SC Chuah | Yohanes 6:66-71 |

66  Sejak saat itu, banyak pengikutnya mengundurkan diri dan berhenti mengikuti dia.
67  Karena itu, Yesus berkata kepada kedua belas muridnya, “Apakah kamu juga ingin pergi?”
68  Simon Petrus menjawab dia, “Tuan, kepada siapakah kami akan pergi? Engkaulah yang memiliki perkataan kehidupan kekal.
69  Kami telah percaya dan mengenal engkau, bahwa engkaulah Yang Kudus dari Allah.”
70  Yesus menjawab mereka, “Bukankah aku sendiri yang memilih kamu, dua belas orang ini? Meski demikian, salah satu dari kamu adalah setan.”
71  Yang ia maksud adalah Yudas, anak Simon Iskariot, sebab Yudas adalah salah satu dari kedua belas murid itu, tetapi ia akan mengkhianati Yesus.

Yohanes  6 diakhiri dengan catatan yang sedih, dengan nada yang negatif. Dalam khotbah berseri seperti ini, kita tidak boleh tebang pilih, dan memilih untuk membahas hal-hal yang positif saja. Jadi, kita tidak akan menghindar dari hal yang negatif. Kita perlu menarik sebanyak mungkin pelajaran dari peristiwa ini supaya kita dapat “bertahan sampai pada kesudahannya”.


DARI HERO MENJADI ZERO

Yohanes 6 dimulai dengan sangat positif. Setelah memakan roti dan ikan yang disediakan Yesus, mereka semua menarik kesimpulan bahwa “dia ini pasti Nabi yang dijanjikan akan datang ke dunia”. Pernyataan ini merupakan gema dari nubuatan Musa kepada bangsa Israel di Ulangan 18:15,

YAHWEH, Allahmu, akan membangkitkan seorang nabi kepadamu dari antara umatmu, dan ia akan menjadi sepertiku. Kamu harus mendengarkan dia.

Yesus pada permulaan Yohanes 6 sedang berada di puncak popularitasnya. Mereka bahkan ingin memaksanya menjadi raja atas mereka. Ini merupakan sebuah pemberontakan terang-terangan atas pemerintahan Romawi dan raja bonekanya, Herodes. Hukuman bagi pemberontakan seperti ini adalah eksekusi di atas kayu salib. Mereka semua siap mati demi Yesus. Akan tetapi, di akhir pasal setelah percakapan tentang Roti Hidup yang terkenal itu, mereka semua mengundurkan diri dan tidak mengikutnya lagi.

Semua pengalaman religius dan rohani, biasanya dimulai dengan romantis, penuh pengharapan dan kegembiraan. Kita mengalami sesuatu yang baru, yang tidak pernah kita alami sebelumnya. Ini benar secara khusus dengan pengalaman kita bersama Yesus Kristus. Setiap kontak dengan Yesus adalah umpama kontak dengan terang yang membawa cahaya dan kehangatan ke dalam jiwa kita yang gelap dan dingin. Namun, dengan bergulirnya waktu, kilau itu akan mulai memudar. Pengajaran Yesus akan terdengar makin mistis, bertambah radikal, terlalu menuntut dan malah agak berbahaya. Kita semua biasanya memulai dengan baik, mungkin karena kita agak polos, sedikit lugu dan bodoh. Lebih banyak kita mengetahui apa yang terlibat, semuanya mulai terasa kurang praktis.

Yesus berkata,  “Rohlah yang memberi hidup, sedangkan daging tidak berguna sama sekali.” Daging tidak berguna sama sekali? Masak sih? Ternyata mengikut Yesus tidak seglamor yang diharapkan, tidak semudah yang dipikirkan dan tidak seindah yang dibayangkan. Janji para penginjil dan janji Yesus ternyata cukup berbeda. Ternyata jalan sempit menuju hidup itu mataharinya terlalu terik, salibnya terlalu berat dan jalannya tidak rata. Untuk menghindari kekecewaan, di jemaat kita, kami selalu berusaha menyatakan dari awal harganya sebelum seseorang dibaptis. Kami mengingatkan calon baptisan bahwa menjadi Kristen bukan urusan mati masuk surga. Menjadi Kristen berarti menjalankan kehendak dan misi Allah di bumi ini, menyangkal diri dan memikul salib Kristus di dunia ini. Mengikut Yesus berarti mengambil bagian dalam proyek Allah untuk mendatangkan kerajaan-Nya atas bumi ini (“Datanglah kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga”, Mat 6:10).

Saya percaya setiap dari kita yang berusaha mengikut Yesus dengan sungguh-sungguh di sepanjang jalan pasti pernah bertanya-tanya, “Apakah harus dilanjutkan? Apakah memang pantas? Apakah harganya layak dibayar?” Banyak yang berhasil membujuk dirinya untuk menyerah saja. Saudara juga dapat bayangkan apa yang terjadi kepada reputasi Yesus gara-gara 5.000 yang mengundurkan diri itu. Setiap dari mereka akan pulang ke kampung masing-masing. Mereka akan ditanya, “Ke mana saja?” “Dari Kapernaum.” “Buat apa kamu ke sana?” “Hmmm… arr… dari mengikut Yesus…” “Lalu, mengapa kembali? Apa yang terjadi?… “ Saudara dapat bayangkan sendiri percakapannya.

Sebagian besar pula, memutuskan untuk mengambil sikap, “just relax and take it easy, santai saja, ngak usah terlalu serius”. Dalam kenyataannya, mereka tidak lagi mengikut Yesus. Mereka telah mengundurkan diri di hati, walaupun belum di kaki. Mereka tetap tergabung dalam keanggotaan gereja, tetap melakukan hal-hal minimal yang diperlukan, seperti menghadiri ibadah, memberi perpuluhan dll. Inilah orang-orang yang disebut bercabang hati, atau mendua hati.

Mendekatlah Elia kepada seluruh rakyat itu dengan berkata, “Sampai berapa lama lagi kamu berlaku timpang dengan bercabang hati? Jika YAHWEH adalah Allahmu, ikutilah Dia, tetapi jika Baal, ikutilah dia.” Namun, rakyat tidak menjawabnya sedikit pun.

Seperti Israel pada zaman Elia yang tidak menjawab sedikit pun, demikian juga orang seperti Yudas, tidak menetapkan pilihannya sekalipun telah ditanyai Yesus, “Apakah kamu juga ingin pergi?”

Ada hal yang misterius tentang jawaban Yesus terhadap deklarasi Petrus. Mengapa Yesus tiba-tiba berbicara tentang Yudas, yang disebutnya Iblis? Pada titik ini, Yudas sepertinya belum berbuat apa-apa. Mengapa Yesus menimbulkan hal ini pada titik ini? Apakah mungkin pertanyaan Yesus, “Apakah kamu juga ingin pergi?” merupakan sebuah undangan khusus untuk Yudas? Sepertinya Yesus tidak ingin orang yang tidak percaya bersembunyi dengan nyaman di balik orang-orang percaya sejati. Yudas, besar kemungkinan mewakili semua orang yang telah mengundurkan diri di hati, tetapi belum di kaki. Orang-orang seperti ini telah memosisikan dirinya sebagai pengkhianat. Pada titik-titik di mana mereka harus menanggung ketidaknyamanan karena iman mereka, mereka akan mengkhianat.


MENGUNDURKAN DIRI DAN KEMBALI KEPADA APA?

Jika saudara ingin mengundurkan diri, saudara harus berpikir dulu, saudara kembali kepada apa? Injil tidak memberikan gambaran yang baik: “Anjing kembali kepada muntahannya sendiri” dan “Babi yang telah dibersihkan, kembali lagi berkubang di lumpur”. Saudara akan kembali kepada kelaparan dan kehausan yang tak terpuaskan, kehidupan yang putus asa, terputus dari Allah… Jujur saja, saya tidak dapat memikirkan apa pun yang baik.

Saya percaya ketika Yesus bertanya, “Apakah kamu juga ingin pergi?”, dia mengatakannya dengan nada yang sedih. Dia tidak mengatakannya dengan nada menantang. Saya percaya Yesus tidak terlepas dari perasaan manusia yang dialami oleh kita semua. Yesus menangis sekalipun dia tahu dia akan membangkitkan Lazarus. Sebagai seorang gembala, sebagai seorang hamba Tuhan, hal yang paling menyayat hati, paling menyedihkan, paling menyakitkan adalah perasaan ditinggalkan. Kebanyakan hamba Tuhan yang saya kenal akan merasa sangat terguncang jika ada pengikut yang telah sekian lama mengikutnya tiba-tiba meninggalkannya. [Namun, bagi kita sebagai manusia yang tidak sempurna, lebih baik kita mengintrospeksi diri untuk melihat apakah ada kesalahan atau kelalaian di pihak kita yang menyebabkan hal itu terjadi.]


KEPOSITIFAN DI TENGAH NEGATIVITAS

Saya ingin mengakhiri pesan ini dengan catatan positif. Kita ingin belajar dari Petrus. Petrus melihat dengan matanya sendiri 5.000 sesama muridnya meninggalkan Yesus. Hal ini tentu akan mengecewakan hati siapa saja. Dari 5.000 menjadi 12, kebanyakan dari kita juga akan tergerak untuk ikut pergi. Di tengah-tengah negativitas seperti ini, Petrus justru begitu positif. Di tengah krisis seperti ini, kita akan mengenal kawan dan lawan yang sebenarnya. Ia membuat deklarasi, “Tuan, kepada siapakah kami akan pergi? Engkaulah yang memiliki perkataan kehidupan kekal. Kami telah percaya dan mengenal engkau, bahwa engkaulah Yang Kudus dari Allah.” Saya percaya Petrus menyatakan itu bukan dari kesetiaan yang membabi buta.

Di tengah-tengah negativitas, orang percaya sejati akan selalu memperlihatkan positivitas. Ada sebuah doa yang sangat indah yang disebut Doa Santo Fransiskus dari Asisi:

TUHAN, jadikanlah aku pembawa damai.
Bila terjadi kebencian, jadikanlah aku pembawa cinta kasih.
Bila terjadi penghinaan, jadikanlah aku pembawa pengampunan.
Bila terjadi perselisihan, jadikanlah aku pembawa kerukunan.
Bila terjadi kesesatan, jadikanlah aku pembawa kebenaran.
Bila terjadi kebimbangan, jadikanlah aku pembawa kepastian.
Bila terjadi keputus-asaan, jadikanlah aku pembawa harapan.
Bila terjadi kegelapan, jadikanlah aku pembawa terang.
Bila terjadi kesedihan, jadikanlah aku pembawa sukacita.

Ya Tuhan Allah,
ajarlah aku untuk lebih suka menghibur daripada dihibur;
mengerti daripada dimengerti;
mengasihi daripada dikasihi;
sebab dengan memberi kita menerima;
dengan mengampuni kita diampuni,
dan dengan mati suci kita dilahirkan ke dalam Hidup Kekal. Amin.

Minggu yang lalu, kita bicara tentang “terang dunia”. Terang hanya kelihatan di tengah kegelapan. Terang tidak akan menonjol di dalam terang, tetapi hanya di dalam kegelapan. Sekalipun kita hanya seterang 1W atau 5W, justru di tengah kegelapan yang paling gelap, kita bersinar dengan terang benderang. Oleh karena itu, orang Kristen sejati tidak akan lari dari lingkungan yang buruk, tetapi sebaliknya justru dalam lingkungan yang paling tidak bersahabatlah, seperti Yesus, ia paling menunjukkan kemuliaannya. Akan tetapi, dalam kenyataannya, kebanyakan orang Kristen menjadi negatif bersama lingkungannya, memaki kembali jika dimaki, membenci ketika dibenci.


KABAR BAIK TENTANG YESUS KRISTUS

Di tengah pandemi ini, pada masa seluruh dunia dipenuhi negativitas, kita harus bangkit untuk memberi harapan dan penghiburan. Di tengah-tengah kabar buruk yang kita dengarkan setiap hari, kita tidak akan berhenti membawa kabar baik tentang Yesus Kristus. Kabar Baik tentang Yesus Kristus tetap adalah Kabar Baik terlepas dari apa pun yang terjadi di dunia. Itu adalah Kabar Baik yang berlaku sepanjang waktu. Kabar Baik itu tidak pernah berhenti menjadi kabar baik. Dan Kabar Baik itu hanya ada pada kita. Oleh karena itu, dunia boleh berhenti, tetapi pekabaran Injil tidak boleh berhenti. 

Ingat bahwa Kabar Baik bukanlah nasihat baik. Saya harap kita tidak membaca Alkitab, mendengar khotbah, dan saudara hanya mendengarkan nasihat baik. Kabar Baik mengacu kepada sebuah peristiwa, sebuah peristiwa yang mengubah dunia, dan ketika menyentuh kita, akan mengubah seluruh hidup kita. Kabar Baik merujuk kepada sebuah life-changing event (peristiwa yang mengubah hidup). Sudahkah saudara mengalami Kabar Baik, atau selama ini saudara hanya mendengarkan nasihat baik?

Sebuah ilustrasi ialah peristiwa September, 11 (911) di New York, Amerika, sebuah “kabar buruk” yang mengubah dunia. Kebanyakan orang Amerika akan mengingat dengan jelas sarapan apa yang telah mereka makan pada hari itu, apa yang sedang mereka lakukan dst. Saya waktu ini berada di Kupang, NTT, dan saya masih mengingat dengan jelas apa yang terjadi pagi itu, bagaimana seorang saudara menghubungi saya memberitakan kedatangan hari kiamat! Itu merupakan salah satu peristiwa bersejarah yang sedikit banyak mengubah dunia.


SURGA DAN BUMI BERTEMU

Apakah kabar baik tentang Yesus dalam Yohanes 6? Sepuluh kali kalimat “turun dari surga” dipakai dalam pasal ini. Roti itu adalah roti yang turun dari surga. Kita menemukannya, memakannya dan ia menjadi bagian dari diri kita. Di dalam diri kitalah, surga dan bumi bertemu. Yang surgawi menjadi makanan dan minuman harian kita.

Bahasa makan minum yang dipakai di sini mengungkapkan bahasa transformasi. Proses makan minum mentransformasi seorang bayi menjadi seorang bocah, dari seorang bocah menjadi seorang dewasa. Itu merupakan proses transformasi yang dapat dilihat dengan mata jasmani. Dengan cara yang sama, memakan roti yang turun dari surga mengtransformasi kita menjadi surgawi. Di 1 Korintus 15:47-48, Paulus berkata bahwa, “Manusia kedua berasal dari surga… dan, sama seperti yang surgawi, demikian pula mereka yang sugawi.” Tentu saja, sebagai yang surgawi, kita membawa suasana surgawi ke dalam dunia ini.

Melalui roti surgawi ini, Allah telah menyediakan bagi kita suatu cara baru untuk menjadi manusia. Itulah Kabar Baiknya. Kabar Baik ini juga merupakan Kabar Sukacita. Bagi para rasul pada abad pertama, Allah telah menggenapi janji-Nya di depan mata mereka, yaitu janji yang dibuat Allah kepada nenek moyang mereka. Di Lukas 4, Yesus membacakan ayat Mesianik dari kitab Yesaya dan kemudian menyimpulkan, “Hari ini, genaplah apa yang dituliskan Kitab Suci ini saat kamu mendengarnya.” Suatu peristiwa yang mengguncang dunia sedang terjadi di depan mata mereka.

Lebih dari itu, melalui kematian dan kebangkitan Yesus, mereka juga menyadari bahwa Allah telah memulai  proses mendatangkan kerajaan-Nya di atas muka bumi ini.  Mereka memahami bahwa mereka terpilih untuk menggenapi rencana-Nya bagi bumi ini dengan melakukan kehendak-Nya di bumi. Berbeda dengan mentalitas dunia, Allah telah memilih untuk memakai orang yang miskin, orang yang berdukacita, orang yang lapar dan haus akan kebenaran, orang yang berbelas kasihan, orang yang suci hatinya, orang yang pendamai dan orang yang tertindas dan teraniaya untuk melakukan kehendak-Nya. Orang seperti inilah yang Allah pakai untuk menggenapi rencana-Nya di bumi ini. Itulah wujud kedaulatan Allah. Dalam Perjanjian Baru, kedaulatan Allah sangat berbeda dengan kedaulatan duniawi yang bergantung pada kekuatan mentah. Dalam Perjanjian Baru, kedaulatan Allah terlihat dari sini: Dia memilih orang-orang lemah, tidak terpandang, orang kecil yang tak berarti untuk menggenapi tujuan dan rencana-Nya bagi dunia ini.


MAKANAN SEJATI DAN MINUMAN SEJATI

Yesus berkata, “Makananku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus aku.” Kemudian di Yohanes 6, Yesus sekali lagi berkata, “Aku telah turun dari surga, bukan untuk melakukan kehendakku, tetapi kehendak Dia yang mengutus aku.” Dan hebatnya, Yesus juga berkata, “Sama seperti Bapa  telah mengutus aku, demikian juga sekarang aku mengutus kamu.” Jadi, saya melihat saudara semua, termasuk diri saya, sebagai orang-orang terpilih untuk diutus untuk melakukan kehendak-Nya di bumi ini. Saudara dipilih untuk mendatangkan Kerajaan-Nya ke atas muka bumi ini. Tolong beritahu saya, apakah ada berita sukacita yang lebih besar daripada ini?

Itulah makanan dan minuman kita yang sejati. Itulah santapan yang membawa transformasi rohani, yang memberi kekuatan, memberi energi untuk kita melakukan kehendak-Nya di bumi ini.

 

Berikan Komentar Anda: