Pastor Boo | Kematian Kristus (13) |

Kita akan meneliti satu bagian dari Yesaya 52:13 sampai ke akhir Yesaya 53. Di dalam Perjanjian Baru, ada beberapa bagian yang mengutip Yesaya 53. Hal yang mengejutkan dari berbagai kutipan tersebut adalah bahwa sebagian besar kutipan itu dikaitkan dengan konteks kehidupan dan pelayanan Yesus. Hanya ada satu referensi yang terkait dengan kematian Yesus demi dosa-dosa kita. Hal ini sangat mengejutkan karena Yesaya 53 sering dikutip sebagai gambaran dari kematian Yesus bagi kita. Mari kita lihat 1 Petrus 2:21-24

21 Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya. 
22 Ia tidak berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulut-Nya. 
23 Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil. 
24 Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh.

Anda lihat di ayat 24, Yesus memikul dosa kita di tiang gantungan, yakni kayu salib. Kalimat yang menjelaskan hasilnya: “Supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran” memperlihatkan satu hubungan yang sangat penting. Bagi Petrus, isi Yesaya 53 tidak sekadar mengacu pada Yesus; kita juga bisa mengalami isi Yesaya 53. Kita ikut serta dengan dia di dalam kematian kita terhadap dosa. Petrus memandang isi Yesaya 53 bukan hanya merupakan suatu fakta obyektif, yakni bahwa Yesus memikul dosa-dosa kita. Tindakannya memikul dosa-dosa kita itu membuat kita mati terhadap dosa dan hidup untuk kebenaran. Akan tetapi, dalam berbagai penginjilan zaman sekarang, Yesus menderita dan mati supaya kita tidak harus menderita dan mati.

Dan lebih dari itu, kita diluputkan dari Penghakiman Allah karena Yesus, di dalam penderitaannya, telah memikul penghakiman Allah. Akan tetapi, Yesaya 53 tidak berbicara tentang hal dibebaskan dari penghakiman Allah. Pasal ini hanya menggambarkan penderitaan Yesus bagi umat Allah, sekaligus penderitaan umat Allah. Tidak ada pengecualian dari penghakiman di dalam Yesaya 53. Petrus juga berpandangan seperti ini. Dia tidak berkata bahwa Yesus memikul dosa-dosa kita di kayu salib supaya kita tidak dihakimi, yang dia katakan adalah supaya kita mati terhadap dosa dan hidup untuk kebenaran..

Tujuan dari penderitaan Yesus adalah supaya anda dan saya bisa menjalani kebenaran Allah. Inilah titik utama dari pokok tersebut. Yesaya 53 berbicara tentang orang benar, segenap isi bagian tersebut menggambarkan karakteristik orang benar, orang yang – untuk kepentingan Allah – rela menderita bagi orang lain. Isi Yesaya 53 berbicara tentang seorang hamba yang berkomitmen sepenuhnya terhadap kehendak Allah, dan di saat menderita, dalam 1 Petrus 2, dia menanggungnya dengan diam. Tidak ada tipu, ancaman atau pun kekerasan dari hamba ini. Kita akan membahas hal itu lagi nanti.

Jika anda renungkan hal itu, sebagai manusia biasa, entah Kristen atau bukan, kita semua berurusan dengan penderitaan. Kita menderita oleh berbagai hal. Dalam konteks ancaman dari wabah covid-19, banyak orang menderita karena tertular virus ini. Yang lain menderita karena tak dapat bekerja lagi, dan akibatnya harus menghadapi kesulitan ekonomi. Namun, ada juga orang yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga karena mereka tidak bisa keluar rumah. Apapun penyebabnya, kita tak bisa menghindari penderitaan. Ada banyak macam penderitaan, mulai dari penderitaan fisik sampai mental. Namun, kita juga tahu bahwa jika kita ingin mencapai sesuatu, jika ada tujuan yang ingin dikejar, maka kita harus rela menderita. Ada rasa sakit saat menjalani disiplin dalam mengejar tujuan. Ada kekuatiran, sulit tidur, ketegangan akibat harus berurusan dengan orang-orang yang susah ditangani, entah itu rekan kerja atau mungkin atasan anda. Penderitaan bukan hal yang bisa dihindari.

Akan tetapi, di dalam Yesaya 53, penderitaannya jauh lebih berat. Penderitaan dalam kehidupan biasa saja sudah cukup buruk, tetapi di sisi rohani, derita yang ditanggung sangatlah hebat. Ada sebuah buku yang membahas tentang penderitaan Allah. Buku itu berjudul, “Penderitaan Allah di dalam Perjanjian Lama (God’s suffering in the Old Testament),” yang ditulis oleh Fretheim. Saya belum sempat membacanya, tetapi judulnya menarik perhatian saya. Bahwa Allah menderita karena kondisi umat manusia mungkin merupakan hal yang tidak kita pahami. Kita memang bisa memahami penderitaan yang muncul akibat kesalahan atau kecerobohan kita. Akan tetapi, membayangkan bahwa Allah menderita akibat kebodohan kita, tentunya sangat besar penderitaan yang Dia pikul. Jadi, jangan pernah berpikir bahwa Allah itu jauh dari kehidupan kita; sebagaimana yang disampaikan oleh buku tersebut, Dia adalah Allah yang menanggung penderitaan. Saya yakin bahwa sekarang ini, saat Dia mengamati seluruh isi dunia serta dampak dari virus, Dia merasakan penderitaan itu. Akan tetapi, Dia juga memastikan bahwa kita tetap melihat jalan menuju Allah di tengah penderitaan zaman ini.

Mari kita lihat isi Yesaya 53:1

Siapakah yang percaya kepada berita yang kami dengar, dan kepada siapakah tangan kekuasaan YAHWEH dinyatakan?

Di ayat ini ada satu pertanyaan yang terkait dengan “tangan Yahweh.” Kepada siapakah tangan Yahweh dinyatakan? Ungkapan ‘tangan Yahweh’ memiliki makna kuasa Yahweh untuk mewujudkan keselamatan-Nya dalam konteks ini. Jawabannya terletak di ayat 2 dan 3.

2 Sebagai taruk ia tumbuh di hadapan TUHAN dan sebagai tunas dari tanah kering. Ia tidak tampan dan semaraknyapun tidak ada sehingga kita memandang dia, dan rupapun tidak, sehingga kita menginginkannya. 
3 Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kitapun dia tidak masuk hitungan.

Ini adalah jawaban yang indah. Hamba ini adalah tangan kekuasaan Yahweh. Dia adalah orang yang olehnya Yahweh akan mewujudkan rencana keselamatan-Nya. Namun, perhatikan uraiannya mengenai orang ini. Dia bukan orang penting dan tidak punya daya tarik. Kemudian ayat 3 menyatakan, “ia sangat dihina … dan bagi kitapun dia tidak masuk hitungan.” Ada banyak spekulasi terkait dengan rujukan dari kata ‘kita’. Sebagian orang berkata, “Kata kita ini mengacu pada umat Israel” ; sebagian yang lain mengatakan kata itu mengacu pada bangsa-bangsa asing. Hal ini sebenarnya tidak penting. Bagi Paulus, keselamatan itu berlaku bagi oang Yahudi dan bangsa asing. Dapat anda lihat di sini bahwa sosok hamba tersebut tampaknya tidak memiliki kharisma. Tak ada daya tarik dalam dirinya. Mari kita lihat Yesaya 52:14

Seperti banyak orang akan tertegun melihat dia begitu buruk rupanya, bukan seperti manusia lagi, dan tampaknya bukan seperti anak manusia lagi.

Hamba ini babak belur wajah dan tubuhnya; penampilannya tidak memikat hati orang. Dia bahkan terlihat sangat buruk! Inilah pokok yang saya uraikan pada minggu lalu dalam pembahasan tentang hikmat Allah dan kelemahan. Dia tidak menunjukkan kecerdasan. Dia tidak memiliki wibawa dan pengaruh. Dia tidak kaya. Dia terlihat seperti orang yang tidak tahu apa-apa jika yang dinilai adalah pengetahuannya tentang berbagai ajaran filsafat yang berkembang di zamannya. Dia memang bukan orang penting.

Saya ikut sebuah kelompok chat yang terdiri dari teman-teman sekelas di masa sekolah dulu. Ada satu orang yang sangat menonjol di dalam kelompok ini, salah satu sahabat lama saya. Dia adalah orang yang sangat ramah dan, tak diragukan lagi, memiliki banyak teman. Akan tetapi, baru-baru ini dia meninggal dunia. Anda bisa bayangkan kesedihan yang kami semua rasakan. Saat pemakamannya, salah satu teman saya berkenalan dengan saudaranya. Ternyata saudara dari teman yang sudah meninggal ini juga memiliki kepribadian yang ramah dan memikat. Dan dalam waktu singkat dia menjadi populer di kelompok kami. Beberapa waktu yang lalu, dia berhasil meraih gelar Ph.D., dan segera saja menjadi pusat pembicaraan di dalam kelompok. Anda bisa melihat bahwa jika anda adalah orang yang cerdas dan memiliki kepribadian yang memikat, maka semua orang yang tertarik kepada anda.

Harap anda perhatikan di sini bahwa hamba yang digambarkan oleh Yesaya bukan sekadar tidak memiliki kharisma, rupanya juga sangat buruk. Tampilan yang buruk ini mengingatkan saya pada ucapan Paulus kepada jemaat di Galatia, dalam Galatia 4:13-14. Dia datang ke Galatia dalam keadaan sakit, dan semua orang di sana tahu bahwa dia sedang terkena penyakit. Akan tetapi, mereka tetap menerimanya. Nah, hal apakah yang ingin disampaikan oleh Yahweh kepada kita? Jika anda ingin mengetahui apakah seseorang itu benar-benar hamba Allah, anda tidak bisa mengandalkan nalar dan firasat manusiawi anda. Jika anda menyukai seseorang, maka anda perlu bertanya, “Mengapa saya menyukai dia? Mengapa saya bisa mengagumi dia?” Mungkin saja hal itu bersumber dari karakter orang tersebut; bisa juga bersumber dari hal-hal yang dia miliki. Semua sumber daya pikat itu tidak selalu terkait dengan dosa. Akan tetapi, dapatkah anda menjelaskan dengan logika mengapa anda menyukai orang itu? Sebaliknya, maukah kita mengasihi orang yang menyampaikan kebenaran kepada kita, sekalipun hal itu akan menyakiti dirinya sendiri? Hal inilah yang sedang dibahas di dalam Yesaya 53.

Mari kita lanjutkan. Ada sebuah tujuan yang harus dikejar. Rencana Allah harus terwujud, seperti yang sudah kita lihat dalam 1 Korintus, bahwa Allah sengaja memilih hamba yang satu itu. Mari kita lihat di dalam Yesaya 49:5-7,

5 Maka sekarang firman YAHWEH, yang membentuk aku sejak dari kandungan untuk menjadi hamba-Nya, untuk mengembalikan Yakub kepada-Nya, dan supaya Israel dikumpulkan kepada-Nya maka aku dipermuliakan di mata TUHAN, dan Allahku menjadi kekuatanku ,firman-Nya: 
6 “Terlalu sedikit bagimu hanya untuk menjadi hamba-Ku, untuk menegakkan suku-suku Yakub dan untuk mengembalikan orang-orang Israel yang masih terpelihara. Tetapi Aku akan membuat engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa supaya keselamatan yang dari pada-Ku sampai ke ujung bumi.” 
7 Beginilah firman YAHWEH, Penebus Israel, Allahnya yang Mahakudus, kepada dia yang dihinakan orang, kepada dia yang dijijikkan bangsa-bangsa, kepada hamba penguasa-penguasa: “Raja-raja akan melihat perbuatan-Ku, lalu bangkit memberi hormat, dan pembesar-pembesar akan sujud menyembah, oleh karena TUHAN yang setia oleh karena Yang Mahakudus, Allah Israel, yang memilih engkau.”

Di dalam ayat 5, untuk apa hamba ini dipilih? Ayat ini mengatakan untuk mengembalikan Yakub kepada-Nya, dan supaya Israel dikumpulkan kepada-Nya. Jadi apakah tujuannya? Untuk mengembalikan bangsa-bangsa di seluruh dunia kepadaNya. Hal itulah yang telah dilakukan oleh Yesus: mengembalikan bangsa Yahudi kepada Allah, dan menugaskan gerejanya untuk mendamaikan seluruh dunia dengan Allah. Itu sebabnya mengapa di dalam 1 Petrus, Petrus memberitahu para murid bahwa mereka menderita demi kebenaran supaya orang-orang kembali kepada Allah sebagai hasilnya. Namun, anda juga melihat bahwa di dalam Yesaya 49:7, bahwa hamba ini dibenci dan direndahkan oleh bangsa-bangsa. Demikianlah, untuk melayani Yahweh, kita mengerti bahwa penderitaan itu tak terhindarkan. Paulus juga menegaskan hal ini kepada semua jemaat.

Mari kita lihat Filipi 1:29,

Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia,

Saat saya memeriksa kamus Yunani-Inggris, dan cara mereka menerjemahkan ayat ini, bunyinya sebagai berikut, “You have graciously been granted the privilege of suffering for Christ (Dalam kasih karunia kamu dianugerahi keistimewaan untuk menderita bagi Kristus).” Penderitaan ini merupakan anugerah dari kasih karunia Allah kepada kita. Nah, ini adalah cara berpikir yang baru! Sebagaimana yang sudah saya sampaikan, entah kita menyukainya atau tidak, kita semua mengalami penderitaan. Ayat ini menyatakan bahwa menderita bagi Kristus itu adalah hak istimewa! Begitulah cara Paulus memahaminya. Bagaimana Paulus bisa sampai pada kesimpulan seperti ini? Mari kita lihat Roma 8:18,

Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita.

Wow! Ini adalah ucapan dengan makna yang mendalam. Kita tahu bahwa Paulus menanggung penderitaan besar. Untuk penderitaan yang sudah ditanggung oleh Paulus, penderitaan yang kita alami mungkin tidak akan dianggap sebagai penderitaan baginya. Sebesar apa penderitaan kita jika dibandingkan dengan penderitaan Paulus? Akan tetapi, penderitaan dipandang sebagai hal yang buruk dalam sudut pandang manusia. Coba lihat penderitaan Yesus! Alasan yang kita buat adalah bahwa Yesus hanya menderita dalam sehari, mungkin sekitar beberapa jam saja. Kita tidak tahu bahwa segenap hidupnya dia lalui sebagai suatu penderitaan, sebagaimana ditegaskan dalam Ibrani 2:18 dab 5:8. Bagi Paulus, sejak dia datang kepada Kristus, segenap hidupnya masuk ke dalam penderitaan, silih berganti dari satu macam penderitaan ke penderitaan yang lainnya. Kita ingin tahu alasan spiritual dari pokok ini. Kita sedang dibawa masuk ke dalam hati dan pikiran Allah, belajar memahami arti penderitaan dari sudut pandang Allah, yakni melihat tujuan yang harus dicapai, sesuatu hal yang jauh lebih mulia.

Hal ini terkait dengan pendamaian dunia dengan Allah. Persoalannya ialah apakah kita memiliki hati Allah, karena dunia secara keseluruhan sedang hidup di dalam dosa. Mari kita lihat isi 2 Korintus 11:23-30,

23 Apakah mereka pelayan Kristus? aku berkata seperti orang gila aku lebih lagi! Aku lebih banyak berjerih lelah; lebih sering di dalam penjara; didera di luar batas; kerap kali dalam bahaya maut. 
24 Lima kali aku disesah orang Yahudi, setiap kali empat puluh kurang satu pukulan, 
25 tiga kali aku didera, satu kali aku dilempari dengan batu, tiga kali mengalami karam kapal, sehari semalam aku terkatung-katung di tengah laut. 
26 Dalam perjalananku aku sering diancam bahaya banjir dan bahaya penyamun, bahaya dari pihak orang-orang Yahudi dan dari pihak orang-orang bukan Yahudi; bahaya di kota, bahaya di padang gurun, bahaya di tengah laut, dan bahaya dari pihak saudara-saudara palsu. 
27 Aku banyak berjerih lelah dan bekerja berat; kerap kali aku tidak tidur; aku lapar dan dahaga; kerap kali aku berpuasa, kedinginan dan tanpa pakaian, 
28 dan, dengan tidak menyebut banyak hal lain lagi, urusanku sehari-hari, yaitu untuk memelihara semua jemaat-jemaat. 
29 Jika ada orang merasa lemah, tidakkah aku turut merasa lemah? Jika ada orang tersandung, tidakkah hatiku hancur oleh dukacita? 
30 Jika aku harus bermegah, maka aku akan bermegah atas kelemahanku.

Paulus menanggung penderitaan hebat, bukan hanya penderitaan fisik, tetapi juga penderitaan batin. Pada akhirnya, dalam ayat 28 dan 29, kita melihat kepedulian rohani Paulus, kepedulian terhadap kesehatan rohani para jemaat. Semua hal itu bertumpuk di atas pundak Paulus. Sekalipun Paulus berkata, “Dalam kebodohanku aku bermegah,” di dalam tindakan bermegahnya itu, kita mendapat kilasan tentang kehidupan Paulus. Dia benar-benar menderita bagi Kristus dan Injil. Hal yang terjadi selanjutnya adalah, di tengah semua penderitaan itu, kita lihat di dalam 2 Korintus 12:1-4

1 Aku harus bermegah, sekalipun memang hal itu tidak ada faedahnya, namun demikian aku hendak memberitakan penglihatan-penglihatan dan penyataan-penyataan yang kuterima dari Tuhan. 
2 Aku tahu tentang seorang Kristen; empat belas tahun yang lampau entah di dalam tubuh, aku tidak tahu, entah di luar tubuh, aku tidak tahu, Allah yang mengetahuinya orang itu tiba-tiba diangkat ke tingkat yang ketiga dari sorga. 
3 Aku juga tahu tentang orang itu, entah di dalam tubuh entah di luar tubuh, aku tidak tahu, Allah yang mengetahuinya 
4 ia tiba-tiba diangkat ke Firdaus dan ia mendengar kata-kata yang tak terkatakan, yang tidak boleh diucapkan manusia.

Dengan menanggung penderitaan besar, Paulus menerima wahyu spiritual yang besar pula! Kita juga bisa perhatikan rasul Yohanes, yang menulis kitab Wahyu, dia menulisnya ketika sedang menanggung penderitaan yang besar demi Injil Kristus. Kita mungkin tidak akan mengalami jenis penderitaan semacam itu, tetapi saya rasa jika hati kita teguh mengikut Yesus seperti mereka, mengikuti jejak langkah Yesus, maka kita akan mulai bisa menghargai hal-hal yang disampaikan di dalam ayat-ayat tersebut.

Nah, kita tahu bahwa Paulus pernah diangkat ke surga. Dia menyebut tempat itu langit ketiga; demikianlah, dia diangkat ke surga. Dan bukan hanya itu saja, Allah juga berfirman kepadanya langsung. Itu sebabnya mengapa dia bisa berkata, di dalam Roma 8 yang baru saja kita bahas, bahwa penderitaan tidak ada artinya jika dibandingkan dengan kemuliaan yang akan diwujudkan.

Lalu, kepada siapakah tangan kekuasaan Yahweh dinyatakan? Bukan sekadar kepada orang yang tidak penting, melainkan kepada orang tidak penting yang rela menderita. Kemudian anda berkata, “Wah, ada tambahan penderitaan? Ini akan membuat kita menjadi seperti sampah!” Nah, persis seperti itulah hal yang disampaikan oleh Paulus dalam 1 Korintus 4:13! Kita menjadi sampah, pada dasarnya, menjadi orang-orang yang ditolak oleh dunia. Itulah hal yang disampaikan oleh Paulus. Anda dapat melihat di sini, jika anda melangkah di jalan ini, maka anda akan bisa melihat kemuliaan Allah.

Di dalam Yohanes 12:38,41, Yohanes mengutip Yesaya 53:1 dan 6:10, kedua kutipan itu menyatakannya, Yesaya berkata demikian karena dia melihat kemuliaan dari Mesias Allah. Di sini anda bisa melihat bahwa Yesaya 53 disusun berdasarkan wahyu dari Allah. Hasil akhirnya bergantung pada arah yang menjadi fokus kita. Jika kita mengarahkan fokus pada penderitaannya, maka kita sudah keliru mengarahkan pandangan. Kita harus mengarahkan fokus kita pada tujuan akhir, semua hal yang ingin diwujudkan oleh Yahweh melalui hamba-Nya. Di dalam Perjanjian Baru, hamba ini adalah Kristus. Mari kita lihat isi 1 Petrus 2 dan Markus 10:43-45 juga. Sama seperti Yesus yang datang untuk melayani, maka kita juga melayani dengan cara yang sama. Itu sebabnya kita bisa mengalami Yesaya 53 melalui Kristus.

Dalam sisa waktu ibadah ini, saya akan membahas dua hal. Yang pertama adalah urusan “menderita bersama.” Yesaya tidak sekadar menguraikan tentang penderitaan demi orang banyak atau memikul dosa-dosa orang banyak. Bagaimana kita menjalani penderitaan demi orang banyak, agar bermanfaat bagi mereka, demi kebaikan mereka? Jawaban atas pertanyaan ini melibatkan ungkapan “menderita bersama”. Istilah ‘menderita bersama’ bermakna bahwa anda ikut merasakan penderitaan orang lain. Ini adalah pola pikir umat Yahudi. Di dalam buku tafsiran Kitab orang Yahudi disebutkan bahwa rasa bersalah yang dipikul bersama adalah konsep umum di dalam Kitab orang Yahudi. Dengan kata lain, orang benar akan ikut merasakan jika ada rasa bersalah yang luas di tengah masyarakat, walau dia tidak melakukan dosa apapun. Kita bisa pikirkan contoh dari Musa, Nehemia dan Daniel. Mereka memanjatkan doa syafaat bagi umat Israel. Walaupun mereka bukan orang yang berbuat dosa, di dalam doa syafaat mereka, mereka tetap menggunakan kata “kami”. Kami sudah berbuat dosa. Kami sudah mendukakan hati-Mu. Kami sudah melanggar. Ini adalah cara pemahaman yang sangat penting. Mari kita lihat Yesaya 53:4-6

4 Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah.
5 Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh. 
6 Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi YAHWEH telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian.

Di sini anda dapat melihat ungkapan “penyakit kita”, kemudian ungkapan “kesengsaraan kita yang dipikulnya” di ayat 4. Lalu ayat 5 memuat ungkapan “pemberontakan kita”, dan dilanjutkan dengan “kejahatan kita”. Demikianlah, kata “kita” selalu muncul di sepanjang ayat 4 sampai ayat 6. Fakta ini menunjukkan bahwa hamba tersebut beridentifikasi dengan kita. Dengan kata lain, hukuman Allah sudah hampir tiba kepada bangsa Israel, dan hamba ini ikut merasakan sakitnya hukuman tersebut. Yesaya juga ikut memikul penderitaan yang datang dari hukuman Allah. Jika anda amati isi Perjanjian Lama, penderitaan macam apa sajakah itu? Wujudnya adalah berbagai macam kesukaran. Sebagai contoh, wabah penyakit, kelaparan, kekerasan, dan penindasan. Jadi Yesaya ikut merasakan kepedihan itu bersama rakyatnya. Walaupun dia orang benar, dia tidak dikecualikan agar orang lain saja yang menderita. Tidak bisa diartikan bahwa dia hanya perlu berada di sana untuk memberitakan firman dan menyerukan pertobatan kepada mereka, tanpa ikut merasakan penderitaan mereka. Tidak, dia ikut menderita bersama merkea. Jika terjadi kekerasan, maka dia ikut mengalaminya juga. Dan jika ada wabah penyakit, dia ikut merasakan penderitaan mereka yang terkena. Dalam konteks ini, jika Yesaya dipandang sebagai hamba yang menderita juga, maka itu berarti bahwa Yesaya ikut menanggung hukuman yang datang dari Allah kepada bangsanya.

Kita tidak boleh berkata, “Nah, itu semua kesalahan mereka; tidak ada hubungannya dengan saya.” Ini adalah kecenderungan alami kita. Jika terjadi masalah, “Itu kesalahannya!” Dan segera saja kita mencari alasan untuk membenarkan diri sendiri. Tak ada rasa peduli terhadap para pendosa. Kita perlu memahami pola pikir hamba yang diuraikan dalam Yesaya 53 ini. Saat dia melihat kegagalan anda, dia bersedia untuk ikut menanggung akibatnya dan berdiri bersama anda. Ini adalah kualitas yang unik!

Bahkan anjing tidak mau melakukannya. Bagi anda yang terbiasa memelihara anjing, tentu tahu akan hal ini. Saya pernah memelihara dua ekor anjing. Salah satu di antaranya mengencingi karpet. Lalu saya bertanya, “Ini perbuatan siapa?” Tentu saja, anjing tidak menyembunyikan kesalahan mereka. Keduanya terlihat menunduk, seperti biasa, kami mulai dari yang lebih besar. Ketika saya tarik dia, mendadak saja dia menolak. Dia merengek dan berusaha menolak, dan saya bisa memahami maksudnya. Yang dia maksudkan adalah bahwa bukan dia pelakunya. Lalu, saya menoleh ke arah yang seekor lagi, “Ahh! Ternyata dia.” Anda lihat, bahkan anjing tahu bagaimana caranya agar terlepas dari masalah!

Demikianlah, hamba yang satu ini sangat unik. Itu sebabnya mengapa anda bisa lihat di dalam Yesaya 53:12 yang berbunyi, “Ia telah menyerahkan nyawanya ke dalam maut dan karena ia terhitung di antara pemberontak-pemberontak.” Kita melihat penggenapannya dalam Lukas 22:37.

Sebab Aku berkata kepada kamu, bahwa nas Kitab Suci ini harus digenapi pada-Ku: Ia akan terhitung di antara pemberontak-pemberontak. Sebab apa yang tertulis tentang Aku sedang digenapi.

Ini adalah satu-satunya ayat yang dikutip oleh Yesus. Uraian berikutnya bersifat tafsiran. Dan ayat yang dikutip berasal dari bagian akhir Yesaya 53. Jika kita bisa melihat isi hati Yesus, makna yang dia maksudkan jauh lebih mendalam daripada sekadar menyatakan dia sebagai tebusan bagi dosa-dosa. Mari kita lihat isi Lukas 23:41

Kita memang selayaknya dihukum, sebab kita menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan kita, tetapi orang ini tidak berbuat sesuatu yang salah.

Dia mengambil hukuman itu di kayu salib. Dia terhitung di antara para pemberontak, yakni dua orang lain yang disalibkan bersama dengannya. Salah satunya berkata, “Kita layak dihukum, akan tetapi dia itu tidak bersalah, tetapi dia bersedia menanggung hukuman.” Hal ini memperlihatkan belas kasihan Yahweh kepada kita, dengan mengutus hamba-Nya yang mampu beridentifikasi dengan kita, dan bukan itu saja, dia bersedia ikut menanggung hukuman yang disiapkan bagi para pendosa. Dia ikut menanggung hukuman, akan tetapi hamba ini tidak menanggung hukuman itu sendiri. Dia ikut menderita bersama mereka yang sedang diahakimi. Karena sikap hati dan tindakannya itulah salah satu dari kedua penjahat itu bertobat di ayat 42. Jika anda pelajari sejarah hidup Musa, hal yang sama terjadi juga. Karena rakyat sudah berbuat dosa, masa penjelajahan di padang gurun kemudian diperpanjang. Akan tetapi, Musa tetap melanjutkan bersama mereka dan memimpin mereka selama 38 tahun masa pengembaraan berikutnya. Seperti itulah setiap hamba Allah yang sejati menjalankan panggilannya: Konsep “menderita bersama” merupakan pokok yang selalu diutamakan.

Pokok yang kedua tercermin dalam ungkapan “menderita karena”. Dengan kata lain, hamba ini sebenarnya menanggung penderitaan yang lebih besar. Dia bukan sekadar beridentifikasi dengan umat, tetapi dia juga menanggung derita karena perbuatan umat, umat yang ingin dia selamatkan. Bangsa tersebut terus berusaha untuk menyusahkan dia dan akhirnya mereka menyerang dia. Pertama mereka menyerang dengan kata-kata, dan akhirnya menyerang secara fisik. Perlakuan semacam ini sangatlah sukar diterima. Itu sebabnya mengapa saya berkata, “Dia menderita demi rakyat dan oleh karena rakyat.”

Jika anda berniat menolong seseorang, lalu orang itu menghargai dukungan anda kepadanya, serta bersedia menerima pertolongan anda, maka anda akan merasa bahwa hal itu sudah selayaknya. Namun, jika anda menolong seseorang, lalu orang itu menyerang anda atas pertolongan yang sudah anda berikan, maka kebanyakan dari kita akan sangat sukar menerima kenyataan ini. Kecenderungan kita adalah untuk segera memisahkan diri. Akan tetapi, dari yang anda lihat di dalam Yesaya 53, urusannya ternyata berbeda, mari kita baca ayat 8-9.

8 Sesudah penahanan dan penghukuman ia terambil, dan tentang nasibnya siapakah yang memikirkannya? Sungguh, ia terputus dari negeri orang-orang hidup, dan karena pemberontakan umat-Ku ia kena tulah. 
9 Orang menempatkan kuburnya di antara orang-orang fasik, dan dalam matinya ia ada di antara penjahat-penjahat, sekalipun ia tidak berbuat kekerasan dan tipu tidak ada dalam mulutnya.

Demikianlah, di ayat 8 tertulis, “Sesudah penahanan dan penghukuman ia terambil.” Dengan kata lain, dia tidak sekadar menanggung penderitaan, dia juga menanggung ketidakadilan, tetapi dia menerima ketidakadilan dari hakim-hakim yang curang itu. Jika isi ayat 8 dan 9 ini anda pahami secara harafiah, maka itu berarti bahwa mereka telah membunuhnya. Ini adalah kenyataan yang sulit diterima. Seperti yang sudah saya uraikan sebelumnya, jika anda ikut menanggung penderitaan orang lain, maka itu adalah hal yang layak mendapat pujian. Kita membayangkan orang-orang seperti Bunda Theresa, mereka yang melayani di lingkungan para penderita kusta, atau tenaga kesehatan yang berjuang menolong para pasien corona. Semua perbuatan mereka sangatlah mulia.

Akan tetapi, sangatlah sukar bagi kita untuk menerima ketidakadilan! Anda tidak melakukan kesalahan apa-apa, akan tetapi semua orang mengucapkan hal-hal yang menyalahkan anda. Bagaimana anda akan bereaksi? Tentu saja anda akan menjadi sangat marah. Kita ingin menyerang balik, mengejar orangyang sudah memfitnah kita untuk mengakui kesalahannya. Kita ingin agar persoalan segera diluruskan. Lihatlah isi Matius 5:11 untuk memahami hal yang berlawanan dengan itu. Akan tetapi, di dalam Yesaya 53, hamba ini tidak sekadar menghadapi fitnah, dia mengalami serangan fisik dan akhirnya hukuman mati tanpa penegakan keadilan.

Apakah hasil dari semua ini? Kita lihat kembali isi 1 Petrus 2. Rakyat akan melihat penderitaan hamba ini, dan kuasa Allah (tangan kekuasaan Yahweh akhirnya dinyatakan), mata rakyat akhirnya terbuka (tentu saja, tidak semua orang terbuka matanya, hal yang sudah disampaikan dalam Yesaya 49), Yakub atau Israel akan bisa melihat dan berbalik kepada Allah.

Dengan kata lain, segenap maksud dari penderitaan adalah untuk melahirkan ciptaan baru. Rakyat bertobat dan menyerahkan hdiup mereka kepada Yahweh, seperti yang diuraikan dalam 1 Petrus 2, “Supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran.”

Saya harap anda memahami hal yang disampaikan oleh Yesaya 53 sekarang. Selanjutnya mari kita baca Yesaya 53:11,

Sesudah kesusahan jiwanya ia akan melihat terang dan menjadi puas; dan hamba-Ku itu, sebagai orang yang benar, akan membenarkan banyak orang oleh hikmatnya, dan kejahatan mereka dia pikul.

Benar, hamba ini dapat melihat hasil dari penderitaannya, dan hasil itu disampaikan di ayat 11 ini, karena penderitaan dan kematiannya, maka ada banyak orang yang dijadikan orang benar. Itu sebabnya mengapa anda bisa mengerti sekarang dari mana Petrus mendapatkan pemahaman itu, bahwa kita harus mati terhadap dsa dan hidup untuk kebenaran.

 

Berikan Komentar Anda: