Pastor Eric Chang | Manusia Baru (21) |
Dalam pesan ini, kita akan melihat empat hal yang dapat menimbulkan dosa di dalam proses pembaruan.
Alasan Pertama: Daya Tarik Dunia
Seorang “manusia baru” yang masih muda secara rohani cenderung terpikat oleh hal–hal yang kasat mata. Ini merupakan satu alasan umum timbulnya dosa dalam proses pembaruan. Mereka mungkin tidak berniat untuk berbuat dosa, tetapi mereka tertarik pada sesuatu yang bersifat dangkal karena kurangnya kedewasaan.
Semua anak kecil menyukai mainan, mulai dari yang berusia dua tahun, sepuluh tahun—atau bahkan yang lima puluh tahun. Ya, lima puluh tahun! Masukilah toko mainan dan lihatlah sendiri. Beberapa toko mainan menjual mainan khusus yang dirancang untuk orang dewasa. Mereka menambah gengsi mainan itu dengan menyebutnya “pesawat model” yang harus Anda rakit sendiri. Mainan–mainan itu sangat mengasyikkan! Ada pesawat model yang bermesin dan dapat terbang dan dikendalikan dengan radio-kontrol. Pernahkah Anda melihat anak usia sepuluh tahun yang memainkan pesawat model jenis ini? Mereka yang berusia tiga puluhan atau bahkan lima puluhan tahun yang lebih sering memainkannya. Jika Anda bercakap-cakap dengan mereka, mereka akan berkata, “Ini mainan anak saya.” Tentu saja, si anak tidak pernah mendapat kesempatan memainkannya karena sang ayah tidak ingin anaknya menubrukkan pesawat itu ke tanah. Jadinya, sang ayahlah yang menikmati mainan yang mahal ini. Mengapa tidak? Sangat mengasyikkan.
Mereka yang belum dewasa secara rohani mudah tertarik pada mainan–mainan yang ada di dunia. Jika Anda mengira bahwa Anda tidak seperti itu, cobalah masuk ke sebuah pusat perbelanjaan dan amati reaksi Anda sendiri. Dunia memiliki begitu banyak mainan yang memikat hati. Beberapa waktu yang lalu, saya melihat iklan sebuah kamera yang dapat berbicara. Saat Anda akan menekan tombol, ia mungkin akan berkata, “Terlalu gelap”. Atau, “Tidak terfokus”. Jika sudah mencapai bagian terakhir dari film, ia akan berkata, “Film sudah habis.” Kamera terkini bahkan tidak perlu berbicara; ia secara otomatis mengatur segalanya bagi Anda. Anak berusia sepuluh tahun tidak mampu membeli mainan seperti ini, tetapi barangkali ayahnya bisa.
Ada juga arloji yang dilengkapi televisi. Saat bepergian dengan bus Anda dapat menghidupkan televisi di arloji Anda dan menikmati acara yang Anda sukai. Untuk mendapatkan suaranya, Anda bisa memakai earphone. Ini mainan yang sangat mengasyikkan. Tentu saja, Anda harus mengeluarkan $500, yang tak terjangkau oleh anak–anak berusia 20-an, tetapi tidak masalah bagi anak–anak berusia 50-an.
Bagaimana dengan orang Kristen? Ia juga terpesona dengan arloji televisi! Ia membuka dompetnya dan berkata sendiri, “Aduh, lima ratus dolar? Tapi sekali–sekali bolehkan?”
Sesudah membayar $500, hati nurani Anda mulai mengusik Anda. Tiba–tiba Anda menyadari bahwa Anda telah memboroskan banyak uang untuk membeli suatu mainan. Lalu, Anda teringat bahwa saudara anu masih belum membayar uang sekolahnya, tetapi di sini Anda sedang menghamburkan uang $500 untuk airloji televisi.
Seringkali orang Kristen yang masih muda secara rohani berbuat dosa karena ia masih terpikat pada dunia. Dunia memiliki segalanya, mulai dari peralatan canggih sampai ke permainan elektronik. Anda tinggal menyebutkannya. Ada saja yang dapat ditawarkan kepada setiap orang di setiap kesempatan. Dunia tahu bagaimana caranya mengisi waktu Anda selama 24 jam sehari.
Oleh karena belum dewasa secara rohani, kita terpesona pada mainan–mainan yang diayun–ayunkan dunia di depan mata kita. Di dalam proses pembaruan, kita berhadapan dengan godaan yang memikat dari berbagai mainan terkini yang diiklankan di mana-mana untuk memacu imajinasi kita; peralatan baru dikembangkan pada tingkat dan kecepatan inovasi yang sangat mengagumkan.
Perhatikan perangkat komputer yang sekarang ini sudah ada di mana–mana. Model–model terbaru bermunculan silih berganti sedemikian cepatnya. Televisi “resolusi tinggi” model terbaru, dengan layar datarnya yang semakin lama semakin lebar sudah menjadi barang umum sekarang. Beberapa orang memiliki dua atau bahkan tiga set televisi. Jika mereka mau, mereka dapat menonton dua atau tiga acara sekaligus!
Peralatan berteknologi tinggi seperti komputer memang sangat berguna dan pada zaman ini sangat diperlukan. Ini memberikan keterpesonaan dengan mereka semacam legitimasi, termasuk di pikiran orang-orang Kristen. Alangkah baiknya jika kita memberi perhatian pada peringatan Paulus bahwa kita harus bersikap seperti orang-orang yang
“…mempergunakan barang-barang duniawi seolah-olah sama sekali tidak mempergunakannya. Sebab dunia seperti yang kita kenal sekarang akan berlalu.” (1Kor 7:31).
Keterpesonaan dengan mainan-mainan dunia telah menyebabkan kejatuhan banyak orang Kristen. Mereka terjerat oleh pernik–pernik mainan itu dan mereka tidak punya waktu lagi untuk hal–hal yang rohani. Siapa yang mau membaca Alkitab kalau Anda dapat menonton kungfu? Sekarang ada kungfu Cina, kungfu Jepang, kungfu Korea, dan bahkan ada Rambo Amerika yang, setidaknya di dalam film, tampaknya menguasai semua jenis kungfu! Bagaimanapun juga, sangat menyenangkan melihat orang–orang berterbangan melintasi tembok dan berlari di atas atap (seperti di film-film kungfu Cina). Alkitab tampaknya kurang menarik.
Dunia menjerat kita dengan barisan mainannya yang memakan perhatian kita. Ini merupakan salah satu dari banyak bahaya yang mengancam proses pembaruan, menyebabkan orang Kristen terjatuh. Yohanes berkata,
“Jika seseorang mencintai dunia, kasih Bapa tidak ada di dalam dia.” (1Yoh 2:15).
Dunia memiliki cara yang halus untuk menjerat kita. Kita tidak jatuh cinta kepada dunia dalam seketika. Pelan-pelan, tetapi secara berterusan, dengan menggunakan sejumlah umpan yang kecil-kecil, dunia mengumpan kita ke dalam jebakan yang tiba-tiba mengatup. Kita bisa saja secara pelan-pelan dan secara halus dipikat untuk mencintai dunia tanpa kita menyadarinya.
Alasan Kedua: Ketidakmampuan untuk Membedakan yang Baik daripada yang Jahat
Yang kedua, kita berbuat dosa di dalam proses pembaruan karena kita tak dapat membedakan yang baik dari yang jahat. Bahaya ini khususnya sangat besar bagi mereka yang masih muda di dalam imannya. Inilah yang terjadi kepada jemaat di Korintus, yang mengalami kesulitan untuk membedakan yang baik dari yang jahat. Ibrani 5:13-14 berkata,
“Sebab, orang yang hidup dari susu adalah orang yang belum berpengalaman dalam memahami ajaran tentang kebenaran, ia masih bayi. Akan tetapi, makanan padat adalah untuk orang-orang yang sudah dewasa, yaitu mereka yang sudah melatih indra mereka untuk membedakan apa yang baik dan yang jahat.”
Orang Kristen yang masih bayi hidup dari “susu” (pengajaran dasar dari firman Allah) dan tidak terlatih dalam “ajaran tentang kebenaran”. Alkitab berisi susu dan juga makanan keras. Orang Kristen yang masih muda membutuhkan susu sedangkan yang dewasa, sesuai dengan kemampuannya, mencerna makanan keras. Mereka yang masih hidup oleh susu merupakan mereka yang belum bertumbuh sampai ke titik di mana mereka mampu mencerna ajaran tentang kebenaran; secara rohani mereka masih belum dewasa dan tidak dapat membedakan yang baik dan yang jahat.
Jika kita tidak segera bertumbuh meninggalkan tahap bayi dan menjadi dewasa, jika kita tidak bertumbuh meninggalkan tahap meminum susu ke tahap memakan makanan padat, kita mungkin tidak akan bertahan di dalam kehidupan rohani. Mengapa? Karena kita tidak dapat membedakan yang baik dari yang jahat, membedakan apa yang baik bagi kita dan apa yang fatal bagi kita. Seorang bayi yang masih meminum susu tidak tahu perbedaan di antara hewan-hewan piaraan keluarga dan serigala yang masuk mencari makanan—yaitu si bayi itu sendiri.
Membedakan yang baik daripada yang jahat merupakan persoalan hidup dan mati. Atas alasan ini, bertumbuh dari tahap bayi rohani ke tahap kedewasaan bukanlah sesuatu yang dapat diabaikan, melainkan suatu keharusan mutlak. Namun, mengherankan sekali, terdapat pemimpin-pemimpin Kristen hari ini yang tidak mengetahui kebenaran ini sehingga mereka menganggap studi yang mendalam akan Alkitab sebagai sesuatu yang tidak perlu, berlebih-lebihan, dan membuang-buang waktu! Menurut mereka, pembacaan Alkitab yang “sederhana” sudah cukup! Menurut mereka, yang kita perlukan hanyalah susu—itu memang benar, tetapi hanya bagi bayi!
“Makanan padat” yang dibicarakan di surat Ibrani tidaklah mudah untuk dicerna, terutamanya bagi bayi-bayi yang tidak dapat mencerna kebenaran alkitabiah yang lebih mendalam. Ini tidak bermakna mereka tidak perlu bertumbuh dari tahap minum “susu”. Sebaliknya, sangat urgen bagi mereka untuk bertumbuh dan menjadi dewasa di dalam Kristus jika mereka tidak mau berakhir menjadi korban karena kurangnya kemampuan untuk membedakan.
Banyak gereja tidak dapat menyediakan “makanan padat”
Faktanya adalah banyak gereja tidak dapat menyediakan sesuatu yang lebih daripada susu, karena bahkan para pemimpin mereka tidak dapat menangani “makanan keras” dari “firman kebenaran”. Konsekwensi bagi gereja-gereja sedemikian seringkali amat tragis: jemaat mereka tidak dapat bertumbuh melewati tahap bayi. Akibatya, jemaat menjadi lemah karena makanan rohani yang diperlukan untuk pertumbuhan selanjutnya tidak tersedia. Lagi pula, seringkali mereka tercerai-berai dan diancam oleh “serigala yang buas” (Kis 20:29; Mt.7.15) yang tidak dapat mereka bedakan. Mereka bahkan tidak memiliki kekuatan untuk melawan
Sedihnya, banyak pemimpin gereja yang tidak dilatih dengan baik dalam hal pengajaran, eksegesis, dan eksposisi firman Allah. Beberapa orang sama sekali tidak mempunyai pelatihan, jadi mereka tidak dapat berbuat banyak kecuali mencoba untuk menyediakan sedikit susu encer dan berharap agar gereja entah bagaimana dapat bertahan hidup.
Persoalan ini diperumit lagi apabila para pemimpin dan pengajar ini berusaha membenarkan ketidakmampuan mereka untuk memberi makan kepada jemaat dengan argumen bahwa ajaran “sederhana” yang mereka berikan sebenarnya merupakan segala yang dibutuhkan. Jadi gereja-gereja mereka ditelantarkan tanpa harapan untuk bertumbuh melewati tahap bayi. Mereka tidak punya harapan untuk mencapai tahap di mana mereka mulai mengembangkan kemampuan untuk membedakan dan juga memupuk “pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik daripada yang jahat” (Ibr 5:14).
Konsekwensi serius dari kurangnya kemampuan untuk membedakan
Paulus harus berurusan dengan kekurang-mampuan yang serius dalam membedakan yang benar daripada yang salah ini di kalangan jemaat di Korintus. Ia berkata kepada mereka:
“Sebab, kamu sabar saja ketika seseorang datang dan memberitakan tentang Yesus yang lain, yang berbeda dengan yang kami beritakan, atau ketika kamu menerima roh yang berbeda, yang belum pernah kamu terima, atau injil lain yang belum pernah kamu terima.” (2Kor 11:4)
Jemaat di Korintus masih belum bertumbuh meninggalkan tahap bayi. Itulah alasannya mengapa sang rasul berkata, “Aku memberi kamu minum susu, bukan makanan, karena kamu belum mampu, bahkan sekarang kamu juga belum mampu” (1Kor 3:2). Jadi, ketika ada orang datang dan mengajarkan tentang Yesus atau Injil yang berbeda, mereka tidak dapat membedakannya. Mereka tidak dapat membedakan Injil yang satu dari yang lain, Yesus yang satu dari yang lain, rasul yang satu dari yang lain; demikian juga mereka tidak dapat membedakan yang baik daripada yang jahat, yang benar daripada yang palsu. Ini membuat mereka rawan terhadap tipuan dan malapetaka rohani.
Orang Kristen di tahap bayi mudah tertipu
Paulus menunjukkan kerentanan mereka sebagaimana yang terbukti oleh sifat mereka yang mudah tertipu. Jika seseorang menyatakan dirinya seorang “rasul-super-hebat” (2Kor 11:5), berbicara yang hebat–hebat seolah-olah dirinya sangat penting, kamu mau mendengarkannya karena terpikat oleh daya tarik dan karismanya” (lihat ay.4,13). Sebagai tanggapan, sang rasul membantah,
Menurutku, aku tidaklah kurang dari para rasul luar biasa itu. Walaupun aku tidak pandai dalam hal perkataan, tetapi tidak demikian dalam hal pengetahuan, karena dengan berbagai cara, kami telah menunjukkannya kepadamu dalam segala hal. (2Kor 11:5-6)
Pasal 11 dan 12 memberitahu kita apa yang telah terjadi. Beberapa pengajar licik yang berkarisma mengajarkan Injil yang berbeda, dan gaya bicara mereka yang memikat telah menjatuhkan orang–orang Korintus. Paulus, setelah mengakui bahwa cara bicaranya tidak sehebat para pengajar yang super fasih ini, melanjutkan dengan meratapi keadaan bahwa, “Kamu bersabar, jika ada orang yang memperhamba kamu, menelan kamu, mengambil keuntungan atas kamu (misalnya, memeras uang), meninggikan dirinya, atau menampar wajahmu.” (ay.20).
Lalu, ia menambah dengan nada sarkastis, “Dengan sangat malu aku harus mengatakan bahwa kami terlalu lemah untuk hal itu!” (ay.21). Apa artinya ini? Paulus sedang berkata, “Di hadapan kalian kami bertindak sopan dan ramah, tidak berlagak sebagai tuan atau memerintah kesana–kemari. Dan kalian meremehkan kami karena itu. “Rasul–rasul super” ini datang dengan gaya yang megah dan meninggikan diri, menyemburkan perintah kesana-kemari dan menuntut apa saja yang mereka inginkan dan kalian dengan penuh kerelaan tunduk di bawah “otoritas” orang-orang sedemikian.
Sangat menakjubkan jika kita melihat orang–orang yang berlagak sok penting, tetapi justru mendapat penghormatan karena itu. Hitler berteriak dan menjerit, tetapi berjuta–juta orang memuja dan mematuhi setiap kehendaknya. Mereka dengan penuh semangat memberi salut kepadanya dengan seruan “Heil! Heil!”
Paulus sedang mengatakan kepada jemaat di Korintus, “Ketika orang memperhambakan kamu, kamu sabar menanggungnya. Namun, ketika kami datang dengan rendah hati, kalian meremehkan kami.” Orang–orang di Korintus tidak dapat membedakan yang baik daripada yang jahat, yang benar daripada yang salah. Orang–orang yang tidak memiliki kemampuan untuk membedakan yang baik daripada yang jahat akan dengan mudah tertipu dan diperdaya oleh perilaku duniawi, belum lagi ajaran palsu.
“Rasul–rasul super” itu mendapatkan uang dari jemaat Korintus (2Kor 11:7). Itu sebabnya mengapa Paulus menulis, “Apakah aku berbuat salah, jika aku merendahkan diri untuk meninggikan kamu, karena aku memberitakan Injil Allah kepada kamu dengan cuma-cuma?” Paulus menolak untuk menerima uang dari mereka. Namun, ketika “rasul–rasul super” itu datang dengan membawa kotak persembahan, orang–orang Korintus dengan penuh semangat melepaskan uang mereka. Paulus terlalu “bodoh” untuk berbuat seperti itu, jadi orang Korintus meremehkan dia.
Orang Kristen yang tidak dewasa berpikir secara duniawi
Mentalitas duniawi seringkali menyimpang dan aneh: Orang yang rendah hati dipandang meremehkan diri sendiri dan mengundang sikap tidak respek. Sementara itu, orang yang membuat banyak tuntutan dipandang memiliki otoritas; semakin besar tuntutan yang dibuat, semakin besar otoritas yang diungkapkan. Pernahkah Anda memperhatikan bagaimana banyak pengkotbah menggunakan kalimat, “Aku mau kamu (mengangkat tangan, maju ke depan, dst)” atau, jika kata-kata tersebut tidak digunakan, mereka berbicara dengan nada yang memerintah atau berperilaku dalam cara yang penuh otoritas? Betapa pentingnya untuk memiliki kemampuan untuk membedakan, kalau tidak, kita akan mengusir rasul Paulus dan mengundang masuk beberapa “rasul super” yang sok penting dan mengakibatkan kerusakan kekal.
Orang Kristen yang duniawi masih berpikir menurut pola pikir duniawi dan masih memeluk nilai–nilai duniawi. Dengan demikian, mereka mudah terpikat dengan cara–cara duniawi dalam melakukan sesuatu, terutamanya jika hal-hal itu dilakukan dengan cara yang hebat dan mengesankan. Oleh karenanya, ia sangat gampang diperalat oleh orang–orang dunia yang cerdik di dalam gereja, apa lagi jika mereka menampilkan diri sebagai “rasul” atau “rasul-super” yang memukau. Berjaga-jagalah! Terdapat juga beberapa orang di gereja sekarang yang tidak ragu-ragu memanggil diri mereka “rasul”, seperti yang pernah saya sendiri saksikan.
Akibat dari kurangnya kemampuan membedakan hal–hal rohani dapat menimbulkan bencana yang sangat besar, seperti halnya dengan jemaat di Galatia, yang menerima teguran berikut dari sang rasul,
“Aku heran, betapa cepatnya kamu meninggalkan Dia, yang memanggilmu melalui anugerah Kristus, dan berbalik kepada injil yang lain.” (1:6).
Alasan Ketiga: Kebiasaan Berpikir yang Lama
Yang ketiga, orang Kristen berbuat dosa karena mereka masih memiliki kebiasaan berpikir yang lama, yang telah mendarah daging di dalam mereka. Kebiasaan bukan hal yang mudah dipatahkan. Pada waktu pertama kali menjadi Kristen, Anda cenderung berpikir dengan pola pikir non-Kristen. Kebiasaan berpikir yang lama disingkirkan melalui proses pembaruan yang berangsur-angsur.
Kolose 3:9 berkata, “Kamu telah menanggalkan manusia lama” (waktu lampau) sedangkan Efesus 4:22 berkata, “kamu… harus menanggalkan manusia lama” (sekarang). Sepertinya ada kontradiksi. Jika Anda sudah menanggalkan manusia lama, mengapa masih terus menanggalkan manusia lama? Alasannya adalah karena walaupun manusia lama telah ditanggalkan pada baptisan saat kita mati bersama-sama dengan Kristus dan dikuburkan bersama-sama dengan dia, tetapi cara hidup lama dari manusia lama itu terus hidup di dalam kebiasaan-kebiasaan lama pikiran kita. Ini berarti manusia lama masih aktif melalui cara berpikir yang lama itu. Inilah yang perlu “ditanggalkan”; dan inilah juga alasannya mengapa ayat selanjutnya segera mengatakan “supaya kamu dibarui di dalam roh pikiranmu” (Ef 2:23).
Di ayat yang sama (Kol 3:9), Paulus berkata, “Janganlah lagi kamu saling mendustai.” Tentunya kita tidak berharap manusia baru akan berdusta, bukankah demikian? Lalu, mengapa harus ada perintah untuk tidak lagi saling mendustai? Persoalannya adalah karena pada waktu mereka masih merupakan “manusia lama”, yaitu pada waktu mereka belum menjadi Kristen, mereka memiliki kebiasaan berdusta. Apakah itu dusta besar ataupun “dusta dengan maksud baik”, mereka memiliki kebiasaan untuk berpikir dan bertindak serupa dengan dunia. Berdusta merupakan cara hidup orang dunia, terutama dalam dunia usaha. Beberapa waktu yang lalu, seseorang berkata kepada saya bahwa jika Anda berhenti berbohong, Anda akan segera bangkrut. Di tengah dunia bisnis yang amat kompetitif, kita diberitahu bahwa orang tidak dapat bertahan kalau tidak berbohong. Pengusaha mendapat untung yang lebih besar karena dusta; maka jika Anda tidak berdusta, Anda berada dalam keadaan yang merugikan.
Pada saat orang menjadi Kristen, kebiasaan berdusta masih begitu mendarah daging sehingga mereka berdusta tanpa berpikir panjang. Ketika Paulus berkata, “Janganlah lagi kamu saling mendustai,” ia sedang menyuruh mereka untuk mematikan kebiasaan berdusta yang lama itu. Kebiasaan lama sangatlah mengotot, tetapi ia akan menghancurkan kita jika kita tidak menanggalkannya.
2 Petrus 2:22 mengutip sebuah peribahasa, “Babi yang telah dibersihkan, kembali lagi berkubang di lumpur”. Apa aplikasi dari ayat ini? Seperti babi yang menikmati kubangan lumpurnya, beberapa orang Kristen berbalik ke “kubangan” mereka karena dorongan kebiasaan. Bukan maksud Petrus untuk menghina orang Kristen dengan perbandingan seperti itu. Namun, ia memberi peringatan keras bahwa jika cara pikir kita tidak berubah, kita akan ditarik kembali ke kubangan dan kekotoran cara hidup yang lama walaupun kita sudah pernah dibersihkan melalui “permandian kelahiran baru” (Tit 3:5). Petrus memperingatkan tentang bahaya besar yang mengancam beberapa orang yang terkandas dalam proses pembaruan sehingga
“mereka akan menjadi lebih buruk daripada sebelumnya. Akan lebih baik jika mereka tidak pernah mengenal jalan kebenaran itu, daripada setelah mengenalnya mereka berbalik dari hukum suci yang sudah diberikan kepada mereka.” (ay.20,21).
Ada sebuah cerita tentang seekor babi yang mengunjungi sebuah rumah mewah yang dihiasi lampu-lampu kristal dan lukisan–lukisan mahal. Si babi berjalan memasuki rumah mewah ini dan menginjak-injak karpet-karpet mahal—buatan Afghanistan, Persia dan China. Namun, babi ini tidak terpikat pada karpet-karpet dan lukisan-lukisan di dinding. Ia langsung berjalan ke dapur. Herannya lagi, ia tidak mempedulikan lemari es yang penuh dengan makanan lezat dan terus melangkah ke pintu belakang. Ketika ia menemukan sebuah tong sampah, air liurnya menetes. Sesudah berpesta makan sampah, si babi pulang ke rumahnya. Tuan empunya babi ini bertanya kepadanya, “Apa yang kau lihat di rumah mewah itu? Lukisan-lukisan indah dan lampu-lampu kristal?” Babi itu menjawab, “Lukisan apa? Lampu kristal apa? Hanya sampahnya yang enak.”
Tatkala orang datang ke gereja, apa yang mereka cari? Keindahan Kristus? Kebenaran Kristus? Semoga iya. Akan tetapi, sedihnya, terdapat beberapa orang kelihatannya hanya berminat pada sampah. Mereka adalah penikmat sampah di gereja, orang-orang yang suka bergosip dan memfitnah, yang kebiasaan akal budinya masih belum berubah.
Satu Kebiasaan Buruk Dapat Menghancurkan Anda
Satu kebiasaan buruk saja cukup untuk menghancurkan kehidupan Anda jika Anda tidak menyingkirkannya. Seorang ahli filsafat berkebangsaan Arab menggambarkan hal ini dengan sebuah perumpamaan nyata yang diambil dari pengalaman hidupnya. Ia menjual rumahnya dengan harga yang sangat rendah, tetapi dengan satu syarat: “Saya tetap memegang hak pemilikan atas sebuah paku yang terletak di lantai atas di rumah ini. Paku itu akan tetap menjadi milik saya dan saya berhak serta bebas untuk mengunjunginya kapan pun saya kehendaki. Saya bisa datang kapan-kapan saja untuk melihat atau menggosoknya. Hanya dengan syarat ini akan saya menjual rumah saya dengan harga ini.”
Harga yang dia tawarkan begitu menarik dan tidak lama kemudian seseorang membeli rumah itu darinya. Seperti yang sudah disepakati, penjual memegang hak pemilikan atas paku tersebut, dan boleh datang dan pergi kapan pun ia kehendaki. Walaupun secara resmi ia tidak lagi memiliki rumah itu, dalam kenyataannya ia tetap memilikinya karena ia mempunyai kebebasan yang tidak terbatas untuk keluar-masuk rumah itu. Hal ini mengilustrasikan satu pokok yang penting: Jika Anda mempertahankan satu kebiasaan dosa dalam hidup Anda, dosa akan terus menguasai hidup Anda.
Alasan Keempat: Ketidaktahuan
Yang keempat, orang-orang Kristen berbuat dosa karena mereka tidak punya pengetahuan akan banyak perkara rohani. Orang Kristen yang masih muda secara khusus biasanya kurang memahami ajaran Alkitab dan tidak punya pengetahuan tentang kehendak Allah saat berhadapan dengan pelbagai situasi dalam kehidupannya. Itu sebabnya mengapa Paulus berkata,
“Saudara-saudara, kami tidak mau kamu tidak mengetahui tentang…” (1Tes 4:13).
Jemaat di Korintus ternyata merupakan jemaat yang paling tidak dewasa dari semua jemaat yang ditangani Paulus. Kepada merekalah Paulus berulangkali berkata, “Tidak tahukah kamu?” Pertanyaan ini muncul sepuluh kali dalam surat 1 Korintus, tetapi hanya dua kali di keseluruhan tulisannya yang lain. Jemaat di Korintus begitu kurang berpengetahuan akan hal–hal rohani sehingga mereka jatuh ke dalam berbagai macam dosa seperti perpecahan, dan bahkan mengambil bagian dalam Perjamuan Kudus dengan cara yang salah sehingga menjadi berdosa terhadap tubuh dan darah Kristus (1Kor 11:27). Orang-orang Kristen yang baru harus berjaga-jaga jika mereka ingin menghindar dari kejatuhan ke dalam berbagai kesalahan serius dan dosa.
Inilah alasannya mengapa begitu esensial untuk menyelami nasihat sang rasul,
“Biarlah perkataan Kristus tinggal di dalam kamu dengan melimpah…” (Kol 3:16).
Kita perlu mengizinkan firman Kristus untuk hidup di dalam hati kita secara dinamis dan berkelimpahan. Agar hal ini dapat direalisasikan, kita perlu mengetahui firman-Nya dan mengetahuinya secara mendalam dan dengan penuh kejelasan. Bagaimana hal ini dapat dicapai, melainkan seperti Pemazmur, kita bersedia untuk meluangkan waktu yang panjang untuk merenungkan firman Allah (Mzm 119:148)? Mengapa Pemazmur melakukan hal ini? Ia sendiri memberikan penjelasannya,
“Di dalam hatiku, aku menyimpan firman-Mu, sehingga aku takkan berdosa terhadap-Mu.” (Mzm119:11).
Dosa Akan Menghancurkan Anda
Kita sudah melihat empat alasan mengapa seorang Kristen, khususnya yang masih baru, dapat jatuh ke dalam dosa di dalam proses pembaruan. Anda bisa saja benar–benar telah dilahirkan kembali, tetapi kemudian jatuh ke dalam dosa. Sangat penting bagi Anda untuk bertobat secepatnya kapan pun dosa telah dilakukan. Ia yang tidak segera bertobat akan merasakan kebutuhan untuk menutup–nutupinya. Namun, dosa yang disembunyikan memiliki kecenderungan untuk bertumbuh bertambah besar seperti kanker yang tersembunyi, dan akhirnya menghancurkan orang yang memeliharanya.
Untuk lebih menegaskan tentang seriusnya masalah ini, saya akan menutup pesan ini dengan sebuah kisah nyata. Sekitar empat puluh tahun yang lalu di Amerika Serikat, ada seorang pendeta yang dihormati—yang sudah menikah—mulai menyukai seorang gadis yang memimpin paduan suara di gereja. Ia mulai menjalin hubungan dengan gadis ini. Pada awalnya tidak terlihat ada yang salah dengan hubungan ini, tetapi hubungan ini terus bertumbuh makin lama makin dalam sehingga akhirnya mereka berselingkuh. Mereka sudah terlibat sedemikian jauhnya sehingga, pada suatu hari, kegawatan dari situasi ini mulai membuka mata sang pendeta. Perselingkuhan ini sangat berpeluang untuk terungkap. Jika hal ini tersiar, bagaimana dia, seorang pendeta, dapat menanggung malunya? Bagaimana ia dapat menanggung malu di hadapan istri dan anak-anaknya jika mereka tahu bahwa perselingkuhan ini sudah berlangsung selama beberapa tahun?
Lalu, terjadi hal yang lebih buruk lagi: gadis itu hamil. Bagaimana ia dapat menutupi perkara ini sekarang? Bagaimana akhir dari kisah yang memalukan ini? Karirnya, kehidupan keluarganya dan reputasinya berada di hujung tanduk. Lagi pula, berapa banyak orang non-Kristen yang akan merasa jijik dan tersandung ketika mereka mengetahui bahwa seorang pendeta telah jatuh ke dalam dosa yang begitu keji? Konsekwensinya sudah tak terhitungkan lagi.
Anda lihat, semua ini berawal dari sesuatu yang kecil sekali, seperti paku di dalam rumah. Semakin ia berusaha untuk menutup–nutupi perkara ini, persoalannya malah menjadi semakin besar. Daripada mengakui dosanya dan menghentikannya dengan segera, ia membiarkan dosa itu bertumbuh sampai tak terkendali.
Tahukah Anda, apa yang dilakukan oleh pendeta itu? Ia membunuh si gadis! Sangat memuakkan, bukankah demikian? Seorang pendeta yang melakukan perzinahan dan kemudiannya melakukan pembunuhan! Ia berharap dengan membunuh si gadis akan dapat mengakhiri segala akibat yang menakutkan dari perbuatan dosanya. Namun, firman Allah berkata, “pasti dosamu akan mengejar dan menimpamu.” (Bil 32:23 FAYH). Allah tidak akan membiarkan dosa tetap tersembunyi dan tidak berbalas. Akhirnya, sebagaimana yang selalu terjadi, semuanya terungkap dan tersebar luas di surat kabar.
Dosa harus diakhiri secepatnya melalui pertobatan. Setiap upaya untuk menutupinya hanya akan memperparah keadaan. Dosa akan menjadi lebih sukar untuk ditangani, dan akhirnya membawa kehancuran.
Dengan takut dan gentar, kita harus memahami bahwa para pendeta dan penginjil yang berbuat dosa dan tidak bertobat tidak akan luput dari penghakiman Allah. Jangan pernah mengira bahwa mereka dapat berbuat dosa tanpa menerima hukuman, atau bahwa mereka akan tetap selamat dari api neraka yang mengerikan. Dalam kenyataannya, justru karena mereka adalah para penginjil dan pendeta, maka mereka akan dihakimi dengan lebih keras. Kristus Yesus yang akan menjadi hakim pada Hari Penghakiman itu (2Tim 4:1) telah memperingatkan kita,
“Setiap orang yang diberi banyak, dituntut banyak. Dan, mereka yang dipercayakan lebih banyak akan dituntut lebih banyak lagi.” (Luk 12:48).