SC Chuah | Yohanes 7:14-18 |

14  Ketika perayaan itu masih berlangsung, Yesus masuk ke Bait Allah dan mulai mengajar.
15  Orang-orang Yahudi menjadi heran dan berkata, “Bagaimana Orang ini memiliki pengetahuan yang demikian, padahal tidak belajar?”
16  Yesus menjawab mereka dan berkata, “Ajaranku tidak berasal dari diriku sendiri, tetapi dari Dia yang mengutus aku.
17  Jika seseorang mau melakukan kehendak Allah, ia akan mengetahui ajaranku, apakah itu berasal dari Allah atau dari diriku sendiri.
18  Orang yang berbicara dari dirinya sendiri mencari hormat untuk dirinya sendiri, tetapi orang yang mencari hormat untuk Dia yang mengutusnya, ia benar dan tidak ada ketidakbenaran di dalam dirinya.


GURU YANG SEMPURNA

Kita mulai dengan membahas kesempurnaan Yesus, khususnya sebagai guru yang sempurna. Pengajaran Yesus ialah pengajaran Bapa, bukan pengajaran dari dirinya sendiri. Kita selalu memakai istilah “pengajaran Yesus” tanpa mempertimbangkan fakta ini. Dalam Injil Yohanes, ketika Yesus merujuk kepada pengajarannya, ia selalu melampirkan sebuah klarifikasi. Ia sepertinya berusaha keras untuk meyakinkan kita bahwa pengajarannya bukan berasal dari dirinya, tetapi dari surga, dari Bapa.  

3:34  Sebab, orang yang diutus Allah akan menyampaikan perkataan Allah karena Allah memberikan Roh yang tidak terbatas.

12:49  Karena aku tidak berbicara atas kehendakku, melainkan Bapa yang mengutus aku memberiku perintah atas apa yang harus aku katakan dan aku bicarakan.

14:10  Perkataan-perkataan yang aku katakan kepadamu, aku tidak mengatakannya dari diriku sendiri, tetapi Bapa yang tinggal di dalam akulah yang melakukan pekerjaan-Nya.

14:24  Akan tetapi, orang yang tidak mengasihi aku, tidak menuruti firmanku. Dan, firman yang kamu dengar itu bukan dariku, melainkan dari Bapa yang mengutus aku.

17:8 Aku telah memberikan kepada mereka firman yang Engkau berikan kepadaku,

Di Yohanes 3:34, Yesus menggambarkan dirinya sebagai “orang yang diutus Allah”. Pokok ini sangat penting di dalam Injil Yohanes karena kata “utus/mengutus” dipakai sebanyak 41 kali. Yesus berulang kali menegaskan dirinya sebagai utusan dari Allah. Dan Allah selalunya mengutus utusannya untuk membawa pesan dari Dia. Itulah sebabnya orang yang diutus oleh Dia akan menyampaikan perkataan Allah. Kita melihat kaitannya menyampaikan perkataan Allah dengan Roh Allah. Roh Allah diberikan kepada utusan Allah untuk menyampaikan perkataan Allah. Itulah tujuannya Roh Allah diberikan secara berkelimpahan. Ketika Roh Allah turun pada hari Pentakosta, para murid “berbicara dengan bahasa kita tentang perbuatan-perbuatan besar Allah” (Kis 2:11). Yohanes 3:34 berlaku untuk semua orang yang diutus oleh Allah. Di Yohanes pasal 20 setelah kebangkitannya, Yesus berkata,

21 Sama seperti Bapa telah mengutus aku, demikian juga sekarang aku mengutus kamu.”
22  Dan setelah ia mengatakan demikian, Yesus mengembusi mereka dan berkata, “Terimalah Roh Kudus!

Di Yohanes 12:49, Yesus mengaku bahwa “Bapa yang mengutus aku memberiku perintah atas apa yang harus aku katakan dan aku bicarakan”. Ada penerjemah Alkitab yang merasakan bahwa frasa “apa yang harus aku katakan dan aku bicarakan” merupakan sebuah tautologi. Tautologi bermakna “ulangan yang tak berguna”. Jadi, ada Alkitab yang menerjemahkannya sebagai “what to say and how to say it” (NLT). Jadi, bukan saja apa yang harus dikatakan, tetapi juga bagaimana mengatakannya.

Berikutnya di Yohanes 14:10 dan 14:24, Yesus membuat disclaimer atau pernyataan penafian yang sama, yaitu bahwa perkataan-perkataannya tidak berasal dari dirinya sendiri, tetapi dari Bapa yang mengutusnya. Yesus di sini menyatakan dirinya sebagai mediator yang transparen bagi Bapa. Di atas dua ayat ini, saudara bisa juga menambahkan Yohanes 5:19 dan 5:30,  “Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari dirinya sendiri” dan “Aku tidak dapat berbuat apa-apa dari diriku sendiri”. Semua ini merupakan bukti bahwa Yesus adalah guru paling sempurna yang pernah hidup di muka bumi ini. Terakhir, di Yohanes 17:8 Yesus berkata kepada Bapa, “Aku telah memberikan kepada mereka firman yang Engkau berikan kepadaku…” Yesus, menjelang kematiannya, mempertanggungjawabkan dirinya kepada Bapa. Ia telah menyelesaikan tugas yang telah diberikan Bapa kepadanya, yaitu “memberikan kepada mereka firman yang Engkau berikan kepadaku”.


PERKATAAN YESUS ADALAH PERKATAAN BAPA

Oleh karena itu, tema pesan kita hari ini, “Firmanku, Firman-Mu”. Firman Yesus sama persis dengan firman Bapa. Yesus di sini menyatakan dirinya sebagai mediator yang transparen. Alangkah sayangnya jika saudara tidak belajar untuk mendengarkan suara Allah melalui perkataan Yesus. Sangatlah disayangkan jika asupan firman yang saudara terima hanya melalui khotbah-khotbah di gereja atau di internet, tetapi saudara tidak akrab dengan firman Allah yang paling murni, yaitu perkataan Yesus sendiri yang ada di tangan saudara. Tidak banyak pengkhotbah yang dapat berkata, “Ajaranku tidak berasal dari diriku sendiri, tetapi dari Dia yang mengutus aku.” Kebanyakan, kalau jujur, hanya dapat berkata, “Ajaranku tidak berasal dari diriku sendiri, tetapi dari dosen ini dan dosen itu, dari sekolah teologi ini dan itu, dari buku ini dan buku itu…” Oleh karena itu, sebagai murid Kristus, sangat penting bagi kita untuk belajar mendengarkan suara Bapa melalui perkataan Yesus.

Yesus disebut orang sebagai orang yang “tidak belajar”. Tentu saja, ini merujuk kepada pendidikan formal seperti sekolah agama atau sekolah Alkitab. Saya tidak percaya Yesus tidak belajar karena Yesus sangat akrab dengan Kitab Suci, yaitu perkataan Bapanya. Di Ibrani 10:7, dikatakan bahwa “Lihat, aku telah datang, dalam gulungan kitab itu tertulis tentang aku…”. Di sepanjang pelayanannya, Yesus menunjukkan keakraban dan pemahaman yang luar biasa terhadap Kitab Suci.   

Lalu, Yesus menjelaskan segala sesuatu yang tertulis dalam seluruh Kitab Suci tentang dirinya, mulai dari Kitab Musa sampai seluruh kitab para nabi.


SEMPURNA DALAM PERKATAAN

Jika perkataan Yesus adalah perkataan Allah, ini juga berarti Yesus sempurna dalam berbicara. Setiap perkataannya jika dicatat, akan dicatat sebagai perkataan Allah. Yakobus 3:2 berkata,

Kita semua bersalah dalam banyak hal. Jika ada orang yang tidak pernah bersalah dalam perkataannya, ia adalah orang yang sempurna, yang juga mampu mengendalikan seluruh tubuh.

Umumnya, kita terlalu banyak berbicara. Semakin banyak kita bicara, semakin banyak kesalahan yang kita buat dan semakin tidak sempurna kita. Oleh karena itu, kita sering dihimbau untuk tutup mulut dan jangan terlalu banyak bicara. Namun, itu tidak menyelesaikan masalah. Menutup mulut tidak menyelesaikan masalah hati. Kita sekadar menyembunyikan kebodohan kita. Ada cerita lucu yang berbunyi seperti berikut:

Setiap 10 tahun, para biarawan di sebuah biara diizinkan untuk melanggar sumpah diam untuk berbicara dua kata. Setelah dasawarsa yang pertama, seorang biarawan akhirnya mendapatkan gilirannya untuk berbicara.

Ia berpikir sejenak sebelum berkata, “Makanan dingin.”
Sepuluh tahun kemudian, ia berkata, “Ranjang keras.”
Sepuluh tahun kemudian, ia memberikan kepala biarawan sebuah tatapan panjang dan berkata, “Aku keluar.”

“Aku tidak heran,” kata kepala biarawan, “kamu tidak pernah berhenti mengeluh sejak kamu datang ke sini.”

Nasehat “jangan banyak bicara” merupakan nasehat Perjanjian Lama. Perjanjian Baru sangat berbeda. Perjanjian Baru adalah tentang perubahan di hati. Allah dapat mengubah hati kita. Apakah mungkin semakin banyak berbicara, kita menjadi semakin sempurna? Saya sangat percaya Allah dapat mengubah cara kita berbicara sehingga semakin banyak kita bicara, semakin sempurna kita. Bukannya dengan menutup mulut, tetapi melalui hati yang diubahkan.  

Belakangan saya menutup sebuah Pedalaman Alkitab dengan 1 Petrus 2:21-23,

21  Sebab, untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristus juga telah menderita bagi kamu dan meninggalkan teladan bagimu supaya kamu mengikuti jejaknya.
22  Ia tidak berbuat dosa, dan tipu daya tidak ada di mulutnya.
23  Ketika ia diejek, ia tidak membalas dengan ejekan; ketika ia menderita, ia tidak mengancam, tetapi menyerahkan dirinya kepada Allah yang akan menghakimi dengan adil. 

Nas ini sangat penting karena kita diberitahu dengan jelas tujuan dari panggilan kita. Kristus telah menderita bagi kita dan meninggalkan teladan bagi kita supaya kita mengikuti jejaknya. Berikutnya Petrus mendaftarkan lima hal utama yang harus kita teladani. Perhatikan bahwa tidak satu pun yang berkaitan dengan hal berkhotbah, melakukan mukjizat atau hal-hal yang spektakuler. Saya menyoroti dua pokok yang pertama, yaitu “Ia tidak berbuat dosa” dan “tipu daya tidak ada di mulutnya”.

“Tipu daya tidak ada di mulutnya.” Salah satu gelar Iblis yang utama ialah “pembohong” dan “bapa kebohongan”. Iblis “tidak berpegang pada kebenaran karena tidak ada kebenaran di dalam dirinya. Jika ia mengatakan kebohongan, ia mengatakannya dari karakternya sendiri” (Yoh 8:44). Seorang pengikut Kristus harus menjauhkan dirinya dari segala bentuk tipu daya. Ingat, tipu daya dapat dilakukan bukan dengan dusta terang-terangan, tetapi dengan mengatakan hanya setengah kebenaran. Kita dapat memperdaya orang dengan mengatakan apa yang benar, tetapi pada waktu bersamaan, menyimpan informasi tertentu. Jauhkanlah diri kita dari sifat Iblis yang jahat ini!

Di atas semua itu, “biarlah perkataan Kristus tinggal di dalam kamu dengan melimpah, dengan segala hikmat kamu mengajar dan menasihati seorang terhadap yang lain” (Kol 3:16). Di Amsal 10:11 dikatakan bahwa, “Mulut orang benar adalah mata air kehidupan…”. Kemudian di Amsal 13:14, “Pengajaran orang berhikmat adalah sumber kehidupan, sehingga menjauhkan orang dari perangkap maut”. Kiranya Bapa di surga mengubah hati kita sedemikian rupa sehingga mulut kita menjadi mata air kehidupan!


PENERANGAN/ILUMINASI ROHANI

Namun, kita harus menghadapi kenyataan. Ada gejala yang digambarkan oleh Kitab Suci sebagai, “melihat, tetapi tidak melihat; mendengar, tetapi tidak mendengar”. Yesus berkata kepada orang Yahudi di Yohanes 8, “Perkataanku tidak beroleh tempat di dalam kamu. Apa sebabnya kamu tidak mengerti apa yang aku katakan? Itu karena kamu tidak dapat mendengar firmanku.” Itulah masalahnya dengan seluruh bangsa Israel. Itulah vonis Yesus terhadap mereka. Mereka diberikan firman Allah, tetapi firman-Nya tidak beroleh tempat di dalam diri mereka. Paulus bernubuat bahwa pada akhir zaman, akan timbul gejala “selalu belajar, tetapi tidak pernah bisa sampai kepada pengenalan akan kebenaran” (2 Tim 3:7). Hal semacam ini sedang terjadi di depan mata kita. Orang bisa bertahun-tahun di gereja, selalu ingin diajar, selalu belajar, tetapi perkataan Kristus tidak beroleh tempat di dalam dirinya.

Alasannya cukup sederhana. Yesus berkata, “Jika seseorang [hendak] melakukan kehendak Allah, ia akan mengetahui ajaranku, apakah itu berasal dari Allah atau dari diriku sendiri” (Yoh 7:17). Dalam bahasa Inggris, “If anyone’s will is to do God’s will” (ESV). Melakukan kehendak Allah berarti terjadinya keselarasan antara kehendak kita dengan kehendak Allah. Kata will mengungkapkan suatu tekad untuk menolak dan menyangkal kehendak diri untuk melakukan kehendak Allah. Dengan kata lain, kita tidak akan tahu kecuali kita datang kepada pengajarannya dalam ketaatan.

Banyak orang berpikir mengikuti pelatihan dan kursus di gereja akan menjadikan dirinya lebih serius dalam kehidupan rohani. Banyak yang berpikir bahwa dengan mendengarkan lebih banyak akan membuat dirinya lebih rohani. Sama sekali tidak! Berikut kenyataannya: Jika saudara tahu bahwa ada sesuatu dalam diri saudara yang tidak menyenangkan Tuhan, tetapi saudara tidak segera bertobat dan segera meluruskan hal itu, mendengarkan lebih banyak tidak akan memanfaatkan saudara sedikit pun! Saudara hanya membuang-buang waktu mengikuti pelatihan atau kursus Alkitab ini dan itu. Jika saudara hidup dalam ketidaktaatan yang disengaja, mendengarkan lebih banyak malah akan memperburuk situasi. Saudara akan menjadi semakin buta, makin gelap, makin gelisah di hati. Saudara akan menjadi pribadi yang lebih buruk daripada sebelumnya (2Ptr 2:20). Firman Allah tanpa penerangan dari Allah merupakan sesuatu yang sangat berbahaya.

Perkataan Yesus, Firman Tuhan dan juga pelatihan-pelatihan di gereja hanya akan membawa manfaat dan pertumbuhan kepada satu jenis orang, “orang yang hendak melakukan kehendak Allah”, bukan orang yang mikir-mikir dulu, bukan orang yang nimbang-nimbang dulu. Seperti Abraham, kita bahkan tidak perlu mengetahui apa kehendak-Nya terlebih dulu untuk kita rela melakukannya. Ia berangkat, walaupun tidak tahu ke mana ia akan pergi (Ibr 11:8).

Kita akan mengakhiri dengan Matius 11:25-26,

25  Pada waktu itu Yesus berkata, “Aku memuliakan Engkau, Bapa, Tuhan atas langit dan bumi, bahwa Engkau menyembunyikan semua ini dari orang-orang yang bijaksana dan pandai, dan mengungkapkannya kepada anak-anak kecil.
26  Ya, Bapa, karena seperti itulah yang berkenan di hadapan-Mu.

Bapa berkenan menyembunyikan “semua ini” dari orang-orang tertentu dan mengungkapkannya kepada orang-orang tertentu yang lain. Tidak semua orang dapat melihat, tidak semua orang dapat mendengar. Kebenaran rohani hanya dapat diperoleh kita melalui “wahyu”, atau “penerangan/iluminasi” rohani. Siapakah “anak-anak kecil” yang dimaksud di sini? “Anak-anak kecil” merupakan metafora bagi “orang yang hendak melakukan kehendak-Nya”, yaitu orang yang bersedia melakukan kehendak-Nya apa pun itu, dan apa pun harga yang harus dibayarnya. Itulah yang akan mendatangkan “ketenangan dalam jiwamu” (ay 29).

 

Berikan Komentar Anda: