SC Chuah | Matius 5:8 |
Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.
Dalam pesan ini, kita mau melihat pada janji Allah. Berbahagialah orang yang suci hatinya, dan apa janjinya? Mereka akan melihat Allah. Ini janji yang sangat besar!
Sungguh Engkau Allah yang menyembunyikan diri, Allah Israel, Juruselamat. (Yesaya 45:15)
Ini merupakan sebuah pernyataan umum. Allah adalah Allah yang menyembunyikan dirinya.
ALLAH YANG MENYEMBUNYIKAN DIRI
Pertama, Allah pada dasarnya tidak kelihatan (invisible). Di 1 Timotius 1:17, Allah disebut “yang tak nampak” (invisible). Kemudian dalam doksologi di 1 Timotius 1:16, Dia digambarkan sebagai “yang tak seorang pun pernah melihat atau dapat melihat-Nya”. Kalau Dia yang secara hakekat tidak kelihatan sekarang memutuskan untuk menyembunyikan diri pula, di mana harapan kita untuk dapat melihat Dia? Bagaimana mungkin kita bisa melihat Dia? Bukankah itu suatu kemustahilan? Kalau saya sebagai manusia mau menyembunyi diri, saya pasti akan ditemukan. Namun, kalau Allah yang tak kelihatan menyembunyikan Diri-Nya, maka sia-sialah kita mencari-Nya. Dapatkah saudara melihat betapa hebatnya janji Yesus ini?
Inilah bukti paling jelas bahwa ayat ini benar: sekalipun kita hidup di dalam dunia ciptaan Allah yang sangat indah dan ajaib, tetap saja terdapat begitu banyak ateis di dunia ini. Bukankah ini bukti paling jelas bahwa Allah kita adalah Allah yang menyembunyikan Diri-Nya? Kita tidak perlu merasa gelisah atau terancam karena terdapat banyak ateis di dunia ini. Jumlah ateis makin bertambah dari zaman ke zaman. Itu karena Allah kita memang Allah yang menyembunyikan Diri-Nya! Dia sengaja menyembunyikan diri-Nya. Sebenarnya di antara orang-orang yang beragama pun, banyak yang hidup seolah-olah tidak ada Allah. Ada banyak orang religius yang hidup seolah-olah tidak ada Allah. Dengan kata lain, terdapat banyak ateis-ateis yang beragama. Salah satu bidang teologia yang tidak terlalu menarik minat saya adalah apologetika, atau bidang studi tentang pembelaan Allah atau pembelaan iman Kristen. Studi tentang bagaimana membuktikan kepada orang ateis bahwa Allah itu ada. Saya tidak tertarik untuk berdebat dengan orang-orang, khususnya ateis yang sombong, ateis yang bukannya mencari, tetapi ateis yang angkuh dan terlalu percaya diri. Contohnya, kalau saya mau menyembunyikan diri dari seseorang dengan masuk ke loteng rumah atau ke kamar mandi, lalu datang istri saya memberitahu ke orang itu, “Oh, dia lagi sembunyi di kamar mandi.” Apa perasaan saya? Dengan orang-orang tertentu, Allah tidak berminat untuk menyatakan Diri-Nya (Mat 11:25). Lalu, kenapa kita membuang waktu berusaha mati-matian untuk membuktikan kepada mereka bahwa Allah itu ada?
ALLAH RINDU DITEMUKAN KITA
Walaupun Allah merupakan Allah yang menyembunyikan Diri-Nya, tetapi dari seluruh pewahyuan yang dinyatakan dalam Kitab Suci, Allah adalah Allah yang ingin ditemukan. He hides yet He wants us to seek Him. Dia bersembunyi, tetapi Dia ingin kita mencari-Nya. Apakah Allah sedang bermain Hide and Seek atau petak umpet dengan kita? Jawabannya adalah iya. Dia bersembunyi supaya kita mencari-Nya. Hal yang menarik adalah Dia menyembunyikan Diri-Nya tetapi Dia sangat ingin ditemukan. Jika saya bermain petak umpet dengan Zoe, saya akan bersembunyi agar dia mencari, tetapi saya juga ingin ditemukan. Saya tidak akan membuatnya begitu sulit untuk dia. Saya akan memastikan bahwa anak berusia lima tahun seperti dia akan menemukan saya dengan sedikit usaha. Saya akan memberikan semua tanda-tanda agar dia dapat menemukan saya.
Dalam Alkitab, semua tindakan Allah di dalam sejarah merupakan tanda-tanda supaya Dia ditemukan. Pernyataan yang dibahas hari ini, “Berbahagialah orang yang suci hatinya”, merupakan satu petanda yang sangat besar atau kunci utama yang diberikan kepada kita untuk melihat apa yang tidak kelihatan. Kita bisa memastikan bahwa apa yang dikatakan Yesus dapat dipercayai dan diandalkan karena bagian lain firman Tuhan berkata tidak ada orang yang pernah melihat Allah kecuali dia yang diutus oleh Allah.
Hal itu bukan berarti ada orang yang sudah pernah melihat Bapa, kecuali dia yang datang dari Allah; Dialah yang telah melihat Bapa. (Yohanes 6:46)
“I have seen the Father (aku sudah melihat Bapa)”, kata Yesus. Dan di Ucapan Bahagia, Yesus memberitahu kita kunci untuk melihat Bapa, yaitu kesucian hati. Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena dia akan melihat Allah.
Kalau Allah sudah memberikan kepada kita petunjuk untuk menemukan Dia, bukankah sangat malang dan disayangkan kalau kita tidak mengikuti petunjuk itu dan tidak menemukan Dia? Walaupun petunjuknya sudah ada dan diberikan, tetapi kita gagal untuk mengikutinya dan gagal melihat-Nya.
ADA HARGA YANG HARUS DIBAYAR
Sebagai seorang hamba Tuhan, saya berusaha untuk tidak menjadi seperti orang marketing, salesman atau pramusaji yang menyarankan menu yang kelihatan sangat bagus dan enak di foto. Setelah dipesan, makanan yang disajikan ternyata jauh berbeda dari yang di foto. Ataupun kita melihat iklan parfum yang wanginya membuat bidadari lupa diri. Itulah marketing yang selalu mempromosikan produk secara berlebihan. Saya selalu berusaha untuk tidak melakukan hal semacam ini.
Akan tetapi, dalam kenyataannya, segala sesuatu yang dijanjikan oleh Yesus melampaui kata-kata. Tidak ada kata-kata yang dapat mengungkapkan keindahan janji-janji yang diberikan. Paulus kehilangan kata-kata untuk menyampaikan kepada pembacanya, keluarbiasaan berkat-berkat yang dia alami di dalam hidupnya. Namun, yang tak terhindarkan adalah harga yang perlu dibayar untuk mengalami janji-janji tersebut. Saya berusaha untuk tidak memberikan janji palsu seperti, “kalau kamu percaya, maka segala masalah kamu akan lenyap; penyakit akan disembuhkan dan uang di kantong tidak akan habis. Pasangan akan langsung berubah dan rumahtangga menjadi harmonis dan rukun. Hidup seperti dikelilingi kupu-kupu yang indah.” Banyak hamba Tuhan cenderung menggambarkan kekristenan yang tidak sesuai kenyataan. Lalu, jemaat menjadi kecewa. Akan tetapi, setelah dikecewakan, mereka tidak meninggalkan gereja. Mereka tetap menjadi orang Kristen yang biasa-biasa yang sebenarnya membawa aib bagi Injil. Mereka menjadi orang-orang Kristen tidak menanggapi firman Tuhan secara serius. Mereka meresponi firman Tuhan seperti mereka meresponi iklan di TV.
Saya tidak akan memberikan janji-janji palsu. Ada harga yang perlu dibayar, apakah harga itu mahal atau murah bergantung kepada orangnya. Apakah harga sesuatu itu mahal atau murah tergantung pada pribadi masing-masing. Kalau bagi orang yang kaya, semuanya murah. Bagi orang miskin, kebanyakan barang terasa mahal. Dengan kata lain, kalau saya seorang yang kaya rohani, harga apa pun yang perlu dibayar untuk memperoleh apa yang dijanjikan oleh Tuhan tidaklah mahal, terlalu murah malah. Namun, bagi seorang yang miskin rohani, semuanya mahal baginya. Kenapa mahal? Karena kita merasakan apa yang kita dapatkan tidak sesuai atau tidak sebanding dengan harga yang telah kita bayar.
Yang pasti, menurut firman Tuhan, ada harga yang perlu dibayar dan bagi Paulus, harganya terlalu murah. Semurah apa? Begitu murah, harganya hanya sebanding sampah. Demi Kristus, Paulus berkata dia rela melepaskan semuanya. Apa pun yang telah dilepaskannya, jika dibandingkan dengan Kristus, tidak lebih dari sampah.
Jadi tidaklah mahal apa yang perlu kita bayar demi memperoleh Kristus. Makin kita menjalani hidup dari Tuhan ini, makin kita akan merasakan bahwa apa yang telah saya bayarkan terlalu murah dan tidak berarti dibandingkan dengan apa yang kita dapatkan.
KESUCIAN DI HATI
Memang ada harga yang perlu dibayar. Kata Yesus di sini adalah, “berbahagialah orang yang suci hatinya.” Selama ini, ayat ini agak mengganggu saya. Mengapa? Karena hati saya tidak suci. Terlalu banyak sampah. Terdapat banyak barang di dalamnya, ada yang suci, ada yang tidak. Terdapat macam-macam hal di dalamnya. Yesus berkata, “berbahagialah orang yang suci hatinya”, saya duduk berhadapan dengan firman ini dan merasa hati saya tidak suci, terlalu kotor, tidak murni.
Ini berarti ada hal-hal yang perlu dilakukan. Ada harga yang perlu dibayar untuk benar-benar mengejar hati yang suci. Kita harus membenahi hati kita. Harus ada pembersihan atau permurnian untuk mengeluarkan segala yang kotor dan tidak bersih.
Berbahagialah orang yang suci hatinya, kesucian merupakan satu konsep yang besar di dalam Firman Tuhan. Kata “suci” saat dipakai untuk barang-barang biasa, artinya adalah bersih, contohnya pakaian yang bersih, yang tidak kotor. Atau, kalau dipakai untuk barang seperti emas, itu merujuk kepada kemurnian, emas yang murni, tidak ada bahan asing yang lain. Apabila kata “suci” ini dipakai secara religius, artinya adalah tahir. Jadi, suci atau tidak suci dalam penggunaan religius berarti tahir atau tidak tahir. Menurut Perjanjian Lama, ada hewan-hewan yang tahir, ada YANG najis. Hewan-hewan yang tahir bisa dipersembahkan kepada Allah dan hewan-hewan yang najis tidak boleh dipersembahkan kepada Allah.
Pemakaian kata “suci” ini juga dapat merujuk kepada manusia. Ada manusia yang digambarkan sebagai tahir dan ada yang najis. Manusia yang najis tidak dapat diterima Allah, melainkan dia telah disucikan. Saat kata “suci” ini dipakai untuk menggambarkan karakter manusia, ini berarti orang ini innocent, atau tidak bersalah; dan blameless atau tanpa cela. Itulah arti kata “bersih” atau “suci” ini. Saya menarik kesimpulan ini dari ratusan ayat yang memakai kata ini.
TUJUAN DARI SETIAP PENGAJARAN DAN KHOTBAH
Salah satu tugas utama seorang pemimpin agama atau iman di Perjanjian Lama ialah untuk mengajar umat agar dapat membedakan apa yang suci dari yang tidak suci. Imam harus mengajarkan umat untuk membedakan apa yang tahir dari apa yang najis. Beralih ke Perjanjian Baru kita akan melihat beberapa ayat. 1 Timotius 1:5,
Namun, tujuan dari perintah itu adalah kasih yang berasal dari hati yang murni, nurani yang baik, serta iman yang tulus.
Tujuan atau gol dari seluruh pelayanan kita, dari khotbah kita setiap minggu, dinyatakan dalam ayat ini. Semua pelayanan, khotbah maupun nasehat adalah untuk menimbulkan kasih yang berasal dari hati yang murni.
Hal yang penting adalah kasih yang muncul dari hati yang bersih suci. Pelayanan telah gagal kalau dari minggu ke minggu, hati saudara tidak makin lama makin suci. Hati kita harus semakin suci, dan dari hati yang suci itu timbul tindakan atau ungkapan kasih yang murni. Itulah gol atau tujuan utama seluruh pelayanan. Hati yang suci, yang kemudiannya diungkapkan melalui tindakan-tindakan kasih yang nyata.
KOTA BABEL VERSUS KOTA YERUSALEM
Dapatkah saudara melihat hal ini dengan jelas? Di kitab Wahyu diceritakan tentang dua kota. Kota Babel dan kota Yerusalem. Babel merupakan kota yang besar dan kuat. Yerusalem pula adalah kota yang suci atau kota yang kudus. Kisah tentang dua kota yang berbeda. Besar dan kuat versus suci dan kudus. Harapan saya adalah kita merupakan bagian dari kota yang suci ini. Apa ciri kota ini? Ciri utamanya adalah kesucian. Bukan besar dan kuat. Pelayanan yang diarahkan untuk menjadi besar dan kuat selalunya membutuhkan dana yang besar. Karena itu banyak gereja masa kini sering berbicara tentang uang dan selalu meminta uang. Uang dibutuhkan untuk mencapai misi “besar” dan “kuat”. Kita harus berhati-hati kalau kebesaran dan kekuatan merupakan visi kita karena kita bisa saja sedang membangun kota Babel. Jangan sampai kita menjadi bagian dari Babel.
Lalu, apa yang dibutuhkan untuk membangun Yerusalem? Yang dibutuhkan untuk membangun kota kudus adalah Roh Kudus. Itu sebabnya Roh Kudus tidak henti-henti dibicarakan dalam Perjanjian Baru karena itu yang dibutuhkan untuk membangun sebuah kota kudus. Harapan saya adalah sekalipun kita kecil, kita merupakan bagian dari kota kudus. Kita akan terus berbicara tentang Roh Kudus dari mimbar ini, bukan tentang uang.
Di pesan hari ini kita mau berbicara tentang seperti apa hati yang murni atau suci ini. Di Mazmur 24:3-4,
3 Siapa boleh naik ke atas bukit Tuhan? Siapa boleh berdiri di tempat-Nya yang kudus?
4 Ia yang tangannya bersih dan hatinya murni, yang tidak membawa jiwanya pada kesia-siaan, dan tidak bersumpah palsu.
KITA HARUS MENJALANI TRANSPLANTASI HATI
Mazmur 51:12,
Ciptakanlah di dalam diriku hati yang murni, ya Allah, dan perbaruilah roh yang teguh di dalam diriku.
Saya akan menyampaikan dua poin yang sederhana. Bagaimana untuk memperoleh hati yang bersih. Pertama, seperti Pemazmur, kita meminta. Pemazmur meminta kepada Tuhan, “Ciptakanlah atau create in me, hati yang baru dan bersih.” Karena Allah harus berbuat sesuatu di dalam hati kita untuk menjadikannya baru dan bersih. Untuk mendapatkan hati yang bersih, kita harus menjalani operasi transplantasi jantung atau heart transplant. Hati yang sudah busuk harus dikeluarkan dan diganti dengan yang baru. Hal ini hanya bisa dilakukan oleh Allah sendiri. Kita hanya bisa berdoa meminta kepada Tuhan. Itu yang saya lakukan. Hati kita yang busuk sudah tidak bisa diperbaiki. Sudah bernanah dan membusuk. Kita hanya bisa datang kepada Allah dan berkata, “Saya hanya bisa berserah kepada Engkau.” Kita hanya bisa membaringkan diri di atas meja operasi dan berserah saja. Biar Tuhan yang mengganti hati kita.
PURITY OF HEART IS TO WILL ONE THING
Yang kedua, saya ingin menggambarkan kepada saudara apa itu hati yang baru dan bersih. Hal yang paling dominan tentang hati manusia adalah keinginan atau kerinduan kita. Memang hati kita juga dipenuhi oleh perasaan, tetapi yang paling dominan dan yang paling menentukan adalah keinginan kita. Teolog besar, Soren Kierkegaard berkata, “kesucian hati adalah menghendaki hanya satu hal” (Purity of heart is to will one thing).
Saya akan memakai ayat Mazmur 73:25 untuk menggambarkan seperti apa hati yang suci itu. Ayat ini menggambarkan kepada kita hati yang suci.
Siapa yang aku miliki di surga? Dan, bersama Engkau, aku tidak menginginkan apa pun di atas bumi.
Dikatakan di ayat ini, “Siapa kiranya ada padaku di surga? Selain Engkau, aku tidak menginginkan apa pun di bumi.” Di surga kita tidak memiliki apa-apa selain Engkau dan di bumi ini tidak ada yang aku inginkan kecuali engkau. Untuk apa kita mau ke surga? Karena ada Allah di situ. Dan di bumi juga, tidak ada yang aku inginkan selain Engkau.
Itulah hati yang suci. Tidak ada keinginan dan kerinduan lain selain Allah, apakah di surga atau di bumi. Dengan kata lain, kalau saudara mempunyai keinginan lain, menjadi kaya, hebat atau yang lainnya, itu berarti hati saudara tidak suci. Itulah bedanya penyembahan berhala menurut Perjanjian Baru dan penyembahan berhala dalam Perjanjian Lama.
Dalam Perjanjian Lama, penyembahan berhala terjadi di luar, tetapi dalam Perjanjian Baru, penyembahan berhala terjadi di dalam hati. Uang, profesi, istri, suami, anak-anak, semuanya ini bisa menjadi berhala kita. Sepertinya suami dan istri jarang menjadi berhala dalam rumahtangga, tetapi bagaimana dengan anak-anak. Banyak orang yang memberhalakan anak-anaknya. Anak-anak diprioritaskan di atas segala sesuatu, termasuk Allah.
Dengan bergulirnya waktu, kemurnian hati harus selalu diperjuangkan karena situasi kita selalu berubah. Kemurnian hati harus dipertahankan terus agar di dalam setiap musim hidup kita, kita dapat berkata seperti pemazmur, tidak ada satu pun yang kurindukan di bumi ini selain Engkau.
Satu ujian yang dapat dilakukan adalah sebagai hamba Tuhan, apa respon atau reaksi kita saat kita menerima uang? Saat uang kita bertambah? Saat kita kehilangan uang? Pada awal pelayanan, pertama kali saya menerima uang persembahan dari seseorang, saya merasa senang. Makin lama saya melayani, saya melihat bahwa makin banyak yang menyumbang untuk pelayanan, dan saya merasa senang. Walaupun uang itu bukan untuk saya, tetapi untuk pelayanan, saya tetap merasa bahagia. Lama-kelamaan, saya bertanya pada diri saya, kenapa saya merasa senang? Bagaimana kalau saya kehilangan uang? Bagaimana respon saya? Apakah saya menjadi kurang bahagia? Kalau saudara kerugian atau kehilangan uang, apa perasaan saudara? Sedih? Marah? Stres? Contohnya, istri saya tangannya suka menjatuhkan apa saja. Di mobil, di bawah tempat duduk atau di mana gitu, saya sering ketemu uang terselip di sana sini. Ini orang bahaya sekali, kalau di dalam mobil saja, ada uang 50 ribu di bawah sini, 50 ribu terselip di sana, jadi sebenarnya sudah berapa banyak yang terjatuh di jalanan saat dia ke pasar? Saya bereaksi pada keteledoran dia. Lalu, saya bertanya kepada Tuhan, kenapa saya bereaksi seperti itu? Saya berkata kepada Tuhan, saya tidak mau hidup seperti itu. Terima uang ataupun kehilangan uang, saya tidak mau sukacita saya dipengaruhi oleh semua hal itu. Kalau sukacita kita bertambah karena uang bertambah, ini berarti hidup kita dipengaruhi dan dikuasai oleh banyaknya atau sedikitnya uang. Saya berkata kepada Tuhan, saya tidak mau menjalani hidup seperti itu. Uang bertambah atau berkurang, oleh anugerah Allah, tidak akan mempengaruhi perasaan hati saya sedikit pun.
Itulah pesan hari ini. Itulah gambaran hati yang murni. Saya yakin, itulah hati yang mata hatinya (Ef 1:18) akan dibukakan untuk melihat Allah di dalam kehidupannya. Dia akan merasakan pekerjaan Allah di dalam hidupnya. Saudara akan merasakan kenyataan Allah. Sekalipun tidak dengan mata jasmani, saudara akan melihat Allah dengan mata hati. Kita tidak akan lagi ragu akan Allah. Orang yang seperti ini tidak akan berkata bahwa Allah itu tersembunyi. Sekalipun Dia tersembunyi, orang yang suci hatinya akan melihat-Nya. Kiranya ini menjadi kerinduan hati kita untuk melihat-Nya.