Pastor Eric Chang | Roma 8:8-9; Lukas 11:1-4 |

[Pastor menceritakan tentang percakapannya dengan seorang saudara Yahudi yang melayani Tuhan di China.] Kami mulai dalam bahasa Inggris dan kemudian meneruskan dalam bahasa Mandarin. Anda mungkin tidak merasa aneh. Lagipula dia berasal dari Amerika, jadi bisa berbahasa Inggris tidaklah begitu mengherankan. Kemudian kami terus menggunakan bahasa Mandarin dan dia berbahasa Mandarin dengan fasih sekali. Yang luar biasa adalah bahwa dia seorang saudara Yahudi yang bisa berbahasa Mandarin dengan lancar. Sebenarnya dialah yang beralih dari bahasa Inggris ke Mandarin. Saya berpikir, wah, itu pasti tantangan bagi kebanyakan dari kita. Lalu saya bertanya bagaimana dia dapat berbahasa Mandarin dengan begitu baik dan berapa lama dia mempelajarinya? Dia menjawab 14 tahun. Ternyata dia kuliah di Seminari Teologia Zhong Hua di Taipei. Jadi, tingkat bahasa Mandarinnya begitu bagus sehingga mampu kuliah di seminari.

Saya berharap untuk mengundangnya ke gereja kita. Dia sedang melayani sebagai asisten di salah satu gereja Hong Kong dan akan menyelesaikan tugasnya bulan depan. Setelah itu, dia berharap bisa tinggal di Hong Kong selama 1-2 bulan sebelum kembali ke Amerika. Ketika ditanya apa yang ingin dia lakukan setelah pulang ke Amerika, dia menjawab, “Saya ingin melayani di sebuah gereja Cina.” Saya bertanya, “Kiranya gereja Cina yang mana?” Katanya, “Ada dua kemungkinan, satunya di California, dan yang kedua di New Jersey.” Saya bertanya, “Gereja mana di New Jersey?” Katanya, “Gereja di Universitas Rutgers.” Itu adalah gerejanya Pastor Xu! Saudara-saudara yang sebelumnya ada di Montreal akan kenal baik dengan Pastor Xu. Dia seorang pastor yang sangat rendah hati. Saudara Yahudi ini adalah teman kuliahnya Pastor Xu di Universitas Rutgers. Namun dia berkata, “Mungkin saya tidak akan ke New Jersey sebab saya diminta untuk melayani di seksi bahasa Inggris. Saya tidak mau. Saya ingin melayani di seksi bahasa Mandarin.” Saudara Yahudi ini hanya ingin berbahasa Mandarin. Ah! Sungguh, sebuah tantangan.

Hari ini kita membahas tentang hal mendekat kepada hati Allah. Saya menghargai gambar sampul (buku camp) yang indah ini, terutama kata-katanya dan gambar dombanya yang indah. Domba ini sedang bersandar pada hati ataupun dada sang gembala. Kita ingin melihat prinsip-prinsip rohani di mana kita dapat mendekatkan diri dan berada dekat dengan hati Allah. Untuk bisa dekat dengan hati siapa pun, kita harus bisa berkomunikasi. Masalah segera timbul ketika kita tidak memiliki bahasa yang sama.

Itu sebabnya saya berbagi tentang saudara Yahudi ini. Allah bekerja sedemikian rupa dalam hatinya sehingga dia rindu berkomunikasi dengan orang Cina. Dia rela menghabiskan waktu 14 tahun untuk mempelajari bahasa Mandarin agar dapat mengkomunikasikan kasih Kristus kepada orang Cina. Dia sadar bahwa kita tidak mungkin mendekat satu dengan yang lain jika tidak memiliki bahasa yang sama. Anugerah dan kasih Allah sangatlah mengagumkan. Apakah yang membuat seorang saudara Yahudi, lulusan universitas yang terkenal di Amerika, ingin berkomunikasi dengan orang Cina? Demi apa? Dia bisa mendapatkan pekerjaannya sendiri dan penghasilan yang bagus. Kenapa dia mau datang ke Timur Jauh? Tidak ada penjelasan kecuali bahwa Allah telah menaruh kasih itu di dalam hatinya dan dia ingin berkomunikasi dengan orang Cina. Apakah kasih Allah menggerakkan hati Anda seperti ini untuk mendekatkan diri? Saya memulai percakapan kami dalam bahasa Inggris, dan dialah yang mengubahnya ke bahasa Mandarin. Dia tidak sabar untuk menggunakan bahasa Mandarin. Sekalipun kami dapat berbahasa Inggris, dia merasa mungkin dalam bahasa Mandarin akan terasa lebih dekat lagi, hati ke hati. Waktu dia berada di Hong Kong, dia sedang mempelajari bahasa Kanton juga. Saya tidak berani berbicara dalam bahasa Kanton dengannya karena mungkin saja bahasa Kantonnya lebih baik daripada saya.

Bagaimana pula dengan Allah dan komunikasi kita dengan Allah? Apakah Anda merasa bahwa Anda sedang berkomunikasi dengan Dia? Apakah Anda menghadapi masalah bahasa dengan Dia? Dengan Allah, kita tidak menghadapi masalah bahasa. Allah telah mendekat kepada kita di dalam Kristus. Ketika membahas tentang hal mendekat kepada hati Allah, kita harus mengerti bahwa Dia telah mengambil langkah yang pertama. Artinya kerinduan Allah untuk mendekat kepada kita lebih besar daripada kerinduan kita untuk mendekat kepada-Nya. Itu berarti sebagian besar masalah kita telah teratasi. Sebab dengan sebagian orang, ketika Anda berusaha mendekati, mereka malah menjauhi. Bahkan ada yang semakin Anda berjalan menuju kepadanya, mereka semakin melangkah mundur. Hampir seperti lomba. Anda harus mengejar mereka demi bisa mendekat. Mereka menjaga jarak mungkin karena tidak mengenal Anda. Atau mungkin takut Anda memanfaatkan mereka atau ingin mereka pindah agama. Terkadang seorang pendeta berada di posisi yang merugikan. Mereka sangat takut pada pendeta. Mereka mengira bahwa Anda akan menangkap mereka lalu paksa mereka untuk percaya pada Alkitab. Jadi ketika pendeta mendekat, mereka semakin menjauh. Saya rasa Allah menghadapi masalah itu juga. Dia berusaha mendekat kepada kita tetapi kita menjauh dari-Nya. Seorang pernah berkata, “Aku takut bicara dengan kamu.” Saya bertanya, “Kenapa? Apakah aku pemakan manusia?” Dia berkata, “Bukan, tetapi kamu memberi kesan sangat kudus.” Mungkin itulah masalah kita. Kita takut pada Allah karena takut pada kekudusan-Nya. Jika di tingkat saya yang rendah orang sudah takut pada kekudusan, bagaimana kita menghadap kekudusan Allah? Jadi kita perlu mengatasi persoalan itu juga.

Jadi, masalah komunikasi kita dengan Allah bukanlah masalah bahasa. Masalah kita dalam berkomunikasi dengan Allah ada di tingkat pemahaman. Banyak orang memiliki bahasa yang sama. Mungkin sama-sama bisa berbahasa Inggris, Kanton, ataupun Mandarin. Sebagian dari kita bahkan dapat berkomunikasi dalam beberapa bahasa, tetapi kita tidak berkomunikasi sama sekali. Jadi, sekalipun orang yang duduk di samping Anda dapat berbahasa Kanton dengan baik seperti Anda (tidak ada masalah bahasa), tetapi mungkin saja sepanjang camp ini Anda tidak pernah bicara dengan orang itu.

Jika bukan masalah bahasa, di mana letak permasalahannya? Seringkali masalah terletak pada hal mengenal dan memahami satu dengan yang lain. Kita perlu mengambil langkah pertama untuk memecahkan masalah mengenal dan memahami satu dengan yang lain ini. Ini persis situasi kita dengan Allah. Kita sadar bahwa kita tidak berfungsi dengan pola pikir Allah. Kita tidak tahu persis bagaimana Allah berpikir. Maka kita tidak berani berkomunikasi dengan Dia. Kita bahkan tidak yakin apa kita bisa tembus dengan tingkat pemahaman kita. Mari kita lihat prinsip penting yang pertama dalam hal berkomunikasi dengan Allah. Saya ingin berbicara khusus kepada Anda yang bukan Kristen di poin yang pertama ini, tetapi sayangnya hal ini juga berlaku bagi banyak orang Kristen.


(1). HIDUP DALAM ROH

Mari kita baca Roma 8:8 untuk melihat prinsip yang pertama ini.

“Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah.”

Ayat ini sangat mudah diingat dan ia memberitahu kita satu prinsip yang sangat penting. “Mereka yang hidup dalam daging tidak mungkin berkenan kepada Allah.” Jika Anda tidak berkenan kepada Allah, bagaimana mungkin Dia dapat berkomunikasi dengan Anda? Bagaimana Anda dapat berkomunikasi dengan Dia? Hal ini mudah dimengerti. Jika dua orang memiliki hubungan yang buruk dan tidak senang satu dengan yang lain, maka semua percakapan akan berhenti. Kedua orang mungkin bisa berbahasa Kanton dengan sempurna, tetapi tidak punya apapun untuk dibicarakan. Jadi agar berkenan kepada Allah, kita tidak boleh hidup dalam daging melainkan hidup dalam Roh. Kita telah datang ke camp ini untuk mendekat kepada Allah, tetapi jika Anda belum membereskan masalah pertama ini yaitu jika Anda tidak hidup dalam Roh, maka Anda tidak mungkin dapat berkomunikasi dengan Allah. Apa arti hidup dalam Roh? Ayat selanjutnya (ayat 9) menjelaskan kepada kita:

“Tetapi kamu tidak hidup dalam daging, melainkan dalam Roh, jika memang Roh Allah diam di dalam kamu. Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus.”

Alkitab memberitahukan kita arti dari hidup dalam Roh dan bukan dalam daging. Saya bukan sedang menyampaikan sesuatu yang sulit dipahami melainkan sangat sederhana. Hidup dalam Roh berarti Roh Allah hidup di dalam Anda. Anda mungkin berkata, “Apa? Sangat mudah? Kedengaran rumit sekali.” Tidak… itu sangat sederhana! Ayat yang sama menjelaskan, “jika Anda tidak memiliki Roh Kudus, Anda bukan milik Kristus.” Artinya jika Anda tidak memiliki Roh, Anda bahkan bukan seorang Kristen. Dengan kata lain, setiap Kristen sejati dikaruniakan Roh Kudus. Ketika Anda menyerahkan hidup kepada Kristus, sama seperti beberapa saudara yang akan dibaptis hari ini, mereka telah membuka hati mereka serta menyerahkan hati dan seluruh hidup mereka kepada Kristus. Sebagai ganti, Allah mengaruniakan Roh Kudus-Nya kepada Anda. Maka Roh Kudus akan diam di dalam Anda. Itu sebabnya Alkitab berkata, “Kamu, yaitu tubuh, adalah baitnya Roh Kudus jika sesungguhnya Anda seorang Kristen yang sejati.

Yang mengkhawatirkan adalah banyak Kristen tidak memiliki Roh di dalam diri mereka. Kenapa? Karena terdapat masalah dalam hubungan mereka dengan Allah. Mereka belum bertobat dari dosa-dosa masa lalu. Mereka belum menyerahkan hidup secara total kepada Kristus. Pada kenyataannya, di kebanyakan gereja, hal berkomitmen total kepada Kristus bahkan tidak ditekankan. Mereka hanya diberitahu untuk percaya Yesus tetapi tidak ada satu pun yang mengerti maksud percaya kepada Yesus. Dalam Alkitab, percaya kepada Yesus berarti berkomitmen total kepada Kristus. Saya sudah menguraikan hal ini di khotbah-khotbah yang lain dan tidak akan masuk ke detil sekarang.

Kita sedang membahas tentang mendekat kepada Allah, tetapi kita akan menemukan bahwa banyak Kristen bahkan tidak tahu caranya. Bagi mereka doa seperti berbicara kepada dinding. Apakah Anda mengalami itu? Setelah suatu jangka waktu Anda merasa sangat lelah berbicara kepada dinding. Jika cukup nyaring, Anda bahkan mendengar gemanya sehingga Anda seolah-olah berbicara dengan diri sendiri. Akhirnya ada yang bertanya kepada saya, “Apakah doa itu berbicara dengan Allah atau dengan diri sendiri?”  Oh! Berbicara kepada diri sendiri juga ada manfaatnya. Meditasi itu semacam berbicara dengan diri sendiri. Saya kira kita tidak datang ke camp untuk berbicara pada diri sendiri. Kita sudah cukup mahir dalam hal ini. Kita ingin berbicara dengan Allah. Lebih baik lagi jika kita dapat mendengarkan perkataan Allah. Kebanyakan Kristen frustrasi dengan hal ini. Solusinya persis adalah prinsip pertama ini. Ketika masalah seperti ini terjadi berulang kali, saya berkata kepada Kristen ini, “Beritahu aku bagaimana kamu menjadi seorang Kristen.” Saya terpaksa kembali ke sejarah hidup rohani mereka untuk melihat apakah mereka sungguh-sungguh telah membuat satu komitmen kepada Allah, dan apakah mereka sudah bertobat dari dosa-dosa mereka, atau apakah mereka sedang menyembunyikan dosa dalam hidup mereka. Allah adalah Allah yang kudus. Jika Anda menyembunyikan dosa di dalam hati, Allah tidak akan mendengarkan Anda. Hal ini benar.

Ketika bicara mengenai prinsip-prinsip mendekat kepada Allah, kita mencakup seluruh Alkitab karena seluruh Alkitab berhubungan dengan hal ini. Hari ini kita hanya melihat tiga prinsip utama. Yang pertama ini adalah prinsip dasar. Jika Anda masih tidak bisa tembus kepada Allah; jika doa Anda seolah-olah berbicara kepada dinding; jika Anda mendengarkan orang lain bersaksi, “Allah begitu nyata bagiku,” sementara Anda menggaruk kepala sambil pertanyaan, “Siapakah Allah?”, maka Anda harus kembali kepada pertanyaan ini: “Sudahkah aku benar-benar menerima Roh Allah?” Roh Allah dipanggil Roh Kudus. Itu sebab tanpa pertobatan dan penyucian dari masa lalu, yang akan dilakukan oleh beberapa saudara terkasih yang akan dibaptis hari ini, bagaimana Roh Kudus dapat masuk dan tinggal di dalam hidup Anda? Ketika Anda sungguh-sungguh bertobat dan disucikan melalui darah Yesus yang berharga, Anda akan mengalami kemerdekaan dari semua dosa-dosa Anda. Seperti kesaksian saudara L, yang menggambarkan kemerdekaan seperti menanggalkan pakaian yang lama dan mengenakan pakaian yang baru. Kemudian Roh Kudus masuk ke dalam hidup Anda dan hidup berjalan bersama Allah menjadi suatu pengalaman yang baru. Bahkan beberapa hari ini ketika berjalan di sekitar camp, berada dalam hadirat Tuhan, berjalan bersama Tuhan, benar-benar suatu pengalaman yang sangat indah. Sangat sulit untuk dijelaskan kecuali Anda mengalaminya sendiri. Sangatlah indah.

Satu lagi pesan untuk yang non-Kristen dalam hal ini, dan ditujukan juga kepada yang Kristen nominal (Kristen KTP) yaitu mereka yang menyandang nama Kristen tetapi tidak mengalami Allah sama sekali. Jika Anda bukan Kristen, tidak ada gunanya meminta kepada Allah ini dan itu karena Anda tidak akan menerima jawaban dari Allah. Anda harus memahami pikiran Allah dalam hal ini. Ketika Anda hidup dalam daging, Anda berada dibawah kendali perasaan kedagingan Anda. Permohonan Anda sia-sia karena Allah tidak berkenan kepada Anda. Dikatakan di sini, “Mereka yang hidup dalam daging tidak berkenan kepada Allah.” Ada non-Kristen yang berkata kepada saya, “Ya, ya, aku sudah coba berdoa… minta Allah bantu aku lulus ujian… aku minta ini, itu dan sebagainya.” Tidak ada gunanya setelah itu Anda berkata bahwa Allah tidak mendengar. Tentu saja Allah tidak mendengarkan Anda. Lalu Anda berkata, “Aku sudah coba berdoa. Allah tidak nyata.” Anda tidak mengerti prinsip kehidupan rohani. Ada yang bersaksi, “Ibuku sakit. Aku berdoa agar ibuku bisa tetap hidup tetapi dia meninggal, karena itu aku tidak percaya Allah.” Anda bukan Kristen, kenapa Allah harus mendengarkan doa Anda? Kristen yang saya bicarakan di sini bukan Kristen nominal, tetapi seorang yang memiliki Roh Allah hidup di dalam dirinya, yaitu orang yang telah membereskan hubungannya dengan Allah. Pertama-tama itu, kemudian baru hal-hal yang lain.

Dengan alasan yang sama, ada Kristen nominal yang berdoa beberapa waktu dan berkata, “Aku meminta ini dan itu kepada Allah. Allah tidak menjawab doaku, maka aku berhenti.” Mereka adalah hal yang paling buruk karena orang-orang akan berkata, “Bahkan orang Kristen mengaku bahwa Allah tidak menjawab doa mereka!” Orang non-Kristen tidak dapat membedakan bahwa orang ini bukan Kristen sejati. Karena itu, orang Kristen KTP yang menyebabkan kerusakan paling besar. Saya memohon kepada Anda agar memahami hal ini dengan sangat jelas. Pertama-tama Anda harus membereskan hubungan dengan Allah. Jadi satu-satunya doa yang Anda bisa naikkan sebagai non-Kristen atau Kristen nominal adalah doa: “Bapa, aku bertobat dari dosa-dosaku, sucikanku dengan darah anak-Mu Yesus Kristus. Aku meminta Engkau menjadikan Yesus sebagai Tuan dan Raja dalam hidupku.” Inilah yang akan dilakukan oleh mereka yang akan dibaptis hari ini. Kemudian mereka akan menerima Roh Kudus. Mereka akan menerima hidup yang baru. Itu langkah pertama untuk mendekat kepada Allah. Mari kita lanjutkan dengan langkah yang kedua.


(2). SIKAP HATI

Untuk itu mari kita lihat di Lukas 11. Di perikop ini, murid-murid datang kepada Yesus dan meminta kepadanya supaya mengajar mereka untuk berdoa. Yesus menjawab permintaan mereka dengan mengajarkan mereka doa yang disebut Doa Bapa Kami. Mari kita baca ayat pertama.

Pada suatu kali Yesus sedang berdoa di salah satu tempat. Ketika Ia berhenti berdoa, berkatalah seorang dari murid-murid-Nya kepada-Nya: “Tu(h)an, ajarlah kami berdoa, sama seperti yang diajarkan Yohanes kepada murid-muridnya.”

Kemudian diikuti dengan Doa Bapa Kami, “Bapa kami yang di surga…”. Saya yakin kebanyakan orang, termasuk non-Kristen, akrab dengan doa ini. Saya mempelajarinya ketika masih seorang anak kecil karena menerima pendidikan di sekolah Kristen. Salah satu hal yang saya pelajari mengenai Kekristenan di sekolah Kristen adalah Doa Bapa Kami. Jadi, seringkali ketika tidak tahu bagaimana berdoa atau apa yang harus didoakan saya hanya membacakan Doa Bapa Kami berulang-ulang – satu kali, dua kali, tiga kali dan terus mengulanginya – sama seperti yang dilakukan oleh banyak orang. Masalahnya, saya tidak mengerti doa ini.

Perhatikan doa ini, ada sesuatu yang luarbiasa mengenainya. Murid-murid berkata kepada Yesus, “Ajarlah kami berdoa.” Jika Anda bertanya seperti itu, jawaban seperti apa yang Anda harapkan? Mungkin beberapa teknik; bagaimana tutup mata karena mungkin saja cara tutup mata kita salah. Mungkin tangan kita yang bermasalah misalnya posisinya salah. Mungkin saja orang-orang kudus punya alasan untuk meletakkan tangan seperti ini – mungkin itu lebih efektif. Lalu Anda buka Alkitab dan di situ mengatakan Yesus mengangkat wajahnya dan melihat ke langit lalu mulai berdoa. Maka Anda berkata, “Hei, Yesus melakukannya dengan salah! Dia tidak tutup mata ketika doa. Kenapa Bapa mendengarkannya walaupun dia tidak melakukannya dengan benar?” Alkitab tidak mengatakan bahwa Yesus meletakkan tangannya sama-sama dan berdoa. Kita tidak menemukan itu juga.

Kita berpikir bahwa kita akan diajarkan beberapa teknik, misalnya cara bermeditasi. Anda mungkin berkata, “Aku punya masalah konsentrasi.” Doa membutuhkan konsentrasi mental yang kuat jadi kita harus melatih konsentrasi. Jadi mungkin cara belajar berdoa adalah memfokuskan pikiran kita pada satu titik di dinding. Letakkan konsentrasi pada titik itu sehingga melihat asapnya keluar. (Semua tertawa). Mungkin demikian baru Anda memiliki kuasa untuk terobos. Ataupun cara berlutut saya yang salah – posisinya tidak benar. Masalahnya, ketika berlutut, terutama di lantai seperti ini, lutut saya… Aduh! Sakit sekali. Jadi setelah beberapa menit, “Maaf ya Tuhan, lutut aku tidak sanggup lagi.” Lalu saya letakkan bantal di lantai. Ah… Ini lebih baik. Kemudian setelah lima menit… Aduh! Punggungku capek! Bagaimana saya bisa berdoa begini? “Oh! Doa itu sangat rumit. Aku kira sangat mudah menurut kamu tadi.”

Jadi ketika Yesus mengajarkan kita untuk berdoa, bukankah kita mengharapkan pelajaran dalam konsentrasi, posisi yang benar dan sebagainya? Sebaliknya, Yesus menyampaikan beberapa kata untuk mereka doakan. Lalu kita berpikir… Ah! Jadi itu caranya! Seperti saya, kita mengulangi doa itu, “Bapa kami yang di surga, dikuduskanlah nama-Mu…dst…” dengan cepat. Terlalu cepat. Jadi lain kali lebih pelan. Saya masih tidak merasa lebih dekat kepada Allah. Oke, kali ini lebih nyaring, tetapi tidak membantu juga. Mungkin Allah tidak senang karena saya berteriak, jadi kali ini saya bicara dengan lemah lembut. Ah! Masih tidak berhasil. Mungkin karena itu ada teman-teman kita memakai tasbih untuk menghitung. Doa 50 kali lebih bagus. 25 kali tidak begitu bagus. Jika Anda sudah coba semua ini seperti saya dan masih tidak berhasil, maka Anda akan merasa putus asa dan kebingungan apa yang harus dilakukan.

Apakah yang Yesus sedang ajarkan kepada murid-muridnya di sini? Dia sedang mengatakan bahwa hal doa tidak ada hubungan dengan masalah teknik, termasuk teknik konsentrasi. Ada yang mengusulkan bahwa mungkin cara memperbaiki doa adalah dengan teknik pernafasan – seperti ‘qigong’ rohani. Tarik nafas yang dalam dan Anda mulai merasa lebih enak. Namun merasa lebih baik secara jasmani tidak berarti saya lebih dekat dengan Allah. Cara ini tidak terlalu membantu saya. Saya menyampaikan semua ini karena Anda pasti tahu bahwa saya tidak bercanda karena banyak Kristen sudah berusaha berdoa dengan semua cara-cara ini tetapi tidak berhasil.

Apa yang Yesus sedang ajarkan kita di sini sangat amat penting karena dia sedang memberitahu kita bahwa doa yang tembus kepada Allah berhubungan dengan masalah sikap kita. Jika sikap kita tidak benar, Anda tidak akan pernah tembus kepada Allah. Jadi tidak ada hubungannya dengan apakah Anda terlatih dalam teknik konsentrasi atau tidak, ataupun posisi jasmani Anda.  Yesus sedang mengajarkan kita tujuh prinsip bagaimana meluruskan sikap kita terhadap Allah. Saya mengambil waktu yang cukup lama sebelum mengerti maksud kata-kata Yesus kepada murid-muridnya. Inilah langkah kedua yang sedang kita bahas yang mengandung tujuh poin. Dia tidak menyuruh kita hanya untuk mengulangi doa ini berkali-kali seperti yang dilakukan banyak orang Kristen dengan konyol. Anda tidak perlu mengulangi kata-kata ini secara persis. Yang Anda perlu lakukan adalah meneliti sikap Anda terhadap Allah melalui setiap ayat. Lukas 11 adalah versi singkat dari Doa Bapa Kami dan Matius 6:9-13 adalah versi lengkap. Mari kita lihat ayat yang pertama.


Periksa Hubungan Anda Dengan Allah

Yesus mengajarkan dalam ayat pertama, “Bapa kami yang di surga”. Hal yang pertama: periksalah hubungan Anda dengan Allah. Diam dan tanyakan kepada diri: Apakah saya benar-benar bisa memanggil Allah “Bapa”? Maksud saya bukan sekedar mengucapkan “Bapa” di bibir? Jika ketika memanggil Allah “Bapa” dan dalam hati Anda merasa belum berhak untuk memanggil-Nya Bapa, maka Anda harus berhenti di poin yang pertama ini. Saya bahkan belum Kristen ketika pertama kali mengucapkan Doa Bapa Kami. “Bapa kami yang di surga…” Dia bukan Bapa saya, bagaimana saya bisa memanggil-Nya Bapa? Itu seperti mendatangi ayah orang dan berkata, “Hello, papi! Bagaimana kabar papi hari ini?” Dan dia menatap saya, “Apakah kamu sedang bicara denganku?” Kita bahkan sama sekali tidak sadar apa yang mulut kita ucapkan. Itu sebab kita harus periksa sikap hati kita. Mungkin Dia memang Bapa Anda dan Anda sudah menyerahkan hidup kepada Kristus dalam baptisan. Anda seorang Kristen sejati. Namun apakah perilaku Anda pada hari ini berkenan kepada Allah? Bagaimana kita bisa terburu-buru dengan hal yang lain sebelum kita membereskan hubungan kita dengan Allah terlebih dulu. Kebanyakan Kristen begitu saja berbicara kepada Allah. Jika hanya bergantung pada banyaknya kata-kata, maka mereka sudah menaklukkan surga dengan kata-kata mereka.

Jika Anda ingin mendekat kepada Allah, kurangi bicara. Rahasia doa yang dalam adalah keheningan karena doa sejati merupakan suatu sikap hati. Ketika sikap hati kita benar terhadap Allah, satu kata dalam doa lebih berkuasa dari seribu kata yang diucapkan di luar hubungan dengan Allah. Jadi ketika di malam hari, saya datang berdoa dan mengingat… hari ini aku berlaku kasar terhadap saudara Markus! Maka saya tidak bisa hanya berkata, “Bapa, terima kasih untuk hari yang indah… makanan yang Kau berikan sangat enak, koki di camp ini sangat bagus…”. Tidak, tidak begitu cepat. Mulai dengan, “Bapa…” dan perhatikan. Anda akan mendapati roh sangat peka jika kita belajar mendengar dan berhenti bicara. Panggil “Bapa” dan kemudian diam dan dengar. Segera Anda akan berkata… “Oh ya, hari ini aku berlaku kasar. Aku tidak menghormati Bapaku. Aku telah mempermalukan nama-Mu.” Anda segera sadari sikap yang tidak selaras dengan Allah. Selaraskanlah. Ada doa-doa orang yang dipencarkan ke semua arah dan mereka mengharapkan ada satu yang sampai kepada pangkuan Allah. Anda tidak akan berhasil dengan cara ini. Saya menekankan lagi prinsip yang kedua yaitu doa berhubung dengan sikap hati. Saya sudah pernah menguraikan ketujuh poin dalam Doa Bapa Kami satu-per-satu di khotbah yang lain. Di sini saya hanya ingin menekankan bagaimana ia mempengaruhi sikap hati kita.


Pikirkan Kepentingan-Nya Terlebih Dulu

Kedua, “Dikuduskanlah nama-Mu.” Inilah urutannya, artinya hal yang paling penting adalah nama Bapa dikuduskan, nama Bapa dimuliakan. Satu lagi persoalan tentang sikap hati. Kebanyakan orang datang kepada Allah hanya dengan memikirkan kebutuhan mereka dan apa yang mereka inginkan. Mereka datang penuh dengan keegoisan. Bagaimana Anda dapat berbicara dengan Allah jika seluruh perhatian Anda hanya pada diri sendiri? Tidak. Pertama-tama Allah kemudian Anda. Selalu dalam urutan itu. Bahkan itu juga urutan yang salah. Pertama-tama Allah, kemudian orang lain, Anda terakhir. Letakkan kebutuhan Anda dan permintaan untuk diri sendiri di akhir.

Prinsip kedua adalah ketika Anda datang kepada Allah, pikirkan kekudusan-Nya. Bagaimana Anda memperlakukan Allah? Apakah sama seperti dengan kakek atau teman atau paman yang memberikan hadiah kapan saja Anda mau? Tidak, jika Anda memperlakukan Allah seperti itu, Dia tidak akan menjawab Anda sama sekali. Bayangkan Anda menghadap ayah Anda, tanpa memberi perhatian kepadanya langsung membuka mulut dan berkata, “Ayah, aku mau ini, aku perlu uang hari ini… untuk saya berdandan dan beli baju baru… saya perlu jam tangan baru…” Anda terus menyampaikan suatu daftar tak henti-henti. Jika Anda ayah itu, apa yang akan Anda pikirkan? Anda akan berkata, “Hei, apakah ini caranya untuk berbicara dengan ayahmu?” Jika Anda ayah yang bertanggung jawab Anda pasti akan menghentikan sikapnya yang seperti itu sebelum ia merusak hidupnya. Saat menginginkan sesuatu, mereka langsung mendapatkannya. Itu pasti akan merusak masa depan mereka. Anda harus mengajarkan kepada mereka bahwa dalam hidup ini ada hal yang lebih penting daripada diri mereka dan kebutuhan mereka.

Mari kita ubah gambarannya sedikit. Bayangkan Anda datang menghadap seorang presiden atau raja. Anda masuk dan berkata, “Selamat pagi, Yang Mulia. Hari ini panas sekali, jadi pertama-tama, aku ingin kipas yang bagus, dan aku ingin layanan, bawa aku jalan-jalan ke tempat yang sejuk.” Apakah yang akan raja itu katakan kepada Anda? “Apa?! Inikah cara kamu menghadap raja?!” Bukankah ini sikap kita ketika datang kepada Allah hari demi hari? Kita tidak sadar akan kehadiran Allah. Hanya sadar akan diri kita. Namun Anda bertanya, “Kenapa Allah begitu jauh?” Jadi hal yang kedua ketika datang ke hadirat Allah adalah berkata, “Dikuduskanlah nama-Mu… Ditinggikanlah nama-Mu, Bapa. Engkau telah memberikan segala yang penting bagiku – pengampunan dosa, hidup yang baru, bahkan anak-Mu. Semua yang baik telah kutrima dari-Mu. Bagaimana aku masih bisa datang meminta ini dan itu dari-Mu? Biar nama-Mu dimuliakan… Engkau ditinggikan.” Apakah itu cara Anda berdoa? Sedikit orang Kristen berdoa seperti itu. Kebanyakan Kristen mementingkan diri sendiri. Ketika Roh Kudus tinggal di dalam kita, Ia akan mengubah kita, membebaskan kita dari keakuan sehingga kita mengutamakan kemuliaan Allah. Kemudian kita mendoakan orang lain agar kemuliaan Allah dinyatakan dalam hidup mereka. Ketika sampai giliran doa bagi diri, Anda tidak lagi meminta ini dan itu melainkan Allah dimuliakan dalam hidup Anda, agar Allah dikuduskan dalam diri Anda. Dengan demikian Anda akan mulai memahami rahasia doa.


Pikirkan Kedaulatan-Nya Dalam Hidup Kita

Untuk menekankan lagi poin ini adalah hal yang ketiga: “Datanglah kerajaan-Mu”. Yesus sedang berkata bahwa ketika berdoa, pertama-tama pikirkan Allah sebagai Bapa, kemudian kekudusan nama-Nya dan sekarang kerajaan-Nya, yaitu kedaulatan-Nya di dunia. Selidiki hati Anda ketika mendekat kepada Allah dalam doa. “Apakah Allah Raja dalam hidupku?” Jika tidak, Anda bisa berhenti saja di situ karena doa itu tidak bakal tembus. Tidak ada gunanya terus berbicara. Ini bukan masalah kata-kata tetapi masalah sikap terhadap Allah. “Datanglah kerajaan-Mu.” Apakah Anda bisa mengatakannya dengan segenap hati? Banyak hal yang terlibat dalam doa itu yaitu, “Jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga” sama seperti mengatakan, “Jadilah kehendak-Mu di dalam hidupku seperti kehendak-Mu jadi di surga.” Ketika Anda menyelaraskan diri kepada Allah seperti itu, Roh Kudus sedang mengubah Anda setiap menit. Kuasa dari Allah memenuhi hidupmu. Anda menjadi Kristen yang semakin kuat. Bahkan ketika Anda memikirkan tentang Allah saja serta meluruskan sikap Anda terhadap Dia, kuasa-Nya sudah sedang bekerja di dalam Anda. Dia memberikan apa yang Anda butuhkan sebelum Anda meminta kepadaNya. Anda masih belum menyebut ‘aku’, hanya ‘jadilah kehendak-Mu…’. Ketika Anda berdoa seperti itu, kehendak-Nya sudah sedang tergenapi dalam hidup Anda. Perhatikan betapa bedanya. Doa Bapa Kami sangat berharga ketika saya mulai memahami apa yang Yesus sedang ajarkan kepada murid-muridnya. Ah! Ini doa yang indah.


Sikap Bergantung Total Kepada Allah

Prinsip selanjutnya adalah “Berikanlah kami setiap hari makanan kami yang secukupnya”. Dengan pelan-pelan doa itu mulai menyebut kita. Sebelumnya masih ‘–Mu’, sekarang kata ‘kami’ muncul untuk pertama kali. Namun inti doanya tetap terfokus kepada Allah karena ia mengekspresikan suatu sikap bergantung total kepada Allah. Makanan di sini tidak hanya merujuk kepada makanan jasmani. Tentu saja ia juga mengacu pada makanan rohani. Seperti Yesus katakan, “Akulah roti hidup, roti dari sorga,” maka kita pertama-tama minta kepada Allah roti hidup ini dengan mengatakan, “Bapa, aku sadar dari dalam hatiku bahwa aku bergantung total kepada-Mu atas segala yang kuperlukan sampai ke hari ini.” Kebanyakan orang Kristen kurang memiliki sikap bergantung total kepada Allah. Kita cenderung melakukan segala sesuatu dengan cara sendiri dan bergantung pada diri sendiri sehingga kita menemui jalan buntu. Kita hanya belajar bergantung kepada Allah ketika sudah tidak ada jalan lain. Sampai di detik terakhir baru kita sungguh-sungguh berdoa. Sebelum itu, doa hanyalah semata-mata formalitas dan ucapan-ucapan kosong.

Kita perlu belajar bahwa kita hidup hanya oleh kasih karunia. Anda belum benar-benar memahami artinya kehidupan rohani jika Anda tidak hidup oleh kasih karunia momen demi momen. Kita diselamatkan oleh kasih karunia. Siapa saja yang berpikiran lain tidak memahami kehidupan rohani. Itu sebab kita diselamatkan oleh iman melalui kasih karunia. Pernahkah Anda coba menjalani kehidupan Kristen dengan serius? Tidak ada cara lain untuk hidup berkemenangan kecuali dengan kuasa-Nya. Itu alasan saya berbagi dengan teman-teman pelatihan dan banyak orang bahwa siang dan malam, sepanjang hari, doa saya selalu, “Penuhiku dengan Roh-Mu, Tuhan. Karena tanpa Roh Kudus-Mu aku tidak dapat hidup sebagaimana aku harus hidup.” Itulah rahasia hidup berkemenangan.

Beberapa dari kita membutuhkan waktu yang lama untuk belajar bergantung kepada-Nya momen demi momen karena kita mungkin memiliki kemampuan tinggi secara manusiawi. Mungkin kita cukup pintar, kita mampu melakukan banyak hal, kita memahami orang, jadi kita tahu bagaimana menghadapi masalah hidup. Kita dilatih dari kecil untuk mengandalkan diri. Itu sebab banyak non-Kristen ketika ditanya “Kamu percaya kepada apa?”, mereka akan menjawab, “Aku percaya pada diri sendiri.” Tidak apa-apa, jika Anda hidup dalam daging, silahkan mengandalkan diri sendiri. Tentu saja jalan itu menuju kepada maut. Anda tidak akan ke mana-mana. Namun jika Anda ingin mengetahui rahasia bergaul dengan Allah, kemampuan Anda tidak akan membantu Anda setitik pun. Kemampuan Anda ketika dibandingkan dengan Allah yang mahakuasa tidak mencapai setetes air pun di dalam ember. Mungkin saja Anda memiliki banyak pendidikan, tetapi jika itu menjadikan Anda sombong, maka itu tidak akan membantu Anda  sedikit pun dalam hal bergaul akrab dengan Allah. Dengan kata lain, prinsip ini mengajar kita untuk hidup rendah hati dan bergantung kepada Allah setiap saat. Selidikilah diri ketika datang kepada Allah. “Apakah aku telah mengandalkan diri sendiri hari ini? Pantas semuanya kacau.” Atau apakah sikap kita, “Bapa, aku bergantung total kepada-Mu.”


Kesadaran Akan Dosa

Prinsip selanjutnya: “Ampunilah kami akan dosa kami”. Ini kali kedua berbicara tentang kita, tetapi bukan mengenai apa yang ‘aku’ inginkan di sini dan apa yang kuinginkan di sana. Yesus berbicara tentang kesadaran akan keberdosaan kita. Perhatikan, ayat ini sekali lagi menyelidiki sikap hati saya. Apakah saya merasa benar sendiri? Atau saya sadar bahwa saya bergantung pada pengampunan Allah setiap waktu? Terkadang saya bingung dengan sebagian Kristen karena melakukan begitu banyak kesalahan. Terkadang mereka bahkan tidak sadar akan kesalahan mereka. Terkadang pula saya marah karena merasa bahwa pekerjaan Tuhan sedang terancam oleh sikap dan kesalahan seperti itu. Dan saya membenarkan diri atas ketidakpuasan dan amarah saya. Terdapat sejenis amarah di dalam Alkitab yang tidak begitu sederhana. Namun kita harus segera ingat bahwa jika mereka bisa melakukan kesalahan, maka kita juga bisa. Oleh karena itu, “Ampunilah kami akan kesalahan kami seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah pada kami.” Dua hal ini tidak dapat dipisahkan. Keduanya bagian dari satu prinsip.


Sikap Mengampuni Yang Sungguh-sungguh

Ketika Anda coba mendekat kepada Allah, jika ada sedikit saja ketidaksenangan terhadap saudara atau saudari yang lain, maka percayalah saya, Anda tidak akan tembus kepada Allah. Cobalah dan Anda akan ketahui bahwa kata-kata saya ini benar. Tidak akan tembus sehingga Anda bisa dengan segenap hati berkata, “Aku mengampuni mereka, semua kesalahan mereka seperti Engkau mengampuni semau kesalahan aku, Bapa.” Seperti saya katakan tadi, roh sangat peka. Roh Kudus akan berbicara kepada Anda jika Anda sedang mendengarkan. Roh Allah akan menginsafkan kita, “Doaku belum bisa tembus, ada masalah di sini. Oh ya, saya tidak senang dengan orang ini.” Mungkin Anda baru bertengkar dengan istri atau anak Anda. Coba berdoa setelah itu. Apa bisa tembus? Tidak mungkin sehingga Anda beres dengan mereka dan semuanya bersih di hati – tidak ada kepahitan tetapi sikap mengampuni sungguh-sungguh. Oh! Sekarang Anda bisa tembus. Ini prinsip-prinsip doa yang sangat penting. Abaikan satu saja maka Anda tidak akan bisa tembus.


Selalu Sadar Akan Kelemahan Kita

Dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan.” Prinsip ketujuh dan yang terakhir: Peka terhadap kelemahan kita. Meski telah diampuni tetapi kita harus selalu sadar akan kelemahan kita. Paulus berkata, “ketika kamu menyangka bahwa kamu teguh berdiri, hati-hatilah, karena di saat itulah kamu akan jatuh!” Orang yang dekat dengan Allah sangat sadar akan kelemahannya. Namun di situ terletak rahasia kekuatannya. Ini persis yang dikatakan Paulus di akhir 2 Korintus: “Ketika aku lemah, maka aku kuat. Karena demikian kuasa Allah disempurnakan di dalamku.” Itu hal yang luar biasa. Orang yang dekat dengan Allah juga memiliki kerendahan hati karena dia sadar akan kelemahannya; karena dia juga tahu betapa besarnya kuasa dosa; dia juga tahu betapa besarnya kuasa si musuh. Sebab itulah dikatakan, “Janganlah membawa kami ke dalam pencobaan. Aku tahu aku lemah. Tuhan kuat tapi aku lemah. Jadi, Tuhan, kasihanilah aku dan selamatkan aku.”

Poin ini (‘lepaskanlah kami’) adalah sesuatu yang berlanjutan, yaitu dibebaskan dari kuasa kejahatan. Tiba-tiba sesuatu bisa terjadi ketika Anda tidak berjaga-jaga dan Anda bereaksi dengan cara yang sangat mempermalukan nama Bapa. Ini terjadi kepada Musa, hamba Allah yang hebat itu. Hampir tidak ada yang bisa dibandingkan dengan Musa dalam Alkitab selain Yesus sendiri. Namun, ada satu kali dalam hidupnya, dia tidak tahan lagi dengan bangsa Israel karena terus-menerus membangkitkan amarahnya sehingga tiba suatu saat Musa meledak. Karena hal itu, Musa tidak diizinkan untuk masuk ke tanah perjanjian. Perhatikan, dia tiba-tiba terjebak. Tentu saja, kemurahan Tuhan tetap menyertai Musa sekalipun dia tidak diperbolehkan untuk masuk ke tanah perjanjian. Ingat di kejadian Yesus berubah rupa di atas gunung, Musa diizinkan hadir bersama Yesus. Artinya Allah tidak menolak Musa secara total tetapi dia tidak mendapat izin untuk masuk ke tanah perjanjian. Melalui kejadian ini, kita dapat melihat kemurahan dan kekerasan Allah. Maka kita harus waspada bahwa jika seorang manusia Allah yang perkasa seperti Musa bisa jatuh, apalagi kita.

Itulah ketujuh prinsip yang terdapat dalam poin yang kedua. Mereka merupakan tujuh sisi dari berlian yang sama. Anda tidak bisa mengabaikan satu pun. Jika diterapkan, saya yakin Anda akan dekat dengan hati Allah. Kita sedang berbicara tentang Allah yang hidup. Ada yang berkata, “Apa pentingnya mengenal Alkitab? Untuk apa belajar semua ini? Yang penting menjadi rohani.” Itu sangat benar, hanya perlu menjadi rohani. Namun persoalannya apakah Anda tahu bagaimana menjadi rohani? Apakah Anda dapat menunjukkan jalan bagi orang untuk mendekat kepada hati Allah? Itu sebab kita perlu perhatikan ajaran Yesus dengan teliti. Terdapat golongan Kristen yang sudah begitu rohani di zaman ini terutama di kalangan gereja tertentu sehingga mereka mengatakan bahwa Alkitab tidak mereka perlukan lagi. Saya tidak bermusuhan dengan saudara-saudari kita ini tetapi kita harus berwaspada terhadap kerohanian palsu yang seperti ini. Hal ini menjadi hambatan bagi banyak orang yang rindu mendekat kepada Allah karena mereka tidak tahu jalannya. Ada pula yang berpikir hal ini berhubungan dengan bahasa lidah atau karunia-karunia yang lain. Namun, itu tidak akan berhasil, setidaknya untuk jangka panjang.


(3).  WAKTU

Waktu kita sisa sedikit. Saya akan tutup dengan poin ketiga yaitu mengenai satu hal yang sederhana – waktu. Kita semua ingin mendekat kepada Allah tetapi tidak ingin memberi-Nya waktu. Kita semua orang sibuk. Jadi biar masalah doa diselesaikan dengan cepat. Kita berpikir sendiri, “Alangkah baiknya jika Allah bisa respon dengan cepat. Ketika aku mendekat, Dia langsung dekat dengan aku, maka semua dapat diselesaikan dalam lima menit dan aku merasa enak karena sudah dekat dengan Allah. Namun kenapa Allah begitu lambat? Aku terburu-buru nih. Tolonglah Tuhan, agar dipercepat. Aku sudah tunggu sepuluh menit tetapi masih merasa jauh. Kalau Tuhan masih tidak hadir dalam dua menit lagi aku akan pergi. Di bagian dunia ini, waktu adalah uang, lebih mahal dari emas. Berapa banyak waktu yang Tuhan inginkan dari aku?” Dengan sikap yang seperti ini, lupakan saja berdoa. Jika kita berkata bahwa kita telah menyerahkan hidup kepada Kristus, apakah hidup jika tidak melibatkan waktu? Cara kita memberi Tuhan waktu sering membuktikan kita munafik dalam komitmen kita. Perhatikan ketika menjalankan tujuh prinsip ini sudah mengambil tidak sedikit waktu, bukan? Bergantung kepada kondisi rohani Anda, bagi kasus tertentu membutuhkan tidak lebih dari sepuluh menit sementara kasus yang lain mungkin membutuhkan tiga jam dan itu juga belum tentu cukup. Bagaimana Anda dapat menikmati persekutuan dengan Allah jika harus melihat jam setiap beberapa menit? Itu sangat sulit.

Jadi pilihlah waktu yang tidak mendesak. Jika waktu doa agak singkat di pagi hari karena harus berangkat kerja, maka cari waktu pada saat sore atau malam di mana Anda bisa berdoa tanpa harus terlalu memikirkan waktu. Ketika saya merenungkan kata-kata Yesus di Taman Getsemane beberapa saat sebelum kematiannya, “Tidakkah kamu sanggup berjaga-jaga satu jam dengan Aku?” Ternyata mereka tidak sanggup. Ketika Yesus kembali beberapa saat kemudian mereka sedang tidur nyenyak. Saya memikirkan perasaan Yesus, bahwa ia sedikit lagi akan menyerahkan nyawanya untuk murid-muridnya dan sesungguhnya untuk seluruh dunia. Itu satu-satunya permintaannya kepada murid-muridnya. Bukan berarti doa kita harus satu jam. Bisa lebih singkat atau lebih lama. Pokok di sini adalah kita harus memiliki sikap di mana kita tidak terburu-buru. Hal-hal tertentu membutuhkan banyak waktu. Ketika Yesus memilih murid-muridnya, dia berdoa sepanjang malam (Lukas 6:12).


KESIMPULAN

Kita akan segera selesai. Untuk membantu kita ingat ketiga poin utama ini, kita bisa susunkannya seperti ini:

SAT = Spirit (Roh), Attitude (Sikap hati), Time (Waktu)

Pertama-tama Sikap hati di dalam Roh disertakan dengan Waktu. Hal ini mengingatkan saya tentang Daud. Di 1 Tawarikh 17:16 “Daud duduk di hadapan TUHAN.” Daud sangat mengerti doa. Dia menulis banyak mazmur. Satu cara untuk berdoa yang baik adalah dengan duduk di hadapan Tuhan seperti Daud. Dengan cara ini, Anda lebih relaks. Lutut dan punggung tidak perlu sakit. Lalu berikan seluruh perhatian serta menyelidiki sikap hati Anda. Katakan, “Bapa, aku sudah memahami prinsip-prinsip mendekat kepada-Mu.” Dalam bahasa Inggris, ada pepatah, “bolanya sekarang ada di lapanganmu.”  Sekarang tanggung jawabnya ada pada Anda untuk berbuat sesuatu. Saya percaya tidak seorang pun akan meninggalkan camp ini dan berkata, “Aku tidak tahu bagaimana mendekat kepada Allah karena tidak ada yang beritahu aku. Mereka membahas entah apa…” Kita sedang membahas tentang mendekat kepada Allah di camp ini dan bahwa Allah itu nyata. Anda telah mendengarnya melalui kesaksian-kesaksian dan sekarang Anda mengenal prinsip-prinsipnya. Terapkan semua ini dan Anda akan tahu bahwa Allah itu nyata. Dia adalah Allah yang hidup. Mari kita diam di hadapan Allah dalam doa.

Berikan Komentar Anda: