R. Adi Sutiono | Kesaksian |
Apakah Anda pernah merasakan hidup yang kosong? Kehidupan yang penuh dengan keputusasaan dan kesepian yang begitu mendalam? Banyak orang yang mengalami hal ini terutama saat menghadapi masalah yang berat dan merasa tidak ada jalan keluarnya. Jika Anda juga mengalaminya berarti Anda tidaklah seorang diri. Saya sendiri juga pernah mengalaminya. Saya dilahirkan di keluarga kecil yang sederhana. Orang tua saya bukan orang yang taat beribadah, mereka bertemu dengan tidak sengaja dan saat itu masing-masing dari mereka sudah memiliki pasangan sahnya. Sejak kecil ayah dan ibu saya selalu bertengkar mulut dan terkadang ayah saya main tangan terhadap ibu saya. Tidak ada rasa hormat di antara mereka dan ini mulai saya sadari ketika beranjak dewasa bahwa saya sendiri juga tidak menghormati mereka.
Selain itu saya sendiri sudah terpapar oleh pornografi karena orang tua saya sendiri yang mengizinkan kami juga melihat tontonan vulgar yang selayaknya tidak ditonton oleh anak SD. Ya, saya sudah mengenal hal ini sejak SD dan itu terus berlanjut. Sejak saya SMP, saya sudah menjadi Kristen. Hal ini dikarenakan saya harus memilih mata pelajaran agama di sekolah saya. Saya bisa dibilang sebagai orang yang rajin beribadah setiap Minggu dan familiar dengan ayat-ayat Alkitab. Bahkan, saya juga mengikuti kegiatan di komunitas gereja tersebut. Saya tahu hal-hal yang adalah dosa. Namun, bisa dikatakan saat itu saya hidup sebagai orang Kristen yang tidak berkemenangan. Hanya kehidupan yang jatuh bangun yang saya alami sebagai orang Kristen.
Saat saya SMP, saya merasakan hal yang janggal dengan orientasi seksual saya. Saya merasa berbeda dengan orang-orang di sekeliling saya. Perlu waktu yang cukup lama bagi saya untuk mengerti dan menghadapi hal ini. Saya pernah terlibat dalam kehidupan dunia LGBTQ. Saya merasa ini sungguh tidak normal dan saya saat itu memahami bahwa saya orang yang berdosa akan hal ini. Saya tidak pernah mengungkapkannya kepada keluarga saya. Saya juga tidak tahu harus berbuat apa saat mengalami hal-hal itu. Ketika saya mulai menginjak umur SMA sampai dunia kerja, saya semakin bergumul lebih dan lebih lagi. Hal ini sedemikian mengganggu dan saya jatuh bangun dalam pornografi, bahkan jatuh dalam dosa yang lebih besar. Saya kembali banyak bertanya bagaimana dengan masa depan saya? Bagaimana saya bisa melalui semua ini?
Kehidupan yang jatuh bangun ini saya alami sangat lama. Saya sungguh menyesali akan perbuatan-perbuatan yang telah saya lakukan pada masa lampau. Andai saja saya bisa kembali, saya pasti tidak ingin menempuh jalan-jalan yang salah yang sudah saya ambil. Dosa itu sudah membelenggu saya sampai saya mengalami keputusasaan, tanpa harapan, dan membuat saya merasa sendirian. Bagi saya ini adalah salah satu perasaan yang paling menyedihkan. Selain hal ini, saya juga dilanda dengan masalah keuangan dan masalah keluarga yang tidak henti-hentinya mengganggu pikiran dan fokus saya kepada Allah menjadi berangsur-angsur pudar. Masalah saya dengan ayah saya sendiri tidak akan saya ceritakan lengkap di sini, tetapi secara singkat saya diperhadapkan dengan situasi yang sungguh sulit di mana saya harus bekerja pada usia 16 tahun dan dalam kondisi keluarga yang tidak harmonis. Setiap orang di rumah tidak segan untuk meninggikan nada saat bicara. Kehidupan yang penuh pertengkaran dan penuh ketersiksaan secara batin. Karena semua itu juga saya merasakan jika hidup ini tidak adil. Mengapa saya dilahirkan di keluarga ini? Mengapa saya harus melewati pengalaman LGBTQ ini? Bagaimana dengan masa depan saya? Apakah Allah itu adil dan baik?
Sesungguhnya jawabannya adalah Allah itu sungguh baik. Ya, Allah sangat baik dalam kehidupan saya. Saya percaya Dia juga amat sangat baik untuk kita semua. Dia juga Allah yang adil. Saya seolah pernah menjadi anak yang hilang. Saya memutuskan untuk tidak bergereja selama belasan bulan. Saya tahu persis dan familiar dengan Firman Tuhan bahwa saya tidak bisa suam-suam kuku. Tidak ada kata abu-abu dalam mengikut Allah. Hitam atau putih pilihannya. Ketika saya tenggelam dalam dosa saya, saya ini seperti berada di lumpur hisap. Saya memerlukan sebuah tangan yang dapat menolong saya untuk menarik saya keluar dari lumpur itu. Saya sampai kepada titik di mana saya sudah lelah untuk menghadapi semua hal-hal yang terjadi. Terlintas dalam benak saya pikiran-pikiran untuk mengakhiri hidup saya. Juga pernah terpikir saat saya sedang mengendarai motor, bagaimana kalau saya menabrakkan diri saya ke arah kendaraan yang berlawanan seperti truk/tronton? Saya sempat berpikir apakah itu jalan yang terbaik. Namun, di satu sisi yang lain, saya juga memikirkan keluarga saya dan orang-orang terdekat saya. Terjadi suatu pertentangan di batin saya.
Saya adalah orang yang sangat perasa. Saya dapat memikirkan masalah-masalah yang saya hadapi atau hal-hal yang saya alami sampai saya tidak kuat menahan air mata saya. Entah saat saya sedang mengendarai motor, saat saya di dalam kamar tidur saya, atau bahkan ketika di keramaian dan saya tiba-tiba menjadi sangat sedih sehingga saya perlu ke kamar mandi karena saya tidak menahan air mata saya ini.
Ada satu titik paling rendah dalam kehidupan saya, yaitu ketika saya sudah merasa putus asa, sungguh berdosa (hidup jatuh bangun terus), sendiri, tidak ada jalan keluar. Saya merasa seperti ada awan hitam yang menghalangi antara diri saya dengan Allah. Saya merasa Ia begitu jauh atau bahkan Dia tidak akan menjawab doa saya (saat itu saya sampai kepada keadaan di mana saya tidak berdoa karena saya merasa bahwa doa-doa saya tidak akan dijawab, hal ini saya diingatkan akan ayat di Yesaya 59:1-2, “Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu”. Allah bahkan tidak mau mendengar doa jika saya masih hidup dalam lumpur dosa, tetapi yang pasti ada doa yang akan didengar oleh Allah, yaitu doa pertobatan).
Pada akhirnya satu-satunya hal yang bisa saya lakukan adalah hanya berlutut dan berdoa kepada Allah. Banyak kali saya menangis, meratapi kehidupan saya. Mungkin orang di luar sana melihat saya sebagai orang yang kuat, hebat, mandiri, secara finansial baik, bertanggung jawab, sederhana, atau hal-hal baik yang lainnya (dan ini berdasarkan perkataan orang-orang dan bukan saya sendiri). Namun, di dalam diri saya sebenarnya sangatlah lemah, rapuh, rentan, dan tidak berdaya. Saya juga berputus asa dan merasa sendiri. Namun, sesuatu yang luar biasa terjadi. Ketika saya berdoa kepada Allah dan disertai tekad untuk bertobat, untuk tidak hidup dalam dosa, pikiran saya diubahkan dan juga awan hitam yang menghalangi itu, perasaan tidak layak itu hilang dalam sekejap. Saya tidak bisa menggambarkan bagaimana peristiwa itu terjadi. Allah menunjukkan kepada saya betapa Dia mengasihi saya, betapa besarnya kasih Allah itu. Allah itu adalah Bapa. Seperti halnya seorang bapa dalam perumpamaan anak yang hilang. Allah yang menunggu, dan bahkan ketika kita sebagai anak-Nya mencari Dia dengan segenap hati dan mau bertobat, maka kita akan menemukan-Nya dan diterima-Nya dengan tangan yang terbuka dan pelukan yang hangat.
Saya juga teringat akan sebuah pesan dari hamba Allah. Ini sangat menyentuh dan luar biasa bekerja dalam hati dan pikiran saya sampai saat ini. Apa yang dilakukan Allah saat Adam dan Hawa berbuat dosa? Allah mulai mencari dan berkata di Kej 3:9 “Di manakah engkau?” ya, sekali lagi “Di manakah engkau?”. Seperti yang saya katakan bahwa Allah itu begitu baik. Dia sampai mencari, menunggu saya yang sesungguhnya tidak layak ini. Allah itu bukanlah dengan gambaran seperti pribadi yang memiliki tanduk yang membawa senjata/palu/gada untuk menghukum kita. Konsekuensi terhadap dosa memang ada, tetapi Allah sendiri juga adil akan hal itu.
Saya juga pernah dibawa kepada suatu kesedihan yang sangat dalam. Singkatnya Allah menunjukkan itu kepada saya ketika melihat kehidupan orang-orang di sekeliling saya. Saya bukan bermaksud menghakimi, tetapi suatu ketika saat saya berada di lingkungan kerja yang penuh dengan orang-orang yang putus asa, ada yang banyak masalah, ada juga yang tidak bertanggung jawab, dan melihat banyak hal-hal yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Ada satu pesan yang kuat dalam hati saya dan saya diberikan suatu pemahaman bahwa Allah begitu berduka cita atas hal-hal itu. Sampai saya pada suatu malam entah mengapa ketika mengingat hal-hal yang disebutkan tadi, saya menangis, bersedih atas hal-hal itu. Melalui hal itu, seolah-olah juga Allah sendiri seperti berkata kepada saya: “Aku juga mengasihimu”. Di situlah saya dicelikkan dan menyadari bahwa kehidupan saya yang sebelumnya saya jalani, apa bedanya saya dengan orang-orang di tempat kerja saya tersebut. Ya, dari situlah saya tahu bahwa Allah mengasihi kita semua, Dia tetap menanti dan menunggu siapa saja yang ingin datang kepada-Nya. Dia menunggu di depan pintu. Dia mau menerima saya yg berdosa ini dan rindu akan pertobatan saya. Ketika Allah mulai bekerja dalam kehidupan saya, jika lihat ke belakang, saya sadari bahwa pemikiran saya juga menjadi baru dan berbeda dengan sebelumnya. Saya akan terus berjuang untuk hidup dalam kekudusan. Saya bukan manusia kuat, tetapi sangat lemah. Sebenarnya ada hal-hal lain juga tentang bagaimana Allah bekerja dalam hidup saya supaya bisa menghormati orang tua atau dalam hal mengatasi amarah saya. Namun, tidak akan saya ceritakan di sini karena akan menjadi lebih panjang.
Inilah kesaksian singkat dari saya. Allah begitu bekerja dalam hidup saya. Saya percaya Dia juga akan terus bekerja bagi kita semua. Saya juga ingin di kesempatan ini berterima kasih kepada hamba-hamba-Nya yang sudah sangat bersabar dan dalam kasih menerima dan membimbing saya. Terima kasih untuk keluarga rohani yang Allah berikan bagi kita semua. Puji Allah dan kemuliaan hanya bagi-Nya!