tidak ada, apakah Allah itu hidup atau mati. Dia tidak tahu hal itu.” Memilukan! Bukan pengetahuan yang bisa menolong Anda mengenal Allah. Yang bisa menolong adalah komitmen rohani. Tidak ada komitmen di kumpulan ahli-ahli teologia itu, dan yang menyedihkan, juga di dalam kumpulan para kardinal itu. Gereja sudah mati. Dan gereja yang sudah mati ini sedang berada dalam konflik dengan Allah.

Menurut Kitab Suci, musuh terburuk Allah bukanlah orang non-Kristen. Jangan pernah membuat kesalahan semacam ini. Apakah di Perjanjian Lama, Perjanjian Baru, maupun sejarah gereja, musuh Allah bukanlah orang tidak percaya. Jika Anda pernah mempelajari sejarah gereja, Anda akan temukan bahwa musuh terburuk bagi jemaat bukanlah orang-orang non-Kristen. Musuh terburuk gereja adalah orang-orang Kristen sendiri! Khususnya para pemimpin gereja! Siapa yang menghukum mati Yesus? Siapa yang menuduh dan menuntut agar Yesus disalibkan? Para pemimpin jemaat. Para pemimpin bangsa Yahudi. Mereka adalah para imam kepala, orang-orang Farisi dan orang-orang Saduki. Oleh karena itu, jika Anda tidak melangkah bersama Allah, tidak memiliki hati yang sama dengan-Nya, Anda bukan saja tidak bisa bersekutu dengan-Nya, yang paling bahaya adalah, saatnya akan tiba di mana Anda akan mejadi musuh-Nya. Anda akan berjuang melawan Allah.

Dalam sejarah gereja, kejahatan terbesar yang dilakukan terhadap orang-orang Kristen yang setia, dilakukan oleh sesama orang-orang Kristen. Contohnya, di kejadian Inkuisisi di Sepanyol, di mana Gereja Katolik bukan sekadar menghukum mati mereka yang tidak sepaham dengan ajaran Katolik, tetapi dengan sangat terampil, perlahan dan menyakitkan, mereka menyiksa orang sampai mati. Anda tidak sanggup membayangkan orang Kristen melakukan hal ini terhadap sesama Kristen. Itulah kenyataannya. Hal ini tertulis di dalam buku sejarah. Bukan suatu hasil karangan saya. Namun jika kita kaum Prostestan merasa diri lebih baik, lupakan saja. Kaum Prostestan juga melakukan hal yang sama. Dalam tindakan biadabnya, para raja Protestan, para pemimpin agama di kalangan Prostestan, khususnya di Jerman dan di Belanda, membantai kaum Anabaptis. Kaum Anabaptis adalah pendahulu dari gereja Baptis zaman sekarang. Mereka dibantai, dihukum mati, dan disiksa sampai mati oleh kaum Protestan dengan jumlah korban sampai puluhan ribu orang. Kita tidak sedang membicarakan jumlah korban satu atau dua orang, melainkan puluhan ribu orang. Pada masa-masa semacam itu, Anda bisa saja menjadi musuh Allah. Anda bahkan bisa saja menjadi Yudas. Kita semua sedang berurusan dengan masalah yang sangat serius. Kita berhadapan dengan masalah hidup kekal atau kematian kekal.

Waktu kita sudah habis. Saya berharap apa yang telah saya sampaikan tertanam di dalam hati Anda. Anda harus segera, bukan besok juga bukan lusa, melainkan harus segera meminta Allah untuk mengubah hidup Anda supaya Anda bisa menikmati persekutuan dengan Allah, menikmati kehidupan Kristen pada kedalaman dan kekayaan maknanya. Mintalah Allah untuk menjadikan Anda sumber air hidup yang mengalir dari dalam hati Anda. Kiranya Allah menjadikan Anda sebagaimana seorang Kristen seharusnya: mencintai Rumah-Nya.


Bait Allah dihancurkan karena dosa

Saya akan sampaikan satu hal lagi mengenai Allah dan kita akan tutup pembahasan ini. Yesus berkata, “Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari aku akan mendirikannya kembali.” Oh! Itu adalah pernyataan yang mencengangkan! Anggaplah saat itu Anda sedang berada di Bait Allah dan mendengarkan ini. “Kamu lihat bangunan Bait Allah yang indah ini? Berkilauan dengan hiasan-hiasan keemasan? Batu-batu marmer yang indah. Salah satu keajaiban dunia? Hancurkan itu.” Hancurkan!!? Ini penghujatan! Ini adalah Rumah Allah! Bagaimana mungkin engkau berbicara seperti itu?

Akan tetapi penghancuran Rumah Allah bukanlah suatu hal yang baru. Hal yang aneh adalah, di saat mereka membangun gedung itu justru di saat yang sama mereka menghancurkannya. Secara jasmani mereka membangun rumah itu, rumah yang masih dalam pembangunan. Bayangkan, setiap batu dihiasi. Emas dipakai untuk mewarnai batu-batu itu. Banyak dana dan tenaga telah dihabiskan untuk membangun gedung yang indah ini. Akan tetapi rumah itu sebenarnya sudah hancur. Secara fisik ia ada akan tetapi secara rohani ia hancur.

Bait Allah yang dibangun oleh Salomo bagi Allah telah dihancurkan 600 tahun sebelumnya. Jadi, ide tentang menghancurkan Bait Allah bukanlah suatu hal yang baru. Bait Allah yang megah yang dibangun oleh Salomo sudah diratakan dengan tanah. Bangunan megah dulu itu sudah hancur. Mengapa? Karena dosa! Apakah menurut Anda Allah berminat pada bangunan yang indah-indah? Allah berminat dengan umat yang indah, bukan bangunan yang indah. Akan tetapi hal itu tidak pernah tertanam di dalam benak mereka. Lalu, umat seperti apa yang dipandang indah di mata Allah? Apakah Anda ini indah di mata Allah? Apakah ketika Allah menatap Anda, Dia melihat keindahan di dalam diri Anda? Apakah keindahan-Nya tercermin pada diri Anda? Apakah Anda diciptakan di dalam gambaran-Nya? Allah sendiri sangatlah indah! Pada hari Penghakiman, saat kita bertemu dengan Allah, kita akan terpesona pada keindahan-Nya yang luar biasa! Keindahan yang di dalam Alkitab disebut dengan istilah “kecantikan dari kekudusan (beauty of holiness).”

Orang berdosa takut akan kekudusan. Kekudusan itu membuatnya ketakutan. Akan tetapi orang benar bergemar di dalam kekudusan, ‘indahnya kekudusan’ demikian diucapkan oleh si pemazmur. Allah menghendaki umat yang indah, bukan bangunan yang indah! Oleh karena itu, jika gedungnya indah tetapi umat yang menyembah di sana terlihat buruk karena dosa, maka Dia akan menghancurkan gedung itu. Itulah yang dimaksudkan oleh Yesus. “Benar, kalian memiliki bangunan yang indah, tetapi hancurkan saja gedung itu karena kalian bukanlah umat yang indah! Kalian tegar tengkuk, tidak taat, pemberontak, dan selalu saja begitu. Hancurkan gedung ini! Allah tidak menghendaki gedung ini!” Oh! Itu adalah penghujatan bagi mereka! Mereka beranggapan bahwa ucapan yang tertuju kepada gedung adalah suatu penghujatan.


Bait Allah ada tetapi Allah tidak ada di sana

“Dalam tiga hari aku akan mendirikannya kembali.” Siapakah engkau? Kami memerlukan waktu 46 tahun untuk membangun gedung ini. Sebenanya, pembangunan itu masih berlanjut bahkan setelah Yesus disalibkan, hal ini kita ketahui dari sejarah. Juga, dari pernyataan tentang waktu 46 tahun yang telah dihabiskan itu, kita tahu bahwa pembangunan itu sedang berlangsung di saat Yesus sedang berbicara di sana. Sejarawan Yahudi, Josephus mencatat bahwa Herodes Agung memulai pembangunan Bait Allah ini di sekitar tahun 19 SM, yakni 19 tahun sebelum Kristus. Jadi, 46 tahun kemudian adalah tahun 27, itulah tahun ketika Yesus mengucapkan hal ini. Bait Allah itu terus dipercantik sampai dengan tahun 63! Selama hampir 40 tahun ke depan, mereka terus saja mempercantik bangunan itu, yakni dari tahun 27 sampai tahun 63, mungkin sekitar 35 tahun. Gedung itu dihancurkan hanya berselang 7 tahun setelah semua proyek pembangunannya telah selesai, di saat bangunan itu berada dalam puncak kemegahannya! Tujuh tahun kemudian, bangunan itu sudah rata dengan tanah. Seperti yang dikatakan oleh Yesus, “Tidak satu batu pun akan dibiarkan berada di atas batu lainnya.” Gedung itu benar-benar dimusnahkan! Hanya berselang 7 tahun setelah mereka menghabiskan waktu berapa lama? Sekitar 80-90 tahun untuk membangun dan mempercantik gedung itu. Bangunan itu diratakan pada tahun 70, saat bangsa Yahudi mengalami kehancuran sebagai suatu negara.

“Hancurkan Bait Allah ini.” Mengapa? Orang banyak sedang berdiri di sana, tetapi apakah mereka tahu apa yang dimaksudkan oleh Yesus? “Bait Allah ini memang berdiri megah tetapi, masalahnya, Allah tidak hadir di sana. Allah tidak hadir di dalam bangunan itu.” Anda bisa membaca sendiri di Matius 23:38. Tanamkan dalam-dalam firman yang tertulis di Matius 23:38 itu di dalam benak Anda. “Lihatlah Rumahmu ini akan ditinggalkan dan menjadi sunyi.” Ditinggalkan oleh siapa? Tentunya oleh Allah. “Allah telah meninggalkan gedung ini. Boleh saja kamu terus menambahkan emas, kristal dan permata di sana, tetapi Allah telah meninggalkannya. Oleh karenanya gedung ini sudah tidak ada artinya lagi.”

gloryofgodUntuk apakah rumah ibadah itu? Apakah makna dari Bait Allah? Bait Allah itu baru memiliki arti jika satu hal dipenuhi. Apakah hal yang harus dipenuhi itu? Yakni kehadiran Allah. Hadirat-Nya yang membuat Bait Allah memiliki arti. Jika Allah tidak hadir di Bait Allah, maka bangunan yang paling indah di dunia ini pun tidak akan ada artinya. Saya dengar di California ada orang yang membangun istana kristal. Sebuah bangunan besar yang biaya pembangunannya entah berapa juta dolar. Namun apakah Allah ada di dalam bangunan itu? Tidak, Allah tidak ada di sana.


Allah hanya berdiam di dalam manusia

Di manakah Allah bisa ditemukan? Di dalam Bait Allah yang baru, bangunan baru yang didirikan oleh Yesus setelah hari yang ketiga. Sama seperti ketika Yesus berkata kepada perempuan Samaria, mungkin orang-orang Kristen masih belum menangkap pelajaran dari sana sehingga mereka masih saja membangun gedung-gedung sekarang ini. Mereka masih gemar dengan istilah ‘tabernakel’. Lihat saja di bagian pintu depan. Apakah Anda melihat apa yang tertulis di pintu depan itu? Di sana tertulis ‘Tabernakel’. Kata ‘tabernakel’ adalah istilah kuno dari Bait Allah. Kita masih saja membangun gedung-gedung Bait Allah, tabernakel dan gereja, apapun istilah yang dipakai, bagi Allah. Allah tidak berdiam di gedung-gedung semacam itu. Allah tidak berdiam di dalam gereja, bahkan sekalipun seluruh jemaat ada di sana. Allah berdiam di dalam diri Anda dan saya. Jika Dia tidak berdiam di dalam diri Anda dan saya, maka Dia tidak ada di sini.

Setelah menguraikan makna penting dari Bait Allah, kita akan tutup pembahasannya. Makna penting dari Bait Allah adalah: hadirat yang khusus dari Allah, hadirat-Nya yang memberi keselamatan hadir di suatu tempat di bumi pada saat tertentu – yakni di dalam Bait Allah itu. Alkitab, yakni Perjanjian Lama, menyampaikan dua hal yang saling melengkapi mengenai hal ini. Yang pertama adalah bahwa Allah, dalam pengertian tertentu, hadir di mana-mana. Namun dapatkah Anda menemukan-Nya di sembarang tempat? Tidak bisa jika Anda bukan raksasa rohani. Dan kebanyakan orang bukanlah raksasa rohani. Bagaimana mungkin seorang manusia biasa akan menjumpai Allah? Hanya di tempat di mana hadirat khusus dari Allah hadir. Dan di manakah tempat itu? Di Bait Allah yang Dia tetapkan. Hadirat khusus-Nya ada di sana. Di sanalah upacara penebusan dosa dilakukan melalui korban-korban persembahan. Di sanalah para imam melayani dan berdoa dan mengajar umat Allah. Hadirat Allah itulah yang membuat Bait Allah menjadi spesial.

Namun begitu hadirat Allah tidak ada lagi di sana, maka sebaiknya Anda hancurkan saja Bait Allah itu. Bait Allah itu sudah tidak ada artinya lagi. Itulah sebabnya mengapa nabi Yehezkiel berkata, “Aku melihat kemuliaan Allah naik ke atas ambang pintu Bait Suci. Kemudian kemuliaan itu pergi.” Sang nabi berkata, “Allah telah meninggalkan Bait Allah.” Tahukah Anda apa artinya? Artinya adalah Bait Allah itu akan dihancurkan. Demikianlah, saat Yesus berkata seperti ini, yang dia maksudkan itu sama seperti Yehezkiel: Bait Allah akan dihancurkan.


Kebangkitan mewujudkan Bait Allah yang baru

Dalam tiga hari Bait Allah akan didirikan. Bagaimana caranya? Melalui kebangkitan Yesus! Saat Yesus dibangkitkan dari antara orang mati, apa yang terjadi? Hal pertama yang terjadi adalah gereja atau jemaat terbentuk. Bapa membangkitkan Yesus dari antara orang mati, dan Yesus mewujudkan gereja pada saat yang bersamaan.

Anda bisa baca hal itu di Yohanes pasal 20:8 yang berkata bahwa rasul Yohanes menjadi percaya. Mungkin Anda berkata, “Hei, tunggu dulu. Yohanes itu salah satu dari para rasul. Mengapa di sana dikatakan dia percaya?” Karena, saat itulah untuk pertama kalinya dia percaya dalam arti sebagaimana yang dimaksudkan dalam Perjanjian Baru. Lalu apa makna percaya menurut Perjanjian Baru? Anda bisa baca hal itu di Roma 10:9. Bagi Anda yang akan dibaptiskan hari ini, saya harap Anda baca sekali lagi ayat tersebut sebelum Anda menjalani baptisan Anda. Roma 10:9-10 berbunyi seperti ini:

Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuan (Lord), dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan. Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan.

Kebangkitan adalah unsur yang penting, baik dalam hal mewujudkan gereja dan juga dalam hal pengakuan keselamatan. Sebelum hari Paskah itu, Yesus memang masih belum dibangkitkan. Jadi, mereka belum bisa mempercayai Allah dan kebangkitan Kristus dalam pengertian Perjanjian Baru. Rasul Yohanes, bisa dikatakan, merupakan orang percaya pertama menurut pengertian Perjanjian Baru.

Dari Yohanes 20:11, Maria Magdalena adalah orang pertama yang diberi anugerah untuk menyaksikan dengan matanya sendiri Yesus yang sudah bangkit. Jemaat dibangun pada hari kebangkitan itu. “Aku akan mendirikan jemaatku pada hari yang ketiga,” dan memang itulah hal yang Yesus lakukan. Tepat seperti itulah hal yang dia lakukan. Banyak orang yang masih salah sangka dan menganggap bahwa berdirinya jemaat adalah pada hari Pentekosta. Bukan di hari itu. Jemaat mulai terbentuk di hari kebangkitan.

Dan hari ini, mereka yang dibaptiskan akan menjadi orang-orang Kristen dalam pengertian Perjanjian Baru. Bukan menunggu hari Pentekosta melainkan hari ini juga mereka akan dikuburkan bersama Kristus dan dibangkitkan juga bersama Kristus menuju kebangkitan hidup. Hidup kebangkitan itulah yang menjadi tanda bagi jemaat.


Gereja: tanda kekuasan dan kedaulatan Allah

Saya akan mengakhiri pembahasan ini dengan satu ayat. Renungkan ayat 18,

“Orang Yahudi menantang Yesus, katanya: “Tanda apakah dapat engkau tunjukkan kepada kami, bahwa engkau berhak bertindak demikian?”

Tanda apa yang engkau miliki untuk membuktikan bahwa engkau berwenang untuk berbuat seperti ini di Bait Allah? Yesus menjawab pertanyaan mengenai tanda itu dengan mengatakan hal ini: Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali!”

Renungkanlah hal ini baik-baik. ‘Tanda’ itu berarti suatu tanda yang diberikan kepada orang Yahudi. Mereka menuntut suatu tanda: Tanda apakah dapat engkau tunjukkan kepada kami? Dan melalui mereka, tanda itu diberikan kepada dunia. Apakah tandanya? Itulah tanda dari kuasa Allah. Hal apakah yang diminta oleh orang Yahudi? Tunjukkanlah kepada kami bahwa engkau memiliki kuasa dan kewenangan dari Allah, bahwa engkau benar-benar berbicara demi Allah. Tunjukkan kepada kami mandat rohanimu. Lalu Yesus berkata, “Baik, aku akan memberimu tanda. Inilah tandanya: pada hari ketiga, aku akan membangkitkan tubuh.” Sungguh tanda yang ajaib! Sungguh tanda yang menakjubkan! Tanda untuk tujuan apa? Tanda untuk menolong orang Yahudi dan seluruh dunia untuk percaya. Memang perlu ada tanda. Yesus berkata bahwa dia akan memberi mereka tanda. Yesus bukanlah pembohong. Apa yang dia katakan, akan dia lakukan.

Tahukah Anda apa tanda itu? Apakah tandanya? Jika tanda itu hanya kebangkitan tubuhnya sendiri. Apakah orang Yahudi pernah menyaksikannya? Tentu saja tidak. Mereka tidak bisa melihat tanda seperti itu. Apa gunanya memberikan tanda yang tidak bisa mereka lihat? Perjanjian Baru memberitahu kita bahwa hanya para murid yang melihat Yesus yang telah bangkit, bukannya orang-orang Yahudi. Jadi, tidaklah adil jika berkata kepada orang Yahudi, “Aku akan memberimu tanda,” padahal mereka tidak melihat adanya tanda. Para murid melihat tanda itu, benar, tetapi orang Yahudi tidak, apalagi dunia. Mereka tidak melihat adanya tanda itu.

Namun jika kita menyadari bahwa yang Yesus maksudkan dengan tubuh itu bukan sekadar tubuh jasmaninya (yang holy-spirit-prophecyhanya merupakan sebagian dari pemahaman tubuh itu), karena memang tanpa kebangkitan tubuh jasmaninya, maka gereja tidak akan terbentuk. Kebangkitan tubuh jasmaninya adalah dasar dari keberadaan gereja. Gereja didirikan di atas landasan kebangkitan jasmani Kristus. Jika Yesus tidak bangkit secara jasmani maka gereja tidak akan ada. Akan tetapi gereja itulah yang merupakan tanda, gereja sebagai tubuh Kristus itulah tanda yang ingin ditunjukkan kepada dunia untuk melihatnya. Apakah gereja itu? Anda adalah tubuh Kristus. Saya adalah tubuh Kristus. Singkatnya, Anda dan saya adalah tanda dari Allah bagi dunia. Jika kita gagal menjadi tanda, maka kita harus mempertanggungjawabkannya kepada Allah dan kepada dunia. Dengan kata lain, jika dunia menjadi percaya kepada Allah, maka itu adalah karena Anda dan karena saya, atau tidak menjadi percaya sama sekali. Gereja adalah tanda dari Allah kepada dunia. Bacalah 1 Korintus 3:16. Di sana Paulus berkata, “Kamu adalah Bait Allah. Kamu adalah tubuh Kristus.” Di 1 Korintus 6:19 tertulis, “Tubuhmu, tubuh jasmanimu – bukan tubuh orang lain – adalah Bait Allah.”

Tahukah Anda di mana Allah berdiam sekarang? Bukan di dalam gedung gereja. Bukan di dalam tabernakel ini. Allah berdiam di dalam diri Anda dan saya. Hadirat Allah yang khusus memang ada di tempat tertentu di dunia pada hari ini yakni di dalam diri Anda. Itulah hal yang disampaikan oleh Paulus. Tempat kediaman Allah adalah Anda. Anda adalah tanda dari Allah kepada dunia. Karena Andalah yang dipilih oleh Allah untuk menjadi tanda bagi dunia, melalui kuasa-Nya yang menebus, membangkitkan dan memberi perubahan. Sudahkah orang lain mempercayai Yesus karena Anda? Sudahkah Anda menjadi tanda dari Allah sebagaimana seharusnya? Sudahkah Allah mengubah hati Anda dan menaruh luapan cinta-Nya di dalam diri Anda?

 

Berikan Komentar Anda: