Pastor Boo | Kematian Kristus (14) |

Pada minggu yang lalu saya membahas tentang hamba yang menderita. Hari ini saya akan membahas tentang kehidupan sebagai hamba. Dalam dua khotbah terakhir, kita belajar dari kitab Korintus, kali ini kita akan berkonsentrasi pada tema dari 2 Korintus, mengenai pelayanan rohani (ministry). Kata ministry dari bahasa Inggris dapat diterjemahkan dengan kata ‘pelayanan’. Jadi tema utama dari 2 Korintus sebenarnya adalah ‘kehidupan sebagai hamba’. Nah, di dalam salah satu khotbah terahir, kita dapati Paulus berkata, “Aku tidak ingin mengetahui apa-apa selain Yesus Kristus dan dia yang telah disalibkan,” dan dia juga berkata, “Aku bukan siapa-siapa,” dan melanjutkan dengan berkata, “Aku tidak memiliki apa-apa.” Nah, karena kita masuk ke dalam kehidupan sebagai hamba, maka kita akan menambahkan unsur yang keempat di sini, dan unsur keempat itu kita temukan di 2 Korintus 13:8

Karena kami tidak dapat berbuat apa-apa melawan kebenaran; yang dapat kami perbuat ialah untuk kebenaran.

Yang dimaksudkan oleh Paulus adalah, “Tak ada hal lain yang bisa kulakukan selain untuk kebenaran.” Segenap hidup dan kegiatannya tidak terkait lagi dengan urusan lain kecuali kebenaran. Tentunya Paulus juga menyapu lantai. Dia memiliki pekerjaan sebagai pembuat tenda; jadi dia juga menjalankan pekerjaan yang menghasilkan pendapatan. Akan tetapi, di ayat ini dia berkata, “Kami tidak dapat berbuat apa-apa melawan kebenaran; yang dapat kami perbuat ialah untuk kebenaran.” Pokok ini terkait dengan tindakan. Ini adalah pokok yang penting karena hal itu juga yang disampaikan oleh Yesus saat berdiri di hadapan Pilatus. Dia berkata, “Aku datang untuk bersaksi mengenai kebenaran.” Jadi dapat anda lihat bahwa segenap hidup Yesus terarah pada tindakan menyatakan kebenaran. Kemudian Pilatus bertanya kepadanya, “Apa itu kebenaran?” akan tetapi Yohanes tidak melaporkan bahwa Yesus memberi tanggapan atas pertanyaan ini. Dan Yesus memang tidak menjawab pertanyaan itu. Tak ada gunanya menanggapi orang yang tidak berminat pada kebenaran karena, bagi Pilatus, kebenaran hanya merupakan urusan pemikiran. Jadi jika anda hanya berminat pada kebenaran sebatas konsep intelektual, maka tak ada gunanya berbicara tentang kebenaran karena kebenaran terkait dengan tindakan anda; kebenaran tidak berhenti di urusan pengetahuan.

Dengan demikian, hal pertama yang dilakukan oleh seorang hamba Allah adalah melayani kebenaran Allah. Ini adalah hal yang cukup jelas. Tak ada gunanya menegaskan hal yang sudah jelas, akan tetapi masalah yang sering muncul dengan perkara rohani adalah bahwa sekalipun urusannya sudah jelas, di dalam prakteknya, urusan seringkali menjadi kabur. Ada banyak hal yang kita lakukan dan ternyata justru menentang kebenaran; dan kita bahkan tidak mengetahuinya.

Jadi kita bisa melihat hal-hal yang dilakukan dan diajarkan oleh Yesus pada murid-muridnya, terutama di dalam doa khususnya, “Jadilah kehendakMu di bumi seperti di surga.” Sekarang mari kita lihat isi Galatia 1:10

Jadi bagaimana sekarang: adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus.

Mengikuti definisi tersebut, jika kita melayani Kristus, maka kita bukan jenis orang yang gemar menyenangkan hati orang lain, dan oleh karenanya, kita tidak akan pernah menjadi populer. Sebenarnya, sebagai seorang hamba Allah, dan tentunya hamba Kristus juga, kita mungkin akan menyinggung perasaan banyak orang. Jadi hal pertama yang akan kita lihat tentang hamba ini adalah bahwa dia melayani kebenaran; dia melayani pencapaian rencana Allah. Mari kita kembali ke 2 Korintus 5:9

Sebab itu juga kami berusaha, baik kami diam di dalam tubuh ini, maupun kami diam di luarnya, supaya kami berkenan kepada-Nya.

Perhatikan hal yang disampaikan oleh Paulus: sekalipun dia sudah mati dan bergabung dengan Kristus, dia ingin terus menyenangkan hati Allah; bahkan setelah melewati kematian, ambisi ini masih berlanjut. Sekarang mari kita lihat isi 2 Korintus 5:14-15

14 Sebab kasih Kristus yang menguasai kami, karena kami telah mengerti, bahwa jika satu orang sudah mati untuk semua orang, maka mereka semua sudah mati.
15 Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka.

Ayat ini sangatlah penting karena dia tidak berkata bahwa Kristus telah mati supaya kita tidak perlu mati. Ayat ini menyatakan bahwa dia telah mati bagi kita semua, dan oleh karenanya maka kita juga harus mati bersamanya. Mati dalam pengertian apa? Ayat 15 menyebutkan bahwa kita tidak lagi hidup untuk diri sendiri, melainkan untuk Kristus, yang sudah mati bagi kita dan sudah dibangkitkan. Seorang hamba Kritus tidak hidup untuk dirinya sendiri, dan penegasan ini menimbulkan banyak masalah pada kebanyakan orang, bahkan termasuk orang Kristen. Ada banyak kepentingan pribadi yang mengendalikan kita, dan akibatnya, seperti yang diuraikan dalam ayat 14, kasih Kristus tidak mengendalikan kita. Itu sebabnya mengapa kita mengalami masalah dalam menjalankan kasih dan kepedulian pada sesama manusia. Kita tidak tahu bagaimana mengasihi. Kita sangat mahir menegur orang lain dan mengungkapkan kesalahan mereka. Akan tetapi, jika anda berbicara tentang mengasihi dan melayani kepentingan Allah bagi umat, hal ini terasa asing bagi kita. Menyalahkan orang lain sangatlah mudah. Setiap orang bisa melakukannya. Anda tidak perlu menjadi Kristen untuk bisa melakukannya. Anda hanya perlu membaca Alkitab dan memaksakannya atas kehidupan orang lain. Akan tetapi, tindakan semacam ini bukanlah tindakan seorang hamba Allah.

Menjalani hidup untuk Kristus berarti menjalani hidup dalam kendali kasih Kristus. Sebagaimana yang sudah dibahas dalam khotbah-khotbah saya sebelumnya, dari mana Yesus mendapatkan kasihnya? Nah, sumbernya dari Allah. Allah-lah yang menaruh kasih-Nya di dalam diri Kristus. Karena kasih Allah mengalir melalui Kristus, hamba ini menjadi bisa sangat bersemangan dalam menjalankan serta mewujudkan rencana Allah. Lalu apakah yang menjadi tujuan Allah? Nah, hal itu ada di dalam 2 Korintus 3:5-6

5 Dengan diri kami sendiri kami tidak sanggup untuk memperhitungkan sesuatu seolah-olah pekerjaan kami sendiri; tidak, kesanggupan kami adalah pekerjaan Allah.  
6 Ialah membuat kami juga sanggup menjadi pelayan-pelayan dari suatu perjanjian baru, yang tidak terdiri dari hukum yang tertulis, tetapi dari Roh, sebab hukum yang tertulis mematikan, tetapi Roh menghidupkan.

Sebagai hamba, kita tidak menjalankan pelayanan dengan mengandalkan upaya atau kekuatan kita sendiri. Pemenuhan kebutuhan kita bersumber dari Allah. Allah-lah yang membuat kita sanggup, hal yang disebutkan di ayat 6, untuk menjadi pelayan-pelayan dari perjanjian baru. Pokok ini terkait dengan pemberitaan injil, akan tetapi yang diberitakan bukanlah tulisannya. Dengan kata lain, kita tidak sekadar berbicara tentang hal-hal yang kita baca dari Perjanjian Baru. Ada banyak orang yang mempelajari isi Perjanjian Baru, dan cukup banyak juga yang mencapai gelar Ph.D. karena mengupas isi Perjanjian Baru. Mereka tahu lebih banyak daripada kita. Akan tetapi, Paulus berkata bahwa perkaranya bukan hanya urusan bahan bacaan, melainkan urusan Roh. Roh-lah yang mengalirkan hidup Allah kepada orang-orang. Oleh karena itu, tanggung jawab utama dari seorang hamba Allah ialah mengalirkan hidup Allah melalui Firman-Nya.

Sebagian orang mengira bahwa seorang hamba Allah harus terlibat dalam berbagai kegiatan sosial. Sebagai contoh, pernah ada sepasang suami-istri yang beribadah di gereja kita. Mereka punya satu anak, dan keduanya sedang menjalani studi sambil mengajar di sebuah universitas. Mereka berharap agar ada salah satu jemaat yang mau menjadi baby sitter untuk anak mereka. Mengapa? Ini karena di gereja mereka sebelumnya, pastor dan istrinya berinisiatif mengasuh anak tersebut tanpa bayaran. Oleh karenanya, berdasarkan kejadian ini, mereka berharap kami mau melakukan hal yang sama. Nah, ini bukan hal yang benar.

Tanggung jawab utama seorang hamba Allah ialah memberitakan Firman Allah. Ini bukan berarti bahwa kerja sosial berada di luar cakupannya. Sebagai contoh, di dalam 2 Korintus 8, Paulus dan rekan sejeranya terlibat dalam pengumpulan dana untuk menolong jemaat di Yerusalem. Pada waktu itu Yerusalem sedang mengalami bencana kelaparan. Lalu, mereka mengadakan pengumpulan dana dari semua jemaat non-Yahudi di luar Israel. Pasti selalu ada kesempatan untuk memenuhi kebutuhan jasmani jemaat di gereja. Akan tetapi, urusan ini bukanlah tanggung jawab utama kita. Mari kita lanjutkan ke 2 Korintus 4:1-2.

1 Oleh kemurahan Allah kami telah menerima pelayanan ini. Karena itu kami tidak tawar hati.
2 Tetapi kami menolak segala perbuatan tersembunyi yang memalukan; kami tidak berlaku licik dan tidak memalsukan firman Allah. Sebaliknya kami menyatakan kebenaran dan dengan demikian kami menyerahkan diri kami untuk dipertimbangkan oleh semua orang di hadapan Allah.

Paulus memandang tugasnya melayani Allah sebagai yang paling penting karena Allah, dalam kemurahan-Nya, sudah memberi dia pelayanan ini. Tidak ada kecerdikan atau kelicikan di sana, dia berjuang untuk menjaga keutuhan Firman Allah. Kemudian dia melanjutkan dengan berkata bahwa dengan secara terbuka menyatakan kebenaran, dia menyerahkan diri untuk dipertimbangkan oleh semua orang di hadapan Allah.

Jika anda cermati kehidupan Paulus, tak seorang pun bisa menuduh dia bersalah atas sesuatu hal. Dia adalah orang yang memiliki integritas rohani, dan anda tidak akan bisa menuduh dia berdasarkan pengajarannya tentang Firman Allah. Saya harap kita semua bisa menjalani hidup yang seperti Paulus, atau setidaknya mengejar hal itu sebagai tujuan dan ambisi kita, sebagaimana yang dikatakan oleh Paulus, yakni untuk menyenangkan hati Allah. Untuk menyenangkan Dia, maka kita harus menjalankan Firman-Nya dengan serius serta menjaga keutuhannya. Kebenaran adalah kebenaran, diri kitalah yang harus berubah mengikuti kebenaran. Benar, kitalah yang harus berubah! Mari kita lihat isi 1 Korintus 3:5-9.

4 Karena jika yang seorang berkata: “Aku dari golongan Paulus,” dan yang lain berkata: “Aku dari golongan Apolos,” bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi yang bukan rohani? 
5 Jadi, apakah Apolos? Apakah Paulus? Pelayan-pelayan Tuhan yang olehnya kamu menjadi percaya, masing-masing menurut jalan yang diberikan Tuhan kepadanya. 
6 Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan. 
7 Karena itu yang penting bukanlah yang menanam atau yang menyiram, melainkan Allah yang memberi pertumbuhan. 
8 Baik yang menanam maupun yang menyiram adalah sama; dan masing-masing akan menerima upahnya sesuai dengan pekerjaannya sendiri. 
9 Karena kami adalah kawan sekerja Allah; kamu adalah ladang Allah, bangunan Allah.

Pokok pertama yang ingin saya sampaikan adalah mengenai hamba Allah ialah, kita melayani rencana Allah. Kita tidak mengejar tujuan kita sendiri. Pokok yang kedua adalah: Allah sendiri yang bertindak mencapai tujuan itu. Kita hanya perlu menjalankan bagian kita, akan tetapi semua urusan yang lain, termasuk dampak serta hasilnya berada di tangan Allah. Dengan kata lain, kita memenuhi tanggung jawab kita, tetapi yang memberikan pertumbuhan adalah Allah. Jika anda perhatikan konteksnya, maka makna pertumbuhan itu tidak harus berarti pertumbuhan dalam jumlah. Yang sedang kita bicarakan adalah pertumbuhan rohani secara individu. Oang yang mengalami pertumbuhan menuju kematangan rohani akan menjadi semakin serupa dengan Kristus.

Di zaman sekarang ini, jika kita berbicara tentang pertumbuhan gereja, maka yang kita pikirkan adalah jumlah jemaatnya. Kita harus ingat bahwa di sepanjang abad petama, semua gereja zaman itu ternyata tidak memiliki banyak jemaat. Sebenarnya, kita bahkan membaca bahwa sekalipun gereja-gereja non-Yahudi semuanya berbentuk jemaat rumahan. Jika ada salah satu anggota jemaat yang cukup makmur dan memiliki rumah besar, mungkin dia bisa menampung sekitar 100 orang beribadah di sana. Akan tetapi, kebanyakan rumah tangga ukurannya sangat kecil. Jadi ukuran gereja yang kita bahas paling-paling hanya berukuran antara 20-30 jemaat. Semua anggota jemaat berkerumun di satu ruangan kecil. Jadi yang kita bicarakan bukan masalah pertumbuhan jumlah jemaat. Hal itu menjadi bahan pertimbangan urutan belakang. Persoalan yang diutamakan adalah apakah terjadi pertumbuhan rohani dalam jemaat. Sudah terjadikah pertumbuhan rohani dalam jemaat kita sehingga kita bisa berkata bahwa sekarang ini kita sudah menjadi lebih dekat dengan Tuhan? Sebagai langkah awal, mungkin kita mulai semakin sadar akan kebutuhan untuk semakin mendekat kepada Allah. Anda akan mulai semakin melihat bahwa segenap arah hidup anda bergerak menuju ke arah Firman Allah. Anda mulai menjalankan Firman Allah dengan lebih serius, dan mendapat kesadaran dari Yahweh untuk menjadi pelaku Firman-Nya. Jadi Allah-lah yang memberikan pertumbuhan.

Paulus juga berkata, “Harap jangan bandingkan saya dengan Apolos karena dia itu seorang pembicara yang mahir.” Sangat mudah untuk melihat bahwa Apolos lebih cerdas daripada Paulus kaena dia memang sangat mahir berbicara. Paulus bukan orang yang mahir berbicara; dia harus berjuang untuk bisa menyampaikan uraiannya. Akan tetapi, kelemahan dan kelebihan bukanlah masalah yang layak dibandingkan. Jika kita bandingkan diri kita dengan Allah, kita hanya bisa menyadari bahwa kita semua ini makhluk yang lemah. Jika Allah tidak bekerja dalam diri kita, maka tamatlah riwayat kita! Sia-sia saja kita melewati waktu, upaya dan hambatan. Paulus menabur benihnya, Apolos yang menyirami, tetapi tidak terjadi pertumbuhan. Ini akan menjadi bencana. Jadi ingatlah, yang memberi pertumbuhan itu adalah Allah.

Kita bisa melihat bahwa kehidupan jemaat di gereja sudah bergerak ke arah yang lebih baik, dan tanda pertama pertumbuhan itu adalah mereka berhenti saling membandingkan diri dan para pemimpin, berhenti menilai siapa yang lebih baik dan siapa yang tidak berguna. Prsoalannya adalah, jemaat cenderung terpikat dengan orang-orang yang punya kelebihan yang menonjol serta meremehkan mereka yang dipandang rendah. Mari kita bandingkan diri kita dengan Allah saja. Dia adalah sumber semua berkat, sumber semua kekuatan.

Paulus berkata, “Kami adalah rekan sekerja Allah. Kalian adalah ladang Allah, bangunan Allah.” Kata ‘Allah’ muncul tiga kali dalam ucapannya itu. Segala sesuatu berasal dari Dia. Jadi, bandingkanlah diri anda dengan Allah! Jangan membandingkan diri dengan orang lain. Jika anda melakukannya, maka persoalan siapa yang lemah dan siapa yang kuat akan hilang, dan kita akan memahami bahwa kita membutuhkan Dia. Manusia pada umumnya cenderung saling membandingkan diri. Mari kita kembali ke 2 Korintus 10:12

Memang kami tidak berani menggolongkan diri kepada atau membandingkan diri dengan orang-orang tertentu yang memujikan diri sendiri. Mereka mengukur dirinya dengan ukuran mereka sendiri dan membandingkan dirinya dengan diri mereka sendiri. Alangkah bodohnya mereka!

Saat saling membandingkan diri satu sama lain, mereka menjadi bodoh. Mari kita lihat ayat 17-18

17 “Tetapi barangsiapa bermegah, hendaklah ia bermegah di dalam Tuhan.” 
18 Sebab bukan orang yang memuji diri yang tahan uji, melainkan orang yang dipuji Tuhan.

Jadi anda bisa melihatnya sekarang, bukan orang yang mendapat pujian manusia yang memperoleh perkenan dai Tuhan, melainkan orang yang mendapat pujian dari Tuhan langsung. Jika Allah mengamati kita, apakah kita akan memperoleh perkenan dari-Nya? Itulah persoalannya. Masalahnya bukan pada perbandingan antara diri saya dengan oang lain, lalu saya merasa lebih baik darinya. Ini bukan perkara penilaian anda terhadap diri sendiri; yang terpenting adalah bagaimana penilaian Allah terhadap diri anda. Jika Dia tidak memuji anda, tamatlah riwayat anda, tak peduli seberapa hebat anda menilai diri anda.

Kini kita akan melihat bagaimana, di dalam pelayanan ini, Paulus menempatkan dirinya. Karena kita sedang membahas 2 Korintus 10, mari kita lihat isi ayat 4-5.

4 karena senjata kami dalam perjuangan bukanlah senjata duniawi, melainkan senjata yang diperlengkapi dengan kuasa Allah, yang sanggup untuk meruntuhkan benteng-benteng.
5 Kami mematahkan setiap siasat orang dan merubuhkan setiap kubu yang dibangun oleh keangkuhan manusia untuk menentang pengenalan akan Allah. Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus,

Tampaknya masih ada banyak benteng yang didirikan untuk menghadang kebenaran. Saat Paulus berkata, “Pengenalan akan Allah,” yang dia maksudkan bukanlah pemahaman intelektual. Benteng atau kubu ini berdiri menentang pengenalan langsung akan Allah, mengenai hal-hal yang anda pelajari serta ketahui tentang Allah melalui pengalaman hidup anda.

Ada sebuah kisah tentang seorang perempuan pakar pendidikan anak. Dia memberi konseling kepada banyak orang tua tentang cara membesarkan anak mereka. Tampaknya dia juga sudah menulis cukup banyak buku. Persoalannya adalah dia bahkan belum menikah. Berdasarkan latar belakang pendidikannya, dia merasa sangat ahli dalam memberikan konseling sampai akhirnya dia menikah dan mulai memiliki anak. Semua orang melihat bahwa setelah dia menjadi seorang ibu, dia tidak banyak berbicara lagi karena dia mulai mendapatkan pengetahuan dari pengalaman. Sejak saat itu, jika dia sedang memberi konseling pada orang tua yang lain, tidak banyak hal yang bisa dia sampaikan. Sangatlah mudah untuk mengajari orang lain tentang cara membesarkan anak mereka. Seperti yang sudah saya sampaikan, kita sangat ahli dalam mengajari orang lain tentang apa yang salah. Akan tetapi, pokok yang penting di sini adalah pengetahuan yang dilandasi oleh pengalaman. Inilah wujud dari benteng tersebut, diwakili oleh berbagai teori hasil pikiran manusia. Teori ini kadang disebut sebagai hal yang “didapatkan” dalam Alkitab, dianggap sebagai konsep yang alkitabiah [(sebagai contoh, doktrin tentang dosa asal, trinitas, jaminan keselamatan, injil sehat dan makmur, dsb.)]. Berbagai teori itu terlihat solid dan meyakinkan, banyak orang merasa aman dan nyaman dalam naungan teori-teori tersebut karena memang seperti itulah fungsi sebuah benteng.

Jika anda kembali ke zaman Paulus, setiap kota dikelilingi oleh tembok kota, dan kubu-kubu itu adalah menara-menara di atas tembok kota. Semua itu mewakili tingkat keamanan kota tersebut. Ketika pihak musuh datang dan berhasil menembus tembok kota, perang itu segera berakhir.

Demikianlah, para “rasul super” yang menginjili jemaat di Korintus adalah orang Kristen juga. Mereka mengajarkan hal-hal yang mereka sebut injil, terdengar meyakinkan serta memikat, dan ada banyak anggota jemaat di Korintus yang hanyut ke dalam ajaran mereka. Inilah konteks dari uraian Paulus. Otoritas dari Allah begitu penuh kuasa sehingga tak peduli seberap kuat doktrin yang mereka bangun, Paulus dapat merubuhkan semua argumentasi mereka.

Kata ‘merubuhkan’ di sini memiliki makna “melemahkan; mengurangi kemampuannya.” Tampaknya kejadian ini berlangsung dalam suatu proses; harus selalu dilemahkan sampai menjadi tidak berfungsi lagi. Namun jika anda amati, misalnya, 1 Korintus 1:28

Dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti,

Mungkin anda juga perlu membaca isi ayat 27

Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat,

Sekarang anda bisa memahami makna kata “meniadakan” di ayat 28. Allah memakai hal yang tidak berarti bagi dunia untuk meniadakan apa yang berarti. Mereka yang tidak penting di mata dunia, orang yang disebut bukan siapa-siapa, dipakai untuk meniadakan orang-orang penting. Kata “meniadakan” ini berasal dari sebuah kata Yunani, tetapi kata asalnya juga memiliki makna kehilangan kuasa atau efektifitasnya. Sekarang kita tahu bahwa hikmat duniawi masih ada dan sangat kuat. Jika kita membayangkan bahwa Allah sudah merubuhkan hikmat duniawi, nah, Dia belum melakukannya. Akan tetapi, di dalam kehidupan orang-orang yang ingin mengenal Allah, maka hikmat duniawi sudah kehilangan cengkeramannya dalam diri orang itu. Dengan kata lain, kubu-kubu itu mulai mengalami keruntuhan, kehilangan efeknya, menjadi semakin lemah. Paulus juga memakai kata yang sama di dalam 1 Korintus 2:6.

Sungguhpun demikian kami memberitakan hikmat di kalangan mereka yang telah matang, yaitu hikmat yang bukan dari dunia ini, dan yang bukan dari penguasa-penguasa dunia ini, yaitu penguasa-penguasa yang akan ditiadakan.

Hikmat dan penguasa dari zaman ini akan segera ditiadakan. “Ditiadakan” memiliki makna “dilemahkan”. Pada akhirnya, ketika Yesus datang, maka hikmat duniawi akan benar-benar ditiadakan, sistem yang ada sekarang akan diruntuhkan. Hal ini bahkan sudah mulai berlangsung dalam kehidupan banyak orang yang bertekad untuk mengikuti Yesus. Kembali ke 2 Korintus 10:4-5, anda akan melihat bahwa di ayat 5, Paulus berkata bahwa kita merubuhkan semua argumentasi. Cara berpikir yang lama masih berdiam di dalam diri kita, dan belum sepenuhnya ditaklukkan, melainkan dilemahkan. Dan Paulus berkata, saat argumentasi itu melemah, anda akan membebaskan semua pikiran untuk mentaati Kristus.

Mentaati Kristus adalah hal yang bisa anda lakukan. Di dalam pemberitaan injil, Allah menghancurkan atau merubuhkan sesuatu untuk membangun hal yang lain. Akan tetapi, manusia membangun untuk menghancurkan. Di sanalah perbedaannya karena semua yang kita perbuat selalu bertentangan dengan Allah. Jika kita pertimbangkan kondisi dunia ini, kita bisa melihat catatan prestasi luar biasa dari umat manusia terhadap lingkungannya. Seberapa baik kita sudah melestarikan lingkungan? Setiap orang di dunia ini tahu, kecuali, misalnya, sebagian kecil orang yang menyangkal peristiwa pemanasan muka bumi, bahwa iklim dan lingkungan sedang mengalami kehancuran dalam kecepatan yang mengerikan. Kita terus saja membangun dan memperluas wilayah, dan akhirnya kita harus membayar harganya dari segi ekonomi dan militer. Faktanya adalah, Allah tidak harus menghukum kita. Dia hanya perlu membiarkan kita melakukan apa yang kita mau, maka akan muncul kehancuran, kematian dan penderitaan. Kita memanen hasil dari semua hasrat kita.

Kita paham akan hal yang dipikirkan oleh Paulus setiap kali dia mendatangi jemaat, dan hal itu dia tegaskan di dalam 2 Korintus 10:8

Bahkan, jikalau aku agak berlebih-lebihan bermegah atas kuasa, yang dikaruniakan Tuhan kepada kami untuk membangun dan bukan untuk meruntuhkan kamu, maka dalam hal itu aku tidak akan mendapat malu.

Kuasa yang dikaruniakan dari Allah dipakai untuk membangun kerohanian jemaat, bukan untuk meruntuhkannya. Sebagai kebalikannya, segenap mentalitas duniawi selalu menginginkan apa yang baik untuk diri sendiri saja. Namun, ketika anda membaca seluruh 2 Korintus, anda akan sadari bahwa sekalipun Paulus membawa mereka kepada Kristus, mereka tidak begitu menghargai Paulus. Mereka bahkan kurang menghormati dia. Saat penginjil lain datang, jemaat di Korintus berkata, “Wah, mereka tampil lebih baik.” Mereka menghormati para penginjil yang lain, jemaat di Korintus lebih menghargai para penginjil lainnya. Akan tetapi, Paulus tidak menerima penghormatan yang semacam ini dari jemaat di Korintus. Dari sudut pandang manusia, saya kira dia mungkin merasa kecewa. Akan tetapi, perhatikan bahwa sikap hati Palus sangat berbeda. Sekalipun jemaat di Korintus tidak begitu menghargai dia, segenap mentalitasnya justru berkata, “Hal apa yang bisa kulakukan untuk membangun mereka?” Dengan kata lain, dia tidak terpengaruh oleh reaksi negatif mereka. Itu sebabnya mengapa Paulus bisa berkata, “Kalau aku mengejar pujian dari manusia, maka aku tidak akan bisa menjadi hamba Kristus.” Sebagai hamba Allah dan Kristus, anda harus melakukan semua hal yang mungkin anda lakukan untuk membangun kerohanian orang lain, dan hal itu mencakup dirubuhkannya berbagai konsep dari hikmat yang berakar dari keduniawian, yakni mentalitas egois yang memuliakan manusia. Kubu ini harus diruntuhkan.

Kita sudah melihat pada minggu lalu bahwa hamba yang menderita ini juga sama sekali tidak dihargai oleh umat manusia. Kita tahu bagaimana rasanya jika kita yang menjadi sasaran. Karena jika anda ingin memasak makanan untuk seseorang, mungkin anda akan menghabiskan banyak waktu, usaha dan uang untuk menyiapkan masakan terbaik anda buatnya. Kemudian anda sajikan hidangan itu, lalu orang itu tidak menyentuh masakan anda. Ternyata mereka lebih memilih cheeseburger dari McDonald. Jika anda pernah mengalami hal semacam ini, anda tahu seperti apa sakitnya.

Jadi Paulus berpikir, “Setiap kali aku datang, aku selalu mengusahakan yang terbaik untuk kalian.” “Aku bekerja paling keras,” katanya di dalam tulisannya karena dia ingin memberi setiap orang, baik itu dari kalangan murid atau bukan, hal yang terbaik dari Tuhan. Namun, tidak ada penghargaan di sana; upayanya tidak dihargai. Mereka lebih menyukai para “penginjil dan rasul” lain karena mereka memberitakan injil yang lain, yang memikat watak duniawi mereka.

Di zaman sekarang ini, kita mendengar tentang injil kesehatan dan kemakmuran. Ini adalah jenis injil yang sangat berbahaya. Sebagai kebalikannya, Paulus memberitakan Kristus yang telah disalibkan. Akan tetapi, ajaran yang beredar luas sangat jauh berbeda; yang dibahas hanya tentang keuntungan yang bisa diperoleh dari salib, misalnya pengampunan dari kesalahan dosa. Kita tidak ingin berbicara tentang hal beridentifikasi dengan Kristus di atas kayu salib. Murid yang memikul salib tidak lagi menjadi ajaran zaman sekarang. Anda hanya perlu percaya dan menerima Yesus, dan hidup kekal menjadi milik anda oleh suatu kejadian ajaib. Sekalipun anda meragukan keajaiban semacam itu, mereka akan berkata, “Oh, anda harus percaya bahwa anda sudah diselamatkan.” Injil jenis ini harus diruntuhkan dan diganti dengan injil sejati mengenai salib Kristus.

Kematian Kristus dapat dirangkum seperti ini: dia telah mati bagi saya. Saya memilih untuk mati bersama dia supaya saya bisa menjalani hidup untuk dia dan Allah. Di 2 Korintus 5:14-15, yang baru saja kita baca, dia sudah mati untuk semua orang, itu sebanya kita semua mati untuk dia. Kita mati bersama dia, dan kita hidup bersama dia juga. Kita menjalankan apa yang sudah dia jalankan.

Mari kita tutup dengan membaca 2 Korintus 12:19

Sudah lama agaknya kamu menyangka, bahwa kami hendak membela diri di depan kamu. Di hadapan Allah dan demi Kristus kami berkata: semua ini, saudara-saudaraku yang kekasih, terjadi untuk membangun iman kamu.

Yang disampaikan oleh Paulus kepada jemaat di Korintus adalah: “Kalian boleh tidak menghormatiku, tetapi aku tidak akan membela diriku. Aku hanya ingin berbicara di hadapan Allah, dan aku berbicara di dalam Kristus.” Ini adalah sikap hati yang luar biasa. Dia hanya menyampaikan hal-hal yang ingin disampaikan oleh Allah melalui dia. Dia memberitahu jemaat di Korintus bahwa inilah pikiran dari Allah buat mereka. Dia tidak perlu membela dirinya karena manusia yang lama sudah mati. Tidak ada keperluan untuk membela diri selain menyampaikan hal yang dikatakan oleh Firman Allah. Jadi, dari sisi Paulus, tidak ada kemarahan; tidak ada sakit hati. Dia hanya ingin menyampaikan hal-hal yang membangun kerohanian mereka. Sekalipun hal ini bisa menyinggung mereka, hal itu demi kebaikan rohani mereka.

Jadi camkanlah integritas hamba Allah ini. Seorang hamba Allah akan selalu berhubungan dengan Allah Yahweh. Itu sebabnya anda menjadi seorang hamba Allah. Hamba akan mendengarkan Yahweh, dan dia akan memberitakan kebenaran Firman-Nya. Para pendengar akan segera tahu kebenaran karena Allah bekerja di dalam hidup mereka dan menyadarkan mereka. Itu sebabnya Paulus bisa berkata, “Aku serahkan diriku ke dalam penilaian hati nurani setiap orang,” ini karena Allah berbicara melalui hati nurani kita, dan Dia akan meneguhkan kebenaran yang dinyatakan. Mari kita belajar dari semua prinsip dasar ini agar bisa menjadi hamba Allah yang setia.

 

Berikan Komentar Anda: