Pastor Eric Chang | Lukas 14:25-33 |

Apa syaratnya menjadi seorang Kristen? Mari kita baca Lukas 14:25-33:

Pada suatu kali banyak orang berduyun-duyun mengikuti Yesus dalam perjalanannya. Sambil berpaling ia berkata kepada mereka: “Jikalau seorang datang kepadaku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi muridku. Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut aku, ia tidak dapat menjadi muridku. Sebab siapakah di antara kamu yang kalau mau mendirikan sebuah menara tidak duduk dahulu membuat anggaran biayanya, kalau-kalau cukup uangnya untuk menyelesaikan pekerjaan itu? Supaya jikalau ia sudah meletakkan dasarnya dan tidak dapat menyelesaikannya, jangan-jangan semua orang yang melihatnya, mengejek dia, sambil berkata: Orang itu mulai mendirikan, tetapi ia tidak sanggup menyelesaikannya.

Atau, raja manakah yang kalau mau pergi berperang melawan raja lain tidak duduk dahulu untuk mempertimbangkan, apakah dengan sepuluh ribu orang ia sanggup menghadapi lawan yang mendatanginya dengan dua puluh ribu orang? Jikalau tidak, ia akan mengirim utusan selama musuh itu masih jauh untuk menanyakan syarat-syarat perdamaian. Demikian pulalah tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi muridku.


Yesus T
idak Takut Disalahpahami

Kutipan tadi berisi kata-kata yang tegas dan penuh kuasa dari Yesus! Saat itu orang banyak sedang mengikuti Yesus, mereka tentunya sangat berisik. Setiap kerumunan orang biasanya sangat riuh, dan seorang pengkhotbah yang dikerumuni orang sebanyak itu mungkin akan berpikir, “Wah, saya terkenal sekarang! Saya sukses besar! Lihat kerumunan orang-orang ini!” Namun Yesus melakukan suatu hal yang justru berpeluang besar akan membubarkan kerumunan itu. Ia berkata, “Barangsiapa di antara kalian yang datang padaku dan tidak membenci ayah, ibu, istri, anak dan saudara-saudaranya, ia tidak dapat menjadi muridku. Engkau bisa saja masuk di dalam kumpulan banyak orang ini, engkau bisa saja ikut bersemangat, tetapi engkau tidak dapat menjadi muridku.”

Terdapat dua perumpamaan dalam kutipan hari ini. Perumpamaan tentang pembangunan menara (ayat 28-29), dan perumpamaan tentang raja yang akan maju berperang (ayat 31-32). Bagian yang sejajar dengan ayat-ayat ini ada di Matius 10:38-39. Saya ingin langsung membahas isi kedua perumpamaan itu, akan tetapi kita harus terlebih dahulu memahami kata-kata penuh kuasa yang disampaikan oleh Yesus ketika berbicara kepada kerumunan orang yang mengikutinya.

Perhatikan baik-baik ucapan yang disampaikan oleh Yesus di ayat 26, “Jikalau seorang datang kepada-ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan…” Kata-kata yang sangat tegas! Siapa yang berani berbicara seperti itu? Membenci ayah dan ibu? Saya tidak akan mengencerkan kata-kata tersebut. Yesus sungguh luar biasa karena ia tidak takut menggunakan kata-kata seperti itu. Dia tidak takut jika ada orang yang salah paham, padahal kata-kata seperti ini mudah sekali disalah-pahami, bukankah begitu? Dan kita seringkali tergoda untuk menyisipkan kata-kata kita sendiri di sini untuk membuatnya kedengaran lebih lunak.

Bagi Anda yang pernah belajar di Inggris, di lembaga-lembaga pendidikan di Inggris, Anda harus mewaspadai satu hal penting. Tahukah Anda apa kebiasaan dari cendekiawan Inggris? Mereka menyusun satu kalimat, lalu mereka memodifikasi pernyataan mereka, dan tindakan ini bisa diulang-ulang sehingga pada akhirnya Anda bisa kehilangan patokan tentang hal apa yang sedang mereka nyatakan. Anda yang sering membaca buku-buku karangan dari cendekiawan Inggris akan dapat melihat hal ini. Mereka begitu takut akan disalahpahami dan akibatnya mereka terus saja memodifikasi dan membatasi kalimat mereka. Mereka sering mengucapkan kata-kata, “mungkin”, “bisa jadi”, “berpeluang”, “dapat saja”, sekalipun pernyataan yang dibuat seharusnya memunculkan ketegasan. Satu ketika, seorang saudara yang sedang membaca sebuah buku semacam itu berkata, “Buku ini benar-benar tidak bisa dibaca!” Di setiap bagian dalam buku itu, ia selalu menemukan kata-kata “mungkin”, “bisa jadi” dan “bisa saja”. Si penulis tampaknya tidak berani menyatakan sesuatu hal dengan tegas. Ketika Anda mendapati suatu pernyataan yang tampaknya sangat meyakinkan dan seharusnya disampaikan dengan kata-kata yang mengandung penegasan seperti kata “jadi, demikianlah halnya” atau “tentunya begini”, tetapi Anda akan kecewa karena si cendekiawan Inggris justru akan menyatakannya dengan kata-kata, “mungkin bisa begini” atau “bisa jadi”. Namun bagi Yesus, dia tidak takut orang akan salah paham dengan pernyataannya di ayat 26. Ini sangat menarik. Mengapa menarik? Karena Yesus tahu bahwa orang yang mengasihi kebenaran, yang berkomitmen kepada kebenaran, akan dapat memahami apa maksud ucapannya. Mereka tidak akan mempermasalahkan kata-kata yang diucapkannya karena mereka tahu apa yang dimaksudkan olehnya. Dapatkah Anda memahami apa maksud Yesus, atau mungkin Anda malah mempermasalahkan firmannya? Inilah hal pertama yang ingin saya sampaikan. Yesus tidak pernah kuatir bahwa Anda akan salah memahami ucapannya.

Sebagai contoh, di Yohanes 6:53 dia berkata,

“Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darahnya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu.”

Wah! Orang-orang Yahudi berkata, “Ini kanibalisme! Apakah engkau ingin kami menjadi kanibal? Kami adalah umat yang paling beradab di dunia ini!” Yesus tidak pernah takut kalau ucapannya akan disalahpahami oleh orang lain. Ia berkata, “Kalian tidak mau makan dagingku? Tidak mau minum darahku? Maka kalian tidak akan memiliki hidup.” Wow! Orang ini kanibal! Dia pikir kita ini hidup di zaman batu, di mana seorang manusia gua akan membunuh dan memakan daging tetangga yang tinggal di gua berdekatan. Yesus tahu bahwa jika Anda memang tidak peduli pada kebenaran maka Anda akan berdebat dan mempermasalahkan kata-kata yang diucapkannya. Tidak kira bagaimana ia memodifikasi dan merangkai kata-katanya, Anda akan mencari dan menemukan sesuatu untuk dibantah dan diperdebatkan. Akan tetapi, bagi seseorang yang mengasihi kebenaran, ia akan tahu apa yang dimaksudkan oleh Yesus. Yesus tidak sedang berbicara tentang kanibalisme, akan tetapi ia tidak takut Anda menuduhnya kanibal. Silakan saja! Ia tidak kuatir akan hal itu. Inilah kekuatan. Contoh kekuatan yang ditunjukkan oleh Yesus ini harus kita tiru. Saya sering melihat ada banyak pengkhotbah yang berkata, “Maksudnya begini, sebenarnya Yesus tidak bermaksud demikian, jadi jangan kuatir.” Mereka mulai berkutat dengan urusan memodifikasi ucapan Yesus. Yesus tidak memberi penjelasan atas kalimatnya, jadi kita harus melakukan itu untuk dia. Namun kalau kita memodifikasi pernyataannya, apa yang tersisa di dalam ucapannya?


“Membenci” berarti M
engasihi Allah di atas segala yang lain

Perhatikan bahwa para lawan Yesus jelas-jelas tidak mempersoalkan ucapannya sampai titik ini. Mereka tidak berkata, “Yesus, engkau sudah mengajarkan hal yang melanggar perintah ke lima yang berkata ‘Hormatilah ayahmu dan ibumu’, tetapi engkau malah berkata, ‘bencilah ayahmu dan ibumu.'” Tentunya mereka bisa menuduhnya dengan cara itu. Bukankah cukup aneh orang-orang Yahudi itu tidak meributkan hal ini? Mereka yang selalu mencari kesempatan untuk mempertengkarkan ajarannya, tidak mempermasalahkan hal ini. Mengapa? Mengapa mereka tidak mengambil kesempatan ini untuk memperdebatkan hal ini? Yesus sendiri tentu saja tidak takut jika mereka melakukannya. Mereka bertengkar dengannya di Yohanes pasal 6, tentang perkara memakan dagingnya, akan tetapi mereka tidak bertengkar dengannya dalam hal yang satu ini. Mengapa? Karena mereka tahu apa arti kalimat itu. Mereka tahu bahwa Yesus memakai suatu ungkapan Yahudi kuno, “membenci”, yang berarti Anda begitu mengasihi Allah dan kasih ini jauh lebih besar ketimbang kasih Anda terhadap yang lainnya, Anda menempatkan Allah sebagai yang utama, sehinggakan yang lainnya berada di peringkat yang jauh di bawah Allah sehingga memberi kesan Anda sedang “membenci” dia. Apa artinya? Mari lihat contoh ini,

Yesus berkata, “Mari, ikutlah aku,” lalu orang tua Anda berkata, “Tidak, jangan ikut Yesus.” Apa yang akan Anda lakukan?

Jika Anda tetap berkata, “Aku akan mengikut Yesus,” apa artinya itu? Ini berarti Anda akan meninggalkan orang tua Anda. Tindakan ini dapat diartikan sebagai ‘membenci’ ayah dan ibu Anda karena Anda bertindak dengan meninggalkan mereka dan mengikut Yesus. Ini sebabnya mengapa Yesus tidak mau memperlunakkan kata-kata yang dipakainya. Ia tidak takut disalahpahami karena Anda memang akan berhadapan dengan keadaan di mana Anda harus memilih salah satunya. Dan di dalam menentukan pilihan ini, tindakan atau pilihan Anda dapat diartikan sebagai membenci orang tua Anda, sekalipun Anda tidak membenci mereka. Beberapa dari antara Anda, yang mengikuti pelatihan purna-waktu sudah mengalami hal yang demikian.

Orang-orang Yahudi mengerti apa yang dimaksudkan oleh Yesus di sini, karena itu mereka tidak mempersoalkan kata-katanya di sini.


Bagaimana Bisa Gratis Kalau Keselamatan M
enuntut Segala-galanya dari Kita?

Kita sering diajari bahwa keselamatan itu cuma-cuma; keselamatan itu karunia gratis dari Allah. Ia memberi Anda keselamatan sebagai hadiah. Lalu bagaimana memahami ayat-ayat ini? Jika keselamatan itu gratis, mengapa Anda harus mengorbankan segalanya? Hal yang menuntut Anda untuk mengorbankan segalanya, tidaklah dapat disebut sebagai hal yang gratis. Lalu bagaimana keselamatan itu dikatakan cuma-cuma padahal ia menuntut pengorbanan segala-galanya? Bagaimana cara gereja memecahkan persoalan ini? Kita berkata Allah memberikan Anak-Nya yang tunggal dan barangsiapa yang menerima Yesus akan beroleh hidup yang kekal. Lalu di sisi lain kita diberitahu bahwa kita tidak dapat menjadi murid Yesus jika tidak mengorbankan segalanya termasuk nyawa kita! Apa yang harus kita lakukan?


Menyingkirkan A
jaran Yesus?

Akankah kita berkata, “Kita lupakan saja pengajaran Yesus, dan berpegang pada ajaran Paulus saja, yang berkata keselamatan itu adalah karunia gratis”? Ini adalah salah satu cara untuk memecahkan persoalan. Fakta yang sangat mengejutkan adalah banyak sekali orang Kristen yang memecahkan persoalan ini dengan jalan membuang ajaran Yesus! Tidak heran sangat sedikit gereja yang mengajarkan ajaran Yesus ini karena memang sangat sulit untuk menjelaskan bagaimana keselamatan dapat menjadi anugerah yang cuma-cuma sementara Yesus berkata, “Tidak, keselamatan menuntut pengorbanan segala-galanya darimu!” Yesus juga memberi kita perumpamaan tentang pedagang mutiara. Anda dapat memiliki mutiara itu, tetapi untuk membelinya, Anda harus mengorbankan segala-galanya. Lalu bagaimana hal itu bisa disebut cuma-cuma? “Wah, kalau begitu lupakan saja ajaran Yesus.”


Dua Tahapan Keselamatan?

Cara lain memecahkan persoalan ini adalah dengan berkata, “Keselamatan dapat dibagi menjadi dua tahapan. Tahapan yang pertama bersifat gratis, sedangkan tahapan yang kedua menuntut kita untuk mengorbankan segala-galanya. Persoalannya beres sekarang!” Tahapan pertama adalah ketika Anda menyatakan percaya kepada Yesus, Anda lalu menerima anugerah dari Allah sebagai hadiah yang cuma-cuma. Mungkin, beberapa tahun kemudian, jika Anda tidak puas dengan kehidupan Anda sebagai orang Kristen, Anda boleh memutuskan untuk menjadi seorang murid. Dan ketika Anda menjadi seorang murid, maka itu akan menuntut pengorbanan segala-galanya dari Anda. Persoalannya terpecahkan sekarang! Sayang sekali, persoalannya ternyata jauh dari selesai. Anda justru akan masuk ke dalam masalah yang lebih ruwet lagi. Mari kita uji dengan beberapa pertanyaan:


Persoalan Eksegetis

Di Alkitab tidak ada pembagian antara orang Kristen dengan murid. Ayat mana dalam Alkitab yang menjelaskan bahwa Anda akan menjadi orang Kristen dulu, baru kemudian menjadi murid? Tidak ada! Di Kisah Para Rasul Anda akan menemukan bahwa sebutan “Kristen” ditujukan kepada para murid (lihat Kis.11:26). “Seorang Kristen” di dalam Perjanjian Baru adalah sebutan lain bagi seorang murid. Tidak ada bedanya di antara seorang Kristen dengan seorang murid. Seorang murid bukan seseorang yang memiliki tingkatan lebih tinggi dari seorang Kristen; seorang murid adalah seorang Kristen.


Persoalan
Logika

Mengapa saya mau masuk ke tahapan yang kedua, dan mengorbankan segala-galanya, kalau di tahapan yang pertama saja saya sudah mendapatkan keselamatan secara cuma-cuma, cukup dengan mempercayai Yesus?

Misalnya saya memberi Anda sebuah mobil secara gratis, dan saya berkata, “Ini adalah hadiah gratis. Ulurkan saja tanganmu dan dengan iman ambillah. ‘Iman berarti kita mengulurkan tangan untuk menerima anugerah dari Allah.’ Jadi ambillah mobil ini.” Ajaran semacam itu sudah sangat sering kita dengar. Sekarang Anda sudah memiliki mobil yang saya berikan itu. Lalu, tiga tahun kemudian, Anda memutuskan, “Saya sudah memakai mobil ini selama tiga tahun, sekarang saya mau membayar harganya secara penuh.”

Orang akan berkata, “Ada apa dengan kamu? Kenapa mendadak mau membayar padahal kamu sudah memakai mobil ini selama tiga tahun dan nilai mobil itu sekarang sudah sama dengan nilai mobil bekas?” Apakah Anda dapat memahami landasan atau logika dari keputusan Anda itu? Dapatkah Anda memahami logikanya? Mengapa tiba-tiba seseorang memutuskan untuk bertindak seperti itu? Ini adalah kekeliruan yang sangat serius dari sudut pandang Alkitab.

Mengapa saya membahas semua ini? Karena saya ingin memperingatkan Anda bahwa sangatlah susah untuk dapat menerima ajaran yang benar, jika ajaran yang salah sudah cukup lama berakar di benak Anda. Bahaya dari ajaran yang sesat adalah ia akan membutakan Anda kepada ajaran yang benar.

Ada tiga macam ajaran tentang keselamatan di zaman ini:

‘Keselamatan oleh takdir (fate)adalah jenis ajaran yang pertama. Tahukah Anda apa arti ‘takdir’? Orang Tionghoa biasa berkata, “Takdir kita sudah digariskan.” Jika Anda tanggalkan embel-embel kekafirannya dan menaruh kalimat ini ke tengah lingkungan istilah Kristen, Anda akan mendapatkan ungkapan ‘keselamatan oleh takdir’ yang berarti Anda diselamatkan karena memang sudah ditetapkan seperti itu (ajaran predestinasi). Allah sudah menetapkan bahwa Anda akan diselamatkan, dengan demikian Anda pastilah diselamatkan. Ia sudah menetapkan jalan ini bagi Anda. Secara sederhana, jika Anda sudah ditakdirkan untuk diselamatkan, maka tidak peduli apakah Anda suka atau tidak, Anda tetap akan diselamatkan karena kasih karunia Allah tidak dapat ditolak. Keselamatan oleh takdir adalah salah satu ajaran mengenai keselamatan.

‘Keselamatan sesuai selera (fancy)’ adalah jenis pengajaran yang kedua. Maksud dari kata selera dapat digambarkan seperti pilihan seseorang pada jenis makanan yang didasari oleh rasa dan penampilan dari makanan tersebut. Mungkin Anda menyukai ayam goreng Kentucky, babi panggang ataupun bebek panggang. Maksudnya, keinginan Anda untuk menikmati makanan tersebut timbul secara mendadak dan Anda segera bergegas untuk mendapatkannya. Itulah arti dari ‘keselamatan sesuai selera’.

Anda mendengarkan seorang pengkhotbah yang mengiklankan indahnya tawaran keselamatan, mungkin seindah mobil mewah ataupun sesuatu hal yang sangat Anda idamkan, dan semua itu ditawarkan sebagai hadiah gratis, lalu tawaran itu memancing selera Anda. Anda menerima tawaran, “Ini dia! Bagus sekali! Dan ini gratis!” Tidak ada tawaran yang lebih bagus dari pada itu. Toko pakaian atau supermarket mungkin saja menawarkan diskon 30%, atau bahkan sampai 50%, akan tetapi pernahkah ada toko dan supermarket yang menawarkan barang dagangan gratis? Inilah tawaran yang Anda tunggu-tunggu! Jika Anda tidak tertarik dengan tawaran ini, tentunya ada sesuatu yang salah dengan diri Anda! Seharusnya Anda menyukai tawaran ini! Lalu keinginan Anda tergugah, dan Anda berkata, “Wah, yang ini luar biasa!”

Kemudian si pengkhotbah itu memberitahu Anda sesuatu hal yang lebih menarik lagi: “Iman berarti Anda tinggal menyodorkan tangan untuk menerima hadiah gratis dan Anda sudah menerimanya!” Berdasarkan hal ini, saya tidak paham mengapa ada orang yang tidak selamat. Hanya orang yang tidak mempunyai akal sehat yang tidak akan merentangkan tangan untuk menerima hidup yang kekal sebagai suatu karunia, seperti yang dijelaskan pengkhotbah. Pasti ada sesuatu yang salah di dalam otak Anda jika Anda tidak tertarik pada tawaran terhebat seumur hidup ini! Di supermarket, dengan tawaran diskon 50%, Anda tinggal membayar separuh dari harga normal, namun itu tetap harus membayar. Anda tetap harus memeriksa kantung Anda dan memastikan bahwa ada tersedia cukup uang di sana untuk membayar yang 50% itu. Sebuah mantel kulit seharga, misalnya, 150 dolar, ditawarkan kepada Anda dengan harga 75 dolar. Harga 75 dolar itu sudah sangat murah, namun apakah Anda punya uang 75 dolar? Anda masih harus tetap menghitung biayanya. Akan tetapi jika pemilik toko itu berkata, “Mantel kulit ini gratis, ambil saja!” Apakah Anda akan menolaknya? Pasti ada sesuatu yang aneh pada diri Anda jika Anda tidak mengambilnya, karena Anda hanya perlu mengulurkan tangan, mengambil mantel tersebut dan pergi, dengan barang mahal di tangan! Apa lagi yang Anda inginkan?

Satu-satunya masalah dengan ajaran ini adalah, kita akan terantuk pada pertanyaan yang sama: Yesus berkata, “Keselamatan itu menuntut pengorbanan segala-galanya darimu.”

“Keselamatan yang menuntut pengorbanan segala-galanya”, adalah jenis ajaran yang ketiga, dan ini adalah pengajaran dari Yesus:

“Demikian pulalah tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi muridku”.

Bukan saja tidak ada diskon, akan tetapi keselamatan itu juga menuntut saya untuk melepaskan segalanya! Saya harus merelakan segala yang saya miliki untuk dapat membelinya!

Lalu, siapa yang benar? Si juru khotbah atau Yesus? Pasti salah satunya salah! Sejujurnya definisi bahwa iman berarti “Anda tinggal mengulurkan tangan Anda untuk menerima karunia atau hadiah gratis” adalah omong kosong jika dicocokkan dengan isi Alkitab. Maaf, jika saya harus menyampaikan dengan menyebutnya omong kosong. Tidak ada ajaran seperti itu di dalam Alkitab. Jika Anda mampu menunjukkan dasarnya di dalam Alkitab, saya akan sangat berterimakasih. Alkitab tidak mengajarkan pemahaman seperti itu sama sekali. Apa yang salah dengan definisi itu?


Iman b
erarti Hubungan yang Khusus dengan Allah dan Anak-Nya

Iman menurut Alkitab selalu menunjuk pada suatu hubungan pribadi dengan Allah. Selalu! Tidak ada pengecualian! Iman tidak berarti Anda sekadar mengulurkan tangan untuk mengambil karunia gratis. Ini bukanlah definisi yang alkitabiah. Di dalam Alkitab, iman selalu ‘ditempatkan pada’ seseorang atau satu pribadi. Dan ‘iman di dalam Kristus’ berarti Anda memiliki hubungan yang khusus dan spesial dengan dia. Iman bukanlah hubungan dalam bentuk seadanya dengan Kristus. Definisi alkitabiah dari iman adalah hubungan antara Guru atau Tuan dengan seorang murid, hubungan antara Bapa dengan anak. Itu sebabnya mengapa definisi iman dalam arti ‘sekadar mengulurkan tangan untuk menerima karunia’ adalah suatu kesesatan! Pemahaman ini tidak alkitabiah.

Belakangan ini di beberapa KKR dikatakan, “Keselamatan itu sama gampangnya dengan meminum segelas air, semudah menelan sepotong roti. Bagaimana cara Anda meminum segelas air? Anda membuka mulut dan menuangkan airnya. Jadi iman adalah: Membuka mulut dan menuangkan airnya.” Saudaraku, ini bukanlah pengajaran yang alkitabiah. Namun mereka mengutip ayat Alkitab! Mereka mengutip Yohanes 7:37, “Barangsiapa haus, baiklah ia datang kepadaku dan minum!” Keselamatan itu semudah kita minum air. Lalu mereka mengutip Yohanes 6:51, “Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya.” Keselamatan itu ternyata semudah kita makan roti!


“Datang kepadaku” berarti
Menundukkan diri kepada Yesus

Tidak! Yesus tidak mengatakan bahwa keselamatan itu semudah minum air atau makan roti! Perhatikan lagi baik-baik pada apa yang Yesus katakan: “barangsiapa yang haus, baiklah ia datang kepadaku…” ini berarti Anda berada dalam suatu hubungan pribadi dengan Yesus. Datang pada Yesus tidak sama dengan datang ke toko dan menemui Yesus di sana sebagai penjual yang sedang mengobral barang gratisan. Pahami apa arti ‘datang pada Yesus’ itu. “Datang pada Yesus” berarti datang kepadanya, menyerahkan hidup Anda kepadanya dan mengakui dia sebagai Raja. Itulah yang dikatakan oleh Yesus di Matius 11:28. Ia berkata, “Marilah kepadaku, pikullah kuk yang kupasang, dan jiwamu akan mendapat ketenangan.” Jadi ‘datang pada Yesus’ berarti memikul kuk yang ia pasang. Jelasnya, itu berarti Anda datang pada Yesus, mengakui dia sebagai Penguasa atas hidup Anda, dan membangun suatu hubungan yang nyata dengan dia.


Memakan
Tubuh Yesus ditujukan pada para Murid

Sebagai contoh, ayat Yohanes 6:51 yang berkata, “Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya.” Siapa orang yang memakan roti hidup itu? Apakah Anda memakannya? Apakah orang-orang Yahudi di Yohanes pasal 6 itu yang melakukannya? Mengapa tidak? Kepada siapakah Yesus memberikan roti hidup, yaitu tubuhnya? Dan kepada siapakah Yesus memberikan darahnya untuk diminum? Kepada murid-muridnya sendiri di dalam perjamuan kudus. Tidakkah Anda menyadari hal itu? Di dalam perjamuanlah Yesus berkata, “Inilah tubuhku yang kuberikan padamu.” Apakah Yesus langsung memberikan tubuhnya kepada orang-orang Yahudi di Yohanes 6 itu? Tidak, karena mereka bukanlah murid-muridnya. Mereka tidak memiliki hubungan khusus dengan dia. Dapatkah Anda memahami apa yang sedang dikatakan oleh Yesus?

Benar, tubuhnya adalah roti itu, akan tetapi Anda harus menjadi muridnya sebelum Yesus bersedia memberikannya kepada Anda. Itu sebabnya, Anda hanya layak ikut ambil bagian di dalam perjamuan jika sudah menjadi murid Kristus. Yang bukan murid Kristus tidak layak untuk ambil bagian. Dan seorang murid Kristus memiliki hubungan yang hidup dari iman kepada Yesus di mana Yesus adalah Tuan (Lord) dan Penguasanya.

Hal yang sama juga berlaku dalam hal air kehidupan. Siapakah yang meminum air kehidupan itu? Hanya murid-murid Yesus yang mengakui dia sebagai Tuan (Lord). Orang lain tidak meminum air itu. Jika Anda datang padanya, maka Anda harus datang sebagai murid, jika tidak, maka Anda tidak usah datang sama sekali. Tidakkah itu sangat jelas? Apakah Anda memahami hal ini?

Pahamilah dengan teliti bahwa iman di dalam Alkitab tidak menyuruh Anda sekadar merentangkan tangan untuk menerima karunia gratisan. Iman berarti kita datang kepada Yesus, menyerahkan diri ini sepenuhnya sebagai murid kepada Yesus di mana Yesus menjadi Tuan (Lord) dan Penguasa di dalam hidup ini. Karunia Allah kepada kita ada di dalam Pribadi Yesus sebagai Tuan (Lord) dan sebagai Raja agar dia dapat menjadi Juruselamat kita. Tidak ada jalan lain untuk dapat memiliki Yesus. Yesus bukanlah semacam hadiah yang dapat dikantongi di saku Anda. Yesus tidak akan berlari-lari mengikuti Anda sebagai pelayan Anda. Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal (Yoh.3:16), akan tetapi Allah tidak mengaruniakan Anak-Nya untuk menjadi penjual karunia gratisan. Ia mengaruniakan Anak-Nya untuk menjadi Tuan, supaya di dalam nama Yesus, kata Paulus, bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi (Flp.2:10). Allah mengaruniakan Anak-Nya untuk menjadi Raja kita supaya ia dapat menjadi Juruselamat kita.

Saat Anda sudah memahami ajaran Alkitab ini, maka Anda dapat memahami bahan pembahasan hari ini. Anda tidak akan kebingungan dalam mencocokkan pengajaran tentang keselamatan yang cuma-cuma dengan keselamatan yang menuntut pengorbanan segala-galanya dari Anda. Tidak ada kontradiksi di dalam Alkitab. Kontradiksi itu muncul karena adanya definisi yang salah tentang iman. Itu sebabnya mengapa saya mengatakan bahwa ajaran tersebut salah, ajaran yang keliru, pengajaran yang tidak lengkap dan berakibat pada munculnya masalah sehingga Anda terjebak dalam kontradiksi yang membingungkan. Namun, jika Anda sudah dapat memegang ajaran yang alkitabiah, maka tidak ada lagi kontradiksi, dan keseluruhan bagian Alkitab yang sedang kita bahas ini akan begitu mudah untuk dipahami.


Meninggalkan
Keluarga Karena Menanggapi Panggilan Yesus

Perhatikan sekali lagi Lukas 14:26, “Jikalau seorang datang kepadaku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya,…” Dapatkah Anda mengingat bagian dari Perjanjian Lama yang berkaitan dengan ayat ini? Apa bagian yang mirip dengan syarat pemuridan ini di dalam Perjanjian Lama? Mari kita ambil contoh Abraham, karena Paulus memakai Abraham sebagai contoh iman berkali-kali, khususnya di Roma pasal 4, tentang iman Abraham (Roma 4:16). Seperti apa iman Abraham itu? Ketika Allah memanggil Abraham, apa yang ia lakukan? Bacalah Kejadian 12:1 dan selanjutnya. Ketika Allah memanggil Abraham, ia langsung meninggalkan negerinya, kerabatnya dan rumah ayahnya. Ia meninggalkan segalanya untuk mengikuti perintah Allah. Allah berkata, “Pergilah!” dan Abraham segera berangkat. Abraham adalah seorang murid sejati, ia memenuhi apa yang dikatakan oleh Yesus dengan tepat: “Datang kepadaku” (Luk.14:26). Abraham tidak mengartikan keselamatan sebagai hadiah yang jatuh dari atas ke dalam pangkuannya. Ia tahu bahwa iman adalah suatu hubungan dengan Allah, ketika Allah memanggil, maka Anda akan mengikuti dan menjadi murid-Nya. Sangat indah! Iman adalah tanggapan atas panggilan Allah. Begitulah cara kita membangun hubungan kita dengan Allah.

Punyakah Anda hubungan dengan Allah sekarang ini? Jika Anda tidak memiliki hubungan dengan Allah, maka Anda juga tidak memiliki keselamatan karena keselamatan bukanlah kado yang terbungkus dan diberi pita merah di atasnya, yang diberikan kepada Anda saat Anda merentangkan tangan. Keselamatan bukan satu paket. Keselamatan itu adalah Kristus, dan untuk dapat diselamatkan oleh Kristus, Anda harus masuk ke dalam suatu hubungan yang menyelamatkan dengan Juruselamat Anda. Bagaimana cara memasuki hubungan yang menyelamatkan dengan Kristus? Melalui iman. Lalu apa itu iman? Iman adalah tanggapan terhadap panggilan Allah yang datang kepada kita melalui Yesus. Yesus sedang memanggil Anda sekarang, dan ia berkata, “Ikutlah aku. Dan di dalam mengikut aku, engkau harus mengasihiku lebih dari ayah, ibu, istri, anak-anak dan segala yang lain. Dapatkah Anda menanggapi panggilan Yesus itu dengan berkata, “Ya siap, aku akan mengikut engkau”? Satu-satunya jalan supaya Anda mampu untuk berkata seperti itu adalah dengan melalui iman. Dan di dalam mengikut Yesus, Anda menjadi seorang murid; Anda mulai membangun hubungan yang menyelamatkan dengan Yang Benar dan dengan anak-Nya Yesus Kristus (1Yoh.5:20). Hidup yang kekal bukanlah barang yang dapat Anda kantongi. Keselamatan adalah tentang hubungan dengan Allah dan anak-Nya. Sudah jelaskah hal ini bagi Anda? Apakah Anda ingin memperoleh hidup yang kekal? Anda dapat memilikinya, akan tetapi hidup yang kekal ini bukanlah karunia gratisan yang dijatuhkan ke pangkuan Anda. Hidup yang kekal itu ada di dalam Allah.


Apakah Anda memiliki I
man untuk Mengikut Yesus?

Yesus sedang memanggil Anda sekarang ini. Ia berkata, “Ikutlah aku. Namun sejujurnya kukatakan padamu, kuperingatkan bahwa di dalam mengikut aku, maka aku menjadi yang paling utama dalam hidupmu, aku adalah Tuanmu, baik bapa maupun ibu dan semua yang lain yang kau kasihi akan menjadi nomor dua. Dan mereka pasti akan keberatan dengan itu, akan tetapi mereka tetap harus menjadi yang nomor dua.” Dapatkah Anda menerima tantangan iman ini dan tetap bertahan di dalam mengikut Yesus? Itulah iman. Keselamatan dari Allah adalah Yesus Kristus, dan dia bukanlah hadiah gratis. Harganya sangat mahal. Ia tidak disediakan bagi orang yang gemar tawar-menawar. Ia disediakan bagi orang yang mencintai kebenaran yang bersedia mengorbankan apa saja demi Kristus. Maukah Anda maju menerima tantangan iman ini? Itulah poin yang disampaikan di dalam kedua perumpamaan ini.

Apa tantangan iman yang terkandung di dalam Perumpamaan tentang Pembangunan Menara? Perumpamaan ini tidak mempersoalkan apakah Anda akan membangun menara itu, melainkan apakah Anda dapat menyelesaikan pembangunannya sesudah Anda memulai pekerjaan itu. Apakah Anda memiliki iman untuk percaya bahwa Allah akan membantu Anda menyelesaikan pembangunan menara itu?

Apa tantangan iman yang terkandung di dalam Perumpamaan tentang Raja yang akan maju berperang? Dapatkah Anda menerima tantangan iman untuk mempercayai Allah untuk memenangkan peperangan saat keadaan sangat tidak mendukung. Sudahkah Anda memperhatikan ucapannya dengan cermat? “…duduk dahulu untuk mempertimbangkan, apakah dengan sepuluh ribu orang ia sanggup menghadapi lawan yang mendatanginya dengan dua puluh ribu orang?” Sanggupkah Anda maju berperang membawa 10.000 pasukan melawan musuh berkekuatan 5.000 orang? Ha, ini gampang! Anda akan berkata, “Dengan sepuluh ribu orang, saya akan dapat mengalahkan lima ribu orang sekalipun saya bukan jendral yang pandai. Pasukan saya dua kali lipat jumlah musuh.” Bagaimana dengan 10.000 lawan 10.000? Peluang Anda berimbang. Jika jendral lawan lebih baik dari Anda, maka dia akan mengalahkan Anda, walaupun jumlah pasukannya seimbang. Akan tetapi perhatikan baik-baik perimbangan kekuatan yang disebutkan dalam perumpamaan di ayat 31. Bukan satu lawan satu; tetapi 10.000 menghadapi 20.000. Jumlah musuh dua kali lipat jumlah pasukan Anda! Pemuridan memang bukan untuk mereka yang gemar barang gratisan. Pemuridan ditujukan bagi mereka yang siap maju menghadapi musuh yang lebih kuat, menghadapi lawan yang dua kali lebih banyak. Mengapa begitu? Karena itulah yang disebut tantangan iman. Jika saya sanggup maju melawan musuh dengan keunggulan di pihak saya, 10.000 lawan 5.000, maka saya tidak membutuhkan iman. Mengapa saya tidak membutuhkan iman? Karena saya berada di pihak yang lebih kuat: dua lawan satu. Yesus tampaknya juga memperhatikan ilmu perang. Dua lawan satu biasanya merupakan keunggulan yang diinginkan oleh setiap jendral dalam menghadapi lawannya. Akan tetapi di dalam perumpamaan ini, perbandingan itu adalah dua lawan satu dengan keuntungan di pihak musuh. Yesus sedang menyatakan bahwa jika Anda menjadi muridnya, segala sesuatu akan berbalik menentang Anda, dengan perbandingan dua melawan satu. Anda harus menjadi seorang jendral yang istimewa untuk sanggup mengalahkan pasukan yang dua kali lebih besar dari pasukan Anda,  atau Anda harus bertindak dengan iman. Di situlah poinnya.

Di dalam ayat-ayat ini, kata ‘sanggup’ muncul berkali-kali. Apakah Anda sanggup menyelesaikan pembangunan menara, atau Anda ternyata tidak sanggup melakukannya (ay.30)? Apakah Anda sanggup memenangkan peperangan atau Anda terpaksa merundingkan syarat-syarat perdamaian? Itulah pertanyaannya. Poin yang sedang disampaikan oleh Yesus adalah, “Inilah tantangan iman untuk dapat menjadi seorang murid”. Apa tantangan iman itu? Tantangan iman adalah: Dapatkah saya meraih kemenangan dalam perimbangan kekuatan yang sangat timpang ini? Pemuridan tidak didasarkan pada kekuatan Anda sendiri, iman adalah tindakan menaruh kepercayaan kepada Allah untuk meraih kemenangan. Yesus tidak berkata, “Jika engkau tidak sanggup menang dengan kekuatan sendiri, maka menyerahlah. Lebih baik merundingkan syarat-syarat perdamaian dengan musuh ketimbang menelan kekalahan telak.” Pemuridan tidak berlangsung atas dasar kekuatan Anda, dan di sanalah letaknya tantangan iman, karena ketika Anda harus menghadapi lawan yang dua kali lebih kuat daripada Anda, maka harapan yang tersisa adalah dengan meletakkan kepercayaan kepada Allah. Memenangkan pertempuran adalah tantangan iman. Menyelesaikan pembangunan menara adalah tantangan iman. Kedua perumpaman ini menggambarkannya dengan sangat indah. Dapatkah Anda memahami tantangan itu? Secara khusus saya mengajukan pertanyaan ini kepada mereka yang akan dibaptis.

Di Markus 9:22-23, kita membaca tentang seorang ayah yang anaknya kerasukan setan, dan datang kepada Yesus karena murid-muridnya gagal mengusir setan itu. Di dalam keputus-asaannya, si ayah berkata, “Sebab itu jika engkau dapat berbuat sesuatu, tolonglah kami dan kasihanilah kami.” Lalu apa jawaban Yesus? Yesus berkata, “Pertanyaannya bukan apakah aku sanggup berbuat sesuatu, tetapi apakah engkau percaya.” Itulah tantangan dari pemuridan. Pertanyaannya bukan apakah Yesus sanggup memberi kemenangan bagi Anda. Pertanyaannya adalah apakah Anda memiliki iman kepada Yesus untuk mengklaim kemenangan itu? Itulah tantangan dari pemuridan. Sanggupkah Anda menghadapi tantangan itu?

Jika saya adalah seorang panglima, dan lawan saya membawa pasukan yang dua kali lipat jumlahnya, maka saya akan maju di dalam iman untuk memenangkan peperangan ini. Saya akan berkata, “Tuhan, jumlah musuh jauh lebih banyak. Mereka dua kali lipat dari jumlah pasukanku. Menurut hitungan normal, saya tidak mungkin menang dalam peperangan ini, akan tetapi dengan kekuatanmu, saya akan maju.” Itulah iman. Orang tidak dapat maju di dalam iman akan memilih untuk menyerah. Di ayat 31-32, Yesus berkata, “Engkau harus memutuskan. Apakah engkau memiliki iman kepada Allah untuk meraih kemenangan? Atau apakah engkau akan menyerah saja? Jika engkau ingin menyerah, maka lakukanlah itu sekarang juga. Jangan menunggu sampai dikalahkan dalam peperangan.”


Tantangan Gideon

Sebagai penutup, mari saya berikan gambaran tentang poin ini dari Perjanjian Lama, suatu gambaran yang sangat indah: tentang peperangan Gideon melawan orang-orang Midian. Alasan saya memilih contoh ini karena saya menduga contoh ini juga yang sedang dibayangkan oleh Yesus tentang tantangan iman, tantangan pemuridan. Pasukan yang dimiliki Gideon berjumlah 10.000 orang, dan orang-orang Midian maju dengan kekuatan 135.000 orang. 135.000 melawan 10.000, bagaimana perbandingannya? Ini berarti bahwa setiap orang Israel harus melawan 13 orang Midian. Suatu perbandingan yang benar-benar tanpa harapan. Tidak peduli seberapa hebat pasukan Israel itu, bagaimana mungkin mereka akan maju menghadapi pasukan yang 13 kali lebih banyak darinya? Anda dapat membaca kisah ini di Hakim-hakim pasal 7. Dan tahukah Anda apa yang dilakukan oleh Gideon? Menyerah? Tidak! Jadi apa yang ia lakukan? Ia bangkit dan menjawab tantangan iman itu. Awalnya, ia berangkat dengan 22.000 orang, dan kemudian ia memilih untuk menguranginya menjadi 10.000. Ia berkata kepada pasukannya, “Bagi mereka yang takut menghadapi peperangan ini, mereka yang gentar melihat 135.000 orang di sana, sekarang saatnya bagi kalian untuk pulang ke rumah.” Tahukah Anda, berapa orang yang pulang? 12.000 orang memilih untuk pulang karena ketakutan, dan 10.000 bertahan mengikut Gideon. Sekarang Gideon akan maju berperang dengan modal 10.000 orang. Mengapa? Apakah karena ia seorang jendral yang hebat? Tidak, itu karena ia percaya kepada Allah. “Allahku akan memberi kemenangan bagiku! Jika saya harus maju dengan perbandingan 13 lawan 1, atau bahkan 200 lawan 1, aku akan tetap menang karena Allahlah yang memberi kemenangan itu.” Itulah iman! Iman bukan sekadar tindakan mengulurkan tangan untuk menerima hadiah gratisan. Iman adalah hubungan dengan Allah dengan meletakkan kepercayaan kepada-Nya. “Engkaulah yang akan memimpinku, ya Tuhan.” Itulah iman menurut Alkitab, bukannya semacam pemberian hadiah gratis.

Lalu apa yang terjadi? Gideon memenangkan peperangan dengan 10.000 orang? Tidak, ia memenangkannya hanya dengan 300 orang! Sekarang seberapa besar perbandingan kekuatannya? 300 melawan 135.000? Apakah Gideon sudah gila? Tidak!

Allah berkata kepada Gideon, “Pasukanmu terlalu banyak.”

Dan Gideon menjawab, “Apa? Ya Allah, tahukah Engkau betapa jumlah mereka jauh melampaui kami? Engkau tentu tahu berapa banyak pasukan yang mereka bawa!”

Namun Allah berkata, “Jumlah pasukanmu ada 10.000, dan itu masih terlalu banyak.” Mengapa? “Karena jika engkau menang nanti, engkau mungkin akan berkata bahwa 10.000 orang pasukanmu lebih kuat dari pada 135.000 pasukan mereka. Aku ingin memenangkan peperangan ini dengan 300 orang saja!”

Saya pikir Gideon akan basah oleh keringat dingin pada saat itu. Ia memang punya iman di dalam Allah untuk maju berperang dengan 10.000 orang. Akan tetapi Allah lalu menantang imannya: bagaimana jika 300 melawan 135.000?! Dan Allah memang melakukannya. Itulah yang disebut sebagai tantangan iman.


Mengikut Yesus memerlukan I
man untuk mengorbankan segala-galanya!

Iman bukan untuk para pengecut. Iman bukan untuk mereka yang ingin tawar menawar ataupun ingin mendapatkan barang gratisan. Jika itu yang Anda maksudkan dengan iman, Anda bisa saja mendapatkannya di beberapa gereja. Akan tetapi itu bukanlah iman menurut Alkitab, dan juga bukan iman yang diajarkan di dalam gereja ini. Saya tidak akan memberitakan hadiah gratisan. Saya tidak mempunyai apa-apa untuk diberikan melainkan panggilan pemuridan dari Yesus. Dan menjadi seorang murid berarti pengorbanan segala-galanya dari Anda. Tidak kurang dari itu. Tidak kurang sepeserpun. Itulah panggilan dari Yesus. Punyakah Anda iman untuk menjawab panggilannya? Jika tidak, maka Kekristenan bukan untuk Anda; keselamatan tidak tersedia bagi Anda. Yesus tidak menawarkan barang gratis. Saya harap Anda dapat memahami hal ini sepenuhnya, dan saya berharap bahwa apa yang saya sampaikan ini cukup jelas. Ini bukanlah khotbah yang diarahkan untuk menyenangkan orang banyak karena Yesus tidak datang untuk menyenangkan orang banyak. Yesus berpaling ke arah orang banyak dan berkata, “Kuberitahukan kepadamu apa arti menjadi seorang murid, dan pertimbangkanlah apakah engkau memiliki iman untuk menjawab tantangan itu.” Seperti Allah sudah memanggil Abraham untuk meninggalkan segala-galanya dan mengikut Dia, begitu pulalah Yesus memanggil Anda sekarang untuk berpaling dari dunia dan mengikut dia.

Iman adalah jalan menuju keselamatan. Anda harus menghadapi tantangan iman dan berkata, “Yesus, aku tidak sanggup. Aku tidak sanggup melawan 20.000 pasukan dengan 10.000 orang. Aku juga tidak mampu menyelesaikan pembangunan menara ini. Akan tetapi aku akan maju menghadapi tantangan iman ini karena engkau sudah memanggilku. Sama seperti Gideon, aku akan berkata, ‘Ya, Yesus, karena engkau yang memanggilku, maka aku akan maju.'” Kemudian Anda akan menjadi murid. Saya memohon kepada Allah agar kita menjadi gereja para murid. Yesus tidak menghendaki orang yang sekadar pindah agama; Ia tidak menginginkan kumpulan orang-orang yang berkerumun demi hadiah gratis. Yang ia panggil adalah sekumpulan pasukan murid untuk maju dalam peperangan bagi hidup yang benar dan kebenaran. Kiranya Allah menganugerahi Anda kasih karunia untuk dapat maju menjawab panggilan pemuridan ini!

 

Berikan Komentar Anda: