Pastor Eric Chang | Seri Keselamatan (1) |
Saya perlu menyampaikan kepada anda mengenai sebuah konflik yang tengah berlangsung di gereja Tionghoa [ed. Khotbah ini disampaikan pada tahun 1978 di Kanada]. Situasinya memang disayangkan, tetapi hal seperti ini memang terjadi. Kadang kala, di dalam usaha kita untuk memelihara kedamaian, kebenaran dikorbankan. Namun, telah tiba saatnya kita harus berdiri teguh.
MENJADI YANG TERAKHIR UNTUK MENJADI YANG PERTAMA
Saya berkhotbah di Banff, dalam konferensi musim dingin di wilayah pantai barat Kanada. Tema konferensi adalah, “Berikanlah Kepadaku Pergunungan Itu”, tema yang diambil dari Yosua 14. Pihak penyelenggara memberitahu saya bahwa mereka ingin agar setiap orang Kristen dapat mencapai potensi mereka di dalam Kristus. Saat saya berdiam diri di hadapan Tuhan, saya melihat bahwa akan sulit untuk menguraikan tema konferensi dengan benar jika orang tidak mengerti tentang prinsip yang membuat mereka bisa maju menuju kepenuhan Allah di dalam hidup.
Di Yosua 14, Kaleb mendatangi Yosua dan berkata: “…berikanlah kepadaku pegunungan, yang dijanjikan Yahweh pada waktu itu.” Kaleb merupakan salah satu orang yang diutus Musa untuk memata-matai negeri Kanaan. Hanya dia dan Yosua saja yang bersikap setia. Ketika mata-mata yang lain melaporkan bahwa gerakan maju ke negeri Kanaan tidak akan berhasil, kedua orang ini berkata, “Mari kita maju di dalam kekuatan Tuhan.” Akan tetapi, mereka berdua kalah suara. Mayoritas orang Israel berkata, “Jangan, itu negeri para raksasa. Jika kita maju ke sana, mereka akan segera membantai kita!” Akan tetapi, Kaleb dan Yosua berkata, “Benar, mereka memang kuat, akan tetapi Allah adalah kekuatan kita dan Dia pasti akan memberi kita kemenangan.” Namun, kedua orang ini tidak didengarkan orang-orang Israel yang lebih mendengarkan laporan mayoritas. Akibatnya, orang-orang Israel tidak mau taat kepada Tuhan dan seluruh angkatan itu binasa di padang gurun.
Yosua pasal 14 sangat menarik karena ketika orang Israel akhirnya mencapai tanah perjanjian, Kaleb meminta kepada Yosua untuk diberikan wilayah pegunungan di sebelah selatan Yerusalem. Hal yang mengejutkan adalah Yosua ternyata memberi Kaleb wilayah Hebron, suatu wilayah yang terletak di lembah. Kaleb meminta wilayah pegunungan, tetapi yang dia dapatkan adalah daerah lembah. Akan tetapi, Kaleb tidak protes dan berkata, “Apa yang kau lakukan padaku? Aku meminta daerah pegunungan, tetapi yang diberikan malah lembah!” Kaleb memahami pemberian itu dengan sempurna karena dia adalah orang yang rohani.
Sering kali di dalam kehidupan, ketika kita meminta gunung dari Allah, tetapi yang diberikan malah lembah. Di dalam kehidupan rohani, jalan ke atas adalah dengan menuju ke bawah. Untuk mendapatkan hidup, maka anda perlu tahu apa artinya masuk kuburan, untuk mati bersama dengan Kristus. Dengan cara yang sama, untuk menjadi yang pertama, maka anda harus tahu apa artinya menjadi yang terakhir. Untuk menjadi yang terbesar di dalam Kerajaan Allah, anda harus menjadi yang terkecil.
BUANGLAH SELURUH KEHIDUPAN LAMA
Pada hari kedua di konferensi, pokok yang saya uraikan adalah: dalam rangka memperoleh segala-galanya, kita harus kehilangan segala-galanya. Inilah prinsip ajaran Yesus. Untuk memperoleh kepenuhan hidup, maka anda harus membuang seluruh hidup lama anda. Kegagalan dalam memahami prinsip inilah yang mengakibatkan begitu banyak orang Kristen gagal mencapai gunung Allah. Saya menunjukkan dari Filipi 3 bahwa Paulus rela kehilangan segala-galanya demi memperoleh Kristus karena memiliki Kristus berarti memperoleh hal yang paling bernilai untuk dimiliki. Prinsip yang sama dijabarkan oleh Yesus di Perumpamaan tentang Mutiara Yang Berharga. Ini merupakan suatu prinsip rohani yang mutlak: Untuk memperoleh Kristus, untuk memperoleh segala-galanya, maka anda harus kehilangan segala-galanya. Tepatnya, inilah yang diajarkan oleh Yesus mengenai pemuridan: jika anda ingin mengikut Yesus, anda harus memikul salib anda dan menyangkal diri, bahkan termasuk menyangkal nyawa anda juga. Jelas hal ini tidak dapat dikerjakan tanpa kasih karunia dan iman yang menopang kita. Jika Paulus bisa memperoleh Kristus tanpa harus kehilangan segala-galanya, lalu mengapa dia harus kehilangan? Paulus bukanlah orang yang bodoh. Dia mengerti dengan sempurna prinsip rohani ini: jika anda tidak kehilangan segala-galanya, maka anda tidak akan memperoleh Kristus.
Dengan kehilangan segala-galanya, bukan berarti seseorang harus menjadi hamba Tuhan full-time. Sama sekali bukan itu maksudnya. Menjadi hamba Tuhan, tidak otomatis berarti anda lalu kehilangan segalanya. Malahan, sebagai hamba Tuhan, ada beberapa orang malah menjadi kaya raya, jauh lebih kaya daripada orang lain. Entah anda seorang hamba Tuhan atau bukan, tidak ada kaitannya dengan pokok tersebut. Saya sampaikan ini karena orang selalu bertanya apakah berkomitmen total itu berarti seseorang harus menjadi hamba Tuhan fulltime. Menjadi seorang hamba Tuhan adalah persoalan talenta dari Allah.
Kehilangan segalanya berarti berkomitmen total kepada Kristus yang mencakup kesediaan untuk mengerjakan apa yang Yesus inginkan untuk kita kerjakan dan untuk kehilangan hal-hal yang perlu kita relakan. Pada titik awalnya, komitmen ini harus terwujud dalam bentuk sikap hati. Bagaimana komitmen ini nanti dijalankan, itu menjadi persoalan lain. Ketika pertama kali saya menjadi Kristen, sama sekali tidak terlintas di benak saya untuk menjadi hamba Tuhan fulltime. Beberapa tahun kemudian, seiring dengan langkah saya berkomitmen kepada Tuhan, Dia mulai menunjukkan kepada saya hal itulah yang Dia inginkan untuk saya kerjakan. Namun, sejujurnya komitmen saya kepada Kristus sebelum dan sesudah menjadi hamba Tuhan itu sama besarnya.
Di Filipi 3, Paulus berkata, “Aku telah melepaskan segala sesuatu untuk memperoleh Kristus.” Pertanyaannya adalah: Apakah Paulus belum memiliki Kristus? Jika sudah memiliki Kristus, lalu mengapa masih harus memperoleh dia? Dan jika anda sudah menerima Kristus, kenapa masih harus memperoleh dia? Jika anda telah memperoleh Kristus tanpa harus kehilangan segalanya, lalu mengapa anda masih perlu memperoleh Dia dengan kehilangan segalanya? Yang anda perlukan hanya percaya kepada Yesus dan ketika anda mempercayai Dia, maka anda telah memperoleh Dia. Dengan demikian, menjadi seorang Kristen tampaknya sudah merupakan akhir dari segalanya; sama seperti orang yang lulus dan menerima ijazah. Tak perlu lagi untuk melangkah maju. Lalu, mengapa Paulus berkata bahwa dia terus berlari-lari mengejar tujuan? Apakah tujuan yang sedang dia kejar?
Sebelumnya Paulus sudah menyampaikan kepada kita apa tujuan itu. Tujuannya adalah memperoleh Kristus dan berada di dalam dia, di dalam kebenarannya. Namun, apakah dia tidak memperoleh kebenaran Kristus ketika dia menjadi Kristen? Di 2 Timotius, suratnya yang terakhir, Paulus berkata, “Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran…” (2Tim 4:8). Bukankah dia seharusnya telah memiliki kebenaran itu? Tak heran jika pengkhotbah zaman sekarang mengalami banyak kesulitan untuk memahami Filipi 3. Setiap orang sadar bahwa Filipi 3 adalah salah satu pokok terpenting di dalam tulisan Paulus karena di sini terungkap kedalaman isi hati Paulus. Namun, ketika orang-orang Kristen menatap isi hati Paulus, mereka tidak bisa memahaminya. Mengapa Paulus berkata bahwa dia berlari-lari mengejar Kristus sementara orang Kristen lainnya sudah memperoleh Kristus? Bagaimana kita memahami hal ini?
PERTUNANGAN: GAMBARAN “MEMPEROLEH KRISTUS”
Saya akan menggunakan sebuah gambaran untuk menjelaskannya. Saat dua orang saling jatuh cinta, apakah mereka sudah saling memiliki? Dalam pengertian tertentu, jawabannya adalah, “Ya”, tetapi di dalam pengertian yang lain, jawabannya adalah, “Tidak.” Anda mendapatkan cinta dari orang tersebut, akan tetapi, anda belum sepenuhnya memiliki orang tersebut. Dari sana anda masih harus melangkah menuju pertunangan. Pertunangan, di dalam Alkitab disebut dengan istilah ‘betrothal’. Ikatan jenis ini lebih erat daripada ikatan pertunangan sebagaimana yang dikenal di dunia barat sekarang ini. Masing-masing pihak memperlakukan pasangannya sebagai suami atau sebagai istri walaupun mereka belum tinggal dalam satu rumah. Ikatan ini masih bisa diputuskan, akan tetapi akan menjadi masalah yang sangat besar bila dibandingkan dengan putusnya ikatan pertunangan di zaman sekarang ini. Apakah anda sudah memiliki orang tersebut ketika anda bertunangan? Yah, sekali lagi, anda memang bisa berkata bahwa anda sudah memiliki dia, dalam pengertian tertentu, tetapi masih belum seutuhnya.
Saat kita datang kepada Kristus dan menyerahkan diri kita kepada dia, peristiwa itu diibaratkan seperti sebuah pertunangan dengan Kristus. Di 2 Korintus 11:2, kita baca,
Sebab, aku merasa cemburu kepada kamu dengan kecemburuan ilahi karena aku sudah menunangkan kamu dengan satu suami, yaitu mempersembahkanmu sebagai perawan yang suci kepada Kristus.
Perhatikan bahwa di saat anda ditunangkan, anda boleh menyebut pasangan anda sebagai suami atau istri. Di dalam ikatan betrothal ini, kita memang telah memiliki Kristus, tetapi kita belum memiliki dia sepenuhnya. Justru untuk alasan inilah kita disuruh untuk melanjutkan menuju pernikahan. Alkitab dengan gamblang menegaskan bahwa kedudukan kita belum sampai pada titik ‘pernikahan’ dengan Kristus. Hal tentang pesta pernikahan Anak Domba dapat dibaca di kitab Wahyu pasal 21; salah satu hal tertulis di bagian akhir Alkitab. Pada saat itulah kita baru disatukan dalam pernikahan dengan Kristus. Di dalam semua perumpamaan yang disampaikan oleh Yesus, anda akan melihat bahwa pesta pernikahan adalah hal terakhir yang akan terjadi.
TIGA TAHAP KESELAMATAN
Saya menunjukkan bahwa ketiga tahapan itu – yakni jatuh cinta, pertunangan dan pernikahan – berkaitan dengan ajaran Perjanjian Baru mengenai tiga tahap keselamatan. Kita baca, misalnya, bahwa kita telah diselamatkan (setidaknya ada dua rujukan tentang fakta bahwa kita benar-benar telah diselamatkan), tetapi kemudian, kita juga temukan rujukan-rujukan pada fakta bahwa kita juga sedang dalam proses diselamatkan.
1 Korintus 1:18 memberitahu kita,
“Sebab perkataan tentang salib adalah kebodohan bagi mereka yang sedang binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan (are being saved), hal itu adalah kekuatan Allah”.
“Are being saved” atau “yang sedang diselamatkan”. Kesempurnaan dari keselamatan itu ada di masa depan, saat kita disatukan dengan Kristus di dalam pesta pernikahan Anak Domba.
Di Roma 5:9-10, ada dua kali Paulus menyampaikan tentang keselamatan sebagai hal yang terjadi di masa depan:
Lebih lagi, setelah dibenarkan oleh darah-Nya, kita akan diselamatkan dari murka Allah melalui dia. Sebab, jika ketika kita masih menjadi musuh, kita diperdamaikan dengan Allah melalui kematian Anak-Nya, lebih-lebih lagi setelah kita diperdamaikan kita akan diselamatkan melalui hidupnya.
Kita bisa melihat bahwa ungkapan keselamatan dinyatakan dalam tiga bentuk kalimat (tenses): bentuk lampau (past tense), bentuk sekarang (present tense), dan bentuk yang akan datang (future tense). Ini berarti bahwa kita telah dibenarkan, sedang dibenarkan, dan sepenuhnya benar karena kita akan memiliki kebenaran-Nya.
Paulus menegaskan di Galatia 5:5 bahwa kebenaran dalam wujudnya yang utuh itu adanya pada masa depan: “Sebab oleh Roh, dan karena iman, kita menantikan kebenaran yang kita harapkan.” Ia menunjukkan kepada jemaat di Galatia betapa pentingnya untuk tetap teguh bersatu dengan Kristus setiap saat. Jemaat di Galatia tadinya mengira bahwa mereka bisa menambahkan sunat ke dalam kebenaran iman di dalam Kristus. Namun, Paulus memperingatkan mereka di Galatia 5:3,
Sekali lagi, aku mengatakan kepada setiap orang yang menerima sunat bahwa ia wajib menaati seluruh Hukum Taurat.
Lalu di ayat 4,
Jika kamu berusaha untuk dibenarkan dengan menjalankan Hukum Taurat, hidupmu telah dipisahkan dari Kristus dan kamu telah meninggalkan anugerah.
Itulah inti dari khotbah kedua yang saya sampaikan di Banff: bahwa keselamatan merupakan sebuah proses, dan itulah sebabnya kita harus terus melanjutkan langkah mengejar tujuan. Kita tidak boleh berpuas diri. Mentalitas puas diri inilah yang telah menghancurkan gereja. Hanya jika kita mengerti bahwa kita harus meneruskan langkah mengejar tujuan itu, barulah gereja bisa bangkit dan bergerak maju.
Pemberitaan yang disampaikan oleh kebanyakan gereja sekarang adalah: saat anda telah menerima Kristus, berarti anda telah menerima hidup yang kekal. Dan hidup yang kekal ini tidak akan pernah hilang. Menurut mereka, anda tidak akan pernah terpisahkan dari Kristus, sekalipun Paulus berkata hal itu bisa terjadi. Oleh sebab itu, menurut mereka, sekali selamat, maka anda akan tetap aman; tak ada hal yang perlu dikhawatirkan. Memang baik mengejar kekudusan, tetapi jika anda tidak melakukannya, hal itu juga tidak akan berakibat buruk pada keselamatan anda. Anda tidak perlu bersusah payah. Malahan, jika anda berusaha, hal itu bisa mengarah pada perbuatan manusia. Anda tidak perlu kehilangan apa-apa. Tak ada kebutuhan untuk mengejar kekudusan. Kekudusan memang sangat bagus, akan tetapi tidak menjadi hal yang penting. Akibat dari pengajaran semacam ini sangatlah membinasakan. Tak heran jika gereja menjadi lemah dan mengalami pembusukan di dalamnya. Saya adalah orang yang mengutamakan perdamaian. Saya tidak menghendaki adanya pertentangan di dalam gereja, tetapi saatnya telah tiba untuk menyatakan kebenaran dan menanggung akibatnya.
PERTEMUAN DENGAN PANITIA KONFERENSI
Setelah menyampaikan khotbah yang kedua itu, panitia mendatangi saya dan berkata, “Khotbah anda tampaknya menyatakan bahwa keselamatan itu adalah sebuah proses dan seseorang bisa saja tidak mampu menyelesaikan proses ini, yang berakibat pada kebinasaannya.” Saya berkata kepada mereka, “Apa yang dikatakan oleh Kitab Suci?” Mereka sangat tersinggung akan hal ini.
Pada hari berikutnya, pihak panitia mendatangi saya lagi dan berkata, “Kami telah memutuskan bahwa jika anda tidak menyesuaikan khotbah anda dengan doktrin kami, maka kami tidak bisa mengizinkan anda untuk melanjutkan untuk berkhotbah.” Saya berkata kepada mereka, “Saudara-saudara, sungguh sedih hati saya bahwa anda memandang persoalan dengan cara ini. Anda tidak berkata, ‘Kami ingin agar anda menyesuaikan khotbah anda dengan Firman Allah,’ tetapi anda justru berkata, ‘dengan doktrin kami.’ Tak satupun dari anda yang bisa meyakinkan saya bahwa apa yang telah saya sampaikan itu tidak alkitabiah, persoalannya hanya karena tidak sesuai dengan doktrin anda. Dan perbedaan itu memang saya akui.”
Lalu mereka berkata, “Mari kita luruskan dulu masalah posisi doktrin anda. Apakah anda percaya bahwa keselamatan itu sepenuhnya berdasarkan kasih karunia?”
Saya menjawab, “Sudah tentu! Keselamatan menurut Kitab Suci itu murni berasal dari kasih karunia.”
Mereka bertanya, “Dengan demikian, berarti anda percaya bahwa tak ada perbuatan baik manusia yang terlibat di sini?”
Saya menanggapi, “Apa yang anda maksudkan dengan perbuatan baik? Jika yang dimaksudkan adalah usaha manusia, maka saya setuju bahwa tak ada perbuatan baik yang bisa dilibatkan di sini. Namun, jika yang dimaksudkan adalah perbuatan baik yang dikerjakan oleh Allah melalui kita, maka saya tidak bisa setuju. Kita harus memiliki perbuatan baik dari jenis yang itu karena semua itu adalah buah Roh, hidup Allah yang diwujudkan di dalam diri kita. Efesus 2:10 memberitahu kita bahwa kita dipersiapkan oleh Allah untuk melakukan pekerjaan baik. Allah menuntut buah itu dari kita. Semua perbuatan baik itu memang tidak menyelamatkan kita, akan tetapi perbuatan baik itu adalah bukti dari keselamatan kita.”
Lalu saya bertanya kepada mereka, “Bagaimana posisi anda? Apakah anda akan berkata bahwa jika seseorang telah menjadi Kristen, lalu dia berbuat dosa sebanyak yang dia kehendaki, dia tidak bertobat, masihkah dia diselamatkan?”
Tahukah anda apa jawab mereka? Saudara-saudariku, jawaban mereka membuat saya sangat sedih. Mereka menjawab, “Ya.” Saudara-saudari, perhatikanlah keadaan gereja zaman sekarang ini. Anda bisa melihat dosa berlangsung di tengah jemaat karena orang-orang itu diajari bahwa mereka boleh berbuat dosa sebesar yang mereka mau dan akan tetap diselamatkan.
Saya tanyakan pada salah satu dari saudara itu, “Mari kita lebih spesifik lagi. Apakah maksud anda, jika seorang Kristen melakukan pembunuhan dan percabulan, maka dia tetap akan diselamatkan tanpa peduli apakah dia bertobat atau tidak?” Jawabannya adalah, “Ya, dia akan tetap diselamatkan tanpa peduli apakah dia bertobat atau tidak.”
Saudara-saudari, silakan anda nilai sendiri siapa yang menyampaikan kebenaran berlandaskan Kitab Suci. Jika seseorang bisa menjadi orang Kristen dan berbuat dosa sebanyak yang dia mau, lalu dia tetap diselamatkan tanpa peduli apakah dia bertobat atau tidak, maka saya boleh dikeluarkan dari gereja; saya tidak berminat menjadi bagian dari gereja yang seperti ini. Akan tetapi, saudara-saudari, sebagaimana yang telah saya peringatkan kepada anda, barangsiapa menerima doktrin ‘sekali selamat tetap selamat,’ maka nasibnya akan berakhir di dalam lubang yang paling mengerikan. Dengan air mata, saya memperingatkan anda. Ajaran ini adalah penyelewengan dari kasih karunia. Hal inilah yang telah kita bahas sebelumnya berdasarkan surat Yudas ayat 4, yang berkata bahwa anugerah Allah telah disalahgunakan (perverted) untuk memuaskan nafsu. (‘Perversion/‘Penyimpangan’ berarti mengubah hakekat aslinya.) Ini adalah bencana bagi gereja.
Kemudian mereka berkata kepada saya bahwa jika saya tidak menyesuaikan diri dengan doktrin mereka, maka mereka tidak akan mengizinkan saya berkhotbah. Saya siap untuk tidak berkhotbah.
Saya sudah sampaikan sebelumnya, dan saya akan sampaikan sekali lagi: Keselamatan itu sepenuhnya oleh kasih karunia, tak pernah bersumber dari usaha manusia. Perbuatan-perbuatan baik yang kita kerjakan sebagai orang Kristen dilaksanakan dengan kuasa-Nya, oleh Roh Kudus yang bekerja melalui kita. Itu sebabnya hal ini disebut sebagai buah Roh. Kuasa-Nyalah yang bekerja. Itu bukan hasil kebenaran saya; itu adalah kebenaran-Nya yang bekerja melalui saya. Dan itulah yang disebut kasih karunia! Kita tidak boleh menyelewengkan makna kasih karunia menjadi kebebasan untuk berbuat dosa sebanyak mungkin, lalu kasih karunia akan bertambah-tambah pada diri anda. Hal itulah yang diperingatkan oleh Paulus di Roma 6:2, “Sekali-kali tidak,” Allah melarang pemikiran semacam ini. Namun, inilah doktrin resmi di dalam banyak gereja Tionghoa sekarang. Jika orang non-Kristen berbuat dosa, maka dia akan langsung masuk ke neraka, tetapi, orang Kristen bebas berbuat dosa sebanyak-banyaknya, dan akan tetap masuk ke surga. Doktrin macam apa ini?
Panitia konferensi berkata kepada saya, “Kalau begitu, berarti kita tidak punya jaminan keselamatan. Jika kita bisa diselamatkan tetapi, juga bisa terhilang lagi, berarti kita tidak mempunyai jaminan keselamatan.”
Saya menjawab, “Sama sekali tidak benar jika anda mengenal Firman Allah. Kita memiliki jaminan keselamatan. Kita memiliki jaminan keselamatan sebagaimana yang disampaikan oleh Paulus di Roma 8:16 bahwa ‘Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah.’ Jaminan ini lahir dari hubungan yang hidup dengan Allah.”
Mereka ingin diselamatkan tanpa adanya hubungan ini, padahal makna iman seutuhnya adalah memiliki hubungan yang hidup dengan Allah. Demikianlah, mereka bahkan siap menyangkal iman dan seluruh hakekat iman, melainkan kita mengartikan ‘iman’ sebagai sekadar kepercayaan di dalam otak saja, tanpa adanya hubungan yang hidup dengan Allah. Namun, setiap orang Kristen yang sejati, yang memiliki hubungan yang hidup dengan Allah, memiliki jaminan di dalam hatinya bahwa ia adalah anak Allah.
Kita juga masih memiliki jaminan lebih lanjut dalam bentuk penyatuan dengan Tuhan dalam suatu kovenan atau perjanjian. Setiap kali kita berbuat dosa, bukan berarti kita telah terhilang. Jika istri anda menghanguskan bubur anda, tentunya hal itu tidak langsung berarti bahwa pernikahan anda berakhir. Perjanjian kovenan itu tidak serta-merta berakhir hanya karena anda telah berbuat suatu kesalahan. Selama anda bertobat dengan setulus hati atas dosa yang telah anda buat, maka Allah akan selalu memaafkan. Tidaklah mudah untuk membatalkan ikatan kovenan karena penegakan kovenan itu sendiri tidaklah mudah. Bukanlah hal yang mudah untuk masuk ke dalam perjanjian tersebut karena untuk masuk ke dalam kovenan itu, anda memberikan hati anda kepada Yesus. Bukan sekadar persetujuan atau kepercayaan di tingkat mental. Dengan cara yang sama, tidaklah mudah untuk memutuskan ikatan perjanjian itu. Itulah sebabnya kita memiliki jaminan yang luar biasa di dalam Kristus. Namun, pada zaman ini, jaminan tersebut seringkali diajarkan sebagai sekadar persetujuan di tingkat mental, semacam deklarasi iman atau suatu keputusan. Demikianlah, iman dan kasih karunia telah diencerkan maknanya.
Sekalipun pembatalan kovenan itu bukanlah hal yang mudah, tetapi juga bukan hal yang mustahil. Yesus Kristus mengizinkan satu kondisi di mana adalah mungkin untuk memutuskan ikatan pernikahan, dan dasarnya adalah perzinahan. Itulah sebabnya, di dalam Perjanjian Lama, kita menemukan adanya pernyataan cerai kepada umat Israel. Umat Israel digambarkan sebagai umat yang disatukan dengan Allah. Namun, Hosea 2:1 menyatakan, “Dia bukan isteri-Ku, dan Aku ini bukan suaminya” karena Israel telah bersalah melakukan perzinahan rohani.
Paulus menyatakan dengan tegas di 2 Timotius 2:12,
“Jika kita menyangkal Dia, Diapun akan menyangkal kita.”
Alasan mengapa Dia harus menyangkal kita ada di ayat 13 – jika Dia tidak menyangkal kita, berarti Dia akan menyangkal diri-Nya sendiri, dan Dia harus setia pada diri-Nya sendiri.
Kita telah menempatkan Allah dalam posisi yang mustahil. Kita telah menjadi tidak setia, padahal Dia harus tetap setia pada karakter-Nya. Perhatikan bahwa ayat itu tidak mengatakan bahwa Dia harus tetap setia kepada kita, karena jika kita terus berbuat dosa, lalu Dia tidak menghakimi kita atas dosa-dosa kita, maka Dia telah menyangkal hakekat-Nya yang kudus. Namun, selama kita bertobat dengan setulus hati, maka Dia dapat mengampuni kita, dan Dia memang akan mengampuni kita.
Kita membaca di 1 Yoh 1:9 – suatu firman yang sangat berharga, yaitu bahwa Dia akan selalu mengampuni kita – “Ia adalah setia dan adil” untuk mengampuni kita, jika kita benar-benar bertobat dari dosa kita. Namun, tidak ada ajaran di dalam Kitab Suci yang mengatakan bahwa kita akan diampuni tanpa pertobatan.
Allah menjadi saksi bagi saya bahwa saya telah mengambil sikap yang sangat berdamai. Saya berkata bahwa saya tidak setuju dengan doktrin mereka, tetapi saya bersedia untuk hanya berkhotbah membahas ‘kasih karunia’ dan tidak menyentuh bagian-bagian yang mengganggu mereka. Namun, ketika saya menyampaikan hal itu kepada mereka, saya merasa bahwa dengan berbuat demikian, saya bisa jadi tidak setia kepada Firman Allah. Ada saatnya ketika seseorang harus memilih antara kesatuan atau kebenaran, dan ini adalah pilihan yang sangat sulit. Dalam hal ini, saya memutuskan untuk mengutamakan kesatuan. Namun, merekalah yang memutuskan bahwa saya tidak boleh lagi berkhotbah. Mereka takut bahwa saya nantinya bisa saja mengkhotbahkan Firman Allah seperti sebelumnya.
PADA HARI KETIGA, SAYA MENINGGALKAN BANFF
Lalu pada hari ketiga, saya memutuskan untuk meninggalkan Banff. Saya sangat sedih di hadapan Tuhan karena Firman Allah dibungkam di tengah jemaat sekalipun tidak ada bukti dari Kitab Suci bahwa sesuatu yang palsu telah disampaikan. Saya peringatkan mereka untuk tidak mengambil langkah ini demi gereja, karena hal ini akan memecah-belah gereja Tionghoa, bukan saja di Kanada, tetapi selanjutnya nanti ke seluruh dunia. Orang-orang akan dipaksa untuk memilih: apakah mereka akan memihak pada doktrin tentang kasih karunia, yang berkata bahwa anda bisa diselamatkan tanpa pertobatan, atau akan memihak pada Kitab Suci, yang berkata bahwa tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan.
Itulah firman dari Ibrani 12:14,
Berusahalah hidup damai dengan semua orang dan kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan.
Kutipan tersebut adalah bagian dari firman yang saya sampaikan dalam kebaktian kedua di Banff. Alkitab menegaskan kepada kita bahwa tanpa kekudusan, maka tak seorang pun akan melihat Tuhan. Mereka yang “suci hatinya”, kata Yesus, “akan melihat Allah” (Mat 5:8). Saya tidak bisa menyelewengkan Injil yang telah dipercayakan kepada saya, tak peduli apa pun konsekuen atas diri saya secara pribadi. Anda mungkin telah dibaptis, telah menjadi orang Kristen selama 50 tahun, tetapi jika tidak ada kekudusan di dalam hidup anda, maka Firman Allah berkata bahwa anda tidak akan melihat Dia.
KEKUDUSAN, KEBENARAN DAN KESELAMATAN
Ada banyak ayat lain di dalam Kitab Suci yang menunjukkan dengan jelas hubungan antara kekudusan, kebenaran dan keselamatan.
Di Roma 6:15-16, kita membaca,
15 Jadi, apa yang harus kita lakukan? Apakah kita akan berbuat dosa karena kita tidak hidup di bawah Hukum Taurat, tetapi di bawah anugerah? Tentu saja tidak!
16 Kamu pasti tahu bahwa ketika kamu menyerahkan dirimu sebagai budak yang taat kepada sesuatu atau seseorang, kamu menjadi budak bagi pihak yang kamu taati itu; baik kepada dosa yang memimpinmu menuju maut, atau kepada ketaatan yang akan memimpinmu menuju kebenaran.
Camkanlah kepedulian Paulus pada kebenaran. Di ayat 18 dia berkata,
dan karena kamu telah dibebaskan dari dosa, kamu menjadi budak kebenaran.
Perhatikan kemunculan kata ‘kebenaran’ sebanyak dua kali dalam perikop yang pendek ini. Ayat 19 berbunyi,
Aku berbicara menggunakan istilah yang manusia karena kelemahan dagingmu. Sebab, sama seperti dulu kamu menyerahkan anggota-anggotamu sebagai budak kenajisan dan kejahatan yang berakibat pada kejahatan yang lebih jauh, sekarang serahkanlah anggota-anggotamu menjadi hamba kebenaran yang berujung kepada pengudusan.
Apakah hasil dari kekudusan? Ayat 22 berbunyi,
Namun sekarang, sesudah dibebaskan dari dosa dan telah diperhamba oleh Allah, kamu memperoleh buah atas kesucian dan akhirnya adalah hidup yang kekal.
Perhatikan, kesudahan dari kekudusan atau kesucian adalah hidup yang kekal. Camkanlah bahwa rasul Paulus menghubungkan kekudusan dengan hidup yang kekal. [Dan itu sama saja dengan mengatakan, tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan.]
Paulus menyatakannya lagi di 1 Tesalonika 4:1-8. Perhatikan bahwa saya tidak mengutipkan hanya satu ayat bagi anda, melainkan keseluruhan perikop ini, karena sangatlah mudah untuk menyampaikan sesuatu di luar konteks dengan hanya mengutip satu ayat saja. Baca keseluruhan dari perikop ini. Ada pokok yang sangat penting di sini, mari kita baca dari ayat 3:
3 Sebab, inilah kehendak Allah: pengudusanmu, bahwa kamu harus menjauhkan diri dari percabulan;
4 bahwa kamu masing-masing tahu bagaimana menguasai tubuhmu sendiri dalam kekudusan dan kehormatan,
Perhatikan bahwa di sini Paulus berbicara tentang kehidupan praktis orang Kristen. Ayat 5 berkata bahwa seorang Kristen di dalam mengambil istri itu, bukan di dalam keinginan hawa nafsu, seperti yang dibuat oleh orang-orang yang tidak mengenal Allah. Di ayat 6, Paulus berbicara tentang hubungan kita dengan saudara-saudari seiman di tengah jemaat. Kemudian di ayat 7, dia mengatakan ini,
Allah memanggil kita bukan untuk ketidakkudusan, melainkan untuk kekudusan.
Dan perhatikan apa yang disampaikan di ayat 8,
Oleh sebab itu, siapa pun yang menolak ajaran ini, bukan menolak manusia, melainkan menolak Allah, yang memberikan Roh Kudus-Nya kepadamu.
Paulus berkata bahwa orang yang mengabaikan pengudusan atau kekudusan berarti sedang mengabaikan Allah.
Mari kita beralih ke rasul Petrus, dan dia juga menyatakan hal yang sama. Di 1 Petrus 1:14-16, dia berkata,
14 Sebagai anak-anak yang taat, janganlah tunduk kepada nafsu jahatmu seperti ketika kamu masih hidup dalam kebodohanmu,
15 tetapi kuduslah dalam segala tingkah lakumu, seperti Allah yang memanggilmu adalah kudus.
16 Sebab ada tertulis, “Kuduslah kamu karena Aku kudus.”
Dia melanjutkan dengan berkata bahwa kita telah ditebus dengan darah Kristus untuk menjalani hidup yang berkenan di hadapan Allah. Untuk apakah Yesus mati bagi kita? Dia mati bagi kita agar kita berhenti hidup mengikuti hawa nafsu, hidup dalam dosa-dosa yang lama, dan masuk ke dalam hidup dalam persekutuan yang kudus dengan Allah. Di ayat 16 disebutkan, “Kuduslah kamu karena Aku kudus,” adalah suatu perintah. Ini bukanlah suatu pilihan atau opsi yang bisa anda ambil atau anda abaikan. Kita telah lahir baru untuk menjadi manusia yang baru, bukan untuk melanjutkan cara hidup yang lama.
CIPTAAN BARU YANG DITENAGAI OLEH ROH KUDUS
Secara keseluruhan terdapat dua hal penting:Yesus telah mati dalam rangka, pertama, membebaskan kita dari dosa, sebagaimana yang disampaikan oleh Paulus di Roma pasal 6. Kita adalah budak-budak dosa, berada di bawah kuasa dosa, tangan dan kaki kita terbelenggu oleh dosa. Yesus telah mati untuk membebaskan kita, supaya kita bisa memperoleh pengampunan atas dosa. Namun, Yesus juga melakukan satu hal lagi: Dia telah mati supaya kita bisa menjadi ciptaan baru. Aspek yang satu ini tidak boleh diabaikan. Saat kita telah dibersihkan dari dosa, dia tidak berkata, “Sekarang kamu sudah diampuni, kamu bebas berbuat apa saja.” Jika dia berkata seperti itu, maka kita akan jatuh ke dalam dosa lagi. Tidak, Yesus membebaskan kita dari dosa supaya kita bisa tetap bebas dari dosa, supaya kita tidak kembali ke dalam dosa. Namun, bagaimana hal ini dilakukan? Hanya dengan satu cara: menjadi seorang Kristen berarti menjadi manusia baru. Ini adalah suatu tindakan penciptaan baru. Paulus berkata di 2 Korintus 5:17,
Jadi, siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru. Hal-hal yang lama sudah berlalu, lihatlah, hal-hal yang baru sudah datang.
Seorang Kristen yang sejati adalah manusia baru: manusia baru yang diciptakan menurut gambar Kristus, demikian kata Paulus di Efesus 2:10, 4:24 dan Kolose 3:10. Paulus secara konstan menekankan fakta bahwa jika anda menjadi Kristen, maka anda menjadi manusia baru seutuhnya. Manusia baru ini bahkan memiliki cara berpikir yang baru karena dia memiliki pikiran Kristus (1 Korintus 2:16), dan ada Roh Kudus di dalam dirinya.
Di dalam ajaran ‘Sekali selamat tetap selamat,’ anda tidak benar-benar membutuhkan Roh Kudus atau kasih karunia karena memiliki atau tidak memiliki Roh Kudus, anda tetap diselamatkan. Tahukah anda bahwa justru karena menentang hal inilah maka bangkitnya seluruh gerakan gereja Pentakosta? Mereka melihat bahwa jika anda bisa diselamatkan tanpa harus menjadi kudus, maka Roh Kudus tidak diperlukan. Kaum Pentakosta melihat kesalahan ini dan segera menegaskan tentang perlunya Roh Kudus di dalam hidup kita.
Sebenarnya, jika anda mengkhotbahkan kasih karunia seperti yang dikhotbahkan banyak gereja sekarang ini, maka anda sama sekali tidak membutuhkan kasih karunia. Karena begitu anda telah menerima Kristus, maka keadaan anda akan baik-baik terus untuk selanjutnya. Anda tidak membutuhkan kasih karunia (grace). Anda tidak membutuhkan apa-apa lagi sejak saat itu. Hanya saat kita menerapkan ajaran tentang kekudusan dengan serius barulah kita mengerti mengapa kita membutuhkan kasih karunia, karena tanpa kasih karunia Allah dan tanpa Roh Kudus dari Allah, maka kita tidak akan pernah bisa menjadi kudus. Setiap saat kita membutuhkan Roh Kudus-Nya untuk memampukan kita menjalani kehidupan Kristen.
Renungkanlah Firman Allah dengan cermat karena keselamatan kekal anda menjadi taruhannya. Ingatlah firman dari Kitab Suci: Tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan. Saya meminta anda dengan baik-baik mempertimbangkan apa yang menjadi kebenaran sekarang ini. Jangan membuat kekeliruan karena keselamatan kekal anda menjadi taruhannya. Hanya jika anda memahami Firman Allah baru anda bisa mengerti betapa berharganya kasih karunia itu – dalam hal mengampuni kita dari dosa-dosa kita di masa lalu, dan dalam hal memampukan kita menjalani kehidupan Kristen, detik demi detik. Dia mampu menopang kita sampai pada akhirnya. Dia mampu memelihara kita sampai pada Hari Penghakiman, asalkan, seperti kata Paulus di Kolose 1:23, kita tetap teguh dan tidak bergoncang di dalam kasih karunia-Nya.
Saudara-saudari, marilah kita berdoa bagi gereja di zaman sekarang ini. Allah telah memberi kita tugas untuk menyelamatkan gereja, dan tugas ini harus kita penuhi. Dunia tidak akan bisa diselamatkan jika gereja tidak diselamatkan. Sekarang, kita perlu menyelamatkan gereja. Kiranya Allah menganugerahkan kita anugerah untuk melakukan hal itu!