Pastor Eric Chang |

Khotbah yang Pertama dari Seri “Berakar ke Bawah,  Berbuah ke Atas”

Saat saya masih kecil, ayah saya sering menyampaikan peribahasa berikut kepada saya: “Obat yang manjur terasa pahit; nasehat yang jujur, sekalipun tidak enak didengar, memperbaiki perilaku.” Dia sering mengutip peribahasa ini karena dia kerap memberi saya nasehat praktis – ucapan kebenaran – tetapi saya enggan mendengarkannya. Saat saya remaja, saya menyukai judo. Suatu kali, saya berlatih terlalu keras dan terkena arthritis. Akibatnya, keempat anggota badan saya membengkak dan terasa sakit luar biasa. Dokter meresepkan obat yang sangat pahit rasanya. Rasa obat itu begitu pahit sehingga setiap kali akan meminumnya, saya perlu waktu untuk mempersiapkan diri. Saya perlu menutup hidung dan menelan obat itu secepat mungkin. Sangat mengerikan! Namun saya sering teringat pesan ayah saya: “Obat yang manjur terasa pahit,” dan saya berharap agar obat tersebut memang manjur. Demikianlah, saat kita mempelajari Firman Allah kita harus memiliki sikap yang sama. Saya percaya bahwa khotbah saya hari ini akan menyakitkan telinga dan terasa pahit, tetapi Firman Allah, seperti obat yang manjur, diberikan untuk menyelamatkan kita.

Pertama-tama ijinkan saya menjelaskan bahwa saya berkhotbah memakai cara eksegetik. Jika Tuhan berkenan, dalam kerendahan hati saya sampaikan bahwa karunia saya adalah mengungkapkan kebenaran dari Firman Allah. Secara pribadi, saya sendiri tidak punya bahan yang layak untuk disampaikan. Hanya Firman Allah yang layak untuk didengar. Saya berharap untuk menentukan tujuan di hadapan anda, seperti yang terdapat dalam kalimat yang sangat penting di Yeremia 29:13:

“Apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku; apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati.”

Saya rasa anda semua datang ke KKR ini dalam rangka mencari Allah. Dan jika anda datang bukan untuk mencari Allah, saya tidak tahu apa tujuan lain anda datang kemari. Adakah hal lain yang lebih penting daripada mencari Allah? Saya rasa tidak. Saya tahu bahwa hal terpenting di dalam hidup ini adalah mengenal Allah. Jika tidak, lalu apa makna hidup yang kita jalani? Mendapatkan uang? Mengejar status? Memperoleh reputasi? Bagi saya, tak ada hal yang lebih berarti selain mengenal Allah, tetapi bagaimana kita dapat menemukan Allah? Saya mendapati ada banyak orang Kristen yang memiliki hubungan yang dangkal dengan Allah. Banyak orang Kristen yang bahkan tidak tahu apakah Allah itu nyata. Mereka tidak pernah mengalami Allah dan mereka tidak tahu di mana Allah berada. Katakanlah bahwa Allah berada di surga, lantas di mana surga itu? Jika Allah ada di surga, maka Dia terlalu jauh bagi kita. Bagaimana kita dapat mengenal Dia? Saya ingin bertanya kepada setiap saudara dan saudari di sini, apakah Allah nyata buat anda? Ini adalah pertanyaan yang sangat penting, saya harap keempat khotbah yang disampaikan dalam KKR ini dapat memberi jawaban atas pertanyaan tersebut. Yeremia 29:13 sebenarnya sudah menjawab pertanyaan kita: Bagaimana cara kita menemukan Allah yang ajaib ini? Allah sendiri memberitahu kita caranya: “Apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku; apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati.” Setiap kata di dalam kalimat ini sangatlah penting. Mencari dengan segenap hati berarti melupakan segala hal lain dan berkonsentrasi penuh mencari Allah. Lalu mengapa kita sering gagal menemukan Allah? Ini karena kita tidak berkonsentrasi. Pikiran kita mengembara dalam perjuangan mengejar gelar, status, kekayaan dan sebagainya. Di tengah semua urusan itu, kita hanya memberikan beberapa menit saja buat Allah. Dan ini kita sebut “konsentrasi”, bukankah demikian? Anda tak akan pernah bertemu dengan Allah dengan cara seperti ini. “Apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku; apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati.” Jika saya belum menemukan Allah, maka apa yang saya sampaikan kepada anda adalah omong kosong belaka. Saya tidak akan layak untuk berkhotbah kepada anda. Namun karena karunia dan kasih Allah yang luar biasa, saya telah menemukan Allah, dengan demikian, saya berani berbicara seperti ini. Selanjutnya, kita akan mempelajari jalan untuk menemukan Allah.

Tema dari KKR ini adalah: “Berakar ke Bawah dan Berbuah ke Atas”. Tema ini sebenarnya meliputi seluruh Tree-Rootskehidupan Kristen mulai dari awal sampai titik akhir. Subjek ini, karena begitu luas, membawa kita mengamati dinamika kehidupan Kristen. Jadi di dalam keempat khotbah ini kita akan berusaha mengikuti urutan seperti yang tertuang di dalam tema KKR ini. Khotbah yang pertama adalah “Turun ke Bawah”, dan seperti benih yang jatuh ke tanah, ia akan menumbuhkan akarnya. Jadi, khotbah yang kedua akan membahas hal “Berakar”. Isi khotbah yang ketiga adalah “Arahkan Pikiranmu ke Atas,” dan khotbah yang keempat atau yang terakhir adalah “Berbuah”. Hari ini, kita akan berusaha berkonsentrasi pada pokok berikut: di dalam kehidupan Kristen, dalam rangka menuju ke atas, untuk bisa berbuah, maka kita harus turun ke bawah dulu. Ini adalah prinsip rohani yang harus kita pegang, yakni, jalan menuju ke atas adalah turun ke bawah. Ini berarti bahwa untuk dapat diangkat ke atas, yakni menemukan Allah, maka kita harus turun ke bawah dulu. Lalu apa arti turun ke bawah?

Pertama-tama, mari kita telaah ajaran Kristus mengenai masalah “turun ke bawah” ini karena tiga kali dia memberitahu kita bahwa kita harus turun ke bawah untuk dapat diangkat ke atas; kita harus merendahkan diri kita dan biarkan Allah saja yang mengangkat kita. Ini adalah prinsip vital di dalam Kitab Suci yang harus kita pahami. Saya sudah sampaikan sebelumnya bahwa saya tidak mengkhotbahkan pendapat pribadi saya, melainkan hanya Firman Allah yang darinya bersumber segala kebenaran rohani. Demikianlah, kita harus mempelajari Firman Allah dengan teliti. Saya harap anda semua nanti membandingkan hal yang saya sampaikan dengan Firman Allah, dan jika anda dapati bahwa hal ini bukan Firman Allah, maka anda tidak perlu mendengarkan khotbah saya. Hanya Firman Allah saja yang harus anda dengarkan. Izinkan saya bacakan Lukas 18:14:

“Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.”

Pokok yang disampaikan oleh Yesus langsung muncul setelah Perumpamaan tentang Orang Farisi dan Pemungut Cukai. Perumpamaan ini berkenaan dengan hal pembenaran; dan pembenaran adalah hal yang sangat penting. Rasul Paulus menguraikan pokok ‘pembenaran’ ini dengan cermat di dalam Kitab Roma. Kita semua sudah akrab dengan perumpamaan ini, mengenai dua orang yang pergi ke Bait Allah untuk berdoa. Yang satu merasa dirinya benar dan memuji diri di hadapan Allah karena merasa menjadi orang baik-baik. Sebaliknya, si pemungut cukai memukuli dadanya dan berkata, “Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini.” Yesus menyimpulkan perumpamaan ini dengan ucapan yang sangat penting: “Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.” Anda harus turun ke bawah sebelum anda dapat naik ke atas. Jika anda ingin naik ke atas, maka anda harus turun ke bawah dulu. Yesus menjelaskan prinsip ini dengan sangat jelas di dalam perumpamaan tersebut. Jika anda mengangkat diri anda, Allah akan merendahkan diri anda; tetapi jika anda merendahkan diri anda, Allah pasti akan meninggikan anda. Ini adalah prinsip rohani yang sangat penting.

Apakah artinya ditinggikan? Makna persisnya adalah dibenarkan. Lalu apa arti ‘dibenarkan’? Maknanya adalah diselamatkan, bukankah demikian? Oleh karenanya, jika anda ingin diselamatkan, maka anda harus turun ke bawah, anda harus merendahkan diri anda. Kita akan membahas hal keselamatan dulu, karena tanpa diselamatkan, bagaimana mungkin kita menemukan Allah? Hanya jika kita diselamatkan baru kita dapat menemukan Allah. Bagaimana mereka yang tidak diselamatkan dapat menemukan Allah? Anda baru bisa mengenal Allah jika anda ijinkan Dia menyelamatkan anda; biarkan Dia mengangkat anda keluar dari dosa. Jadi, camkanlah hal ini.

Poin yang lainnya adalah: Anda harus memiliki iman jika anda ingin menemukan Allah. Bagaimana mungkin anda dapat menemukan Allah jika anda tidak beriman? Jadi, hal menemukan Allah dengan hal beriman tidak dapat dipisahkan. Dengan kata lain, rahasia iman adalah turun ke bawah, merendahkan diri anda sebelum anda dapat diangkat. Banyak orang yang tidak memiliki iman. Mengapa mereka tidak memiliki iman? Mereka tidak dapat menemukan Allah. Lalu mengapa mereka tidak dapat menemukan Allah? Karena mereka belum merendahkan diri mereka. Tampaknya banyak penginjil yang justru mengabaikan langkah merendahkan diri ini karena ini adalah obat yang pahit. Siapa yang mau merendahkan diri? Hal yang memboroskan waktu; hal yang tidak penting. Apa tidak mungkin jika kita langsung naik ke atas tanpa harus turun ke bawah? Tidak. Pertama-tama, orang harus turun ke bawah, dan merendahkan diri adalah pengalaman yang menyakitkan. Kita akan masuk ke perinciannya nanti. Mari kita pahami langkah-langkahnya dengan jelas: Jika anda ingin menemukan Allah, maka anda harus merendahkan diri anda. Jika anda bersedia merendahkan diri anda, maka anda akan ditinggikan.

Mari kita lihat Lukas 14:11, kemunculan kedua dari frase ‘merendahkan dirimu’ di dalam ajaran Yesus:

“Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.”

Di sini, Yesus melihat bahwa orang-orang yang diundang berebut tempat terhormat. Orang-orang ini, di dalam kehidupan sehari-hari mereka, berusaha mengejar pujian dari manusia, akhirnya Yesus menceritakan sebuah perumpamaan kepada mereka, perumpamaan tentang pesta pernikahan. Ketika para tamu berdatangan, mereka berebut duduk di tempat kehormatan, tidak peduli akan fakta bahwa tempat terhormat sudah dikhususkan untuk orang-orang tertentu. Tentunya akan sangat memalukan bagi para tamu ini jika mereka diminta untuk pindah ke tempat duduk yang lain! Yesus berkata, hal yang sama berlaku di Kerajaan Allah, jika anda berusaha meninggikan diri anda ke tempat duduk kehormatan, anda pasti akan disuruh turun ke tempat duduk yang lebih rendah. Perumpamaan ini memberitahu kita dengan sangat jelas bagaimana cara Allah menangani manusia: Allah menolak orang sombong dan menerima orang yang rendah hati. Sekalipun Perumpamaan tentang Para Tamu Undangan Pernikahan berbicara tentang hal merendahkan diri sendiri dan Perumpamaan tentang Orang Farisi dan Pemungut Cukai berbicara tentang hal pembenaran, keduanya memiliki kesimpulan yang sama yang dinyatakan di Lukas 14:11. Pokok ini berbicara tentang sikap kita dalam kehidupan. Jika anda berjuang mengejar status di dalam dunia atau di gereja, yang terjadi adalah pikiran anda akan dipenuhi perkara duniawi; dengan diri anda sendiri; dengan daging. Dengan demikian, Allah akan merendahkan anda. Dia akan menjatuhkan anda jika anda tidak melepaskan hal-hal tersebut dan meninggalkan keduniawian serta kedagingan. Sekarang anda dapat memahami apa arti merendahkan diri anda. Ungkapan merendahkan diri berarti tidak mengejar penghormatan dari manusia dan hanya mengejar kehormatan dari Allah. Jika anda memiliki mentalitas semacam itu, maka Allah akan meninggikan anda. Anda akan mampu menemukan Allah jika anda datang menghadap dengan sikap seperti ini.

Sangat mirip dengan kesimpulan ini adalah ucapan Yesus di Yohanes 5:44, “Bagaimanakah kamu dapat percaya, kamu yang menerima hormat seorang dari yang lain?” Mengapa anda tidak memiliki iman? Anda tidak memiliki iman karena anda tidak mencari Allah. Apakah kita mengira bahwa kita boleh mengejar penghormatan dari manusia dan tetap memiliki iman kepada Allah? Jika memang demikian, maka definisi kita tentang iman berbeda dengan definisi Yesus. Bagaimana dia mendefinisikan iman? Iman berarti ditinggikan oleh Allah; berhasil menemukan Allah dan ditinggikan ke dalam hadirat serta persekutuan dengan Dia. Pernahkah anda mengalami hal ini? Kita mengejar penghormatan dari manusia; kita berharap agar orang mengatakan hal-hal yang baik tentang kita: “Oh, kamu kelihatan cantik! Bajumu bagus sekali! Kamu berkepribadian kuat. Kamu begini dan begitu…” Anda gemar mendengar pujian yang membuat anda merasa senang. Anda harus mulai kuatir jika anda merasa senang. Suatu ketika, saat John Sung menyampaikan khotbah, dia dipuji oleh seseorang yang berkata, “Khotbah anda sangat bagus!” Orang itu mendapat cemoohan dari John Sung! Apakah sedang melakukan hal yang masuk akal? Pastinya dia teringat dengan firman, “Bagaimanakah kamu dapat percaya, kamu yang menerima hormat seorang dari yang lain?” Demikianlah, dia menginginkan iman yang sejati, bukan pujian dari manusia. Dia berpikir, “Jangan puji saya dan memberi saya masalah spiritual. Saya menginginkan iman. Saya ingin mencari Allah.” Dapatkah kita membiasakan diri dengan mentalitas yang rohani? Terlihat sangat aneh; bertolak belakang dengan watak alami kita. Demikianlah, ia tidak natural karena hal-hal yang rohani memang tidak alami; ia bertolak belakang dengan mentalitas duniawi kita.

Yesus mengajarkan kerendahan hati dan hal ditinggikan untuk ketiga kalinya di dalam Matius 23:12:

“Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.”

Kali ini, ucapan itu mengacu pada para pengajar agama, yang setara dengan para pendeta dan pemimpin agama zaman sekarang. Mereka juga mengejar kehormatan dari manusia. Jika pemimpin gereja mengejar penghormatan dari manusia, bagaimana para jemaatnya bisa berbeda dari dia? Jika seorang pendeta tidak rohani, berwatak duniawi, bagaimana jemaat tidak menjadi duniawi? Jika pastor memberi teladan sikap tertentu, maka jemaat tidak dapat menghindar dari meniru teladan tersebut, dan itulah sebabnya mengapa Yesus mengecam keras para pemimpin agama. Jika para pendeta tidak mati terhadap daging, pada diri dan dunia, bagaimana kita bisa berharap orang Kristen di dalam gereja mati terhadap hal-hal semacam itu? Bagaimana mungkin orang (termasuk para pendeta dan pemimpin gereja) yang mengejar penghormatan dari manusia serta mencari hal-hal yang dilandasi oleh hasrat kedagingan, dunia dan kepentingan pribadi, akan mampu menemukan Allah? Bagaimana mungkin orang-orang semacam ini mencari Tuhan dengan segenap hati mereka? Jelas mustahil.

Dengan sedih terpaksa saya katakan bahwa gereja berada di dalam kondisi yang parah karena banyaknya pendeta yang hanya mengenal Allah secara dangkal atau bahkan tidak mengenal Allah sama sekali. Jika seorang pendeta tidak mengenal Allah, hal yang terbaik bagi dia adalah tidak melanjutkan pelayanan di gereja, akan lebih baik bagi dia untuk mencari pekerjaan di bidang lain saja. Sebagian pendeta merasa bahwa karena mereka lulus dari seminari setelah bertahun-tahun kuliah, maka mereka sudah layak untuk berkhotbah dan menginjil. Akan tetapi, ijazah bukanlah syarat untuk memberitakan Firman Allah, syaratnya adalah mengenal Allah, bukankah begitu? Orang yang tidak benar-benar mengenal Allah sama seperti para pemimpin agama di Matius 23; mereka buta, dan mereka bukan sekedar tidak tahu ke mana akan melangkah, mereka juga tak akan pernah menemukan Allah. Mereka tidak punya pemahaman tentang arah rohani sama sekali, sedang menuju ke bawah atau ke atas, ke kiri atau ke kanan. Saya harap kita semua berdoa bagi semua gereja di dunia. Musa adalah seseorang yang benar-benar mengenal dan mengalami Allah. Allah merendahkan dia dengan menjadikan dia seorang gembala selama empat puluh tahun sebelum meninggikan dia. Kita membutuhkan para pemimpin seperti Musa untuk memulihkan gereja.

Kekuatan gereja tidak bergantung dari jumlah. Kita mengira bahwa jika gereja kita memiliki jemaat 400, 500, atau 800 orang, maka gereja kita tergolong baik. Saat aniaya datang, berapa banyak dari 800 orang itu bisa bertahan? Saya mengenal Allah di China pada tahun 1953. Sebelum kaum Komunis berkuasa, gereja-gereja penuh dengan jemaat; banyak memiliki kegiatan, tetapi ketika kaum Komunis datang, gereja-gereja menjadi kosong. Ke mana orang-orang yang berjumlah 700 sampai 800 orang itu pergi? Bukankah gereja-gereja tersebut sebelumnya bertumbuh dengan indah? Allah ingin melihat iman di hati kita. Kembali saya tekankan, bukan jumlah jemaat yang diperhitungkan; juga bukan jumlah pendeta yang berkhotbah atau memimpin pujian di gereja.

Saat saya kuliah di Inggris, saya beribadah di satu-satunya gereja berbahasa Mandarin di sana saat itu, dan gereja itu bertumbuh pesat. Saat pertama kali saya beribadah di sana, hanya ada 15 jemaat di gereja itu, dan dalam waktu tiga tahun, gereja itu bertumbuh sangat cepat sampai tidak tersedia cukup tempat duduk bagi setiap orang. Ia bertumbuh dari gereja berjemat 15 menjadi gereja berjemaat 150 orang, peningkatan 1000% yang luar biasa! Kami semua mengira bahwa itu adalah kasih karunia dari Allah. Terasa sangat hebat! Penginjilan kami sangat berhasil. Banyak gereja Inggris yang datang belajar kepada kami karena tingkat pertumbuhan kami yang luar biasa, tetapi setelah tiga tahun itu, banyak jemaat yang tidak bersama kami lagi karena penurunan rohani mereka. Tak ada landasan di dalam kehidupan Kristen mereka sekalipun pada awalnya mereka sangat bersemangat.

Salah satu saudara seiman di gereja itu adalah rekan sekamar saya, dan dia adalah mahasiswa yang hampir selalu mendapat nilai A. Satu-satunya mata kuliah yang dia jalani dengan hasil nilai B adalah pendidikan jasmani. Di Imperial College, tidaklah mudah untuk mendapatkan nilai B, bahkan untuk pendidikan jasmani. Imperial College adalah lembaga pendidikan di Inggris yang setara dengan M.I.T. di AS. Saudara ini lulus dengan menerima medali emas karena dia meraih tujuh penghargaan kelas satu. Di Inggris, nilai kelulusan dibagi menjadi penghargaan kelas satu, kelas dua, kelas tiga, dan sekedar lulus. Jika anda hanya mendapat predikat lulus, atau bahkan yang kelas tiga, lebih baik anda tidak menunjukkan ijazah anda karena akan sukar bagi anda untuk mendapatkan pekerjaan. Nah, saudara ini adalah mahasiswa yang hebat karena dia memperoleh tujuh penghargaan kelas satu, dan dia adalah orang Kristen yang sangat bersemangat serta rendah hati. Saya belajar banyak dari dia, tetapi di mana dia berada sekarang? Dia tergelincir jatuh. Mengapa? Dia sekarang adalah seorang profesor di Malaysia, tetapi kehidupan rohaninya sudah berakhir. Dia tidak memiliki landasan rohani karena dia tidak mengambil langkah berakar ke bawah. Saya rasa kita bisa menjadikan dia sebagai peringatan bagi kita semua.

Apakah anda secara rohani berakar dalam kebenaran sehingga Firman Allah dapat memberi anda kekuatan? Apakah anda memiliki persekutuan yang indah dengan Allah setiap hari? Atau sama sekali tidak ada keindahannya karena memang tidak memiliki persekutuan tersebut? Apakah anda menjalani ‘saat teduh’ anda dengan buru-buru? Saya tidak berani menghakimi saudara ini dan berkata bahwa dia sejak awal tidak percaya kepada Tuhan. Sekarang ini, banyak orang berkata, “Orang ini, atau orang itu, mengalami kejatuhan karena dia tidak pernah benar-benar percaya kepada Allah.” Pernyataan semacam ini tidak selaras dengan ajaran yang alkitabiah. Kita tidak boleh gemar menghakimi. Dalam pandangan saya, saya rasa saudara ini tadinya benar-benar percaya kepada Allah. Saya memandang dia sebagai orang yang lebih baik dari saya – dia sangat sopan, bijaksana dan sabar, dan dia memiliki hati sebagai seorang hamba. Dia begitu memperhatikan kebutuhan saya sehingga saya sering merasa bersalah. Dia memasak makanan buat saya dan berkeras untuk mencuci piring sekaligus. Demikianlah, kami sering terlibat ‘pertengkaran’ di dapur. Saya berkata, “Saya tidak tahu cara memasak, tapi setidaknya saya tahu cara mencuci piring.” Dia menjawab, “Saya rasa, saya bisa melakukannya lebih baik.” Lalu saya berkata, “Memang benar, tetapi kalau saya tidak diberi kesempatan melakukannya, maka saya tidak akan pernah bisa melakukannya sebaik kamu. Tolong beri saya kesempatan.” Namun dia tidak akan mau mendengarkan alasan saya dan berkata, “Tidak bisa! Faktanya adalah bahwa kamu dapat mengajar kami tentang Firman Allah, tetapi saya tidak bisa. Saya tidak memiliki karunia untuk membagikan Firman Allah. Jadi silakan melanjutkan belajar Firman Allah untuk dapat terus mengajar kami, dan biar saya yang menangani urusan cuci piring.” Jadi saudara ini memiliki kualitas watak yang bagus, tetapi saya tekankan sekali lagi bahwa anda harus memiliki landasan rohani.

Kita sudah mengamati pernyataan yang sama dari Yesus dalam tiga kesempatan: “Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.” Jika anda ingin ditinggikan oleh Allah, jika anda ingin mengenal Allah, jika anda ingin agar kuasa Allah menyelamatkan anda, mengubah anda sepenuhnya, maka pertama-tama anda harus turun ke bawah. Dengan langkah turun ke bawah, maka anda menanam akar kerohanian anda sehingga kehidupan rohani anda akan dibangun di atas landasan yang kuat. Tanpa landasan rohani yang kuat, anda tidak akan memiliki kehidupan rohani sama sekali, dan tak ada harapan untuk bertumbuh secara rohani. Anda harus memahami kebenaran ini.

Anda dapat menemukan ajaran ini di sepanjang Perjanjian Baru dan juga di banyak tempat dalam Perjanjian Lama. Mari kita perhatikan beberapa ayat di dalam Perjanjian Baru untuk menekankan betapa pentingnya ajaran ini di dalam Kitab Suci. Ajaran dalam ayat-ayat tersebut identik dengan hal yang disampaikan oleh Yesus. Anda akan tahu bahwa suatu kebenaran itu sangatlah penting jika sering diulangi.

Yakobus 4:10,  Rendahkanlah dirimu di hadapan Tuhan, dan Ia akan meninggikan kamu.

1 Petrus 5:6, Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya.

Ayat-ayat ini menyatakan hal yang persis sama, menunjukkan betapa pentingnya kebenaran yang satu ini.

Kita juga dapat melihat dalam Perjanjian Lama, tetapi kita hanya akan mengambil dari Kitab Ayub untuk sementara ini.

Ayub 5:11  Ia menempatkan orang yang hina pada derajat yang tinggi dan orang yang berdukacita mendapat pertolongan yang kuat.

Apa makna dari kalimat, “Orang yang berdukacita mendapat pertolongan yang kuat”? Pertolongan yang kuat berarti memperoleh keselamatan. Mari kita baca lebih jauh di Ayub 22:29:

“Karena Allah merendahkan orang yang angkuh tetapi menyelamatkan orang yang menundukkan kepala!”

Perhatikan bahwa Dia akan menyelamatkan orang yang menundukkan kepala. Di sini kita melihat bahwa bukan saja Allah memuliakan dan meninggikan kita jika kita merendahkan diri kita, tetapi Dia juga menyelamatkan kita; Dia mengangkat kita pada keselamatan. Harap diperhatikan dalam ayat ini dikatakan bahwa Allah menyelamatkan orang yang menundukkan kepala, jadi sekali lagi kita melihat perkara merendahkan diri dan ditinggikan. Ditinggikan bukan sekedar menerima kemuliaan dari Allah, tetapi yang lebih penting adalah hal itu berarti kita menerima keselamatan dari Allah. Bagaimana mungkin kita dapat menemukan Allah jika kita tidak menerima keselamatan-Nya terlebih dahulu? Langkah pertama mengenal Allah ialah diselamatkan, dengan demikian, kita kembali ke perkara mencari Allah.

Kita telah melihat dalam berbagai kutipan bahwa tak ada cara lain bagi kita untuk diselamatkan – tak mungkin kita dapat menemukan Allah – kecuali dengan merendahkan diri kita. Perhatikan ungkapan, “Orang yang merendahkan dirinya.” Ini adalah bagian yang harus kita lakukan dalam menanggapi panggilan dan kemurahan Allah.

Ada detail yang menarik dalam ungkapan ‘menundukkan kepala’ di Ayub 22:29. Terjemahan bahasa Inggris pada umumnya tidak secara penuh menerjemahkan kata yang dalam bahasa Yunaninya bermakna “lowly of eyes”. Allah menyelamatkan orang yang “rendah pandangannya” (ILT). Apa arti kalimat ini? Ini berarti anda dapat melihat apakah seseorang itu rendah hati dari matanya.

Ungkapan ini mengingatkan kita pada ungkapan yang dipakai oleh Yesus di dalam Perumpamaan tentang Orang Farisi dan Pemungut Cukai. Ingatkah anda akan hal yang disampaikan Yesus di Lukas 18:13? Dia berkata bahwa si pemungut cukai, “bahkan tidak ingin matanya diangkat ke langit” (ILT). Itulah arti dari ungkapan ‘rendah pandangan’. Allah menyelamatkan orang yang memandang ke bawah. Si pemungut cukai tidak memandang ke atas karena dia tidak menganggap dirinya layak mengarahkan pandangannya kepada Allah. Dia memukuli dadanya sendiri dan memandang ke bawah. Dia bahkan tidak berani memandang ke langit. Seperti itulah kerendahan hatinya. Jika kita akan mencari Allah, kita harus memulainya dengan langkah ini. Harap diperhatikan baik-baik bahwa ini adalah langkah awal dari kehidupan rohani. Iman bermula dari tindakan merendahkan diri. Saya tidak ingin ada di antara anda yang nanti berkata, “Aku datang ke KKR ini untuk mencari Allah, tetapi aku malah dibuat kebingungan. Aku masih tidak tahu bagaimana mencari Dia. Akhir pekanku sudah terbuang percuma. Seharusnya aku pakai akhir pekanku untuk berenang atau berjemur.”

Dan sekarang, saya ingin menyampaikan kesaksian mengenai diri saya untuk menggambarkan kebenaran rohani yang saya sampaikan ini. Saat Allah ingin memakai seseorang, Dia harus merendahkannya terlebih dahulu. Sekarang ini, jika Allah memakai berbagai situasi untuk merendahkan diri anda, lalu anda merasakan pahitnya pengalaman tersebut, maka anda perlu belajar untuk berterima kasih kepada Allah. Dia melakukan hal ini karena Dia mengasihi anda, Dia ingin menyembuhkan dan menyelamatkan diri anda. Saya ingin membagi kesaksian saya untuk dua alasan. Pertama, mereka yang datang ke KKR ini pada umumnya tidak tahu atau hanya tahu sedikit mengenai diri pembicara, di luar nama dan beberapa perincian lainnya. Sosok pembicara adalah pribadi yang asing bagi mereka. Jadi, saya ingin memperkenalkan diri saya sambil kita jalani KKR ini. Yang kedua, dan yang lebih penting lagi, saya ingin menggambarkan bagaimana kehidupan saya berjalan selaras dengan hal yang saya khotbahkan, karena saya hanya dapat mengkhotbahkan suatu pokok dengan penuh keyakinan jika saya tahu bahwa hal itu benar melalui pengalaman saya sendiri.

Sebagian orang berkata bahwa seorang pengkhotbah seharusnya langsung berkhotbah dan tidak membuang waktu dengan menyampaikan kesaksian, jadi jemaat dapat langsung berkonsentrasi atau merenungkan tentang Allah dan bukan tentang manusia. Akan tetapi, membagikan kesaksian sambil memberitakan Injil adalah hal yang alkitabiah, jika tidak penting, bagaimana mungkin kesaksian Rasul Paulus dicatat bukan hanya satu atau dua kali, melainkan tiga kali di dalam kitab Kisah Para Rasul? Kita temukan kesaksiannya di pasal 9, 22 dan 26. Kisah Para Rasul pasal 9 adalah kesaksian yang diriwayatkan oleh Lukas kepada kita, tetapi pasal 22 dan 26 adalah kesaksian yang disampaikan sendiri oleh Paulus sambil memberitakan Injil, jadi hal ini menunjukkan betapa pentingnya menyampaikan kesaksian bagi Paulus.

Saya berasal dari keluarga yang menikmati kekuasaan, karena ayah saya adalah seorang pejabat penting dalam pemerintahan kaum Nasionalis di China. Jadi, saya menjalani gaya hidup yang menikmati kekuasaan dan otoritas sejak kecil. Saya begitu terbiasa dengan kekuasaan, terbiasa dihormati, terbiasa menjadi orang penting. Menjadi angkuh adalah watak yang terbentuk dalam diri saya, tetapi saya tidak menyadari bahwa saya sombong, dan oleh karenanya, sangat sukar bagi diri saya untuk belajar menjadi benar-benar rendah hati.

Saya tidak tahu apakah anda memiliki pengalaman yang sama dengan saya. Mungkin anda terbiasa berprestasi secara akademis, dan sudah mengumpulkan berbagai gelar. Atau, mungkin anda memegang jabatan tinggi dan anda terbiasa dengan hal kepemimpinan. Jika demikian, maka anda berada dalam posisi yang berbahaya, karena anda bertumbuh dalam keangkuhan, tetapi anda tidak menyadarinya. Yang anda rasakan adalah sebaliknya, anda mungkin mengira bahwa anda adalah seorang yang sangat rendah hati dan anda berkata, “Aku memang orang penting tetapi aku memiliki perilaku yang sangat baik. Sekalipun aku memiliki berbagai gelar, aku tidak membanggakan semua itu. Lihat, aku tetap menjaga kelakukanku; aku tetap ramah.” Bukan sikap ramah yang saya pentingkan, karena keteraturan perilaku juga merupakan salah satu sumber keangkuhan. Yang saya pedulikan adalah apakah anda memang benar-benar rendah di hati, karena Allah melihat isi hati kita.

Cendekiawan dengan berbagai gelar akademis akan mengalami kesukaran untuk dapat benar-benar menjadi rendah hati. Pendidikan juga merupakan salah satu sumber kesombongan. Pendidikan melahirkan rasa percaya diri; melahirkan kebanggaan status. Kita jadi terbiasa menghadapi orang yang menghormati kita karena kita memiliki gelar ini atau itu. Sangatlah sukar bagi seorang cendekiawan untuk memiliki kerendahan hati, tentu saja kerendahan hati yang sejati. Bos perusahaan besar atau mereka yang terbiasa menjadi pemimpin juga akan mengalami kesukaran untuk dapat menjadi rendah hati. Bukankah demikian? Banyak dari anda yang berhak untuk menjadi bangga akan diri sendiri berdasarkan standar duniawi, karena anda memiliki gelar akademis atau kekayaan atau standar moral tertentu. Orang Farisi di dalam perumpamaan ini adalah orang baik. Dia tidak melanggar satu pun hukum yang berlaku, jadi dia berhak untuk memandang dirinya sebagai orang baik dan benar. Rasul Paulus juga sempat memandang dirinya sebagai orang yang sempurna, orang benar, karena dia tidak pernah melanggar satu pun isi Hukum Taurat. Mungkin anda juga merasa: Aku bukan pelanggar hukum. Aku tidak melakukan dosa-dosa besar. Aku selalu menjadi orang yang bermoral dan terhormat. Jadi, bagaimana aku akan menjalankan tindakan merendahkan diri? Anda mungkin berkata, “Pastor, anda mengatakan bahwa kita tidak dapat mengenal Allah kalau tidak merendahkan diri. Bagaimana saya dapat merendahkan diri? Apakah memang perlu?”

Izinkan saya untuk melanjutkan kesaksian saya. Sekalipun ayah saya bukanlah seorang Kristen, dia adalah orang yang sangat bermoral, sangat bijaksana, dan saya benar-benar mengagumi dia. Dia juga berpendidikan tinggi. Setelah lulus dari Beijing University di China, dia mendapat beasiswa untuk belajar di Harvard di AS, dan dia melanjutkan pendidikan doktoratnya di Eropa. Dia terlihat sangat rendah hati; sangat berpengetahuan; sangat adil. Saya sangat mengagumi ayah saya. Sekalipun dia dididik dengan bahasa China selama masa sekolah dasar, menengah dan universitasnya, dia mampu berbicara dalam bahasa Inggris tanpa menunjukkan jejak logat bahasa Chinanya. Saya tidak tahu bagaimana cara dia mencapai kemampuan tersebut. Tidaklah mengherankan jika saya mampu berbahasa Inggris karena saya dididik dalam bahasa Inggris di sekolah dasar dan di Universitas. Akan tetapi, saya menjalani pendidikan dalam bahasa China di sekolah menengah. Jadi, harap maafkan campuran logat saya. Nah, ayah saya sangat fasih berbahasa Inggris dan China. Kemampuan berbahasanya sangat jauh melampaui saya. Saya berasal dari keluarga semacam ini, jadi sangatlah sukar bagi ayah saya untuk menjadi rendah hati karena latar belakang pendidikan dan kemampuannya.

Saya rasa banyak dari anda yang benar-benar berhasrat untuk merendahkan diri anda untuk dapat mengenal Allah, tetapi mendapati bahwa hal ini sangat sukar dijalankan. Seberapa sukar urusan ini? Ini adalah perkara yang mustahil, kecuali Roh Allah bekerja di dalam hati kita. Allah-lah yang mengubah kita. Kita tidak akan mampu menjadi rendah hati atas usaha kita sendiri. Itu sebabnya keselamatan terjadi melalui kasih karunia. Kita tidak dapat merendahkan diri kita karena hal itu ibarat melakukan bunuh diri; anda mungkin bisa membunuh tubuh anda, tetapi anda tidak dapat mematikan roh anda, bukankah demikian? Kita perlu memohon Allah untuk melakukan pekerjaan ajaib ini.

Sudah saya sebutkan sebelumnya bahwa ayah saya adalah seorang pejabat tinggi di pemerintahan Nasionalis China, dan ketika kaum Komunis mengambil alih China, tentu saja, dia kehilangan segalanya. Akan tetapi dia tidak lari ke Taiwan; dia mengundurkan diri dan tetap tinggal di China, hal yang sangat berbahaya buat dia. Ayah saya memiliki pola pikir yang unik: dia ingin melihat langsung bagaimana kaum Komunis memerintah China. Dia mempertaruhkan nyawanya demi melakukan hal ini. Kaum Komunis menembak mati semua pejabat rendahan kaum Nasionalis, jadi apa yang akan mereka lakukan terhadap dia yang merupakan pejabat tinggi? Setiap orang berusaha mempengaruhi dia: “Tinggalkan pandangan gilamu itu dan segeralah mengungsi!” Tahukah anda apa jawabannya? Dia berkata, “Aku seorang China yang cinta tanah air, yang tidak pernah berbuat jahat terhadap bangsanya. Hati nuraniku bersih. Mereka boleh menembakku jika mereka menginginkannya.” Dia orang yang luar biasa! Para pejabat yang lain melarikan diri demi nyawa mereka, tetapi dia tetap tinggal tanpa ketakutan. Pola pikirnya ternyata cukup benar – kaum Komunis tidak mengganggunya karena para agen rahasia mereka sudah melaporkan bahwa ayah saya tergolong qing1 guan1 清官, pejabat yang tidak korup dan jujur, orang yang memiliki integritas. Ini sebabnya ayah saya pernah berkata, “Hati nuraniku bersih. Aku tidak takut jika mereka ingin menembakku.” Ayah saya tidak takut maut. Seorang yang luar biasa! Jadi, mungkin anda dapat memahami mengapa saya begitu mengagumi ayah saya.

Akan tetapi, karena ayah saya adalah seorang ahli ekonomi, belakangan kaum Komunis mulai merayu ayah saya: “Bantulah kami untuk menyusun perencanaan ekonomi demi membangun tanah air kita.” Ayah saya menjawab, “Tidak. Kita orang China memiliki pandangan moral bahwa seseorang tidak boleh melayani pemerintahan yang baru setelah melayani yang lama. Hal ini akan dipandang sebagai ketidaksetiaan (不忠). Orang China haruslah setia, dan saya harus setia kepada pemerintah yang sudah saya layani, saya tidak dapat melayani pemerintahan anda.” Dan keadaan menjadi semakin berbahaya bagi kami ketika kaum Komunis merasa tidak senang karena gagal merekrut dia. Pada akhirnya, dia terpaksa lari dari China melalui Hong Kong. Pada saat itu, ibu saya sudah pergi dari China, dan dengan demikian, saya menjadi satu-satunya anggota keluarga yang tertinggal, tak mampu keluar.

Pada saat itu, kami kehilangan segalanya di China. Seseorang dapat kehilangan kedudukan dan kekayaannya, tetapi dia tidak akan kehilangan pendidikan dan moralitasnya. Jadi, menurut pendapat saya, kami hanya kehilangan separuh dari apa yag kami miliki. Dapatkah saya tetap merasa sombong? Ya, saya masih memiliki ruang untuk membanggakan diri. Saya masih merupakan orang dengan moral yang baik, dan di dalam keadaan yang sedang berlangsung, saya justru menunjukkan integritas yang lebih tinggi. Saya tidak mencuri ketika saya tidak punya uang. Saya masih tetap bangga akan diri saya, dan akibatnya, Allah perlu menjatuhkan saya ke tingkat debu untuk merendahkan saya melalui perubahan politik di China ini.

Di sekolah, saya mengalami tekanan dari kaum Komunis karena cara berpikir saya. Mereka memandang bahwa saya terlalu non-Komunis, tidak kooperatif, sama sekali tidak berpandangan kiri. Jadi mereka mulai menekan saya.

Jadi, Allah harus menjalankan pekerjaan besar dalam merendahkan diri saya, untuk menjatuhkan saya ke tingkat debu. Pertama-tama, kami kehilangan segala harta benda kami. Kemudian, orang tua saya pergi meninggalkan tanah air, yang membuat saya jadi sebatang kara di China. Untuk pertama kalinya, saya merasakan arti dari kemiskinan yang sebenarnya. Saya kehilangan kontak dengan orang tua saya yang sudah meninggalkan tanah air secara sendiri-sendiri. Kelaparan mulai menjadi realitas sehari-hari dalam kehidupan saya. Allah sedang mengajari saya apa arti merendahkan diri. Saat seseorang sangat lapar dan lemah, dia tidak punya waktu untuk membanggakan diri. Allah sedang menjalankan karya-Nya dalam merendahkan saya.

Akhirnya, saya membuat rencana untuk meninggalkan tanah air, karena saya melihat tidak ada peluang lagi bagi saya untuk melanjutkan hidup di China. Saya masih memiliki sedikit uang saat itu, lalu saya berangkat ke Guangzhou, berharap untuk bisa mendapatkan jalan untuk pergi ke Hong Kong.

Demi mempersingkat ceritanya, saat itu saya berusia 18 tahun, saat saya tertangkap di perbatasan Hong Kong. Hal ini terjadi di tahun 1953, tahun yang sangat berat ketika banyak orang China yang teraniaya akibat ‘pembebasan’ politik yang terjadi di China. Kaum Komunis sangat memusuhi setiap orang yang mereka anggap tidak mendukung mereka, dan setiap orang yang tidak begitu diyakini sebagai pendukung akan segera dipanggil dan ditembak mati. Demikianlah, saat saya sedang duduk di halaman penjara, menunggu keputusan dari komandan militer, entah dia akan memutuskan untuk menembak saya, mengirim saya ke kamp kerja paksa atau keputusan apapun yang dia anggap layak buat saya, saya menyadari bahwa apapun yang akan dia putuskan, hidup saya sudah berakhir. Saat anda sedang menghadapi kematian, maka segala kedudukan, kehormatan, pendidikan dan kekayaan akan kehilangan maknanya. Tak ada lagi hal yang tersisa untuk dibanggakan. Maut adalah akhir dari segalanya.

Kematian memiliki sisi yang sangat positif. Anda mungkin tidak memahami hal yang saya sampaikan jika anda belum pernah menghadapi maut sebelumnya. Mungkin, suatu hari nanti, anda terjangkit penyakit berat yang mempertemukan anda dengan maut, dan pada saat itu anda akan mendadak mampu melihat kebenaran dengan sangat jelas. Pada saat itu, anda akan memahami hal-hal yang tadinya tidak anda mengerti. Seperti saya, ketika berhadapan dengan maut di ujung senapan, mendadak saya memahami kebenaran rohani. Hal yang sungguh ajaib! Bukan karena kita kurang pandai lalu kita gagal memahami perkara rohani, melainkan karena kebebalan rohani kita, karena kita tidak memiliki pandangan rohani; pandangan rohani kita sedemikian pendeknya sehingga kita sama seperti buta. Namun, di hadapan maut, kita dapat memahami semua itu dengan sangat jelas.

indexSaya berdoa untuk pertama kalinya ketika saya sedang duduk di halaman penjara. Saya berseru kepada Allah dari dalam hati saya: “Ya Allah! Apakah Engkau benar-benar ada?” Saya pernah menghadiri gereja beberapa kali sebelumnya, tetapi orang-orang di gereja tidak menarik hati saya. Saya memandang mereka bodoh karena tampaknya tidak mampu menyampaikan hal yang benar-benar berarti buat saya. Jadi saya tidak lagi ke gereja. Lalu, seorang penatua gereja datang mengunjungi saya, mencoba untuk mengajak saya untuk kembali ke gereja. Lalu saya barkata, “Baiklah, tetapi saya punya beberapa pertanyaan yang perlu saya ajukan.” Dan dia menyahut, “Silakan bertanya.” Akan tetapi, dia ternyata kebingungan menghadapi pertanyaan saya. Setiap kali menerima jawaban, saya justru mendapat bahan baru untuk ditanyakan. Saat itu saya merasa sangat pandai. Coba lihat penatua gereja ini! Dia tidak mampu menjawab pertanyaan saya, tetapi dia tetap ingin mengajak saya untuk pergi ke gereja. Lelucon yang luar biasa! Dia perlu meluruskan imannya terlebih dahulu. Saat itu saya merasa sangat bangga, tetapi kemudian saya menghadapi maut; kali ini saya berhadapan dengan maut atau dengan kamp kerja paksa. Setelah menjalani masa kerja paksa selama 20 atau 30 tahun, tak akan ada banyak waktu tersisa bagi kehidupan saya. Jadi, bagi saya, entah berhadapan degnan senapan atau menjalani kerja paksa, hidup saya sudah berakhir! Tiba-tiba saja, sama mampu memahami dengan jelas perkara yang tidak dapat dijelaskan oleh penatua tersebut.

Saya berdoa seperti ini: “Ya Allah! Jika Engkau memang Allah Yang Hidup, berbelaskasihanlah kepadaku yang berdosa ini. Engkau telah merendahkan diriku sampai ke tingkat ini, sampai ke titik di mana kehidupanku akan berakhir. Berbelaskashanlah kepadaku! Bukan saja aku membutuhkan belas kasihanMu, aku juga memohon untuk diberi kesempatan untuk melayaniMu. Sekarang aku tahu, kekayaan dan pendidikan tak ada artinya. Aku tidak mengharapkan semua hal yang tidak berarti ini. Aku hanya ingin mengenal dan melayani-Mu. Berbelas kasihanlah dan terimalah permohonanku ini. Jika Engkau tidak mengeluarkanku dari penjara ini, maka aku tidak akan pernah memiliki kesempatan untuk melayaniMu. Aku percayakan hdiupku ke dalam tanganMu.” Dengan doa yang sederhana ini, saya serahkan segenap hidup saya ke dalam tangan Allah.

practice-Gods-presenceDan Allah menjawab doa saya. Tiba-tiba saja, saya merasakan hadirat-Nya di dekat saya. Suatu pengalaman yang ajaib bisa merasakan Allah hadir di dekat saya! Seolah-olah saya dapat saja mengulurkan tangan saya dan menyentuh-Nya. Sungguh pengalaman yang indah! Saya juga dipenuhi oleh sukacita sekalipun saya tidak meminta hal tersebut. Sukacita ini tidak dapat digambarkan. Saat itu saya sedang menunggu keputusan untuk dieksekusi atau dikirim ke kamp kerja paksa, tetapi saya merasakan sukacita yang mungkin dapat mendorong saya untuk menari-nari! Saya tahu kalau saya saat itu berdiri dan menari-nari, mungkin saya akan langsung ditembak mati karena mereka akan mengira bahwa saya sedang berusaha untuk melarikan diri! Ada seorang tentara yang berdiri di dekat saya dan senapannya sedang tertuju ke arah saya, suatu keadaan yang sangat berbahaya. Semua tentara yang sedang bertugas saat itu berada dalam kondisi tegang, jadi jika saya berdiri dan tertawa atau menari, mereka akan mengira bahwa saya sudah gila, lebih baik segera ditembak mati saja. Lagi pula, memberi saya makan merupakan beban bagi mereka, dan kamp kerja paksa juga tidak begitu membutuhkan orang seperti saya. Jadi, saya tetap duduk diam saat itu, dipenuhi oleh rasa sukacita, dan memuji Allah! Lalu saya membatin, “Apa arti pengalaman ajaib ini?” Tak lama kemudian, Allah mejelaskan dengan sangat terang bahwa Dia akan mengeluarkan saya dari penjara. Saya membatin, “Membebaskanku? Bagaimana mungkin? Kaum Komunis ini tidak main-main! Mustahil!” Dan memang mustahil jika dilihat dari sudut pandang manusia, tetapi Allah memberitahu saya, “Aku akan membebaskanmu.”

Sesungguhnya, saya sudah tidak memiliki harapan ketika tertangkap oleh mereka, karena saya membawa belati, yang berarti bahwa saya siap melakukan pembunuhan. Tentara yang menggeledah saya bertanya, “Untuk apa belati ini?” “Untuk membuka semangka,” jawab saya, karena belati itu panjang dan saya tidak dapat memikirkan alasan lain yang lebih baik. Saya hanya berpikir bahwa cuaca di Guangzhou sangat panas, dan orang-orang perlu makan semangka. Tentu saja dia tidak percaya kepada saya. Jadi, setelah menemukan senjata di tubuh saya, mereka segera menahan saya. Kaum Komunis sudah tahu bahwa orang-orang yang ingin melarikan diri tidak akan membawa senjata api, letusan senjata api akan memancing perhatian banyak tentara, tetapi membunuh seorang penjaga dengan belati dapat dilakukan tanpa membuat keributan. Jadi, mereka menilai saya sebagai orang yang “berbahaya” karena saya masih muda, bentuk tubuh saya kokoh karena saya terlatih di bidang bela diri, dan saya membawa belati. Tak ada peluang bahwa mereka akan mengasihani dan membebaskan saya. Hidup saya akan berakhir jika Allah tidak menolong saya.

Hari berikutnya, sesuai dengan yang dikatakan oleh Allah, mereka membebaskan saya! Saya tidak tahu mengapa saya dibebaskan. Ada seorang pria, yang ditangkap bersamaan dengan saya saat itu, memiliki seorang anak kecil, dan anak yang malang ini, terpisah dari ayahnya, terpaksa berkeliaran seorang diri. Sungguh tragis! Mengapa mereka tidak membebaskan pria ini demi anaknya? Tentu saja mereka tidak akan melakukannya. Lalu mengapa mereka membebaskan saya? Saya tidak tahu. Apa yang Allah lakukan terhadap komandan penjara itu? Tentu saja, jika bukan karena Allah, komandan penjara itu tidak akan pernah membebaskan saya tanpa ada alasan yang kuat, apalagi dia sudah menahan saya satu malam. Dia hanya memberitahu saya bahwa saya akan dimasukkan ke kereta yang berangkat menuju Guangzhou. Dia juga memberitahu saya untuk tidak kembali ke Senzhen tanpa ada ijin keluar. Inilah ajaran alkitabiah yang akan saya bagikan kepada anda: Allah perlu merendahkan diri saya sampai ke titik ini – dan dalam kasus saya, sampai mendekati maut – dan selanjutnya kita bersedia menyerahkan segenap hidup kita ke dalam tanganNya. Kemudian, Dia akan meninggikan kita.

Saya sampaikan semua ini kepada anda supaya anda memiliki sedikit gambaran tentang latar belakang saya, dan juga untuk menunjukkan, memberi kesaksian dari hidup saya sendiri kebenaran dari firman yang saya sampaikan kepada anda hari ini. Anda akan menemukan Dia dan Dia akan kita temukan jika kita mencari dia dengan segenap hati kita. Kita akan menemukan Dia di dalam KKR ini jika anda siap merendahkan diri anda. Tetapi mari kita bertanya lebih jah mengenai makna merendahkan diri kita.

Sebelum kita simpulkan, masih ada satu pertanyaan sangat penting untuk diajukan: saya bersedia merendahkan diri saya untuk mencari Allah, tetapi seberapa rendah tingkatan yang harus saya jalani sebelum menjadi layak diterima oleh Allah atau sebelum Dia bersedia meninggikan saya? Yesus berkata, “Rendahkanlah dirimu dan aku akan meninggikanmu,” tetapi seberapa jauh Allah ingin saya merendahkan diri? Bukan masalah jika saya harus datang menghadap Allah untuk mengakui bahwa Dia benar dan saya salah. Yang susah adalah mengakui bahwa saya sudah mengambil arah yang salah selama ini, bukan sekedar bahwa saya sudah berbuat salah atau bahwa saya sudah berbuat dosa.

Saya dapat mengakui bahwa saya orang berdosa karena tak ada orang yang tidak pernah berbuat dosa, bukankah begitu? Kita semua orang berdosa; tak ada seorang pun dari kita yang sempurna. Setiap orang pernah berbuat salah. Sekalipun seorang pastor harus mengakui bahwa dia adalah orang berdosa. Kita semua perlu mengakui bahwa kita adalah orang berdosa yang perlu bertobat. Kita tak berani berkata sebaliknya karena hanya akan menunjukkan bahwa kita orang yang sombong. Dan memang, kita semua perlu bertobat dan menghadap ke altar untuk membuka hati kita kepada Allah. Jika saya meminta mereka yang perlu bertobat untuk maju ke depan, mungkin bagian depan ini langsung penuh.

Akan tetapi, saya tidak ingin sekedar meminta anda untuk mengakui bahwa anda adalah orang berdosa. Saya yakin bahwa anda semua bersedia mengakui bahwa anda orang berdosa; demikian pula halnya dengan orang non-Kristen. Saya yakin bahwa anda anda akan mengakui bahwa anda orang berdosa. Saya rasa akan sangat sedikit orang yang merasa bahwa dia tidak pernah berbuat dosa. Banyak orang merasa bahwa mereka “pelaku dosa kecil” karena mereka pernah melakukan “dosa-dosa yang kecil” bukan yang besar. Jadi, biar para “pelaku dosa besar” saja yang datang ke altar dan berlutut, para “pelaku dosa kecil” hanya perlu berdiri di belakang. Apa yang dikehendaki Allah dari kita? Apa yang dikatakan oleh Alkitab kepada kita? Mengapa obat yang manjur terasa pahit? Di sinilah letak kesulitannya: Seberapa jauh anda rela bertobat? Allah ingin agar kita mengakui bahwa arah hidup kita, sampai dengan titik ini, salah sepenuhnya. Di sini anda mungkin akan memprotes bahwa pernyataan ini tidak beralasan.

Lihat diri saya sebagai contoh. Sebelum saya diselamatkan, saya sangat patriotis. Saya sangat mencintai tanah air saya. Dengan sejujurnya saya katakan bahwa saya bersedia untuk mengorbankan nyawa saya demi negeri saya, mengorbankan darah, keringat dan air mata. Ayah saya adalah orang yang seperti itu di sepanjang perang antara China dan Jepang. Dia terpisah dari ibu dan saya sampai selama lima tahun karena dia menggalang garis pertahanan terakhir melawan Jepang di Shanghai. Dia berjuang membela negaranya di saat China kekurangan senjata untuk melawan Jepang. Tanpa peduli bahaya besar yang mengancamnya, dia tidak melarikan diri dari Shanghai sampai dengan saat terakhir, ketika Jepang sudah mengepung kota Shanghai. Ayah saya sangat mencintai ibu saya, dan dia juga mengasihi saya, tetapi cintanya kepada negara melebihi semuanya, sehingga dia rela meninggalkan ibu saya dan juga saya, saat itu saya masih kecil, di Shanghai, dalam bahaya di tengah pendudukan Jepang, tetapi banyak orang Kristen yang tidak mau meninggalkan keluarga mereka demi membela negara mereka.

Jika pihak Jepang mengetahui siapa ayah saya, maka saya dan ibu saya akan langsung dieksekusi. Ini karena ayah saya menulis sebuah buku berjudul War and Economics (Perang dan Ekonomi), mengajari setiap orang China tentang bagaimana melibatkan diri dalam melawan pendudukan Jepang. Buku ini tidak dapat diterbitkan di Shanghai, jadi pemerintah China berusaha untuk mencetaknya di Hong Kong. Akan tetapi pihak Jepang sudah selangkah lebih maju, dan memusnahkan semua buku yang dicetak di Hong Kong. Akhirnya, buku ini dicetak lagi di Chongqing, dan menjadi buku bacaan wajib bagi setiap pejabat pemerintah Nasionalis. Saya tidak pernah berani mengungkapkan siapa ayah saya. Pada suatu waktu, saya dijepit oleh dua orang tentara Jepang yang menanyai saya, “Siapakah ayahmu? Kami akan beri kamu permen.” Untunglah, saya menangkap kekuatiran di wajah pengasuh saya, seolah memperingatkan saya untuk tidak memberitahukan mereka, jadi saya tidak memberitahu mereka. Akhirnya nyawa saya terselamatkan.

Bagaimana saya bisa mengakui bahwa tujuan hidup saya salah sepenuhnya? Salahkah saya kalau mencitai tanah air saya? Allah memberitahu saya bahwa tujuan hidup saya salah. Namun anda mungkin berkata bahwa Allah tidak punya dasar untuk mengatakan hal itu: Mengapa saya salah saat itu? Mengapa saya tidak boleh menerima penghargaan karena mencintai tanah air sekalipun untuk alasan yang egois? Perkaranya bukan pada semangat patriotisme melainkan pada motivasi saya. Motivasi kita sangatlah penting. Setelah Allah mengubah hidup saya, saya renungkan kembali kemurnian dari patriotisme saya: Saya mencintai tanah air saya, tetapi saya ingin menjadi pemimpin tertinggi; saya ingin menjadi yang nomor satu; saya ingin menjadi patriotis dengan cara saya sendiri. Setelah ditelusuri kembali, saya dapat melihat bahwa motivasi saya tidak murni.

Mengapa sangat sukar bagi kita untuk menemukan Allah? Anda dan saya adalah orang yang sombong; setiap manusia duniawi, setiap orang yang belum diselamatkan adalah orang yang arogan, bahkan tanpa dia menyadarinya. Dia mengira bahwa sekalipun dia sombong, dia masih lebih rendah hati daripada orang lain. Dia merasa dirinya tidak terlalu buruk. Jika sikap hati kita seperti ini, maka kita tidak akan pernah bertemu dengan Allah. Saya tidak menetapkan ini sebagai suatu persyaratan; Allah yang menetapkannya. Apa yang disampaikan di Yeremia 29:13? “Apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku; apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati.” Bagaimana anda akan mencari Allah dengan segenap hati? Anda harus berpisah sepenuhnya dari keegoisan anda. Akan tetapi bagaimana mungkin anda bisa melakukannya tanpa melakukan bunuh diri? Saya akan beritahu anda prinsip rohani yang penting: Kehidupan jasmani diawali dengan kehidupan (kelahiran) dan berahir dengan kematian; kehidupan Kristen (rohani) diawali dengan kematian, dan berakhir dengan hidup yang kekal. Anda harus memahami prinsip ini dan memegangnya dengan teguh.

Anda mungkin berkata, “Tidak! Saya paham isi Alkitab lebih baik dari anda karena Kitab Suci mengatakan bahwa hidup yang baru berasal dari lahir baru. Jadi, dari hidup ke dalam hidup yang kekal itu.” Izinkan saya bertanya kepada anda, jika anda tidak mati secara rohani, bagaimana mungkin anda bisa lahir baru? Nikodemus menanyakan hal ini: “Bagaimana agar bisa dilahirkan kembali?” Jika anda tidak mati secara rohani, bagaimana mungkin anda bisa dilahirkan kembali dari atas? Untuk dilahirkan kembali berarti memiliki kehidupan yang lain; anda tidak memiliki kehidupan yang lama lagi, itu sebabnya anda disebut memiliki hidup yang lain, bukankah demikian? Rasul Paulus menguraikan hal ini dengan sangat jelas di dalam Roma pasal 6. Apakah arti dari baptisan? Baptisan adalah langkah pertama untuk memasuki hidup yang baru yang Allah berikan kepada kita; baptisan melambangkan kematian. Hanya jika anda bersatu dengan Kristus dalam kematiannya, baru anda bisa disatukan dengan Dia dalam kehidupannya. Hakekat dari kehidupan baru di dalam Kristus adalah hidup kebangkitan, dan bagaimana mungkin anda dibangkitkan dari mati tanpa mengalami kematian?


Ringkasan 7 poin

Mari kita simpulkan tujuh poin yang sudah kita bahas. Pertama, mencari Allah dengan segenap hati. Kedua, anda tak akan pernah dapat menemukan Allah tanpa iman. Ketiga, memiliki iman diwujudkan dengan cara turun ke bawah, merendahkan diri. Keempat, bertobat ketika anda merendahkan diri anda. Kelima, mati bagi diri anda dan hidup anda yang lama untuk mewujudkan pertobatan. Keenam, ditinggikan oleh Allah, hanya Dia yang dapat meninggikan kita. Ketujuh, dan yang terakhir, menemukan Allah.

Anda pasti akan menemukan Allah jika anda menjalankan ketujuh langkah tersebut; jika anda bersedia menelan obat yang pahit, untuk benar-benar mati bagi diri anda sendiri, dan untuk mengakui bahwa anda bukanlah sekedar “pelaku dosa kecil” melainkan seorang “pelaku dosa besar”. Apakah “dosa yang besar” itu? Cara hidup anda yang berpusat pada diri sendiri, menolak Allah menjadi pusat kehidupan anda. Tahukah anda bahwa anda dapat membuat diri anda sendiri terkejut dengan dosa yang mungkin mampu anda perbuat jika anda menjalani kehidupan yang mementingkan diri sendiri? Lihat betapa sopannya orang Jepang dan betapa ramahnya orang Inggris. Para pengemudi kendaraan di Inggris adalah para pengemudi yang santun dan akan segera berhenti jika ada orang menyeberangi jalan, tidak seperti pengemudi di banyak negara lain yang justru menambah kecepatan dan seolah ingin menggilas anda! Jadi, orang Jepang dan Inggris adalah orang-orang baik, tetapi bagaimana perbuatan orang Jepang di China? Pembantaian di Nanjing adalah peristiwa yang luar biasa kejam! Sejarah mencatat betapa para tentara Jepang berlomba menjadi yang paling banyak membunuh orang China dalam sehari! Anda akan mengalami kesukaran untuk mempercayai bahwa orang Jepang yang ramah mampu melakukan kejahatan seperti itu di China! Tahukah anda seperti apa kemampuan kita yang menghadiri KKR ini dalam melakukan kejahatan jika tak ada hukum yang membatasi kita? Hasilnya akan sangat mengejutkan! Saya berkunjung ke Mesir di tahun 1956, saat itu tentara Inggris dan Perancis sedang berperang melawan Mesir demi terusan Suez. Orang Mesir memberitahu saya tentang semua kekejaman yang dilakukan tentara Inggris. Saat berada di negara sendiri di Inggris, mereka adalah orang baik-baik, tetapi mereka menjadi luar biasa mengerikan ketika tak ada hukum yang membatasi mereka. Oleh karenanya, jangan berkata bahwa anda hanya melakukan “dosa kecil” karena jika memperoleh kesempatan, dosa yang akan anda perbuat akan sangat mengejutkan! Tahukah anda mengapa? Itu karena anda menjalani kehidupan yang berpusat pada diri sendiri. Namun jika anda bersedia membiarkan Allah menjadi pusat kehidupan anda, Dia dapat melakukan hal yang ajaib dalam mengubah hidup anda.

clip_image010Nah, hal pertama yang harus kita lakukan di dalam merendahkan diri kita adalah mengakui bahwa kita adalah orang berdosa, seperti yang dilakukan oleh si pemungut cukai. “Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini.” Dengan kata lain, tak ada gunanya berkata merendahkan diri jika kita tidak siap mengakui bahwa kita salah, bahwa kita bersalah kepada Allah, bahwa kita adalah orang-orang berdosa. Itulah hal yang perlu diakui oleh orang berdosa – Allah yang benar dan saya yang salah. Kehidupan lama saya berada di jalur yang salah dan bukan hanya sebagian saja yang salah.

Lalu muncul persoalan baru. Jika saya berkata, “Aku orang berdosa, aku bersalah. Tuhan, aku bersedia mengakui bahwa banyak hal dalam kehidupanku adalah salah. Namun seberapa banyak aku perlu mengakui, seberapa rendah aku harus turun sebelum Engkau bersedia mengangkatku?” Dapatkah keangkuhan kita menerimanya jika harus berkata bahwa kita salah sepenuhnya? Saya kira kita semua bersedia berkata, “Baiklah, ada hal-hal yang salah dalam hidup kita. Siapa orang yang sempurna? Tak ada orang yang sempurna. Semua orang pernah berbuat salah.” Dengan demikian kita bersedia merendahkan diri kita. Apakah hal ini cukup bagi Allah? Jawabannya adalah tidak. Hal itu tidak cukup bagi Allah. Lalu seberapa rendah tingkatan yang dianggap layak bagi Allah? Apakah kesombongan kita rela mengakui bahwa kita salah total? Bukan sekedar salah sebagian, bukan sekedar 20% salah, mungkin kita bersedia mengakui 80% salah, atau sampai 90% salah, tetapi kita tidak boleh berbicara persentase dengan Allah. Entah kita mengakui bahwa Dia sepenuhnya benar dan kita salah total, kalau tidak, kita tidak memiliki komunikasi dengan Allah.

Mampukah kita menyanyikan ucapan Charles Wesley dalam lagunya yang berbunyi, “Jahat dan penuh dosa diriku. Engkau penuh dengan kebenaran dan kasih karunia?” Nah, kita semua bersedia berkata, “Aku orang berdosa. Baiklah, kita semua sudah mengakui bahwa tak ada orang yang sempurna.” Jadi setiap orang termasuk non-Kristen dapat berkata, “Baiklah, anda ingin saya mengakui bahwa saya orang berdosa dan saya salah. Baiklah, saya salah, saya orang berdosa karena tak ada orang yang sempurna. Hal apa lagi yang perlu saya akui?” Akan tetapi hal itu tidak cukup. Jika anda ingin mencari Dia dengan segenap hati anda maka anda harus mengakui bahwa anda benar-benar muak dengan cara hidup anda yang lama. Akan tetapi mengapa kita harus meninggalkan cara hidup kita yang lama jika anda merasa bahwa sebagian besar dari perbuatan anda benar? Mengapa anda harus berpaling dari cara hidup yang lama? Apa insentif dari menjalankan hal itu? Anda mungkin berkata, “Saya tidak perlu mengabaikan semuanya. Sebagian besarnya baik.” Bagaimana cara untuk mengakui bahwa saya sepenuhnya jahat dan penuh dosa? Apakah anda ingin saya membenamkan wajah saya ke dalam lumpur? Apakah anda ingin agar saya direndahkan sampai ke tingkat debu? Harap sisakan sedikit kehormatan bagi saya. Tak dapatkah anda menerima saya apa adanya? Tidak bolehkah saya berkata, “Tuhan, saya memang tidak terlalu baik. Saya memiliki beberapa keunggulan dan juga kelemahan. Tetapi terimalah saya apa adanya”?

Anda mungkin bertanya apakah ini memang kehendak Allah? Kehidupan Kristen diawali dengan kematian. Kehidupan jasmani diawali dengan kehidupan dan berakhir dengan kematian. Namun kita perlu camkan prinsip rohani bahwa kehidupan rohani berawal dari kematian dan berakhir dalam kehidupan. Ia dimulai dengan kematian dan berlanjut ke dalam hidup yang kekal. Nah, jika setelah menghadiri KKR ini anda berniat untuk dibaptiskan, atau jika anda sudah dibaptiskan, anda perlu memahami bahwa makna baptisan itu tidak kurang dari kematian. Anda hanya perlu melihat isi Roma pasal 6 untuk uraian yang sangat jelas mengenai hal ini. Buat apa mati bagi hidup yang lama jika anda merasa bahwa sebagian besar dari isinya masih bagus? Tak ada yang mau mati bagi hidup yang lama jika mereka merasa bahwa yang lama itu baik. Anda ingin membawa yang lama ke dalam hidup anda yang baru. Lalu mengapa perlu dilakukan tindakan yang drastis? Mengapa langkah pertama dalam kehidupan Kristen dilambangkan dengan kematian, yakni baptisan? Karena Alkitab memberitahu kita bahwa kita harus mengawalinya dengan mengakui bahwa cara hidup kita yang lama itu salah total, dan tak ada satu pun bagiannya yang boleh dibawa ke dalam hidup yang baru, seperti yang dikatakan oleh Paulus di 2 Korintus 5:17,

2 Korintus 5:17,  Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang.

Namun jika anda mengira bahwa yang lama itu bagus, lalu mengapa harus ditinggalkan? Anda ingin membawa yang lama ke dalam yang baru karena anda mengira bahwa yang lama itu bagus. Anda tidak ingin membuang apa yang bagus.

Itu sebabnya ada banyak orang yang mencari Allah tetapi tidak pernah menemukan Dia. Ini karena mereka tak pernah mencari Dia dengan segenap hati dan hati mereka tidak menjadi utuh karena mereka tidak beranggapan bahwa mereka salah total. Karena mereka tidak beranggapan bahwa mereka salah sepenuhnya, maka mereka tidak merasa perlu untuk mati bagi diri sendiri. Apa gunanya mati bagi keduniawian jika sebagian dari unsurnya terlihat masih layak dipertahankan? Dan apa perlunya mati bagi dunia yang sudah memberi kita penghormatan dengan uang, gelar akademis, kedudukan dan sebagainya? Akan menjadi tidak masuk akal bagi kita untuk mati bagi dunia yang menurut kita sudah sedemikian baik terhadap kita.

Namun mari kita tegaskan hal ini bagi kita sendiri. Kita tidak akan mencapai tingkat kerendahan hati yang membuat Allah meninggikan kita jika kita tidak merendahkan diri sampai ke tingkat mati, kematian di kayu salib. Ucapan ini sepertinya sudah akrab didengar. Tentu saja ini ucapan yang sudah akrab di telinga. Kalimat ini dikutip dari Filipi pasal 2. Kristus sendiri merendahkan dirinya. Jika di dalam Filipi pasal 2 hanya disebutkan bahwa Yesus merendahkan dirinya dan tidak ada keterangan tambahan, maka urusannya berhenti di situ. Namun tidak, urusannya tidak berhenti di sana. Dia merendahkan dirinya sedemikian rupa, sampai sejauh mana, sampai serendah apa? Kita diberitahu bahwa dia merendahkan dirinya sampai ke tingkat hamba. Dia merendahkan dirinya sampai ke tingkat kematian, dan bukan sekedar kematian biasa melainkan bentuk kematian yang paling rendah, kematian di kayu salib.

Dan Paulus berkata di dalam pasal yang sama, “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus.” Dia menunjuk kepada teladan Yesus yang merendahkan diri sampai mati untuk kita turuti, itu berarti bahwa kita harus merendahkan diri kita sampai mati. Kita sudah memulainya saat baptisan dan kita akan terus melanjutkannya dengan mengikuti jejak Kristus.

Hal apakah yang terjadi dalam baptisan? Hal apa yang terjadi saat kita merendahkan diri sampai mati? Seperti apa gambarannya? Terhadap hal apakah kita mati? Paulus membahas hal ini dengan sangat jelas. Mari kita baca Roma 6:6.

Roma 6:6,  Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa.

Rendahkan diri kita sampai mati, mati terhadap manusia lama. Saya bertanya kepada anda semua yang hadir di dalam KKR ini, tahukah anda bahwa manusia lama anda sudah disalibkan bersama dia? Di ayat ini Paulus sedang berbicara kepada orang Kristen yang sudah mengetahuinya. Saya harap ada banyak dari yang hadir di KKR ini yang juga sudah mengetahui bahwa diri kita yang lama, manusia lama kita, sudah disalibkan bersama dia.

Yang kedua, Paulus memberitahu kita bahwa mereka yang menjadi milik Yesus telah menyalibkan daging berikut hasrat dan nafsunya. Kita temukan hal ini di Galatia 5:24. Kita sudah menyalibkan manusia lama, kita sudah menyalibkan daging. Nah, saya harap anda memperhatikan dengan seksama apa yang tepatnya disampaikan oleh Paulus di Galatia 5:24 ini. Baca kembali dengan seksama:

Galatia 5:24,  Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya.

Jika kita balik pernyataannya, maka yang akan kita baca adalah seperti ini: Jika anda tidak menyalibkan daging, maka anda bukan milik Yesus. Itulah hal yang disampaikan oleh Paulus. Anda tidak menjadi milik Yesus karena mereka yang menjadi milik Yesus telah menyalibkan daging mereka.

Anda perlu sangat berhati-hati dalam menelaah ayat ini. Jika anda mengira diri anda Kristen dan anda bertanya, “Bagaimana mungkin saya sudah dibaptiskan dan menjadi Kristen tetapi belum menemukan Allah? Allah tidak nyata buat saya.” Jawabannya terletak di sini – anda belum merendahkan diri anda sampai mati. Anda belum menyalibkan daging berikut nafsu dan keinginannya. Oleh karenanya, anda belum dapat mencari Allah dengan segenap hati anda. Bagaimana mungkin orang yang masih hidup di dalam daging mampu mencari Allah dengan segenap hatinya? Mustahil. Paulus sudah memberitahu kita di Roma pasal 8 bahwa mereka yang hidup di dalam daging berseteru dengan Allah. Mereka menolak dan menentang Allah. Mereka memiliki cara pandang yang memusuhi Allah. Kita melihat hal ini di Roma 8:7,

Roma 8:7  Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya.

Daging tidak tunduk kepada hukum Allah. Ia memang tidak mampu. Pikiran yang berpusat pada daging memusuhi Allah. Oleh karenanya jika anda belum menyalibkan daging berikut nafsu dan keinginannya, pikiran anda akan memusuhi Allah dan tidak dapat mencari Allah dengan segenap hati anda. Karena anda tidak mencari Dia dengan segenap hati anda, maka anda tidak dapat menemukan Dia.

Terakhir, sebagaimana yang sudah kita lihat bahwa merendahkan diri berarti bersedia untuk direndahkan sampai ke tingkat mati. Matikan atau salibkan diri yang lama, cara pandang kita yang lama, segenap cara hidup kita yang lama. Daging dimatikan. Hubungan kita dengan dunia pada akhirnya diputuskan. Pokok ini, sekali lagi, adalah hal yang dengan jelas disampaikan oleh Paulus di Galatia bahwa dia bermegah di dalam salib Kristus. Galatia 6:14, “Tetapi aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tu(h)an kita Yesus Kristus, sebab olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia.” Totalitas, keutuhan dari mati terhadap hidup yang lama ini sangat jelas bagi mereka yang mempelajari kalimat yang tidak memerlukan eksegesis atau eksposisi khusus. Ayat ini sudah sangat jelas. Dia tidak berhubungan lagi dengan keduniawian dan dunia sudah tidak terkait dengan dia lagi. Berapa banyak dari anda yang hadir di dalam KKR ini, dengan penuh ketulusan, mampu berkata bahwa melalui salib Kristus anda sudah mati bagi dunia dan dunia bagi anda? Jika anda hadir ke dalam KKR ini, dan dunia masih belum disalibkan bagi anda, daging belum mati, dan diri yang lama belum mati, tetapi anda ingin mencari Allah, maka anda akan kecewa. Namun jika dengan kasih karunia Allah, di dalam KKR ini, anda siap untuk menyangkal diri anda, untuk memikul salib dan mengikut dia, dan mencari dia dengan segenap hati anda, maka saya dapat berkata bahwa anda akan mengalami kebenaran dari firman dari Tuhan di dalam Yeremia 29:13. Anda akan menemukan Dia di dalam KKR ini.

Mari kita rangkum isi khotbah ini dengan menyimpulkannya. Inti dari khotbah ini adalah mempelajari dinamika kehidupan Kristen. Dan kita sudah melihat bahwa dinamika kehidupan Kristen adalah iman. Kita diselamatkan oleh iman. Kita dibenarkan oleh iman. Kita hanya dapat mencari Allah dengan iman. Sebagian orang sudah menuduh bahwa saya mengajarkan keselamatan berdasarkan perbuatan baik. Anda boleh menilai sendiri apakah ada kebenaran di dalam tuduhan tersebut.

Kita sudah melihat bahwa dinamika kehidupan Kristen adalah iman. Malam ini kita sudah melihat bahwa langkah pertama dari iman adalah merendahkan diri anda supaya Allah berkenan meninggikan anda masuk ke dalam hadirat-Nya supaya anda dapat menemukan Dia. Kita juga sudah melihat bahwa merendahkan diri berarti bersedia mengakui bahwa kita sudah salah total. Kita sudah menyadari bahwa kita bukan sekedar salah sebagian, bahkan sekalipun perbuatan baik yang kita lakukan ternyata dicemari oleh motivasi yang tidak murni – kita salah karena kita menempatkan diri sendiri sebagai pusat dari kehidupan kita. Kita ingin menjadi raja atas dunia kita. Kita tidak mau mengakui Allah sebagai Raja di dalam seluruh bagian dari hidup kita. Semua perbuatan baik yang kita kerjakan, kita lakukan dengan niat yang keliru. Kita mengerjakannya dengan cara yang salah dengan menempatkan diri sendiri sebagai titik pusatnya. Dan oleh karena semua inilah kita datang kepada kasih karunia Allah untuk mengakui bahwa kita bukan hanya salah sebagian saja, kita sudah salah total karena segala yang kita perbuat dicemari oleh ego kita, oleh kesombongan, dengan arogansi, dengan keserakahan, dengan kecemburuan dan di atas segalanya, dengan memandang diri sendiri sebagai pusatnya. Dan itu sebabnya, sama seperti si pemungut cukai itu, saat kita datang ke hadirat Allah kita bahkan tidak berani memandang ke atas melainkan merendahkan diri kita sepenuhnya di hadapan Dia dan mengucapkan kalimat dari bait lagu Wesley yang terkenal, “Jahat dan penuh dosa diriku. Engkau penuh kasih karunia dan kebenaran.” Sebelum kita mengerti bahwa kita jahat dan penuh dosa, kita tidak akan melihat kasih karunia dan kebenaran Allah. Jika kita sudah merendahkan diri kita dengan cara ini, kita tidak boleh berhenti di tengah jalan. Kita merendahkan diri kita sampai pada kematian, kita bersedia menyerahkan diri kita sepenuhnya kepada Kristus, menyamakan diri kita sepenuhnya dengan dia di dalam kematiannya.

Akan tetapi, bukan langkah kita dalam merendahkan diri yang akan menyelamatkan kita. Kematian Krsitus, darah Kristus, adalah hal yang menyelamatkan kita. Kita harus menyamakan diri kita sepenuhnya dengan dia di dalam kematiannya seperti yang diuraikan oleh Paulus di dalam Roma pasal 6. Dan di dalam mengidentifikasikan diri kita sepenuhnya di dalam kematiannya dan ikut bersamanya, maka kita sudah mengambil langkah untuk mati bagi manusia lama kita. Bersama Kristus, kita mati bagi dunia; kita disalibkan bagi dunia dan dunia bagi kita.

Kiranya Allah menganugerahkan anda semua kasih karunia dari atas yang kaan memampukan anda untuk merendahkan diri anda, menyangkal diri anda, memikul salib, dan mengikut dia sampai pada akhirnya. Karena dengan menjalankannya, maka anda akan mengalami kebenaran dari firman ini – “Apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku; apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati.”

 

Berikan Komentar Anda: